BAB IV PEMANFAATAN DATA DEMOGRAFIK UNTUK PERENCANAAN PENDIDIKAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatankekuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perencanaan pembangunan, data kependudukan memegang peran yang

BAB III TELAAH DEMOGRAFIK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota Pematangsiantar setiap tahunnya menunjukkan

Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 65 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROFIL PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan penduduk dunia, Indonesia juga sebagai negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatankekuatan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah

SEKAPUR SIRIH. Tanjungpinang, Agustus 2010 Kepala BPS Kota Tanjungpinang. Ir. ABRIANSYAH MULLER NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kependudukan sudah merupakan masalah serius yang bukan saja dihadapi oleh

BAB 2 LANDASAN TEORI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011

Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

pengisian data dan cara pembuatan grafik. setelah pengolahan dan analisa perhitungan serta saran-saran yang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. lengkap dari pada sumber-sumber data yang lain karena kemungkinan tercecernya

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BADAN PUSAT STATISTIK

Pengembangan Model Life Table Indonesia, 2011

BAB 2 LANDASAN TEORI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

Jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 145,180 orang dengan sex ratio sebesar 98 persen

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tepat rencana pembangunan itu dibuat. Suatu perencanaan kependudukan adalah

KATA PENGANTAR. Singaraja, Oktober Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buleleng

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2012

ANTROPOSFER GEO 2 A. PENDAHULUAN B. DINAMIKA ANTROPOSFER (KEPENDUDUKAN) C. KOMPOSISI PENDUDUK

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Kota Administrasi Jakarta Utara. Data Agregat per Kecamatan

Sekapur Sirih. Quick Count daftar SP2010-L1. Cakupan data dasar dalam laporan ini

Antroposfer GEO 2 A. PENDAHULUAN B. DINAMIKA ANTROPOSFER (KEPENDUDUKAN) C. KOMPOSISI PENDUDUK D. RUMUS-RUMUS KUANTITAS PENDUDUK ANTROPOSFER

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam proses kehidupan

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI

Sekapur Sirih. Metro, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kota Metro. Muhammad Sholihin, SE., MM.

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2014

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

Visi BPS. Pelopor Data Statistik Terpercaya untuk Semua K O T A K O T A M O B A G U MENCERDASKAN BANGSA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri berasal dari

BAB 7: GEOGRAFI ANTROPOSFER

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015

MASALAH KEPENDUDUKAN DI NEGARA INDONESIA. Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Data Agregat per Kecamatan

METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penduduk merupakan modal dasar dalam pembangunan, tapi dari sisi lain juga bisa

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

Seuntai Kata. Bengkulu, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. Ir. Dody Herlando, M.Econ.

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2014

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DKI JAKARTA

Data dan Informasi dalam Perencanaan

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN

ASPEK KEPENDUDUKAN I. Tujuan Pembelajaran

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 Data Agregat per Kecamatan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2011

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BAB I PENDAHULUAN. dianggap dapat memberikan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA

Sekapur Sirih. Gerung, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat. H. Wiradan, S.Si

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ITB Central Library, penduduk (population) adalah

K O T A P A S U R U A N

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI GORONTALO

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN FEBRUARI 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

Penyusunan Publikasi Statistik Migrasi Hasil SUPAS, 2016

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2011

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017

3. METODE PENELITIAN

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

Identifikasi dan Pengukuran Variabel Sosial Ekonomi

Sekapur Sirih. Batam, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kota Batam. Endang Retno Srisubiyandani, S.Si

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemahaman mengenai keadaan penduduk di suatu daerah atau negara diperlukan

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas

PEDOMAN PENGHITUNGAN PROYEKSI PENDUDUK DAN ANGKATAN KERJA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) PERMASALAHAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Transkripsi:

