TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI"

Transkripsi

1 59 TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI NOPER TULAK 09/293146/PPA/03150 PROGRAM STUDI S2 ILMU FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

2 60 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemetaan Anomali Bouguer Lengkap Transformasi koordinat geografis Ke UTM dan transformasi zona Anomali Bouguer lengkap merupakan harga anomali di suatu tempat yang terukur di permukaan bumi yang diperoleh melalui perhitungan dengan melibatkan seluruh faktor koreksi. Data sekunder anomali Bouguer lengkap yang diperoleh masih berada dalam koordinat geografis dengan satuan derajat sehingga perlu ditransformasi ke Universal Transverse Mercator (UTM) dalam satuan meter agar lebih mudah dinterpretasi. Peta kontur anomali Bouguer lengkap daerah penelitian dengan koordinat lintang bujur dalam satuan derajat ditunjukkan pada gambar 5.1 sedang hasil transformasi ke UTM dalam satuan meter ditunjukan pada gambar 5.3. Proses transformasi koordinat geografis ke UTM melibatkan transformasi zona karena daerah yang dikaji berada dalam dua zona. Gambar 5.1 Peta Anomali Bouguer lengkap dalam satuan Derajat 59

3 61 Berdasarkan peta rupa bumi Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (PPPG), wilayah Papua berada pada dua zona yaitu zona 53 dan zona 54 seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.2. Kedua zona ini perlu ditransformasi ke dalam satu zona agar diperoleh peta kontur anomali Bouguer lengkap yang sesuai dengan peta kontur dalam koordinat geografis sehingga lebih mudah diinterpretasi. Tabel 5.1 Batas zona dan meridian Tengah Wilayah Indonesia Gambar 5.2 Letak zona wilayah Indonesia (Bakosurtanal 2005) Transformasi zona yang berdekatan dapat dilakukan dari nomor zona yang kecil ke nomor zona yang besar maupun sebaliknya. Pada penelitian ini transformasi zona dilakukan dari zona 54 ke zona 53 sehingga diperoleh satu zona yaitu zona 53. Hasil transformasi kedua zona yang dimaksud dapat dilihat pada peta kontur seperti gambar 5.3. Peta kontur tersebut yang akan digunakan untuk pengolahan data selanjutnya dan pembuatan model.

4 62 Gambar 5.3 Peta kontur anomali Bouguer lengkap hasil transformasi koordinat geografis ke UTM dan Transformasi zona Variasi nilai anomali Bouguer lengkap pada peta kontur di atas ditandai dengan variasi warna yang ditunjukkan oleh skala warna. Nilai anomali Bouguer lengkap dikelompokkan menjadi anomali negatif (-280 sampai -1 mgal) dan anomali positif (1 sampai 260 mgal). Anomali Bouguer negatif penyebarannya berada disekitar jalur Anjak Pegunungan Tengah atau daerah Central Range yang mencerminkan densitas massa bawah permukaan yang relatif lebih rendah daripada densitas sekitarnya. Sedangkan anomali Bouguer positif penyebarannya disekitar Yapen Waropen dan Mamberamo yang mencerminkan densitas massa bawah permukaan relatif lebih besar daripada densitas sekitarnya. Penyebaran kedua anomali tersebut lebih jelas terlihat pada peta kontur anomali Bouguer lengkap yang divisualisasikan dalam kontur tiga dimensi (gambar 5.4). Pada peta kontur anomali graviatsi 3D, anomali rendah ditandai dengan adanya cekungan, semakin dalam cekungan menandakan anomalinya semakin rendah. sementara anomali tinggi ditandai dengan adanya undakan, semakin tinggi undakan semakin tinggi nilai anomali gravitasinya.

5 63 Gambar 5.4 Peta anomali gravitasi Bouguer lengkap 3D 5.2. Proyeksi ke Bidang Datar dengan Grid yang Teratur Anomali Bouguer lengkap yang diperoleh masih terpapar di topografi dengan ketinggian yang bervariasi dan grid yang tidak teratur. Agar lebih mudah di interpretasi, maka data tersebut perlu diproyeksi ke bidang datar dengan grid yang teratur. Data topografi yang digunakan untuk proyeksi ke bidang datar pada penelitian ini diperoleh dari anomali free air (lampiran G) dan anomali Bouguer lengkap, yang perhitungannya berdasarkan pada pengolahan data dari Natioanal Geospatial Intelligence Agency (lampiran H). Nilai topografi daerah penelitian diperlihatkan pada gambar 5.5. Nilai topografi tertinggi berada pada ketinggian 3992 meter, sedangkan nilai topografi terendah meter. Proses proyeksi ke bidang datar pada penelitian ini menggunakan metode yang diajukan Dampney (1969), dengan asumsi sumber anomali berupa ekivalen titik massa yang terdistribusi pada suatu bidang datar dengan kedalaman tertentu di bawah sferoida referensi. Peta anomali gravitasi di bidang datar ditunjukan pada gambar 5.6 yang mempunyai nilai anomali Bouguer berkisar dari -320 mgal hingga 280 mgal.

