1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional

Gambar 1. Peta DAS penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM MENGUKUR TINGKAT BAHAYA EROSI DI KAWASAN DATARAN TINGGI DIENG

Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

AZZA NURFADHILA FIRDAUS E


ANALISIS POTENSI EROSI DAS PETAPAHAN PADA EMBUNG PETAPAHAN Lukman Nul Hakim 1), Mudjiatko 2), Trimaijon 2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH MULTITEMPORAL UNTUK KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (Kasus di Sub DAS Karang Mumus, Kalimantan Timur)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE

BAB I PENDAHULUAN. geomorfologis suatu wilayah. Namun laju erosi yang melebihi batas erosi

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB II METODE PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI TPLA DAN METODOLOGI PENELITIAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Perumusan Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kehilangan tanah mendekati laju yang terjadi pada kondisi alami.

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pemanfaatan Citra landsat 8 dan SIG untuk Pemetaan Kawasan Resapan Air (Lereng Barat Gunung Lawu)

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai Asahan. harafiah diartikan sebagai setiap permukaan miring yang mengalirkan air

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV METODE PENELITIAN

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

Transkripsi:

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang harus ditanggulangi. Fenomena alam ini menjadi penyebab utama terbentuknya lahan kritis, terutama jika didukung oleh tingginya intensitas dan jumlah curah hujan (Abdurachman dan Sutono, 2002, dalam Sulistyo, 2011). Proses terbentuknya lahan kritis yang disebabkan oleh erosi ini berpengaruh besar terhadap kemampuan lahan. Suatu DAS dikatakan dalam kondisi kritis apabila terdapat lahan-lahan terbuka yang kemudian memicu terjadinya erosi dan menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi DAS (Sulistyo, 2011). Erosi yang terjadi di dalam DAS pada dasarnya dipengaruhi oleh empat faktor: iklim, sifat tanah, topografi, dan vegetasi penutup lahan (Blanco dan Lal, 2008). Tutupan vegetasi bertugas untuk membuka pori-pori tanah, sehingga permeabilitas tanah meningkat dan limpasan permukaan menurun, karena air hujan yang mengenai permukaan tanah sebagian besar akan masuk ke dalam poripori tanah. Akar tanaman saling terjalin (interweave) dengan tanah sehingga membentuk massa yang lebih solid dan lebih tahan terhadap erosi (Styczen dan Morgan, 1995). Oleh karena inilah tutupan vegetasi sangat berpengaruh besar terhadap kemampuan DAS untuk meminimalisir erosi.. Berhasil tidaknya pengelolaan suatu daerah aliran sungai sangat dipengaruhi oleh besarnya laju erosi. Laju erosi yang terlalu tinggi akan berdampak pada menurunnya kualitas tanah, yang kemudian mempengaruhi proses dan hasil panen tanaman. Tidak hanya itu, tidak adanya kebijakan untuk mengurangi proses erosi yang berlangsung secara kontinyu dapat menyebabkan penipisan lapisan tanah dan dapat mengganggu fungsi dari pemanfaatan lahan yang ada di sekitarnya. Aktivitas manusia juga menjadi penyebab meningkatnya laju erosi. Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan akan lahan permukiman. Hal tersebut menyebabkan pengalihfungsian 1