BAB IV PEMANFAATAN DATA DEMOGRAFIK UNTUK PERENCANAAN PENDIDIKAN Kegunaan Data Demografi Pendidikan bertalian dengan proses yang melibatkan pendidik dan sasaran didik dengan memanfaatan media pendidikan. Pendidik dan sasaran adalah orang yang merupakan bagian dari suatu penduduk. Berapa persen dari suatu penduduk yang diharapkan terdapat di lembaga pendidikan dapat dilihat dari data penduduk yang sudah dikelompokkan menurut usia. Tetapi kenyataannya tidak semua penduduk yang berada pada kelompok usia tertentu misalnya usia SD (6 12 tahun) tertampung di sekolah (Dasar). Boleh jadi hal itu disebabkan karena daya tampung SD yang terbatas tetapi bisa juga karena faktor yang terdapat pada calon murid, misalnya karena cacat fisik, keterbelakangan mental, kesakitan, beaya tempat tinggal yang jauh dari sekolah, kesadaran orang tua tentang pentingnya sekolah dan sebagainya. Bagi perencana pendidikan, data demografik yang ada serta proyeksi pertumbuhan dan kecenderungan perubahan komposisi penduduk menjadi bahan pertimbangan bahkan menjadi acuan utama dalam perencanaan. Kecuali itu undangundang dan peraturan pemerintah juga menjadi salah satu pertimbangan dalam perencanaan, atau bisa juga perencana pendidikan mempengaruhi pemerintah agar mengatur pendidikan sesuai dengan patokan tertentu. Misalnya, dengan Wajib Belajar sembilan tahun (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) maka semua penduduk pada kelompok usia 6 15 tahun harus masuk dalam perhitungan dengan mempertimbangkan tingkat 33

migrasi neto dan tingkat kematian menurut kelompok umur. Sedangkan mereka yang berada di atas usia 15 tahun tetapi belum tamat pendidikan dasar perlu pula dipikirkan kemungkinan penampungannya melalui kelompok belajar di luar program konvensional. Kecuali jumlah dan komposisi penduduk menurut usia, komposisi penduduk menurut jenis kelamin juga menjadi perhatian dari perencana pendidikan. Jumlah penduduk dan pola fertilitas akan mempengaruhi proyeksi jumlah anak yang dilahirkan dan karena itu mempengaruhi jumlah permintaan masuk sekolah pada periode tertentu. Selain itu, faktor sosial budaya masyarakat tertentu berpengaruh pula pada pilihan bersekolah atau tidak bersekolah antara laki-laki dan perempuan. Banyak masyarakat dengan budaya tertentu menganggap bahwa sekolah hanya perlu bagi laki-laki dan kalau perempuan ikut sekolah maka sekolah baginya cukup pada tingkat dasar saja. Dalam kondisi seperti itu maka merupakan pemborosan kalau pembangunan gedung sekolah hanya didasarkan atas perhitungan jumlah permintaan masuk menurut usai saja, kecuali kalau disertai dengan paksaan wajib belajar. Data demografik yang menarik pula bagi perencana pendidikan adalah persebaran penduduk secara geografis. Data ini akan berpengaruh dalam mengambil keputusan dalam pemilihan lokasi sekolah, ukuran ruang kelas, dan jenjang seerta tipe sekolah. Semua ini terkait pula dengan penyediaan guru, penyediaan logistik dan sebagainya. Dengan perkataan lain persebaran penduduk secara geografis akan berpengaruh pula dalam penyediaan beaya pendidikan. Akhirnya, perencana pendidikan juga perlu memperhatikan persebaran penduduk menurut sektor kegiatan ekonomi. Pendidikan yang baik tidak hanya menghasilkan orang 34

yang semakin pandai tetapi lebih dari itu adalah orang yang semakin berpeluang untuk memperoleh lapangan kerja. Pendidikan yang baik tidak dimaksudkan untuk menghasilkan penganggur-penganggur intelektual melainkan orang yang mampu mengisi kebutuhan tenaga kerja bahkan mampu menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Dalam hubungan inilah link and match menjadi penting diperhatiakn oleh perencana pendidikan. Disini perlu mempertimbangkan secara matang perimbangan antara sekolah umum dan sekolah kejuruan maupun antar sekolah kejuruan dan penempatannya secara geografis. Kelemahan Data Seorang perencana pendidikan tentu bukan petugas sensus. Dia hanya pengguna data kependudukan yang telah dikumpulkan dan diolah oleh petugas khusus. Oleh sebab itu perencana pendidikan harus sadar bahwa data yang ada itu tidak teliti secara sempurna. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap ketelitian data adalah: 1. Pilihan Sumber Data. Telah dikatakan bahwa tiap sumber data (atau tehnik pengumpulan data) mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri-sendiri. Data yang bersumber dari sensus berbeda akurasinya dibandingkan dengan data yang bersumber dari survei dan registrasi. 2. Kesalahan pada diri Tercacah Sekalipun diakui bahwa sensus lengkapmerupakan sumber data yang terpercaya tetapi peluang terjadinya kesalahan 35

