PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA KONSEP RESPIRASI

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP

Oleh : Yeyen Suryani dan Sintia Dewiana. Abstrak

Eka Ariyati 1) Jl. Prof. Dr. Hadari Nawawi Pontianak, ;

INQUIRY BASED LEARNING MODEL NATURAL PHENOMENA TO IMPROVE THE CURIOUSITY AND MASTERY OF THE CONCEPT OF JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENT

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009): PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERORIENTASI KETERAMPILAN PROSES

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SCIENCE ENVIRONMENT TECHNOLOGY AND SOCIETY (SETS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA

PENERAPAN MODEL TREFFINGER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROJECT BASED LEARNING

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI GENIUS LEARNING DENGAN OPERAN KERTAS IDE TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA BAITURRAHMAH PADANG

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Peserta Didik melalui Metode Inkuiri Model Alberta

Pembelajaran Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

USING PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO INCREASE CRITICAL THINKING SKILL AT HEAT CONCEPT

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

Darussalam 23111, Banda Aceh. ABSTRAK. Kata Kunci: Kooperatif Tipe Jigsaw, Pencemaran Lingkungan, Berpikir Kritis.

Korelasi Penguasaan Konsep Dan Berpikir Kritis Mahasiswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Simulasi Komputer

[53] Jurnal Biotik, ISSN: , Vol. 2, No. 1, Ed. April 2014, Hal ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA.

Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika Vol. 1 No. 1, hal. 7-12, September 2015

(The Influence of Creative Problem Solving Learning Model by Video Media to The Student Achievement on The Material Environmental Pollution.

Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Ekspositori, dan Hasil Belajar. Abstract

MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN ANALISIS WACANA ISU DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY

MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

ISSN : X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013

: 07/UP/SNK/HKI-Kaltim/2014 Lamp. : - : Undangan sebagai Pemakalah Oral Kepada Yth. Iis Intan Widiyowati di Universitas Mulawarman Samarinda

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE KASUS MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE TRUE OR FALSE

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA. *Corresponding author, telp: ,

Pengaruh Penggunaan Model Problem Based Learning terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Mahasiswa pada Mata Kuliah Kalkulus III

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PADANG-GANTING KABUPATEN TANAH DATAR.

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA. (Artikel) Oleh WELLY MENTARI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA

Ria Septiana, Ila Rosilawati, Tasviri Efkar, Noor Fadiawati, Nina Kadaritna Pendidikan Kimia, Universitas Lampung

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALLING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 MALANG

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN LISTENING TEAM

Darussalam Banda Aceh, ABSTRAK. Kata Kunci: Project Based Learning, Hasil Belajar Kognitif, Sistem Pernapasan Manusia

PENERAPAN KETRAMPILAN PROSES SAINS MELALUI MODEL THINK PAIR SHARE PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMECAHKAN MASALAH PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN MELALUI PROJECT BASED LEARNING

Furry Aprianingsih, Elsje Theodore Maasawet, Herliani Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Mulawarman Samarinda

Beny Yosefa dan Wiwin Hesvi Universitas Pasundan Bandung

TINGKAT PENGUASAAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU SD DI

PERBANDINGAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF BIOLOGI YANG DIAJARKAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DAN PENEMUAN TERBIMBING

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri. Dimyati (2006:8) mengemukakan secara umum dikatakan bahwa pendidikan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI SEL DI KELAS XI IPA

GERAM (Gerakan Aktif Menulis) P-ISSN Volume 5, Nomor 1, Juni 2017 E-ISSN X

PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student facilitator and explaining terhadap pemahaman matematik peserta didik

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MTsN TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

PENGARUH MODE LEARNING CYCLE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA MAGNET

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DISERTAI DENGAN KEGIATAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR ASAM, BASA, DAN GARAM

Diterima: 8 Maret Disetujui: 26 Juli Diterbitkan: Desember 2016

JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017,

Pendidikan Biologi Volume 4, Nomor 2 Mei 2012 Halaman 53-59

Asmaul Husna. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNRIKA Batam Korespondensi: ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

*

MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SAINS FISIKA SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL EXAMPLES NON EXAMPLES DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 TAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. menemukan dan menjelaskan konsep-konsep, prinsip-prinsip dalam biologi.

Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika Vol. 1 No. 1, hal , September 2015

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP ANTARA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN SETTING

PENGARUH METODE SOCRATIC CIRCLES DISERTAI MEDIA GAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS. (Artikel) Oleh NURMALA

Nego Linuhung Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Abstract

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS X DAN XI PADA PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODA PRAKTIKUM ABSTRAK

Melina Oktaviani 1, Dwiyono Hari Utomo 2, J. P. Buranda 3, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang

ABSTRACT. Keywords: Group Counseling Services, Learning Mathematics Motivation

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI MODEL ALBERTA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

PENGARUH PENDEKATAN OPEN-ENDED TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK

(Artikel) Oleh KHOIRUNNISA

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS FISIKA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 7 MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Mahasiswa Prodi Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2

Febriani, RRP. Megahati S, Novi Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatra Barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. peningkatan hasil belajar matematika dan ketrampilan berpikir kritis siswa di MI

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam pendidikan di sekolah,

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI REAKSI REDOKS

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN AJAR BROSUR TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI OLEH SISWA. (Artikel) Oleh: Ely Fitri Astuti

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

PENERAPAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA MATERI KELAINAN DAN PENYAKIT REPRODUKSI MANUSIA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PROBLEM SOLVING LABORATORY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 2 TANGGUL ARTIKEL

KEEFEKTIFAN STRATEGI TIMBAL BALIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA TEKS CERPEN PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

KOMPARASI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PICTURE AND PICTURE

MODEL PEMBELAJARAN FREE INQUIRY (INKUIRI BEBAS) DALAM PEMBELAJARAN MULTIREPRESENTASI FISIKA DI MAN 2 JEMBER

Transkripsi:

EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar p-issn 2085-1243 Vol. 8. No.1 Januari 2016 Hal 55-65 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA KONSEP RESPIRASI Soleh Hadiryanto, Dina Thaib 1 Universitas Terbuka Abstract: This study is based on students critical thinking low ability in solving contextual problems which are faced by students. Problems-based learning is one of alternative learning model to improve students critical thinking. The aim of the study is to analyze problems-based learning efect toward improvement of students critical thinking. The method that used is experiment. In this study, experiment class use problems-based learning and control class use conventional learning. Instruments that used critical thinking test. Wilcoxon test result shows that there is difference on improvement of critical thinking ability significantly (α 0,05) between class that use problems-based learning with class that use conventional instruction; there is also difference on improvement of students critical thinking significantly between students with high ability and students with low ability; and there is significant interaction between learning model with students ability toward students critical thinking. Keywords: Critical Thinking Skills, Problem-based Learning Abstrak: Penelitian ini didasarkan pada kemampuan siswa rendah berpikir kritis dalam memecahkan masalah kontekstual which yang dihadapi oleh siswa. Masalah pembelajaran berbasis adalah salah satu model pembelajaran alternatif untuk meningkatkan siswa berpikir kritis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis masalah pembelajaran berbasis berpengaruh terhadap peningkatan siswa berpikir kritis. Metode yang digunakan adalah eksperimen itu. Dalam studi ini, kelas eksperimen penggunaan masalah berbasis belajar dan menggunakan kelas kontrol pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan tes berpikir kritis. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa ada perbedaan pada peningkatan kemampuan berpikir kritis signifikan (α 0,05) antara kelas yang menggunakan masalah pembelajaran berbasis dengan kelas yang menggunakan instruksi konvensional; Juga ada perbedaan pada peningkatan siswa berpikir kritis Secara signifikan, antara siswa dengan kemampuan tinggi dan siswa dengan kemampuan rendah; dan ada interaksi yang signifikan antara siswa model pembelajaran dengan siswa menuju kemampuan berpikir kritis. Kata Kunci: Kemampuan Berpikir Kritis, Pembelajaran Berbasis Masalah PENDAHULUAN Pembelajaran adalah upaya menciptakan kondisi belajar sebaik mungkin supaya siswa mau belajar sehingga tercapainya tujuan pembelajaran (Sardiman, 2005). Melalui pembelajaran siswa akan memperoleh kemampuan baik pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Demikian juga dalam pembelajaran biologi diharapkan siswa memperoleh kemampuan-kemampuan tersebut. Salah satu kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa ialah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis ini sangat penting dimiliki para siswa dalam pelajaran biologi. Ini dikarenakan berpikir kritis itu adalah kemampuan menganalisis fakta, mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah (Chance,1986). Kemampuan- 1 Universitas Terbuka Soleh Hardiyanto: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP 55

