BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN Variasi kecepatan stiring 800 rpm, variasi temperatur sintering 700, 800, 900 C Variasi temperatur 700 C = struktur kristal tetragonal, fase nya anatase, no PDF 01-086-1156, rumus kimia Ti0.782 Variasi temperatur 800 = rumus kimia Ti2, fase antase, struktur kristal tetragonal, no PDF PDF 03-065-5714 Variasi temperatur 900 = rumus kimia Ti2, fase anatase, struktur kristal tetragonal, no PDF 01-071-1167 Sampel Fasa 2 FWHM B(radian) D(nm) (10-3) 700 C Anatase 47,7233 0,3346 0,00601423 246,363597 0,00320 800 C Anatase 25.286 0.223 0,004151433 334,5139924 4,626 900 C anatase 25.313 0.185 0,003537852 392,5505833 3,938
Pengujian Scanning electron Microscope (SEM) 800 rpm Serbuk Ti2 (raw material) 600 rpm 700 rpm Setelah drying Setelah drying Gumpalan (agglomerasi)
Serbuk setelah kalsinasi variasi kecepatan stiring 600 rpm, 700 rpm, 800 rpm Serbuk 600 rpm ukuran serbuk 300-700 nm Serbuk 700 rpm dapat tereduksi hingga 132 nm Serbuk 800 rpm dapat tereduksi hingga 143 nm Sehingga terbukti sol-gel mampu mereduksi ukuran serbuk titanium dioksida & merubah struktur mikro menjadi capsule
Pelet setelah kompaksi 600 rpm 800 rpm 700 rpm Pelet 800 rpm memiliki morfologi yang paling compact
Pelet 600 rpm variasi sintering 700, 800, 900 700 C 800 C 900 C Terjadi grain growth terlihat saat pelet sintering 900 C butiran tak beraturan. Dari hasil XRD crystal size seiring dengan kenaikan temperatur semakin besar
Pelet 700 rpm variasi sintering 700, 800, 900 C 700 C 800 C 900 C Semakin tinggi variasi temperatur sintering semakin tidak rata (grain growth ) Terjadi necking pada variasi temperatur tertinggi necking
Pelet variasi kecepatan stiring 800 rpm temperatur 700, 800, 900 C Terjadi peningkatan ukuran kristal seiring peningkatan temperatur ( grain growth semakin tinggi seiring kenaikan temperatur) Terjadi necking pada semua spesimen variasi kecepatan stiring 800 rpm necking
Mekanisme intrinsic defect Karena Ti2 tidak menggunakan dopping maka, maka aliran elektron dapat terjadi karena material itu sendiri saat sintering Shottky defect Shotky defect : vacancy / kehilangan 1 kation & 1 anion. Hilangnya kation (Ti 4+ ) Hilangnya anion ( 2- ) Frenkel defect Frenkel defect adalah berpindahnya kation (dislokasi) dan menyisip di tempat yang lain.
Shotky defect Shottky defect Null (perfect Crystal) = = V Ti + V o + 2 h Ti Vacancy kation Ti Ti Vacancy anion
Frenkel defct Vacncy katin Ti Ti Ti Insterstisi kation Ti Ti M Ti x = V Ti + Ti i
BAB V KESIMPULAN Metode sol-gel pada material keramik Ti 2 yang dilarutkan dengan asam sulfat pekat ( H 2 S 4 98 %) menghasilkan struktur mikro Ti 2 berbentuk kapsul seperti butiran beras. Mekanisme sol-gel menghasilkan unstabil fase TiS 4 orthohombik. Variasi kecepatan stiring mampu mereduksi ukuran serbuk hinga 120 nanometer pada variasi kecepatan stiring 700 rpm, temperature operasi 200 C selama 2,5 jam. Proses sintering mampu merubah unstabil fase menjadi anatase pada variasi temperatur 700 C, 800 C dan 900 C Metode sol-gel dengan variasi kecepatan stiring 700 rpm & 800 rpm kemudian dilanjutkan sintering dengan variasi temperature 700 C dapat mereduksi kation titanium ( vacancy kation).
THANK YU
DATA PENDUKUNG Titanium dioksida Titanium dioksida (Ti 2 ) adalah material yang dikenal luas sebagai fotokatalis didasarkan pada semikonduktornya.selain itu,diantara oksida logam yang lain,titanium oksida dikenal tidak toksik(non toxic), memiliki stabilitas termal cukup tinggi, dan kemampuannya dipergunakan berulang kali tanpa kehilangan aktivitas katalitiknya. Sebagaiman oksida logam yang lain, peningkatan sifat mekanik, sifat elektronik dan sifat katalitik Ti 2 dapat diupayakan melalui pembentukkannya dalam skala molecular atau dikenal sebagai nanopartikel. (Fatimah et al., 2006)
PRSES SL-GEL Proses sol gel dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dimana dalam proses tersebut terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) membentuk fasa cair kontinyu (gel) Keunggulan metode sol gel : dalam segala kondisi (versatile) menghasilkan produk dengan kemurnian dan kehomogenan yang tinggi jika parameternya divariasikan. bisa dilakukan kontrol terhadap ukuran dan distribusi pori dengan mengubah rasiomolar air/prekursor, tipe katalis atau prekursor, suhu gelasi, pengeringan, dan proses stabilisasi. biayanya relatif murah dan produk berupa xerogel silika yang dihasilkan tidak beracun (Zawrah et al, 2009).
Sol adalah suspensi koloid yang fasa terdispersinya berbentuk solid (padat) dan fasa pendispersinya berbentuk liquid (cairan). Suspensi dari partikel padat atau molekulmolekul koloid dalam larutan, dibuat dengan metal alkoksi dan dihidrolisis dengan air, menghasilkan partikel padatan metal hidroksida dalam larutan. Reaksinya adalah reaksi hidrolisis. Prekursor (senyawa awal) dalam proses sol-gel tersusun atas unsur logam atau metaloid yang dikelilingi oleh ligan. Pada umumnya prekursor yang digunakan yaitu logam alkoksida atau garam anorganik. Dari larutan prekursor tersebut akan terbentuk sol. Perubahan bentuk sol menjadi bentuk gel terjadi melalui reaksi hidrolisis dan reaksi kondensasi. Pada reaksi hidrolisis terjadi penempelan ion hidroksil pada atom logam dengan pemutusan pada salah satu ikatan logam alkoksida atau garam anorganik. Kemudian molekul yang telah terhidrolisis dapat bergabung membentuk hasil reaksi kondensasi, dimana dua logam digabungkan melalui rantai oksigen. Polimer-polimer besar terbentuk saat reaksi hidrolisis dan kondensasi berlanjut, yang akhirnya menghubungkan polimer-polimer tersebut ke dalam bentuk gel. Untuk mendapatkan produk oksida, ada satu tahap lanjutan pada proses sol-gel yaitu perubahan bentuk gel menjadi produk oksida melalui drying dan firing. Gel biasanya tersusun atas material amorf yang terdapat pori-pori berisi cairan. Cairan ini harus dihilangkan sehingga gel menjadi xerogel atau dry gel melalui proses drying. Selama firing, xerogel atau dry gel mengalami densifikasi dan perubahan bentuk struktur kristal (menjadi glass atau kristalin).