6 64 Gambar 5.5 Peta topografi daerah penelitian Penentuan kedalaman massa ekivalen dalam penelitian ini didasarkan pada kesimpulan dari percobaan yang dilakukan oleh Dampney tentang kedalaman optimum dari massa ekivalen. Dampney menyatakan bahwa kedalaman optimum dari massa ekivalen harus memenuhi persamaan 2,5 Δx < (h z i ) < 6 Δx dengan, Δx adalah jarak rata-rata antar titik-titik survei, h adalah bidang kedalaman ekivalen titik massa, z adalah ketinggian titik survei. Persamaan di atas menyatakan bahwa selisih jarak antara sumber ekivalen titik massa dan ketinggian bidang datar dari sferoida referensi minimal 2,5 kali dari spasi grid dan maksimal 6 kali dari spasi grid. Ketinggian topografi maksimum di daerah penelitian dijadikan acuan untuk proyeksi ke bidang datar. Hasil proyeksi ke bidang datar menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pola kontur anomali Bouguer yang signifikan antara kedalaman sumber ekivalen titik massa dari kedalam 11,5625 km hingga 27,75 km karena masih berada dalam syarat batas yang telah dikemukakan oleh Dampney (1969). Pada penelitian ini kedalaman sumber ekivalen titik massa yang dipilih adalah 27 kilometer di bawah sferoida referensi dan dihitung responnya pada ketinggian 3,992 kilometer di atas sferoida referensi.

7 65 Gambar 5.6 Peta kontur anomali Bouguer lengkap pada bidang datar 5.3 Pemisahan Anomali Regional dan Residual Anomali Bouguer lengkap di bidang datar merupakan campuran antara anomali regional dan residual. Anomali regional menggambarkan kondisi geologi secara umum dari daerah penelitian yang dicirikan oleh anomali berfrekuensi rendah, sedangkan anomali residual menggambarkan kondisi geologi setempat yang dicirikan dengan frekuensi tinggi. Untuk kepentingan interpretasi dan pemodelan, anomali residual dipisahkan terhadap anomali regionalnya menggunakan metode kontinuasi ke atas (upward continuation). Pengangkatan dilakukan secara coba-coba (trial & error) dan bertahap tiap ketinggiannnya dan dilihat pola konturnya. Anomali regional yang dianggap cukup stabil pola konturnya berada pada pengangkatan 30 km. Hasil kontinuasi anomali regional dan lokal pada pengangkatan 30 km dapat dilihat pada gambar 5.7 dan gambar 5.8.

8 66 Gambar 5.7 Anomali regional pada pengangkatan 30 km. Gambar 5.8 Anomali lokal pada pengangkatan 30 km.

9 67 Terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada nilai maupun pola dari peta kontur anomali Bouguer lengkap di bidang datar dengan peta anomali Bouguer lengkap regional. Nilai anomali regional berada pada kisaran -100 hingga 160 mgal. Hal ini menunjukkan bahwa batuan penyusun struktur dalam memiliki nilai kontras densitas yang bervariasi dari positif hingga negatif. Anomali negatif pada umunya berada pada dataran tinggi (pegunungan) sedangkan anomali positif pada umumnya berada di dataran rendah daerah penelitian. Demikian pula dengan anomali residual diwakili oleh anomali positif dan negatif dengan rentang -200 hingga 140 mgal yang tersebar hampir merata pada daerah penelitian. Hal ini memberikan informasi kontras densitas batuanbatuan penyusun struktur dangkal bervariasi nilainya dari positif hingga negatif. 5.4 Pemodelan Interpretasi secara kuantitatif untuk mendapatkan bentuk struktur bawah permukaan dilakukan dengan pemodelan. Pemodelan yang dilakukan pada penelitian ini ada dua yaitu pemodelan kedepan atau forward modeling untuk model 2D dan pemodelan inversi untuk model 3D. Pemodelan 2D bertujuan untuk membuat model patahan jalur sesar Yapen dan Mamberamo bagian utara, sedangkan model 3D bertujuan untuk mengetahui bentuk struktur kerak secara keseluruhan pada daerah penelitian Pemodelan 2D struktur bawah permukaan dengan forward modeling Grandis (2009) Menyatakan bahwa Pemodelan maju adalah suatu proses perhitungan data yang secara teoritis teramati di permukaan bumi jika diketahui nilai parameter model bawah permukan tertentu. Perhitungan data teoritis tersebut menggunakan persamaan matematik yang diturunkan dari konsep fisika yang mendasari fenomena yang ditinjau. Pemodelan dilakukan dengan mengubah-ubah (Trial and error) nilai kedalam dan bentuk struktur polygon agar diperoleh nilai (calculated) dan observasi (Observed) mendekati kesamaan dalam profilnya. Langkah pertama yang dilakukan dalam pemodelan ini adalah membuat dua lintasan (slice) pada peta kontur anomali Bouguer yang telah diproyeksi ke bidang