msih ada. Pertama, kesalahan karena perbedaan persepsi mengenai tujuan sensus. Kalau sensus dipersepsikan mendata penduduk untuk yujuan awjib militer atau wajib pajak maka informasi yang diberikan berbeda dengan sensus yang dipersepsikan untuk memperoleh jatah beras dan sebagainya. Kedua, kesalahan karena ketidaksamaan pemahaman definisi penduduk. Sebuah keluarga yang mempunyai anak yang studi di luar desa, tetap dilaporkan karena takut tidak terdaftar, pada hal anak itu mungkin sudah didaftar ditempatnya yang baru. Ketiga, kesalahan karena kebiasaan atau kesukaan pada digit atau angka tertentu, misalnya angka 0 dan /atau kelipatan lima (Yunus, dalam LDFE-UI, 2000), dalam melaporkan data usia. 3. Kesalahan pada Pencacah Di negara sedang berkembang kurang sekali orang yang mempunyai kemampuan memadai dan mau direkrut sevagai pencacah, apalagi kalau imbalannya kurang, Karena itu petugas terpaksa direkrut dari orang-orang yang belum tentu tahu dan trampil manggali informasi, menafsirkan, dan mengisi formulir dan melaporkan secara benar. 4. Kesalahan karena hambatan lain, seperti terbatasnya waktu, kurangnya sarana transportasi, dan sebagainya. Walaupun kekurangan-kekurangan itu selalau ada tetapi petugas statistik biasanya sudah mempunyai tehnik-tehnik pengolahan data untuk meningkatkan taraf ketelitian data. Akan tetapi upaya itu tentu tidak menghapus sama sekali kelemahan yang ada. Oleh sebab itu, yang penting bagi perencana pendidikan harus menyadari kesalahan itu sejak awal. Lagipula penyimpangan yang kecil tentu tidak berarti apa-apa untuk perencanaan. 36

Memanfaatkan Data Seperti telah dikemukakan, pada umumnya data penduduk yang dipublikasikan telah diolah dan dikelompokkan menurut ukuran tertentu. Biasanya dikelompokkan menurut usia dan jenis kelamin dengan atau tanpa variabel kontrol. Oleh sebab itu perencana pendidikan harus mengolahnya kembali karena kategori usia sering tidak cocok dengan kategori usia sekolah. Cara umum yang dilakukan adalah mengubah data kelompok usia lima tahunan menjadi kelompok usia setahunan, dengan tehnik interpolasi. Misalkan, kita ingin mengetahui jumlah penduduk usia SD, 6 12 tahun. Untuk maksud itu kita cari populasi pada kelompok usia setahunan dari dari data populasi kelompok usia lima tahunan dengan prosedur sebagai berikut: 1. buat perkiraan populasi tahun tengah selang lima tahunan. Untuk kelompok 5 9 tahun yang menjadi tahun tengah adalah 7 8 (bukan 7). 2. Buat perkiraan perubahan jumlah populasi pada selang usia lima tahunan berikutnya (10 14 tahun); 3. Cari faktor koreksi untuk populasi umur tungga; 4. Buat akhir perkiraan populasi selang umur tertentu berdasarkan umur tunggal. Contoh: Berdasarkan data penduduk Kabupaten X (lihat Bab 2), populasi kelompok usia 5 9 tahun adalah 45.582 orang. Jumlah ini dibagi 5 dan itulah yang dianggap jumlah populasi tahun tengah 7-8 tahun, yaitu 47.582 : 5 = 9.516,4 orang. Kemudian untuk tahun tengah lima tahun berikutnya, yaitu 12 13 tahun diasumsikan 1/5 dari populasi kelompok usia 10 14 tahun, yaitu 46.485 : 5 adalah 9.297 orang. Maka perubahan tahunan antara (7-8) dan (12-13)tahun: 37

