1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda (Purdy dan DeBerker, 2007). Prevalensi yang mencapai 90 % menjadikan akne penyakit yang ditakuti oleh remaja bahkan dewasa muda (Barankin dan Freiman, 2006). Onset terjadinya akne vulgaris dimulai saat masa pubertas yaitu pada rentang usia 14-19 tahun pada pria dan 10-17 tahun pada wanita (Wolff dan Johnson, 2005). Manifestasi klinisnya bisa berupa lesi inflamasi yang terdiri dari papul, pustul ataupun nodul dan noninflamasi yang terdiri dari komedo terbuka dan tertutup(habif, 2004). Akne vulgaris juga memiliki dampak terhadap kualitas hidup manusia. Selain mempunyai efek negatif pada kulit, akne vulgaris juga memiliki efek negatif pada psikologis antara lain dapat mengalami depresi sehingga menurunkan kualitas hidupnya, rasa malu serta berkurangnya kepercayaan diri(gawkrodger, 2002). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Tasoula et al. (2012) pada anak usia 11-19 tahun di Yunani bahwa beban terhadap kualitas hidup yang disebabkan oleh akne
2 vulgaris sebanding dengan derajat keparahannya. Jadi semakin berat derajat keparahannya maka semakin berat beban hidup yang ditanggung penderita. Masalah-masalah yang dihadapi antara lain rasa malu dan kurangnya percaya diri yang mengakibatkan sulitnya untuk membangun suatu hubungan personal, bertemu orang yang baru dikenal maupun berhadapan dengan lawan jenis. Dari permasalahan-permasalahan tersebut ada sejumlah anak sekitar 50% yang belum pernah berobat karena beranggapan bahwa berobat hanya menghabiskan waktu dan biaya, sedangkan lainnya berobat karena didorong oleh rasa emosionalnya untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Akne vulgaris memiliki patogenesis yang belum jelas (Zouboulis et al., 2005), secara umum patogenesis akne melibatkan proses peningkatan ekskresi dari sebum, hiperkeratosis dari duktus pilosebaceus, kolonisasi Propionibacterium acnes di duktus serta pelepasan mediator inflamasi dan respon imun (Gawkrodger, 2002). Propionibacterium acnes berkolonisasi di folikel sebaseus dan memproduksi lipase. Lipase menghidrosilasi trigliserida sebum menjadi asam lemak bebas yang berkontribusi pada hiperkeratosis folikular. Substansi aktif biologis yang diproduksi P.acnes meresap ke dalam dermis dan menarik neutrophil dan mengaktifkan komplemen. Pengeluaran neutrophil akan menyebabkan
3 keluarnya reactive oxygen species (ROS) yang kemudian menyebabkan reaksi inflamasi (Sehgal,2004). ROS sangat penting untuk menjaga fungsi fisiologis sel namun jika berlebihan akan terjadi suatu keadaan yang disebut stress oksidatif. Stres oksidatif tersebut nantinya akan dinetralisir oleh antioksidan, antara lain superoxide dismutase (SOD), katalase dan glutathione peroksidasi (Poljsak dan Dahmane, 2012). Stres oksidatif merupakan keadaan yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara tingginya kadar radikal bebas dan kurangnya antioksidan (Webster, 2007). Radikal bebas merupakan molekul yang mengandung elektron tidak berpasangan yang terletak di orbit terluar sehingga menjadi sangat reaktif dan tidak stabil. Sedangkan antioksidan merupakan substansi yang secara signifikan mampu menghambat dan mencegah oksidasi substansi lain meskipun konsentrasinya lebih rendah (Polefka et al., 2012). Tubuh memiliki mekanisme untuk mencegah terjadinya stres oksidatif yang salah satunya adalah peroksidasi lipid dengan antioksidan yang terdapat dalam sebum yang nantinya akan dibawa ke permukaan kulit. Antioksidan tersebut berupa vitamin E yang bentuk utamanya adalah α-tocopherol (Thiele et al, cit.smith, 2007). α-tocopherol merupakan vitamin larut lemak yang bekerja untuk memecah rantai selama proses peroksidasi lipid (Evans dan Johnson, 2010). Pada akne,
4 peroksidasi skualene selain dapat melepaskan mediator inflamasi dapat juga bersifat komedogenik. Jika kadar peroksidase skualen mengalami peningkatan maka kadar vitamin E mengalami penurunan (Ottoviani, 2010). I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut : Bagaimana korelasi antara kadar vitamin E dalam serum dengan derajat keparahan pada penderita akne vulgaris di Yogyakarta? I.3. Tujuan Penelitian Dari penelitian ini akan diketahui adakah korelasi antara kadar vitamin E dalam serum terhadap derajat keparahan pada penderita akne vulgaris di Yogyakarta. I.4. Manfaat Penelitian 1. Agar dapat menambah pengetahuan tentang peran stress oksidatif dan antioksidan terutama vitamin E dalam patogenesis akne vulgaris pada populasi di Yogyakarta.
