ISBN : 978-979-15549-8-5
PROSIDING SEMINAR TAHUNAN HASIL-HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSLITBANG BMKG TAHUN 2012 JAKARTA, 15 MEI 2013 PENGARAH: Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng KETUA DEWAN REDAKSI: Dr. Masturyono, M.Sc DEWAN REDAKSI: Dr. Ir. Dodo Gunawan, DEA Drs. Suratno. M.Si Ir. Fachrizal, M.Sc REDAKSI PELAKSANA: Roni Kurniawan, S.T, M.Si Muhammad Najib Habibie, S.Kel Drajat Ngadmanto, S.Si Utoyo Ajie Linarka, S.T PANITIA PENYELENGGARA: Ketua: M.S. Yulianti, S.Si, Wakil Ketua: Roni Kurniawan, S.T, M.Si., Sekretaris & Bendahara: Dyah Lukita Sari, M.T, Seksi Persidangan: Welly Fitria, S.Si, Ratna Satyaningsih, M.Si, Angga Setiyo Prayogo, M.Si, Seksi Dokumentasi: Ozwald Rozar Putratama, Boko Nurdiyanto, S.Si, Yuaning Fajariana, S.Kom, Wido Hanggoro, S,Si, Seksi Konsumsi: Titah Sri Rudati, S.E
INTERPRETASI KUANTITATIF STRUKTUR SESAR CIMANDIRI DENGAN METODE GRAVITASI QUANTITATIVE INTERPRETATION OF CIMANDIRI FAULT STRUCTURE USING GRAVITY METHODE Wiko Setyonegoro, Jimmi Nugraha, Sulastri, Agustya Adi Martha, Suliyanti Pakpahan, Mahmud Yusuf Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG Jl. Angkasa I/No.2 Kemayoran, Jakarta 10720 INDONESIA Email: wikosetyonegoro@yahoo.com ABSTRAK Berdasarkan data historis gempabumi di daerah Jawa Barat, sesar Cimandiri merupakan daerah seismik aktif yang telah menimbulkan beberapa kejadian gempabumi. Puslitbang BMKG melakukan penelitian sesar Cimandiri dengan menggunakan metode gravitasi. Pada pengukuran ini tim survey telah melakukan pengukuran microgravity menggunakan alat ukur gravimeter CG-5 sebanyak 25 titik yang tersebar di sekitar Sukabumi dan Bandung. Pada peta residual SVD (Second Vertical Derifative) untuk mengetahui pola sesar dengan jelas juga diperoleh informasi bahwa telah terjadi gempabumi pada daerah dengan nilai SVD positif (0 s/d 35), SVD pada daerah penelitian dapat dijadikan sebagai acuan untuk pemetaan daerah sesar yang rawan bencana gempabumi. Berdasarkan hasil interpretasi SVD, terjadi pemisahan antara sesar Cimandiri dan sesar Lembang di daerah Cipatat. Interpretasi kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan pemodelan inversi 3D anomali residual pada topografi Hasil inversi 3D berupa model distribusi densitas bawah permukaan yang menunjukkan identifikasi sesar pada kedalaman sekira 7000 m mengalami pola cekungan dengan distribusi densitas (ρ) = 0.0533-1.51 gr/cm 3. Kata Kunci : gravitasi, Cimandiri, sesar, SVD ABSTRACT Based on historical data of earthquakes in the area of West Java, fault Cimandiri an active seismic area that has caused several earthquake occurrence. BMKG Research Center conducts research fault Cimandiri using the gravity method. At this measurement survey team has conducted microgravity measurements using a CG-5 gravimeter measuring as much as 25 points spread around Sukabumi and Bandung. SVD on the residual map (Second Vertical Derifative) to find fault with a clearly pattern was also obtained information that the earthquake occurred in an area with the SVD positive values (0 s / d 35), SVD in the study area can be used as a reference for the mapping of faultvulnerable areas of disaster earthquake. Based on the results of SVD interpretation, known that fault Cimandiri and fault lembang was separated on Cipatat area. Quantitative interpretation in this study using a 3D inversion modeling of anomalies residual topography results in a 3D inversion model of the subsurface density distribution. Rates distribution density 3D subsurface models is indicated fault which depth 7000 m has basin form pattern which density distribution (ρ)= 0.0533 up to 1.51 gr/cm 3. Keywords: gravity, Cimandiri, fault, SVD PENDAHULUAN Sesar Cimandiri adalah sesar yang memanjang dari timur laut barat daya ini belum sepenuhnya diketahui karakternya seperti halnya sesar Sumatera. Data regional geologi menunjukkan bahwa sesar Cimandiri berarah barat daya. Ke arah timur laut melalui Rajamandala berhubungan dengan Sesar Lembang yang mempunyai (slip rate 2 mm/tahun (Haresh & Boen,1996). Sesar Cimandiri lebih mengarah sebagai sesar normal dengan komponen sesar geser (Kertapati & Koesoemadinata, 1983). 141