kemmpuan tersebut sangat diperlu- kan dalam mempelajari materi biologi yang berkaitan dengan makhluk hidup dan lingkungannya. Untuk membekali kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilakukan antara lain melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dalam proses pembelajaran. Sebagaimana kita ketahui objek biologi adalah meliputi seluruh makhluk hidup, termasuk manusia. Dengan demikian, permasalahan dalam biologi senantiasa berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi, siswa perlu dilatih untuk dapat memecahkan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dalam memecahkan masalah tentang kehidupan sehari-hari para siswa perlu menggunakan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan ini perlu dilatih dan dibiasakan oleh para siswa. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit siswa yang tidak mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sering kali siswa tidak dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi. Hal ini terjadi sebagai dampak negatif dari serentetan kegiatan pembelajaran yang tidak mengkondisikan siswa untuk berlatih dan membiasakan diri menghadapi berbagai permasalahan yang harus dipecahkan. Kiranya inilah yang menunjukkan lemahnya proses pembelajaran di sekolah. Kalau kita perhatikan dalam pembelajaran, siswa tidak terbiasa melibatkan diri untuk memecahkan masalah-masalah kontekstual yang ada. Akibatnya kemampuan berpikir kritis menjadi beku, bahkan menjadi susah untuk dikembangkannya. Ini dikarenakan proses pembelajaran kurang mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Dalam hal ini Sudarman (2007) mengatakan bahwa pembelajaran di sekolah kurang diarahkan untuk mengembangkan dan membangun karakter serta potensi yang dimiliki siswa, termasuk didalamnya kurang bahkan tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Proses pembelajaran masih bersifat konvensional, kurang diarahkan untuk membentuk manusia cerdas yang memiliki kemampuan memecahkan masalah-masalah kehidupan. Liliasari (1996:23) mengatakan bahwa lemahnya proses pembelajaran karena kurang mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir. Mata pelajaran sains belum dapat mengembangkan keterampilan siswa untuk berpikir kritis dan sistematis. Model pembelajaran yang digunakan belum dapat membantu siswa mempero- leh pemahaman konsep dengan baik dan jarang mendorong siswa menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh siswa untuk menghadapi berbagai tantangan, mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi, mengambil keputusan yang tepat sehingga dapat menolong dirinya dan orang lain dalam menghadapi tantangan kehidupan di era globalisasi ini. Namun demikian kemampuan berpikir kritis itu tidak begitu saja dapat dimiliki dan ditingkatkan dengan mudah oleh para siswa. Untuk memiliki dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, siswa perlu diberikan latihan-latihan dan pembiasaan dengan dihadapkan kepada masalah masalah nyata yang harus dipecahkan. Dengan sering dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan, siswa dapat terangsang untuk berpikir sehingga kemampuan berpikir kritis siswa meningkat. Menurut Enis (1985:54) kemampuan berpikir kritis meliputi lima kelompok indikator berpikir kritis. Pertama, memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification). Kedua, membangun keterampilan dasar (basic support). Ketiga, membuat 56 EduHumaniora: Vol. 8 No. 1, Januari 2016

