BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA OCH2CHCH2 OCH3. 3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [ ] : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. HCl. Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri uv & vis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau lebih dengan atau zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

JURNAL PRAKTIKUM ANALITIK III SPEKTROSKOPI UV-VIS

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA H N. :-asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]- monosodium. -sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahan asam (BTA, Mikobakterium tuberkulosa) yang ditularkan melalui udara.

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SPEKTROSKOPI UV-VIS. PENENTUAN KONSENTRASI PERMANGANAT (KMnO 4 )

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

BAB II. pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah.

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat

1. Dapat mengerti prinsip-prinsip dasar mengenai teknik spektrofotometri (yaitu prinsip dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi

Berdasarkan interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat dari interaksi.

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

LAPORAN PRAKTIKUM III PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Struktur Pseudoefedrin HCl

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

ANALISIS KAFEIN DALAM TABLET BODREX

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Farmakologi Dimenhidrinat (mabuk perjalanan) mabuk perjalanan dan muntah karena kehamilan. Berdasarkan mekanisme

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohetivitas, kecepatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Pembuatan Tablet Isoniazid

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berikut gejalanya. Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INTERAKSI RADIASI DENGAN BAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan. Maka diperlukan

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

ANALISIS INSTRUMEN SPEKTROSKOPI UV-VIS

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bromazepam 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus Struktur : Gambar 2.1.1 Rumus Struktur Bromazepam Rumus Molekul Nama Kimia : C 14 H 10 BrN 3 O : 7-bromo-5-(pyridin-2-yl)-1,3-dihydro-2H-1,4 benzodiazepine-2-one Berat Molekul Pemerian Kelarutan : 316,2 g/mol : Serbuk putih atau kekuningan, bubuk kristal : Praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan metilenkhlorida (Council of Europe, 2005; Sweetman, 2009).

2.1.2 Farmakologi Bromazepam adalah obat turunan benzodiazepin yang banyak digunakan sebagai sedatif-hipnotik karena mempunyai efikasi dan batas keamanan lebih besar dibanding turunan sedatif-hipnotika lain, yang antara lain menyangkut efek samping, pengembangan toleransi, ketergantungan obat, interaksi dan kematian akibat kelebihan dosis. Dalam dosis rendah bromazepam dapat mengurangi ketegangan dan kecemasan, sedang pada dosis tinggi menunjukkan sifat sedatif dan relaksasi otot. Bromazepam digunakan untuk pengobatan psikoneurosis, gangguan emosional, kelainan psikosomatik dan gangguan fungsional penyakit organik kronik (Siswandono, 1995). 2.1.3 Efek Samping Efek samping dari benzodiazepin adalah efek sedasi, pusing, sakit kepala, mulut kering, penglihatan kabur dan konstipasi. Reaksi yang merugikan adalah lekopenia (menurunnya sel-sel darah putih) dengan gejala demam, malaise, dan sakit tenggorokan; tolerasi terhadap dosis obat pemakaian pada pemakaian yang terus menerus; dan ketergantungan fisik (Kee, 1996). Sementara dalam Lippincott s Illustrated Reviews: Pharmacology (2009), mengantuk dan kebingungan merupakan dua efek samping yang paling umum dari benzodiazepin. 2.1.4 Dosis Dosis awal oral untuk kecemasan adalah 6 sampai 18 mg sehari dalam dosis terbagi sementara dosis maksimum hingga 60 mg per hari. Dosis awal untuk pasien lanjut usia dan lemah tidak boleh melebihi 3 mg sehari dalam dosis terbagi (Sweetman, 2009).

2.1.5 Penetapan Kadar Bromazepam Penetapan kadar bromazepam dalam sediaan tablet dapat dilakukan secara Spektrofotometri UV, Kromatografi Gas, Kromatografi Cair Tingkat Tinggi, Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Inframerah. Dilihat dari struktur bromazepam yang memiliki gugus kromofor (ikatan rangkap terkonjugasi) dan gugus ausokrom (gugus nitro dan karboksil) maka senyawa ini dapat menyerap radiasi pada panjang gelombang di daerah ultraviolet. Menurut Clarke s Analysis of Drugs and Poisons, bromazepam memiliki serapan maksimum 237 nm dalam pelarut basa, 345 nm dala perarut basa serta 233 nm dalam pelarut metanol (Moffat, 2011) dan menurut Farmakope Eropa, bromazepam memiliki serapan maksimum233 nm (Council of Europe, 2005). 2.2 Obat Obat adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa pengobatan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadian yang mengakibatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, bila digunakan salah dalam pengobatan atau overdosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosisnya lebih kecil, maka tidak diperoleh efek penyembuhan (Anief, 2007).

