BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

APLIKASI ALUR SINTESIS BARU DALAM PEMBUATAN BIODIESEL MELALUI PROSES HIDROTREATING MINYAK NABATI NON PANGAN MENGGUNAKAN KATALIS

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Fisik Kimia Produk

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Biodiesel Dari Minyak Nabati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK...i KATA PENGANTAR...ii UCAPAN SYUKUR DAN TERIMA KASIH...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

4 Pembahasan Degumming

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala aktivitasnya akan meningkatkan kebutuhan energi di semua

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

PENDAHULUAN BABI. bio-diesel.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

Transkripsi:

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG 2.1 Bahan Bakar Nabati Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas mengarah kepada penggunaan energi asal tanaman. Energi asal tanaman ini disebut sebagai bahan bakar nabati. Bahan bakar nabati merupakan bahan bakar yang dapar diperbaharui (renewable). Besarnya jumlah konsumsi minyak bumi saat ini menyebabkan ketersediaan energi fosil menjadi semakin langka. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan berbagai macam sumber energi alternatif dan teknologi untuk mengganti/mengurangi peranan minyak bumi sebagai sumber energi, baik dari bahan bakar fosil itu sendiri, seperti batubara dan gas bumi, maupun dari sumber energi terbarukan seperti panas bumi, dan sumber energi hayati. Bahan bakar nabati asal tanaman perkebunan tersedia cukup beragam, sehingga potensinya sangat besar untuk dimanfaatkan oleh masyarakat luas sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak. Keuntungan dari penggunaan bahan bakar nabati adalah bahan bakar nabati merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan. Gas rumah kaca yang disebabkan oleh bahan bakar fosil, seperti C 2 ketika dilepaskan di atmosfir, keberadaanya akan menghalangi panas yang akan meninggalkan bumi sehingga akan meningkatkan temperatur di bumi. Bila hal ini terjadi, maka akan terjadi perubahan iklim yang akan mempengaruhi kualitas kehidupan di lingkungan kita. Pembakaran bahan bakar nabati sebenarnya juga 6

7 menghasilkan C 2, tetapi C 2 yang dihasilkan akan distabilisasi dengan diserap kembali oleh tumbuhan, sehingga tidak ada penimbunan C 2 dalam atmosfer dan keberadaannya terus seimbang (Agung P, N. 2008). Penelitian tentang bahan bakar alternatif dari bahan minyak nabati pada saat ini telah banyak dilakukan. Jenis minyak nabati yang dikaji pada umumnya sesuai dengan ketersediaannya di negara tersebut. Bahan bakar nabati terdiri dari beberapa macam. Salah satu dari bahan bakar nabati yang sedang dikembangkan pada saat ini adalah biodiesel. 2.2 Pengertian Biodiesel Biodiesel termasuk ke dalam bahan bakar nabati. Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari mono-alkil ester dari asam lemak rantai panjang yang berasal dari minyak nabati melalui suatu proses transesterifikasi. Penelitian mengenai bahan bakar alternatif dari bahan minyak nabati termasuk biodiesel telah banyak dilakukan. Krisis energi dan isu lingkungan mendorong penemuan dan penggunaan bahan bakar alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan (environmental friendly fuels) atau bahan bakar bersih (clean fuels). Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak memiliki efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Biodiesel memiliki sifat biodegradable, dapat menurunkan emisi bila dibandingkan dengan minyak diesel. Bahan bakar diesel dikehendaki relatif mudah terbakar sendiri (tanpa harus dipicu dengan letikan api busi) jika disemprotkan ke dalam udara panas bertekanan. Tolak ukur dari sifat ini