inferensi (infering). Keempat, membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification). Kelima, mengatur strategi dan taktik (strategi and tactics). Salah satu alternatif model pembelajaran yang sangat memungkinkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yaitu pembelajaran berbasis masalah. Levin (2001:1) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan metode pengajaran yang mendorong siswa untuk menggunakan kemampuan bepikir kritis memecahkan masalah dan penguasaan konsep pada masalah dan isu nyata. Menurut Lee dan Sonmez (2003:7) pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menantang para siswa untuk mencari solusi-solusi dari permasalahan-permasalahan dunia nyata secara individu atau kelompok, untuk mengembangkan keterampilanketerampilan menjadi pebelajar mandiri dan menekankan penggunaan keterampilan-keterampilan berpikir analitis dan kritis. Dengan demikian guru hendaknya dapat menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk dapat merangsang siswa menggunakan kemampuan berpikir kritisnya. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode eksperimen. Kelompok Tabel 1. Desain Penelitian Pengukuran Perlakuan (Pretes) Dalam penelitian ini ada dua kelompok sebagai subjek penelitian, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus dengan pembelajaran berbasis masalah, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan khusus, hanya diberi perlakuan seperti biasanya yaitu pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan di SMP. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas yaitu model pembelajaran berbasis masalah dan variabel terikatnya yaitu kemampuan berpikir kritis siswa. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk desain kelompok acak pretes dan postes dengan kelompok kontrol (A Randomized Pretest- Postest Control Group Design). Dengan desain ini pertama dipilih secara acak kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kemudian dilakukan pretes terhadap kedua kelompok, setelah itu kedua kelompok diberi perlakuan yang berbeda, dan diakhiri dengan pemberian postes terhadap kedua kelompok. Untuk pretes dan postes digunakan perangkat soal tes yang sama. Secara sederhana desain penelitian itu dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini: Pengukuran (Postes) Eksperimen O X 1 O Kontrol O X 2 O Pemilihan dua kelas untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak kelas, Ruseffendi (2001:45) Keterangan : O = Pretes dan postes dengan soal sama X1 = Pembelajaran Berbasis Masalah X2 = Pembelajaran Konvensional karena kedua kelompok memiliki kemampuan yang relatif sama atau homogen dan tidak ada kelas unggulan. Pembelajaran konvensional dilakukan di Soleh Hardiyanto: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP 57

kelas kontrol, dijadikan sebagai pembanding terhadap pembelajaran berbasis masalah yang dilakukan di kelas eksperimen, sehingga diketahui ada tidaknya perbedaan hasil dari kedua macam perlakuan pembelajaran itu. Perbedaan skor antara pretes dan postes (gain) diasumsikan sebagai efek dari perlakuan. Data tentang penguasaan dengan salah satu karakteristik penelitian eksperimen yang dikemukakan oleh Ruseffendi (2001: 39), yaitu bahwa kesetaraan subjek dalam kelompokkelompok yang berbeda perlu ada, agar bila ada hasil berbeda yang diperoleh kelompok, itu bukan disebabkan karena tidak setaranya kelompok-kelompok itu, tetapi karena adanya perlakuan. 7 6 5 6,33 5,27 Rata-rata 4 3 2 1 Kls. Eksperimen Kls. Kontrol 0 SKOR RATA-RATA PRETES BERPIKIR KRITIS Gambar 1. Rata-rata Pretes Berpikir Kritis Pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol konsep dan berpikir kritis siswa diperoleh pada saat sebelum dan sesudah pembelajaran. Dalam pelaksanaan penelitian, sebelum pembelajaran dimulai kedua kelompok diberikan tes awal (pretes), dan setelah pembelajaran berakhir kedua kelompok di berikan tes akhir (postes). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan berpikir iritis. Sedangkan untuk menguji hipotesis penelitian digunakan analisis dengan uji Wilcoxon. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari gambar 1. diperlihatkan bahwa rata-rata pretes berpikir kritis pada kelompok eksperimen dan kontrol relatif sama, rata-rata pretes kelompok eksperimen yaitu 6,33 dan rata-rata pretes kelompok kontrol yaitu 5,27. Ini berarti bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki kemampuan awal yang relatif sama. Hal ini sesuai Pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa sangat penting untuk diketahui oleh guru, hal ini dimaksudkan agar situasi atau masalah yang disajikan kepada siswa dalam pembelajaran berbasis masalah harus berpadanan (matching) dengan pengetahuan sebelumnya. Guru dapat menjadikan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa ini sebagai pijakan dalam menyajikan materi pelajaran. Selanjutnya guru bertindak sebagai tangga (scaffolding) atau fasilitator yang dapat membantu siswa untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Hal itu sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ibrahim dan Nur (2000:11) bahwa peran guru pada pembelajaran berbasis masalah kadang melibatkan presentasi dan penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun yang lazim adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga 58 EduHumaniora: Vol. 8 No. 1, Januari 2016

siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah oleh mereka sendiri. Setelah diberikan perlakuan yang berbeda kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana kelompok eksperimen diberikan pembelajaran berbasis masalah dan kelompok kontrol diberikan pembelajaran konvensional, kemudian diberikan postes. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis perbedaan ratarata skor postes ( tes akhir) antara kelompok yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah yang diberi perlakuan dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh skor postes yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol yang diberi perlakuan dengan pembelajaran konvensional. Kedua kelompok memang mengalami kenaikan skor postes dari skor pretes, tetapi kenaikan skor postes pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah pada sistem respirasi dapat meningkatkan berpikir kritis siswa. 15,5 15 15,03 Rata-rata 14,5 14 13,5 13 13,58 Kls. Eksperimen Kls. Kontrol 12,5 SKOR RATA-RATA POSTES BERPIKIR KRITIS Gambar 2 Rata-rata Postes Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis Pada Kelompok (kelompok eksperimen) dan kelompok yang memperoleh pembelajaran konvensional (kelompok kontrol), hasil postes pada kedua kelompok untuk aspek berpikir kritis terdapat perbedaan yang berarti pada taraf kepercayaan 95% ( = 0,05). Dengan kata lain terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata skor postes kemampuan penguasaan konsep dan berpikir kritis antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pada gambar 2 diperlihatkan bahwa rata-rata postes berpikir kritis pada kelompok eksperimen dan kontrol tidak sama, rata-rata postes kelompok eksperimen yaitu 15,03 dan rata-rata postes kelompok kontrol yaitu 13,58. Ini berarti bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki kemampuan yang berbeda. Kelompok eksperimen Setelah dilakukan uji beda rata-rata pretes-postes pada kelompok eksperimen dan kontrol, diperoleh hasil perbedaan yang signifikan skor pretes postes pada kedua kelompok tersebut. Uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata uji Wilcoxon. Setelah postes diberikan kepada kedua kelompok, kemudian skor postes dibandingkan dengan skor pretes. Gambar 3 berikut ini memperlihatkan perbedaan skor pretes Soleh Hardiyanto: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP 59

PERBANDINGAN SKOR PRETES-POSTES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS Rata-rata 16 14 12 10 8 6 4 2 0 15,03 13,58 6,33 5,27 Pretes Postes Pretes Postes Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Gambar 3. Perbandingan Skor Pretes dan Postes dan postes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dari gambar 3. terlihat adanya peningkatan berpikir kritis baik pada kelompok eksperimen maupun kontrol. Pada kelompok eksperimen, rata-rata skor pretes berpikir kritis adalah 6,33 dan ratarata skor postes berpikir kritis adalah 15,03. Dari data skor Ini berarti adanya kenaikan skor berpikir kritis pada kelompok eksperimen. Sedangkan pada kelas kontrol rata-rata skor pretes berpikir kritis adalah 5,27 dan rata-rata skor postes berpikir kritis adalah 13,58. Ini berarti adanya kenaikan skor berpikir kritis pada kelompok kontrol. Dengan demikian baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol terjadi peningkatan rata-rata skor berpikir kritis, tetapi peningkatan pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol. Dari hasil uji beda rata-rata pretes postes aspek berpikir kritis antara kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh nilai signifikansi aspek berpikir kritis pada kelompok eksperimen dan kontrol < (0.05), maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan skor prestes-postes kemampuan berpikir kritis antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Kedua kelompok mengalami peningkatan kemampuan berpikir kritis, namun peningkatan pada kelompok eksperimen lebih tinggi. Peningkatan ini terjadi setelah kedua kelompok diberi perlakuan yang berbeda, kelompok eksperimen diberikan pembelajaran berbasis masalah sedangkan kelompok kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Memperhatikan data skor pretes dan postes tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh yang lebih baik dibanding dengan pembelajaran konvensional. Dengan kata lain pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan befrpikir kritis maka dapat dilakukan dengan menghitung skor N- gain dari skor pretes dan skor postes. Berdasarkan analisis data hasil penelitian, pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada sistem respirasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil rata-rata pretest, postes dan N-gain. Untuk lebih jelasnya berikut ini ditampilkan data Skor N-Gain 60 EduHumaniora: Vol. 8 No. 1, Januari 2016