Sesar berarah timur laut barat daya ini sebagai penyebab terhadap beberapa gempabumi merusak di sepanjang lembah Cimandiri dan sekitarnya, seperti gempabumi Gunung Gede 5 Januari 1699, Oktober 1997 dan 12 Juli 2000, gempabumi Sukabumi 28 November 1879 dan 14 Januari 1900, gempabumi Cianjur 15 Februari 1844 dan Rajamandala 15 Des 1910 (Wichmann,1918). Terakhir kali sesar ini aktif kembali dan menimbulkan gempabumi Sukabumi 12 Juli 2000 serta menimbulkan kerusakan yang cukup parah di beberapa lokasi di kabupaten Sukabumi antara lain di kecamatan Sukaraja (Engkon Kertapati, 2006). Pada Gambar 1 tampak sesar Cimandiri membentang dengan arah barat daya timur laut. Penelitian sesar Cimandiri telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari dalam dan luar negeri. Sesar Cimandiri pertama kali diperkenalkan oleh Van Bemmelen (1949) yang mengatakan bahwa dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat ada tiga struktur sesar yang memiliki peranan penting yaitu sesar Cimandiri, Baribis dan Lembang yang dihipotesa sebagai sesar yang masih aktif hingga sekarang. Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua umurnya berupa kapur yang membentang mulai dari teluk Pelabuhan Ratu menerus ke Timur melalui lembah Cimadiri, Cipatat - Rajamandala, Gunung Tangkuban Perahu, dan diduga menerus ke Timur Laut menuju Subang (Ibrahim, dkk. 2010). Secara keseluruhan jalur sesar ini berarah timur laut barat daya dengan jenis sesar mendatar hingga miring dan dikelompokan sebagai pola Meratus (Martodjojo, S. dan Djuhaeni, 1996) [1,2,3,4]. Pada akhir tahun 2006, Kelompok Keahlian (KK) Geodesi ITB bekerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup mulai meneliti kembali aktivitas sesar Cimandiri dengan memanfaatkan Teknologi GPS. Teknologi GPS dapat melihat karakteristik dinamika geometrik di sekitar sesar, kemudian selanjutnya dapat dijadikan parameter dalam penentuan model aktivitas sesar. Prinsip penentuan aktivitas sesar dengan menggunakan metode survei GPS adalah dengan cara menempatkan beberapa titik di beberapa lokasi yang dipilih, yang secara periodik diukur koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS (Gambar 1) [5]. Mengingat banyaknya gempabumi yang terjadi disekitar sesar Cimandiri tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan metode gayaberat untuk mengetahui karakteristik anomali gayaberat yang nampak akibat struktur di daerah Sesar Cimandiri - Jawa Barat. Teknik SVD (second vertical derivative) dapat digunakan untuk membantu interpretasi jenis struktur terhadap data anomali Bouguer yang diakibatkan oleh adanya struktur sesar turun atau sesar naik Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik repson anomali gayaberat struktur sesar Cimandiri, pemodelan matematik akibat proses sesar dan untuk mengetahui karakter kontras densitas pada sesar Cimandiri yang membentang dari Pelabuhan Ratu sampai Bandung dengan menggunakan metode inversi gravitasi 3D. Sesar Cimandiri Gambar 1. Peta Insar dan keberadaan sesar Cimandiri. METODA PENELITIAN Pengambilan data gaya berat dilakukan pada jaringan titik pemantauan GPS yang tersebar di sepanjang sesar Cimandiri dari Pelabuhan Ratu sampai ke Lembang ditunjukan oleh Gambar 3. Sebagai titik kontrol dari pengukuran digunakan titik Bakosurtanal Pusat, Pelabuhan Ratu dan DG-0 Bandung. Adapun distribusi titik pemantauan GPS yang sudah ada dan akan digunakan sebagai titik pemantauan gravitasi, seperti ditunjukkan pada gambar 2. Disamping titik-titik diatas dilakukan juga penambahan titik-titik diantara titik GPS yang sudah ada sekarang sehingga akan diperoleh 142