8 adalah bilangan setana. n-setana (suatu hidrokarbon berantai lurus) sangat mudah terbakar sendiri dan diberi nilai bilangan setana 100. Biodiesel terbuat dari minyak nabati yang berasal dari sumber daya yang dapat diperbaharui. Beberapa bahan baku untuk pembuatan biodiesel antara lain kelapa sawit, kedelai, bunga matahari, jarak pagar, tebu, dan beberapa jenis tumbuhan lainnya. Dari beberapa bahan baku tersebut, di Indonesia yang memiliki prospek untuk diolah menjadi biodiesel, salah satunya adalah tanaman kelapa sawit. Sebagai tanaman industri, kelapa sawit telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia (Rahayu, M). 2.3 Bahan Baku Pembuatan Biodiesel Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel adalah tanaman kelapa sawit. Minyak kelapa sawit sangat berpotensi sebagai bahan baku biodiesel dan bagi Indonesia sebagai negara penghasil CP (Crude Palm il) terbesar dunia, mempunyai peluang untuk menghasilkan bahan bakar biodiesel. Tujuan utama adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan sumber yang melimpah di Indonesia menjadi lebih bermanfaat. Jika hal ini dilaksanakan, maka selain dapat mengendalikan produksi sawit di saat panen besar, keuntungan lainnya adalah mengurangi impor minyak diesel yang menyita cadangan devisa negara (Haryanto, B. 2002). Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22ºC-32ºC (Ketaren, S. 2005). Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 1996 mencapai 2 juta Ha

9 dengan produksi CP hampir 5 juta ton. Pada tahun 2010 luas perkebunan kelapa sawit direncanakan akan mencapai 7 juta Ha, dengan produksi CP lebih dari 12 juta ton. Kelapa sawit adalah salah suatu palma yang menghasilkan minyak nabati, yang lebih dikenal dengan sebutan palm oil. Minyak yang diperoleh dari tumbuhan merupakan bentuk bahan bakar alternatif yang menjanjikan dan dapat diperbaharui. Artinya bahan bakar ini akan selalu bisa diproduksi, tidak seperti bahan bakar minyak bumi yang suatu saat akan habis. Tidak seperti produk minyak bumi, minyak dari tumbuhan lebih mudah diuraikan, tidak beracun, dan dibuat dari sesuatu yang dapat tumbuh lagi. Bila digunakan sebagai bahan bakar, minyak ini menghasilkan hanya sedikit gas yang memberi efek rumah kaca bila dibandingkan dengan bahan bakar minyak bumi. Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang disebut pericarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak (Pasaribu, N). Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air. Komponen penyusun minyak

10 kelapa sawit yang utama adalah trigliserida dan non trigliserida (Pasaribu, N). Struktur molekul trigliserida ditunjukkan oleh Gambar 2.1 berikut ini. R R" C C HC CH 2 CH 2 C R' Gambar 2.1 Struktur molekul trigliserida Minyak kelapa, sebagai salah satu jenis minyak goreng mempunyai komposisi yang didominasi oleh asam lemak jenuh (90% - 92%) sedangkan minyak kelapa sawit mempunyai komposisi yang berimbang. Dengan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit mempunyai keunggulan, yaitu lebih stabil dan tidak mudah teroksidasi pada suhu tinggi (Gunawan, S. 2008). Rata-rata komposisi asam lemak yang terdapat pada minyak kelapa sawit diperlihatkan pada Tabel 2.1.

11 Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%) Asam kaprilat - Asam kaproat - Asam laurat - Asam miristat 1,1 2,5 Asam palmitat 40 46 Asam stearat 3,6 4,7 Asam oleat 39 45 Asam linoleat 7 11 Sumber: Ketaren, S. 2005 Minyak Inti Sawit (%) 3 4 3-7 46 52 14 17 6,5 9 1 2,5 13-19 0,5-2 Asam lemak yang merupakan rantai hidrokarbon, yang setiap atom karbonnya mengikat satu atau dua atom hidrogen, kecuali atom karbon terminal mengikat tiga atom hidrogen, sedangkan atom karbon terminal lainnya mengikat gugus karboksil. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya, disebut dengan asam lemak jenuh. (Pasaribu, N). Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua golongan. Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri pangan (edible oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai, minyak kanola dan sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan dalam industri non pangan (non edible oils) misalnya minyak kayu putih, minyak jarak, dan minyak intaran (Gunawan, S. 2008).