SKOR N-GAIN BERPIKIR KRITIS 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 15,03 13,58 8,7 8,31 5,27 6,33 0,652 0,765 Pretes Postes Gain N-Gain Pretes Postes Gain N-Gain Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Gambar 4. Skor N-gain Berpikir Kritis kemampuan berpikir kritis seperti tersaji pada gambar 4. berikut ini. Dari gambar 4. terlihat pada kelompok eksperimen rata-rata N-gain 0,765 termasuk pada kategori tinggi. Sedangkan pada kelompok kontrol, ratarata N-gain 0,652 termasuk pada kategori sedang. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan berpikir kritis siswa baik pada kelompok eksperimen maupun kontrol, tetapi peningkatan berpikir kritis pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan pada kelompok kontrol. Peningkatan ini terjadi karena dalam pembelajaran berbasis masalah, siswa dihadapkan kepada suatu permasalahan yang harus dipecahkannya. Dengan adanya suatu permasalahan siswa dituntut untuk mencari penyelesaian masalah tersebut. Untuk menyelesaikan masalah siswa melakukan kegiatankegiatan mengidentifikasi masalah, mengeksplorasi permasalahan, dan melakukan penyelidikan ilmiah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa tersebut menuntut siswa untuk berpikir, melihat masalah secara multi dimensi yang semuanya ini dapat melatih kemampuan berpikir siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Liliasari (2000: 23) menyatakan bahwa pemecahan masalah menggunakan dasar proses berpikir untuk memecahkan kesulitan yang diketahui atau didefinisikan, mengumpulkan fakta tentang kesulitan tersebut dan menentukan informasi tambahan. Selanjutnya Chin & Chia (2005:64) menyatakan bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah (PBL), masalah yang tak terstruktur dalam pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan proses kognitif siswa yang disertai dengan penalaran yang baik. Untuk memecahkan suatu permasalahan siswa harus mempunyai kemampuan seperti problem solving, berpikir, kerja kelompok, komunikasi, dan kemampuan dalam memperoleh informasi, mengolah informasi dan bertukar informasi.. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui implementasi pembelajaran berbasis masalah. Karena pembelajaran berbasis masalah menekankan pada pemecahan masalah yang komplek dalam konteks yang banyak dan mengembangkan kemampuan barpikir tingkat tinggi. Lee & Sonmez (2003:7) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menantang para siswa untuk mencari solusi-solusi dari permasalahan permasalahan dunia nyata secara individu atau kelompok, untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan menjadi pembelajar mandiri dan menekankan Soleh Hardiyanto: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP 61

pengunaan keterampilan-keterampilan berpikir analitis dan kritis. Untuk melihat perbedaan peningkatan berpikir kritis antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol yaitu dengan membandingkan antara N-gain berpikir kritis pada kelompok eksperimen dengan N-gain berpikir kritis pada kelompok kontrol, seperti terlihat pada gambar 5 berikut ini. pembelajaran berbasis masalah guru bertindak sebagai fasilitator, siswalah yang aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya melalui permasalahan yang harus dipecahkannya sehingga siswa didorong untuk berpikir agar dapat memecahkan masalahnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Santrock (Desmita, 2006:162) yang mengemukakan untuk mampu berpikir secara kritis siswa harus mengambil peran aktif dalam proses PERBEDAAN N-GAIN BERPIKIR KRITIS RATA-RATA 0,780 0,760 0,740 0,720 0,700 0,680 0,660 0,640 0,620 0,600 0,580 0,652 N-Gain 0,765 N-Gain K. Kontrol K. Eksperimen Gambar 5. N-gain Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Pada gambar 5. terlihat, pada kelompok eksperimen rata-rata N-gain berpikir kritis 0,765 termasuk pada kategori tinggi. Sedangkan pada kelompok kontrol, rata-rata N-gain berpikir kritis 0,652 termasuk pada kategori sedang. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan N- gain berpikir kritis antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. N- gain berpikir kritis kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding dengan N-gain berpikir kritis kelompok kontrol. Ini artinya terdapat perbedaan peningkatan berpikir kritis siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Peningkatan berpikir kritis pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding dengan peningkatan berpikir kritis pada kelompok kontrol. Peningkatan berpikir kritis dapat terjadi karena dalam implementasi belajar. Berbeda dengan yang diimplementasikan dalam pembelajaran konvensional, dimana siswa pasif karena pembelajaran konvensional berpusat pada guru (teacher centered). Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa harus membuat atau memunculkan pertanyaan pertanyaan tentang apa yang dibutuhkan untuk diketahui dan apa yang dilakukan untuk mengetahui apa yang belum diketahui. Membuat pertanyaan pertanyaan dan memutuskan apa yang akan dilakukan untuk menjawab pertanyaan apa yang perlu diketahui merupakan kemampuan berpikir kritis yang terdapat dalam implementasi pembelajaran berbasis masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Jones (Lee & Sonmez, 2003:24) yang menekankan bahwa memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang tepat adalah aspek yang paling kritis dari PBL. 62 EduHumaniora: Vol. 8 No. 1, Januari 2016