data yang relatif terdistribusi dengan baik (Gambar 2). Gambar 2. Distribusi titik pengukuran gravitasi gayaberat daerah penelitian Pada penelitian peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Gravimeter scintrex autograv CG-5 dan pengukuran gardient vertical. Peralatan ini digunakan untuk pengukuran medan gaya berat di tiap-tiap titik pantau gaya berat yang ada di daerah penelitian. Alat ini mempunyai ketelitian 1 microgal atau 10-8 m/s -2. Pengukuran gradientt vertical mengunakan Tripod dengan ketinggian tertentu. 2. GPS Garmin 60 CSX, Peralatan ini ini digunakan untuk mencari titik-titik yang akan diukur nilai gravimeter. Adapun alur pengolahan data gravitasi yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah sebagai berikut : 1. Data gravitasi dari alat CG-5 telah terkoreksi tide secara otomatis, namun masih perlu dilakukan koreksi drift untuk menghilangkan efek apungan karena sistem pegas pada alat. 2. Kemudian dilakukan koreksi Free Air Anomaly dengan faktor ketinggian, yang diperoleh dari alat GPS. 3. Anomali Bouguer dilakukan dengan memasukan nilai densitas rata-rata 2.65 gr/cc 4. Untuk pemisahan anomali regional dan residual dilakukan dengan metode second vertical derivative (SVD) dengan menggunakan operator Elkins (1951) [9]. 5. Pemodelan dan inversi 3D anomali Bouguer untuk memperoleh struktur bawah permukaan. Gradient Vertical Microgravity Teknik gradient microgravity dikembangkan dari besaran gradient diferensial, dimana gradient ditentukan dari suatu interval ketinggian alat pada data gaya berat di lapangan. Gambar 3 mengilustrasikan konsep finite-difference untuk menentukan gradient - microgravity. Skema struktur untuk pengukuran gradient - microgravityvertical dibuat dari dua buah kotak dengan ketinggian kotak masing-masing 1 meter, sehingga variasi finite-difference atau interval besaran dari gardient vertical dapat ditentukan. Untuk pengukuran gaya berat dengan tiga beda tinggi yaitu h (i-1), h (i), dan h (i+1), maka turunan tegak pertama pengukuran dapat dihitung dengan persamaan berikut : (12) Gambar 4. Gardient vertical dari gravitasi normal Gradientt vertikal hasil pengukuran langsung ini berbeda dengan gradient vertikal microgravity yang diturunkan dari gravitasi normal dengan tidak memperhitungkan adanya massa di sekitar titik amat(gambar 3)[6]. Gradient vertical gaya berat yang dihitung dari persamaan gaya berat normal bumi dengan bentuk ellipsoid sering disebut dengan koreksi udara bebas, seperti pada persamaan dibawah ini: (13) Perubahan densitas yang ditimbulkan oleh rekahan relatif kecil sehingga diperlukan teknik aquisisi yang dapat mereduksi pengaruh-pengaruh lain. Salah satu teknik aquisisi dalam metode gaya berat adalah gradientvertical (Efendi dkk, 2011). Teknik aquisisi ini memiliki akurasi dan resolusi yang 143
tinggi dalam memetakan anomali-anomali dangkal. Teknik ini lebih sensitif dibandingkan gaya beratnya sendiri kususnya dalam menentukan batas-batas struktur-struktur geologi yang dangkal (Marson dan Klingele, 1993; Kadir. 1996). penampang hasil turunan pertama (first horizontal derivative atau FHD) dan turunan keduanya (second vertical derivative atau SVD). Respon gravitasi pada model sesar Metode second vertical derivative(svd) dapat digunakan untuk membantu interpretasi jenis struktur terhadap data anomali Bouguer yang diakibatkan oleh adanya struktur sesar turun atau sesar naik. Formula dasar diturunkan dari persamaan Laplace untuk anomali gaya berat di permukaan, yaitu : (14) Selanjutnya, untuk suatu penampang (1-D), anomali second vertical derivative (SVD) diberikan oleh : (15) Berdasarkan