tutupan vegetasi/ tutupan hutan menjadi lahan permukiman atau lahan pertanian. Apabila tidak dilakukan konservasi yang sesuai di area tersebut, dapat diprediksi proses erosi akan mengalami peningkatan laju. Oleh karena inilah diperlukan adanya tindakan pengelolaan untuk meminimalisir terjadinya erosi dalam daerah aliran sungai, untuk menghindari terganggunya fungsi DAS dan berbagai kerugian lainnya. Penelitian ini dilakukan di Sub-DAS Gesing yang ada di DAS Bogowonto. Sub-DAS ini merupakan salah satu Sub-DAS yang memiliki permasalahan berupa kekritisan lahan. Berdasarkan data yang ada pada Dokumen Rencana Pengelolaan DAS Bogowonto tahun 2011 yang dikeluarkan oleh BPDAS, sebagian besar wilayah Sub-DAS Gesing memiliki tingkat kekritisan lahan yang masuk dalam kategori potensial kritis dan agak kritis, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1.1. Kawasan dengan kategori potensial kritis ada pada kawasan budidaya, sedangkan kawasan yang sebagian besar agak kritis justru malah ada pada kawasan lindung. Apabila tidak ditanggulangi, tingkat kekritisan lahan semakin lama akan naik satu tingkat kategori: dari potensial kritis menjadi agak kritis, dan agak kritis menjadi kritis. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi penginderaan jauh juga semakin berkembang. Penginderaan jauh mampu menyediakan data-data spasial yang bersifat dinamis sehingga bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan monitoring, dan selain itu datanya tidak pernah usang. Pengukuran laju erosi dengan memanfaatkan data-data geografis dapat dilakukan dengan mengintegrasikan SIG (sistem informasi geografis), yang dapat digunakan untuk berbagai pemodelan, dengan penginderaan jauh, yang berperan sebagai sumber data spasial. Keberadaan LANDSAT 8 OLI sebagai generasi baru dari citra satelit resolusi menengah yang open source membuka berbagai kemungkinan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Landsat merupakan citra satelit yang memiliki resolusi spasial yang tergolong menengah, sehingga untuk berbagai kajian ekologikal, Landsat memiliki kemampuan yang relatif bagus dan paling sering digunakan. Hal ini berkaitan dengan sifat citra Landsat yang open source, 2

sehingga siapapun dapat mengunduh tanpa perantara. Selain itu, Landsat memiliki maintenance (koreksi, pemrosesan, dan pengelolaan data) yang relatif lebih mudah dibandingkan dengan citra-citra satelit lain. Hal ini berkaitan dengan sifatnya yang open source sehingga pengembangan pengetahuan mengenai citra Landsat sendiri berkembang dengan sangat pesat. Untuk aplikasinya, selama ini pengukuran laju erosi sudah sering dilakukan dengan citra Landsat 8, akan tetapi karena ketersediannya yang tergolong masih baru, penggunaan citra Landsat untuk evaluasi vegetasi dan kaitannya dengan erosi masih belum banyak dilakukan. Tabel 1.1. Tingkat Kekritisan Lahan setiap Sub-DAS di DAS Bogowonto Lanjutan Tabel 1.1. Sumber: Dokumen Rencana Pengelolaan DAS Bogowonto tahun 2011 Salah satu metode pengukuran laju erosi yang memanfaatkan keduanya adalah metode RUSLE (Universal Soil Loss Equation). Metode RUSLE 3

sesungguhnya merupakan metode yang mempertimbangkan keempat faktor yang mempengaruhi laju erosi (iklim, topografi, karakteristik tanah, dan tutupan vegetasi). Metode RUSLE ini merupakan metode pengukuran laju erosi yang cukup mudah dikelola, sehingga diaplikasikan secara luas di seluruh dunia. Meskipun begitu, validitasnya di Indonesia sudah diuji karena sudah digunakan oleh Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor sejak tahun 1972. Dibandingkan metode-metode lainnya WEPP, ANSWERS, dan AGNPS RUSLE memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, dan hal ini sudah dibuktikan oleh Morgan dan Meering (2000, dalam Sulistyo (2011)). Erosi yang terjadi di suatu tempat pada dasarnya dipengaruhi oleh lima faktor, salah satunya adalah tutupan vegetasi. Berdasarkan hal itu, laju erosi yang diperoleh dari pemodelan dapat dikaitkan dengan tutupan vegetasi area kajian untuk melihat apakah kerapatan vegetasi menjadi faktor yang memberikan pengaruh dominan terhadap laju erosi pada area-area tertentu. Kerapatan vegetasi diperoleh berdasarkan indeks FVC (Fractional Vegetation Cover), yang merupakan salah satu turunan dari indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang bertujuan untuk menunjukkan persentase tutupan vegetasi yang ada di dalam satuan piksel citra penginderaan jauh, sehingga dari FVC, kondisi tutupan vegetasi di DAS Gesing dapat diketahui. 1.2 Rumusan Masalah Tutupan vegetasi merupakan faktor penting pengendali erosi, karena memberikan pengaruh terhadap presipitasi dan limpasan permukaan. Meskipun begitu, kuantitas tanaman dan luasan tanaman yang besar belum tentu memberikan pengaruh positif dalam meminimalisir laju erosi yang terjadi di dalam suatu DAS maupun Sub-DAS. Hal ini disebabkan oleh adanya faktorfaktor lain yang mempengaruhi, baik faktor internal, seperti kondisi morfologi dan morfometri DAS; maupun faktor eksternal, seperti aktivitas penduduk di dalam maupun di sekitarnya. Perkembangan teknologi dalam ilmu geografi, seperti penginderaan jauh dan sistem informasi geografis, selama ini menjadi sumber data dan sarana 4

