BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS SEBARAN KARBON MONOKSIDA DARI SUMBER TRANSPORTASI DARI JALAN SISINGAMANGARAJA DENGAN METODE FINITE LENGTH LINE SOURCE

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

BAB III METODE PENELITIAN. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1

Tabel 3. Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR. Oleh REZA DARMA AL FARIZ PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

MODUL X CALINE4. 1. Tujuan Praktikum

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

Efisiensi Program Car Free Day Terhadap Penurunan Emisi Karbon

ESTIMASI BESAR KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA BERDASARKAN KEGIATAN TRANSPORTASI DENGAN MODEL DFLS

Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi)

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

PRAKIRAAN KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA DENGAN PEMODELAN DELHI FINITE LINE SOURCE (Studi Kasus: Jalan MT. Haryono, Medan)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

OP-030 Uji Validasi Program Caline4 terhadap Dispersi Gas NO2 dari Sektor Transportasi di Kota Padang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK

KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO

KAJIAN KONSENTRASI POLUTAN KARBON MONOKSIDA (CO) DAN NITROGEN DIOKSIDA (NO 2 ) DI TERMINAL TERPADU AMPLAS MEDAN DENGAN MODEL SCREEN3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan literature baik berupa buku buku transportasi, artikel, jurnal

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN MODEL EMISI KARBONDIOKSIDA DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KOTA SURABAYA

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN MODEL PENYEBARAN KARBONDIOKSIDA DARI KEGIATAN INDUSTRI KOTA SURABAYA DIAH WIJAYANTI JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

III. METODOLOGI PENELITIAN. memperoleh kesimpulan yang ingin dicapai dalam penelitian. Metodologi yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya

Udara ambien Bagian 10: Cara uji kadar karbon monoksida (CO) menggunakan metode Non Dispersive Infra Red (NDIR)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

III. METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengamatan untuk mengumpulkan data akan dilaksanakan pada hari Senin dan

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. penarik (attractive) dan kawasan bangkitan (generation) yang meningkatkan tuntutan lalu lintas (

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH

ABSTRAK ABSTRACT. Kata kunci: Laju emisi CO 2, dispersi CO 2, Transportasi, RSP Unand

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

HUBUNGAN KECEPATAN, KEPADATAN DAN VOLUME LALU LINTAS DENGAN MODEL GREENSHIELDS (STUDI KASUS JALAN DARUSSALAM LHOKSEUMAWE)

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari Pengambilan data

ANALISIS BEBAN PENCEMAR UDARA SO 2 DAN HC DENGAN PENDEKATAN LINE SOURCE MODELING (STUDI KASUS DI JALAN MAGELANG YOGYAKARTA)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

Elaeis Noviani R., Titik Istirokhatun, Sudarno. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

EVALUASI FAKTOR PENYESUAIAN HAMBATAN SAMPING MENURUT MKJI 1997 UNTUK JALAN SATU ARAH

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh Yuliana Suryani Dosen Pembimbing Alia Damayanti S.T., M.T., Ph.D

PREDIKSI KONSENTRASI CO2 PADA CEROBONG ASAP DARI RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MESIN DAN GAS (PLTMG) DURI

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menerapkan metode kuantitatif dengan cara menghitung jenis dan jumlah kendaraan untuk mendapatkan laju emisi. Selanjutnya laju emisi dimasukkan ke dalam persamaan untuk mendapatkan konsentrasi CO dari sumber bergerak. Kemudian akan dilakukan pemantauan konsentrasi CO di lapangan untuk membandingkan hasil pemodelan dengan konsentrasi sebenarnya. Tahapan dalam penelitian ini dimulai dari studi literatur, survei lapangan, pengumpulan data sekunder, pengambilan data primer, menghitung konsentrasi polutan menggunakan metode Gaussian Line Source, sampling kualitas udara di lapangan, uji validitas, membandingkan hasil konsentrasi yang didapatkan dengan baku mutu PP Nomor 41 tahun 1999, dan visualisasi menggunakan aplikasi SIG. Diagram alir penelitian dan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.2 menunjukkan diagram tulang ikan (fishbone)penelitian, diagram ini menggambarkan hal-hal yang terkait dengan penelitian dan rencana output penelitian. Material penelitian adalah jenis dan jumlah kendaraan, kondisi meteorologi, dan konsentrasi CO baik dari sumber maupun di reseptor. Dampak konsentrasi CO terhadap lingkungan berupa global warming, climate change, emisi gas rumah kaca (Green House Gas) dan menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Teknologi pengendalian yang dapat dilakukan yaitu sustainable transportation, eco-friendly transportation, catalytic converter, dan Bahan Bakar Minyak (BBM) ramah lingkungan. Program yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran berupa program langit biru, car free day, Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan uji petik yaitu uji emisi dari kendaraan bermotor. Keterkaitan manusia dalam kasus ini yaitu kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat, kesadaran lingkungan, dan gaya hidup (lifestyle). Regulasi yang terkait berupa baku mutu udara emisi sumber bergerak, baku mutu udara ambien, dan Electronic Road Pricing (ERP).

MULAI Tujuan dan Urgensi Penelitian Observasi Lapangan Studi Literatur Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan Data Primer Peta Kota Medan Arah Angin Kecepatan Angin Intensitas Penyinaran Matahari Jumlah dan Jenis Kendaraan Konsentrasi CO di Lapangan Windrose Stabilitas Atmosfer Laju Emisi Pemodelan Pola Dispersi dengan Gaussian Line Source Validasi Perbandingan dengan Baku mutu PP no. 41 tahun 1999 Pemetaan dengan aplikasi SIG SELESAI Gambar 3.1 Diagram Air Penelitian