persamaan di atas, tampak bahwa untuk suatu penampang (1-D), anomali second vertical derivative dapat dihitung dari turunan satu kali terhadap data first horizontal derivative (FHD). Sedangkan kriteria untuk menentukan jenis struktur sesar adalah sebagai berikut : untuk sesar turun(16) untuk sesar naik (17) untuk sesar naik (18) Gambar 4. Respon first horizontal derivative (FHD) dan second vertical derivative (SVD) yang diturunkan dari anomaly Bouguer untuk model sesar dengan α = 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Sesar Cimadiri Untuk mengetahui lokasi sesar Cimandiri dengan menggunakan metode gravitasi, dilakukan pengukuran pada bulan Maret 2012. Dan data ketinggian dapat diunduh dari Extract X Y Z Grid Topography or Gravity secara online untuk data topografi dengan interval 1 (satu) menit grid kontur topografi daerah penelitian [9]. Topografi daerah penelitian berikisar antara 0 sampai dengan 2600 meter. Berdasarkan peta Topografi seperti ditunjukan pada gambar 5, dari kontur topografi daerah penelitian kita dapat memperkirakan lokasi sesar Cimandiri. Contoh perbandingan respon anomali SVD untuk berbagai model sesar dengan berbagai kemiringan bidang sesar 20 0 ditunjukan pada gambag 4 dibawah ini, model sintetik kurva penampang anomali Bouguer dari suatu bidang sesar dengan kemiringan tertentu beserta kurva 144
Anomali Bouguer Gambar 5. Peta topografi 3D area garis merah lokasi perkiraan sesar berdasarkan topografi. Lokasi sesar tepatnya berada di area lembah dari 2 (dua) struktur topografi yang relatif jauh lebih tinggi. Lokasi sesar Cimandiri dimulai dari Pelabuhanratu, Jampang tengah, Sukabumi, Padalarang sampai Lembang (Gambar 5). Setelah dilakukan pengolahan terhadap data gravitasi kemudian dilakukan interpretasi pada peta Anomali Bouguer daerah penelitian berkisar antara -40 sampai dengan 300 miligal. Anomali Bouguer relative lebih tinggi (180 s/d 300 miligal) berasosiasi dengan batuan berdensitas lebih tinggi, tepatnya berada di Barat Daya daerah penelitian. Anomali Bouguer relatif lebih rendah (-40 s/d 80 miligal) bersosiasi dengan batuan berdensitas lebih rendah, tepatnya berada di Timur Laut daerah penelitian. Anomali Bouguer (80 s/d 180 miligal) berada di antara anomali tinggi dan rendah (Gambar 6) (a) (b) Gambar 6. Peta Anomali Bouguer (a) Daerah Sukabumi dan sekitarnya (b) Lembang dan sekitarnya (b) (a) Gambar 7. (a) Anomali gradient vertical sesar Cimandiri dan (b) Gradient vertical sesar Lembang Berdasarkan gradient microgravity Pengukuran periode I kita dapat mengetahui area sesar pada daerah pelabuhan ratu berasosiasi dengan nilai gradien microgravity tinggi yang diapit dua area dengan nilai gradient microgravity rendah. Gambar 7a adalah anomali gradient vertical daerah sesar Cimandiri dan 7b daerah sesar Lembang. Second Vertical Derifative (SVD) dan Pemantauan 3D Gravitasi 145
Prosiding Seminar Tahunan Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang BMKG Tahun 2012 Untuk memetakan sesar Cimandiri secara detail di daerah penelitian dilakukan pemfilteran anomali Bouguer dengan menggunakan metode second vertical derivative (SVD) dengan menggunakan operator Elkins (1951). Anomali SVD dapat memperjelas daerah sesar pada daerah penelitian. Sesar Cimandiri dapat dicirikan dengan anomali tinggi (+) yang berhimpit dengan anomali rendah (-). Pada peta residual SVD juga diperoleh informasi bahwa gempa terjadi pada daerah dengan nilai svd positif (0 s/d 35), SVD pada daerah penelitian dapat dijadikan sebagai acuan untuk pemetaan daerah sesar yang rawan bencana gempabumi. Berdasarkan hasil SVD sesar cimandiri dan sesar lembang terpisah pada daerah Cipatat (Gambar 8). m Gambar 8. Peta anomali SVD 3D, Area pada bidang garis biru putus-putus merupakan lokasi perkiraan sesar berdasarkan