Dalam pembelajaran berbasis masalah dimungkinkan siswa memecahkan suatu masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, siswa terlibat dalam perilaku berpikir yang memungkinkan siswa mempunyai kemampuan baru. Kemampuan ini dapat mereka terapkan pada masalah-masalah lain yang mempunyai ciri formal sama. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Winkel,W.S (2007: 523) yang menyatakan bahwa apabila anak didik mampu mengembangkan konsep, kaidah, prinsip dan cara-cara untuk memecahkan masalah, anak didik tersebut mempunyai bekal yang dapat ditransfer ke bidang lain, di mana konsep kaidah, prinsip dan caracara pemecahan masalah mula-mula diperoleh. Berdasarkan hasil analisis data tentang tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah menunjukkan tanggapan yang positif. Persepsi siwa tentang pembelajaran berbasis masalah adalah rata-rata siswa (3,05) berpendapat bahwa model pembelajaran yang diterapkan oleh guru merupakan model pembelajaran yang baru dialaminya. Siswa menyatakan merasa termotivasi dalam pembelajaran. Hal ini dimung- kinkan karena siswa dihadapkan kepada masalah yang menantang mereka untuk memecahkanya. Masalah yang diberikan adalah masalah nyata yang ada dalam kehidupan siswa sehingga siswa termotivasi untuk memecahkannya. Masalah yang harus dipecahkan siswa adalah masalah yang kompleks dan nyata dalam kehidupan, semuanya ini digunakan untuk memotivasi siswa agar siswa mengidentifikasi dan mencari konsep dan prinsip dalam membahas masalah yang telah diberikan. Motivasi siswa dalam pembelajaran berbasis masalah ini dapat dilihat dari aktivitas siswa selama pembelajaran dan karya yang dihasilkan siswa. Setiap kelompok berusaha untuk menanpilkan karya sebaik mungkin. Siswa juga menyatakan kesukaannya dan berminat dalam pembelajaran berbasis masalah. Hal ini dimungkinkan karena pembelajaran berbasis masalah mengubah peran siswa dari pebelajar yang pasif menjadi pebelajar yang aktif. Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menyelesaikan masalahnya. Guru bukan lagi satu-satunya orang sebagai pemberi informasi tetapi siswalah yang aktif membangun pengetahuannya melalui masalah yang dipecahkannya. Melalui pembelajaran berbasis masalah ini siswa mengidentifikasi, mengeksplorasi permasalahannya, melakukan penyelidikan ilmiah dan menampilkan hasil penemuannya kepada orang lain. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa ini akan menumbuhkan minat dan kesukaan siswa terhadap pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget (Oakley, 2004:31) yang mengemukakan bahwa anak-anak tidak hanya menyerap pengetahuan saja, tetapi mereka belajar dengan aktif terlibat dalam proses. Selanjutnya Piaget (Oakley, 2004:31) mengemukakan bahwa pembelajaran yang baik memerlukan keikutsertaan, keterlibatan aktif akan membawa kepada pemahaman dan minat yang lebih besar. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP pada sistem respirasi.. Peningkatan berpikir kritis pada kelompok yang belajar dengan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan kelompok yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada sistem respirasi baik pada kelompok eksperimen yang diberikan pembelajaran berbasis masalah maupun pada kelompok Soleh Hardiyanto: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP 63