Gambar 3.2 Diagram Fishbone Penelitian

3.2 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Jumlah dan jenis kendaraan Untuk mendapatkan laju emisi, jumlah dan jenis kendaraan dihitung di lokasi sampling (traffic counting) kemudian dikalikan dengan faktor emisi masing-masing jenis kendaraan. 2. Jarak Variasi jarak dari sumber emisi akan mengakibatkan perbedaan hasil konsentrasi CO. 3. Konsentrasi CO hasil pemantauan Variasi konsentrasi CO hasil pemantauan digunakan sebagai pembanding hasil pemodelan dengan hasil pemantauan langsung di lapangan. 4. Kondisi Meteorologi Kondisi meteorologi seperti mempengaruhi persebaran pencemaran udara 3.3 Lokasi Penelitian 1. Lokasi Pengamatan Jumlah dan Jenis Kendaraan Lokasi pengamatan jenis dan jumlah kendaraan adalah Jalan Sisingamangaraja (di depan Indogrosir) Kecamatan Medan Amplas. Jalan ini dipilih sebagai wilayah pengamatan karena merupakan jalan arteri primer yang menghubungkan Kota Medan dengan kota dan kabupaten lain di Provinsi Sumatera Utara sehingga menjadi salah satu titik terpadat lalu lintas di Medan. Panjang jalan yang menjadi sampel adalah sepanjang 200 m, yaitu dimulai dari titik pemberhentian lampu lalu lintas sampai 200 m kearah timur. Pada segmen jalan ini terdapat 2 jalur dan 5 lajur. 3 lajur menuju ke arah pusat Kota Medan dan 2 lajur menuju ke arah batas Kota Medan. Total lebar jalan yang diamati adalah 10 m. Lokasi pengamatan jumlah dan jenis kendaraan dapat dilihat pada gambar 3.3. Di sekitar segmen jalan yang diamati terdapat pusat grosir yaitu Indogrosir, kantor perusahaan asuransi Sinarmas, kantor perusahaan Astragraphia, beberapa kantor bisnis travel, dan pertokoan lainnya.

2. Lokasi Pengukuran CO di Lapangan Dasar pertimbangan lokasi pengukuran CO dilapangan yaitu arah angin dominan. arah angin dominan Kota Medan berdasarkan data dari BMKG adalah dari utara ke selatan, maka lokasi pengukuran CO adalah di sebelah selatan sumber emisi. Perhitungan konsentrasi CO dilakukan di tepi jalan (roadside), pada jarak 100 meter, 300 meter, dan 500 meter dengan titik koordinat seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1 dibawah ini. Tabel 3.1 Koordinat sampling CO di Lapangan Titik Pengamatan X Y Keterangan Lokasi Roadside 466889,17 391146,71 Tepi jalan 300 meter 466872,54 390864,76 Pemukiman 500 meter 466865,38 390672,65 Pemukiman 600 meter 466855,92 390533,83 Pemukiman Sumber : Survey dan analisa, 2016 Peta lokasi sampling dapat dilihat pada Gambar 3.3

3.4 Jenis dan Sumber Data 3.4.1 Jenis dan Sumber Data Primer Data primer dalam penelitian ini adalah jenis dan jumlah kendaraan yang didapatkan dari pengamatan langsung di lapangan, hasil konsentrasi CO pemantauan langsung, serta kondisi meteorologi berupa arah angin, kecepatan angin, suhu dan kelembapan udara pada sampling di lapangan. 3.4.2 Jenis dan Sumber Data Sekunder Data sekunder adalah data meteorologi kota medan berupa arah angin, kecepatan angin, dan intensitas penyinaran matahari dalam rentang waktu 5 (lima) tahun terakhir yang didapatkan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Medan serta Peta Kota Medan yang didapatkan dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara. 3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.5.1 Pengumpulan Data Primer 1. Volume lalu lintas a. Pengamatan lalu lintas dilakukan pada jam sibuk (peak hour), waktu pengamatanhari Sabtu tanggal 15 Oktober 2016. Jam 09.00-10.00 WIB untuk mewakili waktu pagi dan jam 13.05-14.05 WIB untuk mewakili waktu siang. Waktu pengukuran ini disesuaikan dengan jam sibuk lalu lintas, yaitu jam 06.00-09.00 untuk pagi hari dan 12.00-14.00 untuk waktu siang. b. Prosedur pengamatan volume lalu lintas dilakukan dengan acuan Pedoman Teknis Penyusunan Inventarisasi Emisi yang menyatakantraffic counting dapat dilakukan dengan cara menghitung kendaraan yang melintas pada suatu ruas jalan secara manual atau dengan rekaman CCTV (KLH, 2013), maka dalam penelitian ini pengamatan dilakukan dengan menggunakan manual counteryang dilakukan oleh 4 orang surveyor. Masing-masing surveyor ditugaskan untuk menghitung masingmasing jenis kendaraan.

c. Jenis kendaraan yang diamati antara lain: 1). Sepeda motor dan becak motor 2). Mobil penumpang, meliputi mobil pibadi, angkot, dan kendaraan roda empat lain yang digunakan untuk mengangkut orang 3). Truk, adalah semua jenis truk 4). Bus. 2. Konsentrasi CO di lapangan a. Pengukuran konsentrasi CO dilapangan dilakukan dengan hari dan jam yang sama dengan pengukuran volume lalu lintas untuk mendapatkan hubungan yang kongkrit antara kondisi sumber emisi dan kualitas udara ambien. b. Pengukuran konsentrasi CO bekerja sama dengan Laboratium Fisika Udara Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kota Medan. c. Prosedur pengukuran mengacu pada PERMENLH No. 12 Tahun 2010 yaitu menggunakan metode pengukuran Non-Dipersive Infra Red (NDIR) Analyzer d. Prinsip kerja Non-Diprersive Infra Red (NDIR) Analyzerberdasarkan SNI 7119.10:2011 yang menyatakan alat analisis gas CO bekerja atas dasar sinar infra merah yang terabsorbsi oleh analit. Sinar infra merah yang digunakan adalah sinar infra merahnon dipersive. Gas nol (zero gas) dan contoh uji masuk dalam sel pengukuran dalam jumlah yang tetap dan diatur oleh katup selenoid yang bekerja dalam rentang waktu tertentu. Pengukuran ini berdasarkan kemampuan gas CO menyerap sinar infra merah. Banyaknya intensitas sinar yang diserap sebanding dengan konsentrasi CO. e. Alat yang digunakan adalah portable CO Monitor dengan spesifikasi teknis sebagai berikut: Merk Prinsip langsung Prinsip deteksi Metode deteksi Aplikasi Dimensi Berat Peralatan daya Quest technologies AQ50000 Pro Secara kimia Sensoring Deteksi elektrokimia Analisa gas 15 x 10,5 x 6 in (38 x26,7 x 15 cm) 2 lbs (9 kg) Baterai NiMH rechargeable, AA alkaline, dan AC adapter Kondisi operasi 0 sampai 50 o C (32 sampai 122 o F) Jadwal kalibrasi Tahunan