topografi. Interpretasi kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan pemodelan inversi 3D anomali residual pada topografi. Penelitian ini menggunakan software Grav3D. Pemodelan 3D merupakan proses pembuatan model distribusi densitas bawah permukaan. Hasil inversi 3D berupa model distribusi densitas bawah permukaan. Harga distribusi densitas model 3D bawah permukaan yang menunjukkan identifikasi sesar pada kedalaman sekira 7000 m mengalami pola cekungan dengan distribusi densitas (ρ) = 0.0533-1.51 gr/cm 3. Harga densitas antara rendah-tinggi ditunjukkan dengan spektrum warna ungu - merah. Harga densitas dapat diketahui dengan melakukan penjumlahan antara angka kontras densitas dengan nilai densitas Bouguer (2.6 gr/cm 3 ) (Gambar 9). Gambar 9. Inversi 3D anomali residual dari harga densitas pada topografi untuk Model 3D. KESIMPULAN Diperoleh kesimpulan bahwa daerah dengan nilai svd positif (0 s/d 35) pada daerah penelitian dapat dijadikan sebagai acuan untuk pemetaan daerah sesar yang rawan bencana gempabumi. Berdasarkan hasil SVD sesar cimandiri dan sesar lembang terpisah pada daerah Cipatat. Interpretasi kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan pemodelan inversi 3D anomali residual pada topografi hasil inversi 3D berupa model distribusi densitas bawah permukaan yang menunjukkan identifikasi sesar pada kedalaman sekira 7000 m mengalami pola cekungan dengan distribusi densitas (ρ) = 0.0533-1.51 gr/cm 3. DAFTAR PUSTAKA Gr/cm 3 [1]. Shah, H.C. dan Boen, T,. (1996). Seismic Hazard Modelfor Indonesia. [2].Kertapati,E.K. and Koesoemadinata, R.M.S,. (1983). Aftershock studies of the February 10, 1982 Sukabumi earthquake, West Java, Indonesia (Special Number), Bull. IISEE, 20, 91-101. [3] Wichmann. A,. (1918). Die Erdbeben Des Indischen Archipels Bis Zum Jahre 1857,Verhandelingen der Koninklijke Akademie van Wetenschappen le Amsterdam TweedeSectie Deel XX, N0 4. Amsterdam Johannes Muller. [4] Kertapati, E.K., Setiawan, J. H., Marjiyono,. (2006).Revisi Potensi Sumbersumber Gempa diindonesia, Seminar Konstruksi Indonesia di Millenium ke-3, 22-23 Agustus 2006,Jakarta. 146
[5] Meilano, I., Kimata, F., Fujii, N., Nakao, S., Watanabe, H., Sakai, S., Ukawa, M., Fujita, E., dan Kawai, K,. (2003). Rapid ground deformation of the Miyakejima volcano on 26 27 June 2000 detected by kinematic GPS analysis. Earth Planet Space, 55, h.13-16. [6] Elkins, T.A. 1951. The second derivative method of gravity interpretation, Geophysics, XVI, 29-50. [7] Klingele, E. E., Marson, I., Kahke, H. G,. (1991). Automatic Interpretation of Gravity Gradiometric data in two dimention vertical gradientt, Geophysical Prospecting, 39, 4007-434, [8] Kadir, W.G.A,. (1996). Dekonvolusi Anomali Gaya berat Bouguer dan Derivatif Vertikal Orde Dua dengan Menggunakan Persamaan Dasar Potensial Studi Kasus : Pulau sumatera, Disertasi, Institut Teknologi Bandung. [16] Extract X Y Z Grid Topography or Gravity, http://topex.ucsd.edu/cgibin/get_data.cgi, (diakses tanggal 12 Juni 2010). 147
DISKUSI 1. Taufik Gunawan: Apakah di sepanjang sesar cimandiri ada daerah yang sudah matang (sudah saatnya terjadi gempabumi). Apakah bisa dilihat potensi gempa yang akan terjadi? Pada penelitian ini belum kearah prediksi gempabuminya, tetapi masih melokalisir daerah mana yang mengalami compresi dan daerah mana yang mengalami dilatasi berdasarkan data mapping microgravity. Kemudian juga dihitung berapa besar perubahan antar waktu dari nilai microgravity di daerah penelitian. Rencana penelitian selanjutnya adalah terus mengamati perubahan antar waktu dari nilai gravity. Apabila ada kasus gempabumi di daerah ini akan dilihat treshold anomali nilai microgravitynya sebelum gempabumi terjadi, sehingga bisa digunakan sebagai acuan dalam penentuan nilai anomali sebagai prekursor gempabumi. 148