12 Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola. Minyak goreng merupakan hasil akhir (refined oils) dari sebuah proses pemurnian minyak nabati dan terdiri dari beragam jenis senyawa trigliserida. Senyawa trigliserida inilah yang berperan penting dalam proses pembuatan biodiesel. Proses pembuatan biodiesel dari trigliserida dapat dilakukan dengan reaksi transesterifikasi dan reaksi hidrigenasi katalitik. 2.4 Proses Pembuatan Biodiesel Trigliserida merupakan komponen yang terdapat dalam minyak nabati. Trigliserida inilah yang dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Proses pembuatan biodiesel dapat dilakukan melalui suatu proses kimia, yaitu reaksi transesterifikasi dan reaksi hidrogenasi katalitik. Reaksi transesterifikasi adalah reaksi antara minyak nabati atau lemak hewan dengan alkohol menggunakan suatu katalis sehingga dihasilkan suatu ester asam lemak dan gliserol. Reaksi transesterifikasi minyak nabati diperlihatkan pada Gambar 2.2 berikut ini.

13 CH 2 CR' R C R' CH 2 H CHCR'' CH 2 CR''' + 3 RH Alkohol R C R'' R C R''' + CHH CH 2 H Trigliserida Ester Gliserol Gambar 2.2 Reaksi Transesterifikasi Minyak Nabati Pada reaksi transesterifikasi ini, ester baru akan terbentuk. Katalis yang biasa digunakan adalah katalis basa, yaitu NaH dan alkohol yang digunakan pada umumnya adalah metanol, karena harga metanol lebih murah. Selain reaksi transesterifikasi, digunakan pula proses hidrogenasi katalitik. Proses hidrogenasi minyak nabati adalah suatu proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak. Adanya penambahan hidrogen pada ikatan rangkap minyak atau lemak dengan bantuan katalisator akan mengakibatkan kenaikan titik cair. Pemanasan akan mempercepat jalannya reaksi hidrogenasi. Juga penambahan tekanan dan kemurnian gas hidrogen yang dipergunakan akan menaikkan kecepatan reaksi proses hidrogenasi (Ketaren, S. 2005).

14 Reaksi hidrogenasi minyak nabati (trigliserida) dengan menggunakan katalis diperlihatkan pada Gambar 2.3 berikut ini. Gambar 2.3 Jalur Reaksi Konversi Trigliserida menjadi Alkana Sumber: Linnaila.2005 Hidrokarbon yang menghubungkan ketiga buah ester asam lemak pada trigliserida akan mengalami hidrogenasi menjadi propana, sedangkan rantai karbon yang membentuk gliserida akan dihidrogenasi menjadi alkana yang sesuai dengan jumlah karbon yang terkandung didalamnya (Hardian, R. 2008). Berbeda dengan reaksi transesterifikasi, reaksi hidrogenasi katalitik ini tidak menghasilkan produk samping. Selain itu produk reaksi hidrogenasi katalitik berupa alkana rantai lurus dari n-c 15 hingga n-c 18. leh karena itu, biodiesel yang dihasilkan dari proses hidrogenasi mempunyai bilangan setana yang tinggi, dapat mencapai nilai di atas 98 (super setana). Proses hidrogenasi katalitik ini dilakukan dengan bantuan suatu katalis dan berlangsung pada tekanan dan temperatur yang relatif tinggi. Katalisator untuk proses hidrogenasi adalah platina, paladium, dan nikel. Tetapi nikel meurpakan

15 katalis yang sering digunakan dalam proses hidrogenasi, sedangkan paladium dan platina jarang dipergunakan. Hal ini disebabkan nikel lebih ekonomis dan lebih efisien daripada logam lainnya (Ketaren, S. 2005). 2.5 Katalis dan Material Pendukung Katalis ialah zat yang mengambil bagian dalam reaksi kimia dan mempercepatnya, tetapi ia sendiri tidak mengalami perubahan kimia yang permanen (xtoby, D.W. 2001). Hampir semua proses kimia di industri menggunakan katalis. Katalis dapat digolongkan sebagai katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang berada dalam fasa yang sama dengan molekul pereaksi. Katalis heterogen berada dalam fasa berbeda dengan pereaksi, biasanya dalam bentuk padatan. Katalis yang biasa digunakan dalam proses hidrogenasi trigliserida adalah katalis heterogen, karena akan memudahkan dalam proses pemisahannya dan mudah untuk diregenerasi (Moulijn, J.A., et al. 2001). Katalis biasanya terdiri dari dua atau lebih komponen yang mendukung dan satu atau lebih fasa aktif (active phase). Fasa aktif merupakan suatu tahap yang prinsipnya bertanggung jawab atas aktivitas katalis. Fasa pendukung merupakan pengemban untuk fasa aktif (Moulijn, J.A., et al. 2001). Pengemban ini biasa disebut sebagai material pendukung. Zat yang biasa digunakan sebagai material pendukung adalah silika atau alumina, karena memiliki pori yang cukup merata pada permukaannya.