f. Penempatan alat saat pengukuran di lapangan mengacu pada Lampiran VI PermenLH tahun 2010 dengan kriteria sebagai berikut: 1) Udara terbuka dengan sudut terbuka 120 o terhadap penghalang antara lain: bangunan dan pohon tinggi 2) Ketinggian sampling inlet dari permukaan tanah untuk partikel dan gas minimal 2 m. g. Konsentrasi gas CO dibaca langsung dari pencatat (recorder) dengan satuan ppm. Konversi ke satuan µg/nm 3 menggunakan rumus sebagai berikut (SNI, 2011): C 2 = C 1 x Keterangan: 28 24,45 C 2 : konsentrasi CO dalam udara ambien (µg/nm 3 ) C 1 : konsentrasi CO dalam udara ambien (ppm) x 1000 3.1 28 : berat molekul CO 24,45 : volume gas pada kondisi normal 25 o C, 760 mmhg (L). 3. Koordinat lokasi pengamatan dan pemantauan Koordinat lokasi diambil setiap kali melakukan pengamatan dan pemantauan menggunakan Global Positioning System (GPS) HandheldGarmin jenis GPSmap 78CS. 4. Data meteorologi a. Data meteorologi yang dibutuhkan adalah arah angin, kecepatan angin, suhu udara, dan kelembapan udara. b. Arah dan kecepatan angin diukur menggunakan anemometer dengan spesifikasi sebagai berikut: Merk KRISBOW KW0600662 Aliran udara 0-999,900 ft 3 /menit Percepatan udara 1-30 m/dt Akurasi ±3%±0,20% m/s Dimensi 163 x 45 x 34 (mm) Berat 257 (g) Diameter kipas 27,2 (mm)

c. Suhu dan kelembapan udara diukur menggunakan higrotermometer dengan spesifikasi sebagai berikut: Merk Extech 445702 Rentang suhu 14 140 o F (-10 60 o C) Rentang kelembapan relatif 10-90% RH Aplikasi Jam, termometer dan higrometer Dimensi 109 x 71 x 20(mm) 3.5.2 Pengumpulan Data Sekunder 1. Data meteorologi Data meteorologi didapatkan dari Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Medan yang beralamat di Jalan Ngumban Surbakti No. 15, Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang. 2. Peta Kota Medan Peta Kota Medan yang dibutuhkan adalah peta administrasi, dan jaringan jalan. Peta ini didapatkan dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara. 3.6 Teknik Pengolahan Data 3.6.1 Menghitung Konsentrasi CO dengan Pemodelan Gaussian Line Source Perhitungan ini terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Perhitungan laju emisi Laju emisi dihitung menggunakan Persamaan 2.11 dan faktor emisi kendaraan mengacu pada faktor emisi nasional pada Tabel 2.3. 2. Arah angin dominan Mengolah data arah dan kecepatan angin dengan menggunakan aplikasi WRPLOT View. WRPLOT View adalah program yang bisa mempresentasikan data arah dan kecepatan angin dalam bentuk mawar angin(windrose).windroseadalah diagram yang mengilustrasikan fluktuasi arah dan kecepatan angin. Masing-masing cabang pada windrose melambangkan arah datangnya angin.

3. Kecepatan angin efektif Arah dan kecepatan angin efektif (ū) juga diperhitungkan dalam aplikasi model ini. Arah angin selanjutnya dihitung agar tegak lurus terhadap masing-masing ruas jalan. Kecepatan angin efektif dihitung menggunakan Persamaan 2.12. Kecepatan angin yang diperoleh merupakan kecepatan angin yang telah tegak lurus terhadap ruas jalan. 4. Stabilitas atmosfer Menentukan kelas stabilitas atmosfer berdasarkan penyinaran matahari dan kecepatan angin, mengacu pada kelas stabilitas atmosfer seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Kelas Stabilitas Atmosfer Pagi/Siang IntensitasSinarMatahari MalamKeadaanAwan Kuat Sedang Lemah Beawan Cerah 4/8 3/8 <2 A A-B B E F 2-3 A-B B C E F 3-5 B B-C C D E 5-6 C C-D D D D KecepatanAngin (m/dt) >6 C D D D D Catatan : a. Keadaan awan adalah fraksi dari langit yang tertutup awan b. Untuk kondisi A-B, B-C, C-D, rata-ratakan nilai yang diperoleh dari setiap kelas. c. A = Sangat tidak stabil; B = Sedang; C = Sedikit tidak stabil; D = Netral, E = Agak sedikit stabil; F = Stabil. Sumber : Turner, 1970 dalam Cooper dan Alley, 1994 5. Perhitungan panjang jalan dan lokasi reseptor Lingkup kajian dalam penelitian ini adalah 1 (satu) segmen jalan sepanjang ± 200 m. Bentuk jalan yang diamati dapat dilihat pada peta lokasi yang terpadat padagambar 3.3. Nilai x adalah jarak antara sumber emisi dengan reseptor yang tegak lurus dengan titik dasar sumber emisi dan berada di area downwind (arah berhembusnya angin). Nilai x selanjutnya digunkakan untuk menentukan parameter penyebaranflls berdasarkan kondisi stabilitas atmosfer. Panjang jarak garis yang sejajar ruas jalan yang diamati dinyatakan sebagai nilai y 1 dan y 2.