penting dalam melakukan analisis fenomena ekologis, salah satunya erosi. Berbagai jenis data dan berbagai jenis pemodelan telah banyak dikembangkan untuk pengukuran laju erosi. Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat dirumuskan masalah seperti berikut: a) Penginderaan jauh dan sistem informasi geografis merupakan teknologi yang memberikan kontribusi sangat besar terhadap pengukuran laju erosi, dan sudah sering dimanfaatkan dalam banyak penelitian. Meskipun begitu, pemanfaatan data penginderaan jauh, terutama citra Landsat 8, dan sistem informasi geografis masih jarang dilakukan untuk melihat hubungan antara kerapatan vegetasi dengan laju erosi. b) Pemodelan laju erosi selama ini kerap dibangun dengan menggunakan basis vektor maupun raster yang bertumpu pada satuan lahan (land unit), padahal satuan lahan merupakan gabungan dari beberapa faktor yang sudah tergeneralisasi. Oleh karena inilah diperlukan suatu kegiatan pemodelan berbasis piksel yang diaplikasikan untuk semua data faktor yang diperlukan dalam pemodelan laju erosi. c) Masing-masing daerah aliran sungai memiliki laju erosi yang berbeda-beda, bergantung pada karakteristik DAS yang mencakup kondisi topografis, kondisi hidrologis, kondisi vegetasi, dan kondisi tanah, serta pengaruh dari luar seperti aktivitas manusia. Laju erosi sangat berpengaruh terhadap kondisi ekologis suatu DAS, oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran laju erosi dalam daerah aliran sungai, termasuk di Sub-DAS Gesing, DAS menjaga stabilitas dan fungsi-fungsi ekologis DAS, terutama untuk menghambat proses terjadinya erosi. d) Vegetasi memang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju erosi, yang diformulasikan di dalam rumus RUSLE dalam bentuk indeks faktor C. Dapat dipastikan bahwa kenaikan dalam indeks C berdampak pada kenaikan dalam nilai A (laju erosi) yang diperoleh. Akan tetapi apabila vegetasi disajikan dalam bentuk kerapatan vegetasi, hubungan yang ditimbulkan antara laju erosi dan kerapatan vegetasi menjadi hubungan yang berkebalikan, dimana kenaikan dalam kerapatan vegetasi berpengaruh pada 5

penurunan besarnya laju erosi. Meskipun begitu, perlu dilakukan pembuktian untuk melihat apakah hubungan antara keduanya selalu seperti itu. Penelitian ini bermaksud untuk melihat hubungan antara kerapatan vegetasi yang ada di DAS Gesing dengan laju erosi yang terjadi. 1.3. Tujuan Penelitian a) Mengetahui kemampuan citra Landsat 8 dan pemanfaatan sistem informasi geografis dalam mengukur parameter-parameter yang mempengaruhi laju erosi di DAS Gesing. b) Memodelkan laju erosi yang terjadi di DAS Gesing menggunakan data-data penginderaan jauh dan pemodelan sistem informasi geografis berbasis piksel. c) Mengetahui distribusi laju erosi yang terjadi di DAS Gesing. d) Mengetahui hubungan antara kerapatan vegetasi dengan laju erosi, untuk melihat apakah area dengan kerapatan vegetasi yang tinggi selalu memiliki laju erosi yang kecil dan sebaliknya. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Praktis a) Sebagai data informasi/ referensi tambahan yang berisi laju erosi yang terjadi di Sub-DAS Gesing, DAS Bogowonto, Provinsi Jawa Tengah. 1.4.2. Manfaat Ilmiah a) Memberikan wawasan baru dalam ilmu geografi mengenai estimasi laju erosi menggunakan analisis raster, terutama dengan satuan pemetaan berupa piksel. b) Memberikan informasi mengenai keterkaitan antara kerapatan vegetasi dengan laju erosi yang terjadi di dalam suatu DAS. 6