9.297 9.516,4 = - 43,88 5 sehingga populasi kelompok umur: 7-8 tahun = 9.516,4 8-9 tahun = 9.516,4 43,88 = 9.472,52 9-10 tahun = 9.472,52 43,88 = 9.428,64 10-11 tahun = 9.428,64 43,88 = 9.3884,76 11-12 tahun = 9.384,76 43,88 = 9.340,88 12-13 tahun = 9.297. Berdasarkan perkiraan umur tunggal, kalau dijumlah untuk lima tahunan harus sama dengan populasi lima tahunan menurut data asli. Misalnya, menurut data asli kelompok usia 10 14 tahun adalah 46.485. Sedangkan menurut perhitungan/ perkiraan umur tunggal adalah 9.384,76 + 9.340,88 + 9.297 + 9.253.13 + 9.209,24 = 46.485. Pada contoh ini penjumlah populasi lima umur tunggal 10-14 tahun adalah sama dengan data asli, yaitu 46.485. Tetapi bisa terjadi hasilnya berbeda. Kalau demikian perlu dicari faktor koreksi, yaitu rasio antara data asli lima tahunan dan penjumlahan perkiraan lima umur tunggal pada kelompok umur yang bersangkutan. Faktor koreksi ini harus dikalikan masingmasing umur tunggal pada kelompok umur itu. Dengan cara perhitungan di atas, maka penduduk Kabupaten X tahun 2010 yang termasuk usia SD (6 12 tahun) adalah 9.560,28 + 9.516,4 + 9.472,52 + 9.428,64 + 9.384,76 + 9.340,88 = 56.703 orang. Apabila jumlah penduduk usia SD yang benar-benar sedang bersekolah di SD, misalnya saja 50.000 orang, maka enrollment rasio adalah: 38

50.000 x 100 = 88.19. artinya hanya 88 persen dari 100 orang penduduk usia sekolah (SD) tertampung di SD. Untuk mengadakan proyeksi jumlah murid SD dan yang akan ditampung di SD haruslah diperhatikan beberapa faktor berikut: 1. Angka kelahiran dalam beberapa tahun terakhir. Dan diasumsikan angka kelahiran itu tetap berlaku dalam beberapa tahun yang akan datang (yang diproyeksikan). 2. Angka kematian menurut kelompok umur. Berdasarkan angka kelahiran dan angka kematian menurut kelompok umur dapat ditentukan tingkat bertahan hidup (survival ratio) pada kelompok umur tertentu; 3. Tentukan jumlah penduduk pada kelompok usia sekolah pada jenjang tertentu seperti cara tersebut di atas; 4. Periksa data aktual yang sedang duduk pada jenjang sekolah tertentu. Dengan membandingkan data penduduk usia sekolah yang riil sekolah, tentukan enrollment ratio; 5. Periksa pula kemampuan ekonomi orang tua. Hal ini berkaitan dengan kemampuan memikul beaya pendidikan. Amati pula pergeseran nilai anak dalam keluarga; 6. Hal yang tidak kurang penting adalah Undang-undang Pendidikan. Dengan Wajib belajar pendidikan dasar dan kebijakan bebas uang sekolah maka permintaan masuk sekolah akan mendekati 100 % karena ada saja orang yang karena alasan tertentu terpaksa tidak sekolah atau drop out. Kecuali untuk proyeksi permintaan masuk sekolah, data kependudukan bermanfaat pula untuk memutuskan di mana sekolah akan dibangun. Biasanya data sensus juga dipilih 39

menurut Desa-Kota. Begitu pula angka kelahiran dan angka kematian karena kenyataannya, ada perbedaan antara kota dan desa. Termasuk pula arus migrasi/ urbanisasi. Akhirnya, perencana pendidikan harus pula menentukan jenis sekolah apa yang akan dibangun, terutama untuk satuan pendidikan di atas pendidikan dasar. Hal ini terkait dengan permintaan tenaga kerja dan kecenderungannya dimasa depan. Bagi kita di Indonesia, arah perkembangan pembangunan nasional dan regional perlu menjadi bahan pertimbangan disamping faktor globalisasi. Sejak awal pembangunan terlihat jelas pergeseran kebijakan dari agraris ke industri menuju ke ekonomi berimbang. Orientasi produksi bergerak dari produk primer (dari alam) ke produk sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa) yang cenderung makin padat teknologi. Sementara itu angka partisipasi angkatan kerja perempuan cenderung makin meningkat seiring dengan menurunnya angka kelahiran dan meningkatnya kesadaran perempuan akan emansipasinya. Ini semua harus ikut dipertimbangkan dalam menentukan jenis sekolah dan pilihan lokasinya. Biasanya data sensus lengkap memuat pula data seperti yang dimaksud. Hanya saja data itu perlu diolah lebih lanjut untuk kepentingan perencanaan pendidikan. 40