6. Menghitung konsentrasi CO Konsentrasi (C) karbon monoksida (CO) dihitung dengan Persamaan 2.9, Persamaan 2.6 untuk mendapatkan nilai B, dan lampiran 1 untuk mengetahui nilai distribusi gaussian. Dalam penelitian ini akan dihitung konsentrasi CO pada jarak 0 m sampai 2.000 m dari sumber dengan interval 100 m. 3.6.2 Uji Validasi Validasi dalam penelitian ini menggunakan Persamaan 2.15 sampai Persamaan 2.19 dengan ketentuan hasil penelitian dinyatakan valid apabila: 1. NMSE dalam kisaran 0,5 2. FB dalam rentang -2 sampai dengan 2 3. Nilai R dan d mendekati 1 4. Fa 2 sekitar 50%. 3.6.3 Analisis Komparatif Setelah didapatkan hasil konsentrasi kabon monoksida, maka selanjutnya akan dibandingkan dengan baku mutu kulitas udara ambienmenurut PP Nomor 41 tahun 1999. Baku mutu CO untuk pengukuran 1 jam adalah 30.000 µg/m 3 (Lampiran II). 3.6.4 Analisis Spasial Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) Koordinat titik sampling dan hasil konsentrasi kemudian dipetakan kedalam aplikasi SIG dan ditumpang-tindihkan (overlay) dengan peta Kota Medan untuk melihat pola persebaran karbon monoksida dari tumber transportasi di Jalan Sisingamangaraja. Analisis ini dapat mengidentifikasikan daerah yang terkena dampak pencemaran dari sumber tersebut. Analisis spasial ini menggunkan softwarearcview GIS3.3 yang didapat dari Environmental System Research Institute (ESRI).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Volume Lalu Lintas Jalan Sisingamangaraja Pengamatan volume lalu lintas dilakukan pada hari Sabtu pukul 09.00 WIB 10.00 WIB. Segmen jalan yang diamati adalah Jalan Sisingamangaraja depan Indogrosir sepanjang ±200 m. Jalan Sisingamangaraja merupakan jalan yang menghubungkan Kota Medan dengan kota lainnya di Provinsi Sumatera Utara dan berstatus jalan nasional sehingga mengakibatkan lalu lintas di jalan ini relatif padat. Total jumlah kendaraan yang melintas pada waktu pagi adalah sebanyak 7.591 unit/jam, dan total jumlah kendaraan yang melintas pada waktu siang adalah 7.433 unit/jam, jumlah tersebut tidak jauh berbeda dengan data volume lalu lintas Jalan Sisingamangaraja yang didapatkan dari Dishub Kota Medan tahun 2015 yaitu sebanyak 8.208 kendaraan/jam. Untuk lebih jelasnya, volume lalu lintas Jalan Sisingamangaraja saat pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.1 Jumlah 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 3356 3153 Sepeda Motor 3978 3651 Mobil Penumpang 48 Bus 54 412 Truk 372 Pagi siang Jenis Kendaraan Gambar 4.1 Volume Lalu Lintas Jalan Sisingamangaraja Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, dapat dilihat pada waktu pagi jenis kendaraan yang paling mendominasi adalah mobil penumpang sebanyak 52,40%, kemudian sepeda motor sebanyak 41,54%, truk juga banyak melintasi jalan ini yaitu sebanyak 5,43% di waktu pagi dan bus merupakan jumlah yang paling sedikit yaitu 0,63%. Sedangkan

pada waktu siang, jumlah mobil penumpang lebih sedikit dibandingkan pagi yaitu sebanyak 49,12%, sementara sepeda motor lebih banyak dibandingkan waktu pagi yaitu 45,15%, jumlah truk juga menurun menjadi 5%, dan jumlah bus meningkat menjadi 0,73%. Banyaknya jumlah kendaraan penumpang pribadi seperti mobil, sepeda motor, yang melewati jalan ini dikarenakan adanya aktivitas warga di sekitar Kecamatan Medan Amplas untuk menuju dan kembali dari pusat kota serta banyaknya aktivitas masyarakat Kota Medan pulang dan pergi ke luar kota pada hari libur. Bus yang melewati jalan ini adalah bus antar provinsi dan bus Bandara Kuala Namu. Jumlah bus yang melewati jalan ini dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat Kota Medan pulang dan pergi ke luar kota. Sedangkan kendaraan pengangkut barang seperti truk juga banyak melintasi jalan ini dikarenakan banyaknya transfer barang masuk dan keluar Kota Medan. 4.2 Laju Emisi CO Laju emisi CO didapatkan dengan cara mengalikan jumlah dan jenis kendaraan dengan faktor emisi nasional yang terdapat didalam KLH (2013) tentang Pedoman Teknis Penyusunan Inventarisasi Emisi Pencemar Udara Perkotaan, kemudian dikalikan dengan waktu pengamatan, waktu pengamatan dalam penelitian ini adalah 1 jam. Perhitungan laju emisi CO dari sumber transportasi di Jalan Sisingamangaraja adalah sebagai berikut. Diketahui data seperti pada tabel 4.1 dibawah ini Tabel 4.1 Data Volume Lalu Lintas dan Faktor Emisi Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan (unit/jam) Pagi a Siang a Faktor Emisi CO (g/km) b Sepeda Motor 3.153 3.356 14 Mobil Penumpang 3.978 3.651 32,4 Bus 48 54 11 Truk 412 372 8,4 Total 7591 7433 Sumber: a. survey 2016; b. KLH, 2013

Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam Persamaan 2.11, maka didapatkan total laju emisi untuk waktu pengukuran pagi adalah sebagai berikut n Q = ( i=1 EF i x V) x t Q = {(3.153 x 14) + (3.978 x 32,4) + (48 x 11) + (412 x 8,4)} x 1 jam 3600 detik Q = 49,1717 gram km.detik 1000000 μg x gram x km 1000 m Q = 49.171,7 µg/m.detik Perhitungan laju emisi untuk waktu pengukuran siang juga dilakukan seperti perhitungan laju emisi untuk waktu pengukuran pagi. Laju emisi dari sumber transportasi di Jalan Sisingamangaraja untuk waktu pengukuran pagi dan siang dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini. Tabel 4.2 Laju Emisi CO NO Waktu Laju Emisi (µg/m.s) 1 Pagi 49.171,7 2 Siang 46.943,1 Sumber: Perhitungan, 2016 Dari Tabel 4.2 di atas, dapat dilihat laju emisi CO pada pagi hari adalah 49.171,7 µg/m.s dan pada siang hari adalah 46.943,1 µg/m.s. Jumlah tersebut merupakan total seluruh emisi yang disumbangkan dari sektor transportasi di Jalan Sisingamangaraja, sedangkan untuk persentase emisi yang disumbangkan berdasarkan jenis kendaraan dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3 di bawah ini. Jenis transportasi yang paling banyak menyumbangkan emisi CO adalah mobil penumpang dengan persentase 72,81% pada waktu pagi dan 70,00% pada waktu siang. Sepeda bermotor merupakan jenis kendaraan yang menyumbangkan emisi CO kedua terbanyak dengan persentase 24,94% pada waktu pagi dan 27,80% pada siang hari. Truk dan kendaraan berat lainnya hanya menyumbangkan emisi sebanyak 1,96% pada pagi hari dan 1,85% pada siang hari. Kendaraan yang paling sedikit menyumbangkan emisi adalah bus dengan persentase 0,30% pada waktu pagi dan 0,35% pada waktu siang.

80,00 4500 70,00 4000 persentase emisi (%) 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 jumlah kendaraan (unit) Persentase Jumlah 0,00 Sepeda Motor Mobil Penumpang Bis Truk 0 jenis kendaraan Gambar 4.2 Persentase Laju Emisi dari Kendaraan Pagi Hari 80,00 4000 70,00 3500 Persentase emisi (%) 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 3000 2500 2000 1500 1000 jumlah kendaraan (unit) Persentase Jumlah 10,00 500 0,00 Sepeda Motor Mobil Penumpang Bis Truk 0 Jenis Kendaraan Gambar 4.3 Persentase Laju Emisi dari Kendaraan Siang Hari Variasi jumlah emisi yang disumbangkan oleh setiap jenis kendaraan dipengaruhi oleh variasi jumlah dan faktor emisi. Walaupun jumlah sepeda motor hampir sama dengan jumlah mobil penumpang, namun mobil penumpang menyumbangkan emisi tiga kali lebih banyak dibandingkan sepeda motor, hal ini disebabkan faktor emisi dari mobil penumpang lebih tinggi daripada faktor emisi sepeda motor.

4.3 Kondisi Meteorologi Faktor meteorologi mempengaruhi persebaran pencemaran udara, dalam penelitian ini faktor meteorologi yang diperhitungkan adalah distribusi angin dan stabilitas atmosfer. Distribusi angin di dapatkan dari arah dan kecepatan angin, sedangkan stabilitas atmosfer didapatkan dari kecepatan angin dan intensitas penyinaran matahari. Data arah angin, kecepatan angin, dan intensitas penyinaran matahari merupakan data sekunder yang didapatkan dari Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah 1 Medan. 4.3.1 Distribusi Angin Distribusi angin yang diperhitungkan dalam penelitan ini adalah arah dan kecepatan angin dominan yang di gambarkan dengan windrose. Data yang digunakan adalah data arah dan kecepatan angin rata-rata bulanan tahun 2011-2015 dari stasiun Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah 1 Medan. Diagram windrose dapat dilihat pada Gambar 4.4. Dari Gambar dapat dilihat arah angin dominan dari arah utara (0 o ) sampai arah timur (90 o ) dan kecepatan angin rata-rata adalah 2,25 m/s. Gambar 4.4 Arah dan Kecepatan Angin Dominan Sumber Data: BMKG, 2011-2015 (data telah diolah)

Tidak semua arah angin tegak lurus terhadap Jalan Sisingamangaraja, hanya yang berasal dari arah utara saja yang tegak lurus, sedangkan yang berasal dari timur memiliki sudut 360 o terhadap jalan. Kecepatan angin rata-rata adalah 2,25 m/detik dikategorikan berkecepatan sedang. Kecepatan angin mempengaruhi pergerakan polutan CO di atmosfer. Jika angin berhembus cepat, maka jarak persebaran polutan akan semakin jauh. Kecepatan angin yang digunakan dalam perhitungan adalah kecepatan angin pada saat sampling yaitu 2,45 m/detik untuk waktu pengukuran pagi dan 2,58 m/detik untuk waktu pengukuran siang. 4.3.2 Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer dipengaruhi oleh radiasi matahari dan kecepatan angin. Berdasarkan data kecepatan angin dan penyinaran matahari tahun 2011-2015 yang didapatkan dari Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah 1 Medan yang kemudian dibandingkan dengan tabel kelas stabilitas atmosfer yang dijelaskan pada Tabel 3.2 pada bab sebelumnya kelas stabilitas atmosfer wilayah kajian seperti pada Gambar 4.5. Dari Gambar 4.5 dapat dilihat kelas stabilitas atmosfer didominasi oleh kelas B Sebanyak 60%, A-B sebanyak 35%, dan A sebanyak 5%. Berdasarkan hal tersebut maka kelas stabilitas yang akan digunakan untuk perhitungan lebih lanjut adalah kelas B. Menurut Pesquil (1974) dalam Supriyadi (2009), pada kelas kestabilan B massa udara akan cenderung turun karena suhu udara lebih rendah dibandingkan suhu di atmosfer yang mengakibatkan kadar polutan per satuan volume menjadi lebih besar.

5% 60% 35% Kelas Stabilitas Atmosfer A A-B B Gambar 4.5 Persentase Kelas Stabilitas Atmosfer Sumber Data: BMKG, 2011-2015 (data telah diolah) 4.4 Konsentrasi CO di Sekitar Jalan Sisingamangaraja Pengukuran kulitas udara di sekitar Jalan Sisingamangaraja dilakukan oleh operator dari Laboratorium Fisika Udara Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kota Medan dan titik sampling adalah pada bahu jalan ±7m dari tengah jalan, pada jarak ±300 m dari roadside, pada jarak ±500 m dari roadside, dan pada jarak ±600 m dari roadside. Hasil pengukuran di lapangan dapat dilihat pada lampiran III. Hasil pengukuran yang didapatkan dalam satuan ppm, kemudian di konversikan kedalam µg/nm 3 dengan mengacu pada ketetapan yang terdapat pada SNI 7119.10.2:2011 tentang Udara Ambien-Bagian 10: Cara Uji Kadar Karbon Monoksida (CO) Menggunakan Metode Non Dispessive Infra Red (NDIR). Hasil pengukuran konsentrasi CO dalam satuan µgn/m 3 dapat dilihat pada Gambar 4.6 dibawah ini.