kontrol yang diberikan pembelajaran konvensional. Namun peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol. Melalui uji beda rata-rata dengan uji Wilcoxon diperoleh nilai signifikansi 0,000 pada taraf nyata (0.05), antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat perbedaan peningkatan berpikir kritis siswa secara signifikan. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan kelompok yang mengikuti pembelajaran konvensional. Tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran berbasis masalah ialah bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang baru dialami. Di samping itu siswa menyatakan termotivasi, senang dan menjadi lebih berminat dalam belajar. SARAN Merujuk dari kesimpulan dan uraian sebelumnya, penulis mengajukan saransaran sebagai berikut: 1. Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran Sains di lapangan. Tetapi sebaiknya pembelajaran berbasis masalah diberikan pada topik-topik yang sesuai, mengingat tidak semua topik pada Sains dapat efektif disampaikan dengan model pembelajaran tersebut. 2. Dalam pengimplementasian pembelajaran berbasis masalah di lapangan guru memerlukan persiapan yang matang terutama dalam mempersiapkan bahan ajar dan LKS. Selain itu dibutuhkan keaktifan dan kreativitas guru dalam memotivasi siswa agar berani mengemukakan masalah atau bertanya sehingga pembelajaran dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini bukanlah pekerjaan mudah, mengingat siswa kelas VIII SMP masih terlihat canggung dalam mengemukakan masalah ataupun bertanya. 3. Mengingat kelemahan siswa dalam mengajukan masalah, guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengungkapkan masalah-masalah yang ada di sekitar siswa dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa menjadi lebih berani mengemukakan masalah dan lebih percaya diri. Untuk itu guru hendaknya perlu mengawali penyajian masalah atau kegiatan dengan bahasa yang mudah dipahami siswa baru kemudian menggunakan bahasa yang umumnya digunakan. 4. Dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis masalah, guru harus mempersiapkan sarana belajar seperti buku teks, bahan ajar dan LKS seoptimal mungkin sehingga kebutuhan siswa akan informasi tercukupi. 5. Untuk materi respirasi, siswa sebaiknya diajak langsung ke lingkungan yang sebenarnya agar siswa dapat langsung mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di lingkungan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Chin & Chia, (2004 a). Implementing Project Work in Biology through Problem-based Learning. Journal of Biological Education.38(2),69-75. Tersedia [Online] : http://www. Iob.org/downloads/277.pdf. [ 14-02- 2007] 64 EduHumaniora: Vol. 8 No. 1, Januari 2016

Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Enis, Robert H. (1985). Goal for a critical Thinking Curriculum. Dalam A.L Costa ed. Developing Mind : A Resource Book for Teaching Thinking Alexandria : ASCD 43-45. Ibrahim, M. (2004). Kumpulan Makalah Pengenalan Strategi Pembelajaran Biologi Di perguruan Tinggi. Pekanbaru : Universitas Riau Levin.B. (2001). Energizing Teacher Education And Professional Development With Problem Based Learning. Alexandria. ASCD. Liliasari. (1996). Beberapa Pola Berpikir Dalam Pembentukan Pengetahuan Kimia Oleh Siswa SMA. Disertasi Pasca Sarjana IKIP Bandung. Tidak diterbitkan. Oakley, L. (2004). Cognitive Development. New York: Routledge Ruseffendi, (2001). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press Sonmez and Lee, H. (2003). Problem- Based Learning in Science. Tersedia [On line] http: www.ericse.org. [01 Mei 2007]. Sardiman. (2007) Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Sudarman. (2007). Problem Based Learning : Suatu Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah. Jurnal Pendidikan Inovatif Vol 2. No YSN-KPS. Balikpapan. Winkel, W. S. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Grasindo. Soleh Hardiyanto: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP 65