1.5. Keaslian Penelitian Erosi merupakan salah satu fenomena alam yang telah banyak dikaji oleh peneliti. Penelitian tentang erosi dapat berupa penelitian yang murni berisi pengukuran laju erosi di suatu area tertentu, maupun pengukuran laju erosi dan kaitannya dengan obyek lain, seperti vegetasi, penggunaan lahan, sedimentasi, hingga pengaruhnya terhadap kondisi sosio-ekonomik penduduk di dalam suatu wilayah. Perbedaan yang ada pada penelitian-penelitian yang mengkaji tidak hanya terletak pada keberadaan obyek lain dan keterkaitannya dengan erosi itu sendiri, akan tetapi juga dalam pengukuran laju erosi, terdapat banyak metode yang dapat digunakan, misalnya untuk erosi air terdapat metode USLE, RUSLE, Geo-WEPP, ANSWERS, SLEMSA, ROSEM, dan metode-metode lain yang telah banyak dikembangkan demi menyesuaikan kondisi wilayah yang lebih spesifik. Tidak hanya itu, cara untuk pengukuran erosi juga ada yang menggunakan data penginderaan jauh, ada yang tidak. Penelitian ini banyak mengambil referensi dari berbagai penelitian yang sudah ada, meskipun begitu, penelitian ini tetap memiliki perbedaan-perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu, terutama dengan penelitian yang menggunakan pemodelan berbasis raster. Kesamaan dan perbedaan yang ada di dalam penelitian ini dan penelitian lain disajikan dalam Tabel 1.2. Persamaan yang kebanyakan ditemukan antara penelitian ini dan penelitian lain pada dasarnya ada pada penggunaan RUSLE dalam mengukur laju erosi. Perbedaan pada umumnya terletak pada cara memperoleh masing-masing data parametrik; ada yang menggunakan penginderaan jauh dan SIG, ada yang tidak. Selain itu, untuk masing-masing parameter/ faktor erosi, perolehannya pun berbeda. 7

Tabel 1.2. Kesamaan dan Perbedaan Penelitan dengan Penelitian-Penelitian yang Terdahulu No. Penulis Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil 1. A yunin, Quratul (2008) 2. As-syakur, Abdul Rahman (2008) 3. Fatmaraga, M. Adi (2013) Prediksi Tingkat Bahaya Erosi dengan Metode USLE di Lereng Timur Gunung Sindoro Prediksi Erosi dengan Menggunakan Metode USLE dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Piksel di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh Mult Temporal untuk Kajian Tingkat Bahaya Erosi - Menggunakan analisis berbasis vektor, dimana masing-masing faktor erosi ditentukan harkatharkatnya. - Menggunakan satuan pemetaan berupa hasil tumpangsusun antara jenis tanah, penggunaan lahan, dan kemiringan lereng. - Estimasi erosi hingga tingkat bahaya erosi (keterkaitan antara laju erosi dengan ketebalan tanah). - Beberapa faktor ditentukan menggunakan batasan satuan pemetaan berupa unit lahan - Tidak semua faktor nilainya diperoleh berdasarkan pengukuran di lapangan dan pengolahan sendiri, beberapa faktor mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan di area kajian yang sama - Penelitian ini mengkaji tingkat bahaya erosi secara multitemporal dengan menggunakan citra tahun 1997, 2006, dan 2009 - Penentuan indeks faktor R hanya dilakukan dengan interpolasi stasiun-stasiun hujan yang terletak di dalam DAS - Citra dipotong menyesuaikan dengan area kajian sebelum dilakukan proses-proses lain - Penentuan kerapatan vegetasi dilakukan dengan mengklasifikasi nilai-nilai indeks NDVI ke dalam 5 kelas. - Menggunakan pemodelan berbasis vektor. Faktor K ditentukan menggunakan batas jenis tanah; faktor LS ditentukan berbadasarkan kelas kemiringan lereng; faktor CP ditentukan berdasarkan penggunaan lahan. - Menggunakan analisis statistik untuk melihat hubungan antara laju erosi dengan perubahan penggunaan lahan multitemporal. - Zonasi tingkat bahaya erosi dilihat berdasarkan tiaptiap SPL (satuan pemetaan lahan). - Tidak tersedia peta tingkat bahaya erosi, hanya disediakan dalam bentuk tabel per SPL - Tingkat bahaya erosi dikaitkan dengan produksi tembakau di area kajian. - Distribusi laju erosi dipetakan dalam bentuk peta raster (per piksel) - Hasil estimasi laju erosi dibandingkan dengan hasil estimasi pada penelitian yang terdahulu, dimana perbedaannya dengan penelitian yang sudah dilakukan hanya terletak pda penentuan indeks LS. - Penyajian data laju erosi dan tingkat bahaya erosi dilakukan berdasarkan masing-masing jenis penggunaan lahan. - Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, semakin tinggi laju erosi yang terjadi, semakin besar pula tingkat bahaya erosi. - Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi laju erosi adalah pengelolaan tanaman dan konservasinya (penggunaan lahan). 8