Konsentrasi µg/nm3 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Konsentrasi CO Hasil Pengukuran Roadside 300 m 500 m 600 m Lokasi pagi siang baku mutu Gambar 4.6 Konsentrasi CO hasil Pengukuran Gambar 4.6 menunjukkan konsentrasi CO hasil pengukuran masih berada dibawah baku mutu udara ambien. Konsentrasi CO tertinggi yaitu pada tepi jalan (roadside) untuk sampling pagi hari sebesar 18.323 µg/nm 3 dan 17.177 µg/nm 3 untuk sampling siang hari. Pada lokasi berikutnya konsentrasi CO cenderung turun dikarenakan jaraknya dari sumber emisi semakin jauh. Namun pada titik 600 m konsentrasi CO cenderung naik dikarenakan adanya pengaruh sumber emisi lain berupa sumber transportasi. Pengukuran pada titik 600 m dilakukan berdekatan dengan jalan pada area perumahan warga, jarak antara lokasi sampling dengan jalan tersebut ±2m. Konsentrasi CO pada waktu pagi lebih tinggi dibandingkan siang hari, hal ini berkaitan dengan jumlah kendaraan dan total beban emisi di pagi hari lebih besar dibandingkan pada waktu siang. 4.5 Analisa Hasil Pemodelan Finite Length Line Source (FLLS) Data beban emisi dan kondisi meteorologi selanjutnya digunakan sebagai input untuk pemodelan FLLS dan diolah dengan menggunakan software Ms. Excel. Contoh perhitungan dapat di jelaskan sebagai berikut. 1. Berdasarkan pengamatan di lapangan segmen jalan yang diamati berbentuk seperti pada Gambar 4.7 dan data seperti di bawah ini.

jalan u 114,5 o 100 m 100 m x =300 m Gambar 4.7 Geometri Jalan 2. Bedasarkan perhitungan pada subbab sebelumnya diketahui laju emisi dari sumber Q = 49.171,7 µg/m.detik, kecepatan angin u = 2,45 m/detik, jarak dari sumber emisi x = 300 m = 0,3 km, dan ketinggian pengukuran H = 2 meter. Nilai H adalah nilai ketinggian pengukuran berdasarkan PermenLH no. 12 Tahun 2010 Lampiran VI Tentang Pedoman Teknis Pemantauan Kualitas Udara Ambien, ketinggian sampling dari permukaan tanah untuk partikel dan gas minimal 2 m. 3. Kestabilan atmosfer berada pada kelas B, maka berdasarkan tabel 2.4 dapat ditentukan nilai konstanta a, b, c, d, dan f sebagai berikut: a = 156, b = 0,894, c = 106,6, d = 1,149, dan f = 3,3. 4. Untuk menghitung kecepatan angin efektif menggunakan Persamaan 2.12, dengan demikian, u efektif = 2,45 m/detik x sin 114,5 = 2,38 m/detik. 5. Untuk menghitung parameter penyebaran horizontal (σ y ) dan parameter penyebaran vertikal (σ z ) menggunakan Persamaan 2.13 dan 2.14. maka: σ y = a x b = 156 (0,3) 0,894 = 53,171 σ z = c x d + f = 106,6 (0,3) 1,149 + 3,3 = 30,028. Nilai B 1 dan B 2 dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.6 Maka, B 1 = y 1 σ y = 100 53,171 = 1,88 B 2 = y 2 σ y = 100 53,171 = 1,88.

6. Sehingga, berdasarkan Lampiran 1, nilai G 1 adalah 0,03 dan nilai G 2 adalah 0,97. 7. Kemudian menghitung nilai K menggunakan Persamaan 2.5. untuk z =0, dan H = 2 m, didapatkan: K = 49.171,7 µg/m.detik 2,38 m/detik x 30,028 (0 2 )2 (0+2 )2 exp 2x30,0282 + exp 2x30,0282 K = 688,032(1,999 + 1,999 ) K = 2.752,128 Selanjutnya konsentrasi pada jarak 300 m dihitung menggunakan Persamaan 2.9 dan didapatkan hasil sebagai berikut berikut: C = 2752,128 2π (0,97 0,03) C = 1.293,501 µg/nm 3 Konsentrasi yang dihitung adalah konsentrasi pada roadside (± 7 meter dari pertengahan badan jalan) sampai jarak 2.000 m. Hasil konsentrasi untuk jarak 7 meter sampai 2.000 m dari sumber emisi dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan 4.9 di bawah ini. 25000 Konsentrasi (µg/m 3 ) 20000 15000 10000 5000 0 0,007 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2 Jarak (km) Gambar 4.8 Konsentrasi CO Hasil Pemodelan FLLS Pagi

20000 Konsentrasi (µg/m 3 ) 15000 10000 5000 0 0,007 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2 Jarak (km) Gambar 4.9 Konsentrasi CO Hasil Pemodelan FLLS Siang Berdasarkan Gambar 4.8 dan 4.9 semakin jauh jarak dari sumber maka konsentrasi pencemar semakin menurun. Hal ini membuktikan bahwa jarak mempengaruhi persebaran polutan. Konsentrasi tertinggi pada pagi hari adalah pada jarak 0,007 km atau 7 m dari sumber emisi yaitu sebanyak 20.340 µg/nm 3. Sedangkan di waktu siang dengan jarak yang sama konsentrasi CO adalah sebanyak 18.340 µg/nm 3. Pada waktu pagi konsentrasi terendah adalah pada 2 km atau 2.000 m dari sumber dengan konsentrasi sebanyak 49,497 µg/nm 3 dan pada pagi hari dan 44,629 µg/nm 3 pada siang hari. Pada pengukuran pagi hari cuaca cerah dan kecepatan angin adalah 2,45 m/detik. Sedangkan pada saat pengukuran siang cuaca lebih cerah dengan kecepatan angin lebih tinggi yaitu 2,58 m/detik. Cuaca semakin cerah mengindikasikan intensitas penyinaran matahari yang semakin besar. Menurut Tabel 3.2, kondisi atmosfer pada pagi hari di kelas B, dan kondisi atmosfer pada siang hari di kelas A-B. Hal ini berarti kondisi atmosfer pada pagi hari lebih stabil dibandingkan siang hari. Ketika keadaan atmosfer lebih stabil maka udara akan cenderung bergerak ke bawah dan memperlambat proses dispersi sehingga konsentrasi polutan pada permukaan bumi lebih besar. Hal tersebut yang mengakibatkan konsentrasi pada pagi hari lebih besar dibandingkan konsentrasi pada siang hari.