5 2. Apabila terbukti ada hubungan antara kadar vitamin E dalam serum dengan derajat keparahan akne vulgaris maka dapat dijadikan edukasi kepada pasien serta remaja mengenai peran diet yang seimbang dan cukup antioksidan vitamin E untuk tindakan preventif dan kuratif terhadap akne vulgaris. I.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang adanya korelasi antara kadar vitamin E dalam serum dengan derajat keparahan pada penderita akne vulgaris sebelumnya belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu penelitian yang dilakukan oleh Khalid Abulnaja (2009) yang bejudul Oxidant/antioxidant Status in Obese Adolescent Females with Acne Vulgaris. Penelitian ini meneliti bagaimana kadar Malondialdehide, Vitamin A, vitamin E, dan β-karoten dalam darah subjek. Subjek yang diteliti terdiri dari 60 wanita remaja, berumur antara 16-22 tahun, dan terbagi 4 kelompok (masingmasing 15). Kelompok pertama terdiri dari wanita obese penderita akne. Kelompok kedua terdiri dari wanita obese tanpa akne, kelompok ketiga terdiri dari wanita non-obese dengan akne dan kelompok keempat terdiri dari wanita non-obese tanpa akne. Perbedaan yang terdapat
6 pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada subjek dan antioksidan yang diteliti. Subjek pada penelitian yang dilakukan oleh Abulnaja terdiri dari wanita remaja yang obese maupun non-obese, sedangkan subjek yang digunakan oleh peneliti adalah laki-laki non-obese berumur antara 15-25 tahun. Antioksidan yang diukur dalam penelitian Abuljana meliputi Malondialdehide, Vitamin C, Vitamin E dan β-karoten, sedangkan antioksidan yang digunakan oleh peneliti adalah vitamin E pada darah subjek. Selain itu terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh El-akawi (2006) yang melakukan penelitian pada 100 orang tanpa akne dan 100 penderita akne untuk menilai kadar vitamin E dan A, hasilnya adalah kadar vitamin E dalam darah subjek tanpa akne lebih tinggi daripada subjek penderita akne.
7 Judul Peneli tian Subjek dan Metode Penelitian Hasil Interpretasi Oxidan t/anti oxidan t Status in Obese Adoles cent Female s with Acne Vulgar is Sebanyak 60 remaja wanita (usia 16-22 tahun) dibagi menjadi empat kelompok (15 masing-masing) sebagai berikut: Yang pertama termasuk wanita obesitas dengan jerawat, kedua dimasukkan tanpa jerawat, yang ketiga termasuk non obesitas dengan jerawat dan keempat termasuk non obesitas tanpa jerawat. Serum Malondialdehid (MDA), beta-karoten, dan vitamin A, E, dan C diukur dengan high performance liquid chromatography (HPLC). Koleksi platelet dan penentuan aktivitas MAO dilakukan dengan metode fluorimetric dari McEntire. Serum MDA secara statistik signifikan menurun pada subyek obesitas dan non-obesitas dengan jerawat, dibandingkan dengan subjek yang tidak jerawat masing-masing (P <0,05, P <0,001). Kadar β- karoten, vitamin A, E dan C dan aktivitas MAO menurun secara bermakna pada subjek obesitas dan non-obesitas dengan akne. Dalam subyek obesitas, peningkatan kadar lemak memfasilitasi produksi radikal bebas dan peroksidasi lipid, seperti ditunjukkan oleh peningkatan kadar MDA. Penurunan aktivitas MAO dapat dihambat oleh radikal bebas dan ini menyebabkan depresi psikologis pada remaja. Does the plasma level of vitami n A dan E affect acne condit ion? 200 peserta yang terdaftar 100 adalah pasien dengan jerawat 100 orang sukarelawan sehat usia cocok, yang dibentuk kelompok kontrol. Gradasi jerawat dengan Sistem Grading (GAGS). Plasma vitamin A dan E konsentrasi ditentukan Konsentrasi vitamin A dalam plasma pada pasien dengan jerawat secara signifikan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (masing-masing 336,5 vs 418,1 lg / L)P =0,007. Konsentrasi vitamin E dalam plasma pada pasien dengan akne secara signifikan lebih rendah dibandingkan kontrol (5,4 vs 5,9 mg / L) P =0,05. Kadar vitamin A dan E dalam plasma yang rendah memiliki peran penting dalam patogenesis akne maupun keparahan akne.