BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran pembangunan suatu negara berasal dari berbagai jenis sektor pendapatan negara, salah satunya pendanaan negara didapatkan dari pajak. Pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, biaya kesehatan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), pembangunan fasilitas public dan pembiayaan lainnya dibiayai dari anggaran negara yang didominasi dari pendapatan pajak. Salah satu komponen penerimaan pajak yang dibebankan pemerintah kepada masyarakat adalah Pajak Penghasilan (PPh). Untuk meringankan beban pajak yang harus di bayarkan setiap tahunnya pemerintah memberikan keringanan dengan cara wajib pajak dapat mengangsur pajak yang terhutang di setiap bulannya. Angsuran pajak tersebut di tetapkan pada Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25). Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakili. Penerimaan pajak penghasiln dipengaruhi oleh besarnya PTKP yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pajak. Dalam Nuritomo (2011) Penghasilan tidak kena pajak atau PTKP adalah batas hidup minimum yang wajib dipenuhi oleh 1
2 seseorang untuk dapat hidup layak sehingga tidak dapat diganggu guggat oleh siapa pun. Pajak penghasilan merupakan pajak subjektif sehingga subjek pajak perlu diperhatikan. PTKP merupakan salah satu fasilitas dalam pelaksanaan kewajiban pajak penghasilan ini. PTKP dapat diberikan dalam jumlah tetap ataupun variatif. Di Indonesia, PTKP berifat variatif disesuaikan dengan kondisi wajib pajak yang bersangkutan. Wajib pajak yang telah menikah dan belum menikah ataupun yang telah memiliki anak memiliki jumlah yang berbeda secara proporsional. PTKP adalah komponen pengurang dalam penghitungan PPh pasal 25, yaitu sebagai komponen pengurang dalam pemotongan penghasilan yang dapat dikenakan tariff pajak yang terutang. Semakin besar PTKP akan semakin kecil pajak terutang yang disetorkan oleh wajib pajak orang pribadi atau badan. Untuk menunjang penerimaan negara, Pemerintah meluncurkan kebijakan penyesuaian besaran Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari sebelumnya sebesar Rp24,3 juta menjadi sebesar Rp36 juta untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. Ketentuan mengenai PTKP ini sendiri diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) yang memungkinkan Pemerintah untuk melakukan penyesuaian PTKP melalui Peraturan Menteri Keuangan setelah melakukan konsultasi dengan DPR. Dengan demikian, sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan terkait penyesuaian PTKP ini, maka
3 secara efektif besaran PTKP baru tersebut mulai berlaku sebagai dasar perhitungan kewajiban pajak PPh Orang Pribadi untuk tahun Pajak 2015 atau per 1 Januari 2015. Ada beberapa pertimbangan pokok penyesuaian besaran PTKP di tahun ini. Pertama,untuk menjaga daya beli masyarakat. Sebagaimana diketahui dalam beberapa tahun terakhir, terjadi pergerakan harga kebutuhan pokok yang cukup signifikan, khususnya di tahun 2013 dan 2014 sebagai dampak dari kebijakan penyesuaian harga BBM. Kedua, dalam beberapa tahun terakhir terjadi penyesuaian Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di hampir semua daerah. Ketiga, terkait kondisi perekonomian terakhir yang menunjukkan tren perlambatan ekonomi, khususnya terlihat pada Q1 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,7%, terutama akibat dampak perlambatan ekonomi global, khususnya mitra dagang utama Indonesia. Kenaikan PTKP ini tentu saja berdampak tidak saja pada penerimaan pajak itu sendiri tetapi juga pada perekonomian secara luas. Dari sisi penerimaan pajak, naiknya PTKP berarti akan menurunkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) sehingga konsekuensinya adalah berpotensi menurunkan penerimaan PPh orang pribadi dibandingkan proyeksi penerimaan yang seharusnya dapat diperoleh apabila tidak dilakukan penyesuaian. Mengenai pajak penghasilan pada tahun 2013 telah diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 yang berisikan tentang tarif pajak penghasilan final sebesar 1% bagi semua wajib pajak baik perorangan maupun
4 badan, kecuali yang berbentuk Badan Usaha Tetap atau BUT dengan peredaran bruto yang memenuhi kriteria sebagai berikut dikenakan PPh Final sesuai PP 46: Wajaib pajak Non-BUT yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak rnelebihi Rp 4.8 miliar dalam 1 tahun fiskal. Dengan demikian untuk pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu pajak penghasilan (PPh) dengan menggunakan tarif umum yaitu PPh pasal 21 dengan pajak pengahsiln final yang diatur pada PP Nomer 46. Dalam pajak penghasilan dengan tarif umum yaitu PPh pasal 25 didalamnya terdapat Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai pengurang bagi penghasilan neto wajib pajak, sehingga menghasilakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yaitu Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan tarif progresif sesuai PPh pasal 17 ayat (1). Namun dalam PP Nomor 46 pajak penghasilan yang bersifat final dikenakan tarif sebesar 1% dari omzet atau peredaran bruto. Dengan demikian Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak diperhitungkan dalam PP Nomer 46. Berdasarkan uraian di atas dengan adanya perbedaan perhitungan pajak penghasilan dari perhitungan tarif umum yaitu PPh pasal 17 dengan perhitungan pajak tarif final yaitu PP nomor 46 dan berdasarkan kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang hanya berlaku untuk perhitungan PPh pasal 25 peneliti tertarik untuk mealakukan penelitian yang kemudian hasilnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul:
5 PERBEDAAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ORANG PRIBADI DENGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PP NOMOR 46 ORANG PRIBADI 1.2 Rumusan Masalah Dari penjelasan latar belakang tersebut penulis menemukan beberapa masalah yang dapat diteliti yaitu: 1. Bagaimana penerimaan Pajak Penghasilan yang menggunakan PTKP (PPh pasal 25 Orang Pribadi). 2. Bagaimana penerimaan Pajak Penghasilan yang tidak menggunakan PTKP (PP Nomor 46 Orang Pribadi). 3. Bagaimana perbedaan penerimaaan Pajak Penghasilan Pasal 25 dengan Pajak Penghasilan atas PP Nomor 46. 1.3 Tujuan Perumusan Masalah 1. Mengetahui bagaimana penerimaan Pajak Penghasilan yang menggunakan PTKP (PPh pasal 25 Orang Pribadi). 2. Mengetahui bagaimana penerimaan Pajak Penghasilan yang tidak menggunakan PTKP (PP Nomor 46 Orang Pribadi). 3. Mengetahui bagaimana perbedaan penerimaaan Pajak Penghasilan Pasal 25 dengan Pajak Penghasilan atas PP Nomor 46.
6 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan penulis dalam bidang perpajakan. Dan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh siding sarjana ekonomi program studi akuntansi pada fakultas ekonomi Universitas Widyatama. 2. Bagi pihak Akademisi Dapat menjadi bahan referensi sebagai data dan informasi dalam meneliti atau mempelajari tentang ilmu perpajakan, dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya untuk membantu menyelesaikan penelitiannya. 3. Bagi Mentri Keuangan atau Pemerintah Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi pemerintah atau Mentri Keuangan sebagai bahan evaluasi untuk setiap kebijakan pajak yang ditetapkan seperti penetapan kenaikan PTKP dan penetapan tarif pajak penghasilan. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega, Jl. Soekarno-Hatta No.216,
7 Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jawa Barat, adapun penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 hingga Mei 2016.