2.3 Tablet Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa (DitjenPOM, 1995). Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspeklainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989). 2.3.1 Komponen Tablet Untuk membuat tablet diperlukan bahan tambahan berupa: a. Bahan pengisi (diluent) Bahan pengisi adalah suatu zat inert secara farmakologis yang ditambahkan kedalam suatu formulasi sediaan tablet, bertujuan untuk penyesuaian bobot,ukuran tablet sesuai yang dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan dalampembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Beberapazat pengisi yang sering digunakan ialah laktosa, laktosa anhidrat, laktosa semprotkering, starch 1500, dan mikrokristalin selulosa(siregar, 2010). b. Bahan pengikat (binder) Bahan pengikat ditambahkan ke dalam formulasi tablet untuk menambahkohesivitas serbuk sehingga memberi ikatan yang penting untuk membentukgranul yang dibawah pengempaan akan membentuk suatu massa kohesif ataukompak yang disebut tablet. Beberapa jenis pengikat yang sering

digunakan ialah pati 5-10%, starch 1500, gelatin 2-10%, sukrosa 50-75%, akasia 10-25% (Siregar, 2010). c. Bahan penghancur (disintegrator) Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam saluran cerna. Zatzatyang digunakan seperti: amilum kering, gelatin, agar-agar, natrium alginat. d. Bahan pelicin (lubricant) Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Zat-zat yangdigunakan seperti: talcum, magnesii stearat, asam stearat.dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali bahanpelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisicetakan dengan baik. Dengan dibuat granul akan terjadi free flowing, mengisicetakan secara tetap dan dapat dihindari tablet menjadi capping (retak) (Anief, 1987). 2.3.2 Syarat Tablet Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dan sumber-sumber lainnya, tablet harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Keseragaman Bobot Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot untuk menjamin keseragamanbobot tiap tablet yang dibuat. Tablet yang bobotnya seragam diharapkanmemiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga mempunyai efek terapiyang sama. b. Kekerasan Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapet bertahan terhadap berbagai guncangan pada saat pengepakan atau pengangkutan.uji ini

dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Hardness Tester.Umumnya kekuatantablet berkisar 4-8 kg. c. Kerenyahan Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet, tablet yang rapuh danrusak kandungan zat berkhasiatnya berkurang sehingga mempengaruhi efekterapi. Kerenyahan ditandai dengan massa partikel yang berjatuhan dari tablet.uji ini menggunakan alat yang disebut Roche Friabilator. Persyaratantablet tidak boleh kehilangan berat lebih dari 0,8%. d. Waktu Hancur Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur yangtertera dalam masing-masing monografi. Interval waktu hancur yaitu 5-30 menit.sediaan dinyatakan hancur sempurnabila tidak ada sisa sediaan yang tidak larut tertinggal pada kasa. e. Penetapan Kadar Zat Berkhasiat Penetapan kadar ini dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebutmemenuhi persyaratan sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidakmemenuhi syarat, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dantidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-carayang sesuai tertera pada monografi antara lain di Farmakope Indonesia.

2.4 Spektrofotometri Ultraviolet 2.4.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra merah dekat 780-3000 nm, dan daerah cahaya infra merah 2,5-40 µm atau 4000-250 cm -1 (Ditjen POM, 1995). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri ultraviolet: a. Pemilihan panjang gelombang maksimum Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. b. Pembuatan kurva kalibrasi Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi merupakan garis lurus.

c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut, kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal. (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4.2 Hukum Lambert Beer Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu Hukum Lambert Beer sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan: A= a.b.c (g/liter) atau A= e. b. c (mol/liter) Dimana: A = serapan a = absorptivitas b = ketebalan sel c = konsentrasi ɛ = absorptivitas molar Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri dimana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus di atas. Absorptivitas (a) merupakan konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada

suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi (Day and Underwood, 1999; Rohman, 2007). Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering digunakan untuk menggantikan absorptivitas. Absortivitas spesifik adalah serapan yang dihasilkan oleh larutan 1 % (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat diperoleh persamaan: A = A 1 1. b. c Dimana : A= absorptivitas spesifik b = ketebalan sel c = konsentrasi senyawa terlarut (g/100 ml larutan)