16 pada etena: Mekanisme katalisis dalam reaksi hidrogenasi terhadap ikatan rangkap Gambar 2.4 Mekanisme Katalisis Heterogen Pada Reaksi Hidrogenasi Ikatan Sumber: Clark. 2005 Rangkap Pada Etena Logam-logam golongan transisi (misalnya logam Ni) secara langsung dapat berfungsi sebagai katalis tanpa diimpregnasikan terlebih dahulu pada material pendukung, tetapi hal tersebut memiliki kelemahan, diantaranya luas permukaan yang relatif kecil, dan selama proses katalitik dapat terjadi penggumpalan. Pada material pendukung, logam-logam tersebut akan

17 didistribusikan secara merata pada permukaan material pendukung, sehingga menambah luas permukaan spesifik sistem katalis secara keseluruhan (Trisunaryanti, Wega., dkk. 2005). Umumnya katalis yang digunakan pada reaksi hidrogenasi yang baru (fresh catalyst) dibuat dalam bentuk oksidanya. Bentuk aktif dari katalis adalah bentuk metal sulfida, sehingga untuk mengaktifkan katalis yang berbentuk metal oksida tersebut, maka dilakukan proses sulfidasi. Proses sulfidasi adalah proses injeksi sulfiding agent ke dalam sistem reaktor sehingga bentuk metal oksida dari katalis akan bereaksi dengan senyawa sulfida dan berubah menjadi bentuk metal sulfida. Proses hidrogenasi minyak nabati dengan menggunakan katalis ini dilakukan pada tekanan dan suhu yang tinggi, sehingga prosesnya dilakukan dalam suatu wadah, yaitu reaktor. Reaktor yang digunakan pada proses ini adalah reaktor tipe batch. 2.6 Batch Reactor Tipe dari reaktor yang digunakan untuk berlangsungnya reaksi hidrogenasi katalitik ini adalah batch reactor. Batch reactor adalah jenis reaktor dengan sistem tertutup. Pada batch reactor, katalis dan pereaksi dimasukkan ke dalam badan reaktor dan direaksikan dengan suhu dan tekanan tertentu (C. Perego dan S. Peratello). Pada reaktor ini, selama berlangsungnya proses reaksi, tidak terjadi aliran zat-zat, baik dari luar reaktor ke dalam reaktor atau dari dalam reaktor ke luar reaktor., sehingga selama berlangsungnya reaksi tidak terjadi penambahan zat

18 atau pengurangan zat. Pencampuran yang baik penting untuk memberikan dispersi yang homogen dari semua spesi kimia dan untuk memastikan terjadinya transfer massa dan transfer panas yang baik antar fasa. Beberapa tipe dari batch reactor diperlihatkan pada Gambar 2.5 berikut ini. Sumber: Winterbottom, J.M. 1988 Gambar 2.5 (a) Reaktor Batch dengan Mantel Ganda, (b) Reaktor Batch dengan Mantel Ganda dan Pemanas Internal, (c) Reaktor Batch dengan Pemanas Eksternal, (d) Reaktor Batch dengan Kondensor.

19 Jenis-jenis reaksi yang dapat dilakukan dengan menggunakan batch reactor adalah nitrasi, sulfonasi, hidrogenasi, alkilasi dan polimerisasi (Winterbottom, J.M, 1988). Beberapa keuntungan dari penggunaan reaktor tipe batch adalah: Untuk reaksi gas, membutuhkan konsumsi gas yang lebih sedikit Dapat digunakan untuk memproduksi beberapa jenis produk (tidak hanya satu jenis produk) Waktu kontak antara zat-zat yang bereaksi lebih lama sehingga reaksi dapat berlangsung lebih efektif, karena tidak ada penambahan zat ke dalam reaktor atau pengurangan zat dari dalam reaktor