Lanjutan Tabel 1.2. 4. Karaburun, Ahmet (2010) 5. Nugroho, Cahyo Nur Rahmat (2014) 6. Rojas Gonzales, Alejandra M. (2008) 7. Yudhatama, Adhika (2013) 8. Gupita, Diwyacitta Dirda (2015) Estimation of C-Factor for Soil Erosion Modelling Using NDVI in Buyukcekmece Watershed Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi Menggunakan Metode Model RUSLE di Daerah Aliran Sungai Petir, DIY Soil Erosion Calculation Using Remote Sensing and GIS in Río Grande de Arecibo Watershed, Puerto Rico Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Menentukan Tingkat Bahaya Erosi DAS Bodri Kajian Hubungan Antara Fractional Vegetation Cover (FVC) dengan Tingkat Erosi Berbasis RUSLE di DAS Gesing Melalui Analisis Citra Landsat-8 OLI dan SIG Raster - Penelitian ini hanya bertujuan untuk menentukan faktor C yang digunakan di dalam RUSLE dengan memanfaatkan NDVI. - Penentuan indeks faktor C dilakukan dengan analisis regresi antara indeks C asumtif (C=0 untuk vegetasi dan C=1 untuk tanah terbuka). - Memanfaatkan data citra Geo-Eye - Menggunakan pemodelan berbasis vektor. - Pemetaan penggunaan lahan dilakukan dengan interpretasi peta RBI yang kemudian dibantu dengan pengamatan lapangan. - Penentuan indeks faktor R menggunakan isoeroden yang kemudian diambil nilai rata-ratanya; indeks K ditentukan berdasarkan batas jenis tanah; indeks LS ditentukan berdasarkan kelas kemiringan lereng; dan indeks CP ditentukan berdasarkan penggunaan lahannya. - Metode untuk menentukan indeks faktor C dilakukan dengan menggunakan klasifikasi tidak terselia, yang kemudian untuk masing-masing kelas diberlakukan nilai faktor C. - Penentuan indeks faktor K dilakukan dengan menggunakan batas jenis tanah - Memanfaatkan citra ALOS AVNIR-2. - Menggunakan analisis berbasis vektor. - Interpolasi untuk memperoleh peta isoeroden hanya dilakukan menggunakan 6 titik stasiun hujan yang terletak di dalam DAS. - Memanfaatkan data open source Landsat-8 OLI - Menggunakan analisis berbasis raster dengan satuan pemetaan berupa piksel - Overlay yang digunakan berupa overlay peta raster, yang didasari oleh overlay piksel - Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, penentuan indeks faktor C menggunakan C asumsi dan NDVI mampu mempermudah proses estimasi laju erosi di DAS yang luas. Meskipun begitu, untuk menghasilkan indeks faktor C yang lebih akurat, perlu dilakukan observasi di lapangan. - Laju erosi dilihat per satuan pemetaan yang berupa satuan lahan. - Distribusi tingkat bahaya erosi disajikan dalam bentuk peta vektor. - Distribusi laju erosi potensial disajikan dalam peta raster (per piksel). - Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, estimasi laju erosi lebih baik dikalkulasi menggunakan data curah hujan maksimum. Metode ini dapat digunakan untuk ukuran DAS yang relatif kecil. - Penelitian ini hanya sampai ada tahap estimasi laju erosi, karena pada dasarnya pemetaan tingkat bahaya erosi dilakukan tanpa mempertimbangkan ketebalan tanah. - Pengkelasan laju erosi hanya ditentukan dalam 3 kelas, yang didasari oleh data laju erosi yang sudah dianalisis. - Hasil estimasi laju erosi dikaitkan dengan kerapatan vegetasi yang diperoleh dari fractional vegetation cover - Peta laju erosi disajikan dalam bentuk peta raster, per satuan pemetaan piksel 9