4.6 Validasi Hasil Pemodelan CO Validasi hasil pemodelan CO dengan hasil pengukuran di lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 dibawah ini. Analisa CO dapat diterima apabila hasil validasi mendekati kriteria yang telah ditetapkan seperti yang di jelaskan pada Kumar et al., 2003 dalam Paramitadevi, 2014. Tabel 4.3 Validasi Statistik Hasil Pemodelan CO Pagi NO Lokasi Penelitian Cobs Cpred d a NMSE b R c FB d Fa e 2 (%) 1 Roadside 18.323,11 20.340,75 2 300 M 11.451,94 1.293,501 3 500 M 8.016,36 616,1519 0,69 0,04 0,96-1,02 33 4 600 M 9.161,554 454,0679 Rata-Rata 11.738,24 5.676,118 Standar Deviasi 3.997,942 8.472,483 Sumber : Survey dan Analisa, 2016 Keterangan : Model dapat diterima apabila: a. willmot s index of agreement mendekati 1 b. Normalize Mean Square Error dalam kisaran 0,5 c. Koefisien korelasi pearson mendekati 1 d. Fraction Bias dalam rentang -2 sampai dengan 2 e. Persentase 0,5 Cobs/Cpred 2 sekitar 50% Tabel 4.4 Validasi Statistik Hasil Pemodelan CO Siang NO Lokasi Penelitian Cobs Cpred d a NMSE b R c FB d Fa e 2 (%) 1 Roadside 17.177,91 18.340,031 2 300 m 10.306,75 1.166,272 3 500 m 4.580,777 555,547 0,84 0,02 0,93-1,41 34 4 600 m 6.871,166 409,4057 Rata-Rata 9.734,151 5.117,814 Standar Deviasi 4.756,349 7.639,127 Sumber : Survey dan Analisa, 2016 Keterangan : Model dapat diterima apabila: a. willmot s index of agreement mendekati 1 b. Normalize Mean Square Error dalam kisaran 0,5 c. Koefisien korelasi pearson mendekati 1 d. Fraction Bias dalam rentang -2 sampai dengan 2 e. Persentase 0,5 Cobs/Cpred 2 sekitar 50%. Berdasarkan Tabel 4.3 dan 4.4 dapat dilihat bahwa nilai d untuk pengukuran pagi adalah 0,69 dan untuk pengukuran siang adalah 0,84. Nilai d mendekati 1 menunjukkan tingginya tingkat kesesuian antara hasil pemodelan dengan pengukuran di lapangan.

Nilai NMSE kurang dari 0,5 dan Fa2 kurang dari 50% untuk pengukuran pagi dan siang menandakan nilai eror dan bias pada data kecil dari 0,5. Nilai R mendekati 1 menunjukkan hasil pemodelan memiliki hubungan linear dengan hasil pengukuran. Nilai FB sebesar -1,41 dan -1,02 masih dalam rentang yang diperbolehkan. Menurut (Heist et al.2013; Paramitadevi, 2014 Schnelle dan Dey, 2003) formula kepulan Gaussian untuk sumber emisi di permukaan apabila dibandingkan dengan hasil observasi memiliki tingkat keakuratan sebesar 10%-20%. Berdasarkan 50% dari nilai Fa 2 keakuratan penelitian ini adalah sebesar 16,5%-17%, angka masih dalam rentang kriteria tersebut. 4.7 Perbandingan Konsentrasi CO hasil Pemodelan, Pengukuran di Lapangan, dan Baku Mutu Perbandingan konsentrasi CO hasil pemodelan, konsentrasi CO hasil pengukuran dan baku mutu kualitas udara ambien nasional (Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara) disajikan pada Gambar 4.10 dan 4.11 berikut. 35000 30000 Konsentrasi µg/nm3 25000 20000 15000 10000 5000 Cobs Cpred baku mutu (PP 41/1999) 0 Roadside 300 m 500 m 600 m Lokasi Gambar 4.10 Konsentrasi CO vs Baku Mutu Hasil Pengukuran Pagi

Konsentrasi µg/nm3 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 Cobs Cpred baku mutu (PP 41/1999) 0 Roadside 300 m 500 m 600 m Lokasi Gambar 4.11 Konsentrasi CO vs Baku Mutu Hasil Pengukuran Siang Gambar 4.10 dan 4.11, memperlihatkan konsentrasi CO baik hasil perhitungan maupun hasil pengukuran masih berada dibawah baku mutu yang telah di tetapkan. Konsentrasi CO maksimal adalah ±17.000 µg/nm 3 sampai ±20.000 µg/nm 3 atau sekitar 15 ppm- 17 ppm. Menurut Wardhana (2004) konsentrasi CO 10 ppm 20 ppm di udara mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO di dalam darah sebanyak 2,1% sampai 3,7% dan mengakibatkan gangguan pada tubuh berupa gangguan sistem saraf sentral dan gangguan pancaindra jika terpapar dalam waktu ±8 jam. Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin jauh jarak dari sumber maka Cprediksi lebih rendah dari Cobservasi. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan FLLS diasumsikan laju emisi dan kondisi meteorologi dianggap konstan, serta perhitungan FLLS mengabaikan pengaruh sumber emisi yang lain. Sedangkan pada konsentrasi sebenarnya (Cobservasi) kondisi meteorologis sangat bervariasi dan akan mempengaruhi persebaran polutan, serta adanya pengaruh sumber emisi lain selain sumber dari transportasi di Jalan Sisingamangaraja. Grafik juga menunjukkan bahwa trend konsentrasi hasil perhitungan dan hasil pengukuran langsung di lapangan adalah sama untuk titik sampling roadside,300 m dari jalan dan 500 m dari jalan. Hasil tersebut membuktikan adanya hubungan linear antara hasil perhitungan dan pengukuran langsung di lapangan yang juga dibuktikan oleh nilai koefisien korelasi Pearson (R) sangat mendekati 1.

Konsentrasi CO di udara ambien di sekitar jalan Sisingamangaraja (depan Indogrosir) Medan masih berada dibawah baku mutu udara ambien nasional, namun jika dibandingkan dengan Tabel 2.2 konsentrasi CO pada roadside dapat mengakibatkan gangguan kesehatan seperti gangguan sistem syaraf sentral dan gangguan pancaindra jika terpapar secara terus-menerus dalam waktu 8 jam. Untuk itu perlu dilakukan tindakan pengendalian pencemaran seperti menanam pohon yang dapat menyerap CO di sekitar tepi jalan agar konsentrasi CO yang sampai pada reseptor tidak mengganggu kesehatan manusia 4.8 Analisis Spasial Menggunakan Aplikasi SIG Analisis spasial menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis dilakukan dengan cara memasukkan koordinat sampling dan hasil konsentrasi, baik konsentrasi yang didapatkan melalui perhitungan maupun konsentrasi yang didapatkan dari pengukuran langsung di lapangan. Hasil analisa dapat dilihat pada Gambar 4.12 sampai 4.15. Gambar 4.12 dan 4.13 menunjukkan peta isopleth konsentrasi hasil pengukuran langsung di lapangan. Sedangkan Gambar 4.14 dan 4.15 adalah peta isopleth konsentrasi hasil perhitungan. Wilayah yang terkena dampak sebaran CO adalah Kelurahan Harjosari 2 sampai pada daerah perbatasan Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan hasil perhitungan, konsentrasi maksimal berada pada wilayah yang dekat dengan jalan dan semakin jauh jarak dari sumber konsentrasi akan semakin kecil, sedangkan berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi maksimal juga berada pada wilayah yang dekat dengan sumber, namun pada jarak 600 meter konsentrasi CO lebih besar dari pada jarak 500 meter. Menurut data dari BPS Kota Medan, 2015, jumlah penduduk Kecamatan Medan Amplas adalah 121.362 orang dengan luas wilayah 11,19 km 2 dan rasio kepadatan 10.846 penduduk per km 2. Dampak CO bagi manusia adalah terjadinya ikatan antara CO dan hemoglobin membentuk COHb, gejala yang langsung dirasakan penduduk adalah berupa penyakit ISPA dan gangguan paru-paru. BPS Kota Medan, 2015 menyebutkan jumlah kejadian penyakit ISPA ringan di Kecamatan Medan Amplas adalah sebanyak 15.209, bronchitis sebanyak 276. Hubungan antara kejadian penyakit dan sebaran CO perlu dikaji lebih lanjut. Menurut Handa dan Tai (2005) dalam

Paramitadevi (2014), di Indonesia jarang dilakukan pemeriksaan terhadap HbCO pada pasien, sehingga mengakibatkan gejala ini diketahui setelah pasien dalam kondisi akut saat dibawa ke pusat pelayanan kesehatan.

Arah angin dominan: Utara ke selatan

Arah angin dominan: Utara ke selatan

Arah angin dominan: Utara ke selatan

Arah angin dominan: Utara ke selatan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Laju emisi yang dihasilkan dari sumber transportasi di Jalan Sisingamangaraja pada saat pengukuran yaitu hari Sabtu 15 Oktober 2016 adalah 49.171,7 µg/m.s pada pagi hari dan 46.943,1 µg/m.s pada siang hari. 2. Berdasakan perhitungan dengan metode gaussian line source Finite Length Line Source hasil konsentrasi maksimal adalah 20.340 µg/nm 3 pada waktu pagi dan 18.340 µg/nm 3 pada waktu siang, sedangkan konsentrasi minimal yaitu pada jarak 2.000 meter dari sumber sebanyak 49,497 µg/nm 3 pada pagi hari dan 44,629 µg/nm 3 pada siang hari. 3. Berdasarkan hasil pengukuran langsung dilapangan hasil konsentrasi maksimal adalah 18.323,11 µg/nm 3 pada waktu pagi dan 17.177,91 µg/nm 3 pada waktu siang, sedangkan konsentrasi minimal yaitu pada jarak 500 meter dari sumber sebesar 8.016, 36 µg/nm 3 dan pada pagi hari dan 4.580,78 µg/nm 3 pada siang hari. 4. Berdasarkan hasil pemetaan dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis, CO dari sumber transportasi di Jalan Sisimangaraja (depan Indogrosir) tersebar ke arah selatan yaitu ke wilayah Kelurahan Harjosari 2. 5. Menurut hasil validasi dengan wilmott s index antara hasil perhitungan dan pengukuran langsung di lapangan memiliki nilai d sebesar 0,69-0,84 menunjukkan tingkat kesesuaian yang tinggi, nilai R sebesar 0,93-0,96 menununjukkan antara pemodelan dan pengukuran di lapangan memiliki hubungan linear. Keakuratan antara hasil pemodelan dan pengukuran di lapangan sebesar 16,5%-17% masih dalam kriteria pemodelan Gaussian yakni 10%- 20% 5.2 Saran 1. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan sampling pada arah datangnya angin untuk mengetahui background concentration 2. Perlu dilakukan penelitian dengan mengambil sampling time series yaitu pagi, siang, dan malam untuk mendapatkan rata-rata konsentrasi harian. 3. Perlu dikaji lebih lanjut dan dilakukan penambahan titik sampling untuk mewakili jalan Sisingamangaraja secara keseluruhan. 4. Hubungan antara sebaran CO dan angka kejadian penyakit perlu dikaji lebih lanjut.