10 68 datar tanpa dilakukan kontinuasi (gambar 5.9). Hal ini dilakukan agar profil anomali observasi yang diperoleh pada sayatan AA dan BB dapat memberikan informasi patahan yang jelas. Sayatan yang dibuat untuk memperoleh profil anomali observasi mengikuti lintasan yang ada pada peta geologi yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Indonesia. Gambar 5.9 Posisi lintasan profil anomali Lintasan AA merupakan lintasan yang melalui sebagian teluk cenderawasih dan jalur Sesar Yapen di kepulauan Yapen Waropen, sedangkan Lintasan BB melalui sebagian daerah central Range atau jalur Anjak Pegunungan Tengah dan jalur Sesar Mamberamo bagian barat yang merupakan jalur anjak Sesar Mamberamo dibagian barat. Hasil dari masing-masing lintasan ditampilkan dalam bentuk profil anomali observasi seperti yang terlihat pada gambar 5.10 dan Nilai anomali Bouguer pada lintasan AA dikelompokkan menjadi anomali negative (-22,5 sampi-0,5) mgal dan anomali positif (0,5 sampai 187,5) mgal. Nilai anomali negatif berada disebagian Teluk Cenderawasih, sedangkan nilai anomali positif sebagian besar berada disekitar Pulau Yapen dan sekitarnya.

11 Anomaly (mgal) Anomali (mgal) Profil Anomali Observasi Jarak (km) Gambar 5.10 Profil nomali observasi pada lintasan AA Nilai anomali Bouguer pada lintasan BB dikelompokkan menjadi anomali negative (-15,5 sampi -0,5) mgal dan anomali positif (0,5 sampi 191,5) mgal. Nilai anomali negatif berada di daerah Central Range, sedangkan nilai anomali positif sebagian besar berada daerah Mamberamo dan sekitarnya 180 Profil Anomaly Gravitasi Observasi Jarak (km) Gambar 5.11 Profil Anomali observasi pada lintasan BB

12 70 Setelah diperoleh bentuk profil anomali observasi, langkah kedua yang dilakukan adalah menentukan nilai densitas setiap lapisan berdasarkan formasi batuan dengan mengacuh pada model geologi yang dibuat PPPG. Langkah selanjutnya adalah membuat model poligon tertutup dengan tahapan-tahapan berikut : 1. Membuat kerangka model struktur berupa poligon tertutup 2. Melakukan penyesuaian terhadap titik koordinat poligon dan kedalaman titik poligon 3. Melakukan penyesuaian bentuk geometri terhadap model yang telah dibentuk agar nilai gravity calculated mempunyai kesamaan dengan gravity observed. Model poligon untuk lapisan kerak dibuat dengan sistem coba-coba sampai diperoleh nilai anomali model yang dianggap paling mendekati nilai anomali observasi. Anomali model diperoleh menggunakan fungsi gpoly yang dibuat pada program matlab 7.5 (Lampiran J). Parameter-parameter yang dimasukkan sebagai input model adalah ke koordinat x (xcorn), koordinat z (zcorn), jumlah koordinat x dan z (ncorn), densitas tiap lapisan poligon (rho), dan titik observasi (x 0, z 0 ). Satuan yang digunakan untuk posisi (xz) adalah kilometer dan satuan densitas adalah kg/m 3. Parameter densitas dibuat tetap sedangkan posisi, kedalam dan bentuk poligon disesuaikan untuk mendapatkan nilai anomaly model yang mendekati anomali observasi. Perubahan posisi dan bentuk dari benda anomali akan terlihat pada respon profilnya, apabila profil model benda anomali sudah mendekati profil nilai anomali observasi, maka model ini dianggap sudah sesuai atau mendekati benda anomali di bawah permukaan yang sebenarnya. Profil dan model poligon benda penyebab anomali dapat dilihat pada Gambar 5.12 dan 5.13.

13 Anomali (mgal) Profil Model Profil Anomali Observasi Profil Anomali Observasi dan profil model A A Jarak (km) 2645 kg/m kg/m kg/m 3 A A (b) Gambar 5.12 Profil dan model struktur bawah permukaan lintasan AA (b) Model Geologi oleh PPPG Model yang dibuat berdasarkan sayatan AA pada gambar 5.12 menunjukkan model struktur bawah permukaan yang terdiri dari tiga lapisan dengan panjang sekitar 240 km. Lapisan pertaman merupakan sedimen yang terdiri dari konglomerat, batupasir, batugamping dan gambut yang mempunyai densitas rata-rata 2645 kg/m 3 dengan kedalaman hingga 8 km dari MSL. Lapisan berikutnya adalah lapisan batuan beku yang terdiri dari lava, basal dan andesit

14 Anomaly (mgal) 72 yang mempunyai densitas rata-rata 2733 kg/m 3 dengan kedalaman 15 km dari MSL. Lapisan terakhir berupa batuan beku yang telah mengalami deformasi yang terbentuk dari gabro, peridotit, piroksenit dan dunit yang mempunyai densitas rata-rata 2747 kg/m 3 dengan kedalaman hingga 21 km dari MSL Profil Anomaly Gravitasi Observasi dan Profil Model Poligon Profil Model Poligon Profil Anomali Observasi B B Jarak (km) 2406 kg/m kg/m kg/m kg/m kg/m 3 B B (b) Gambar 5.13 Profil dan model struktur bawah permukaan lintasan BB (b) Model Geologi oleh PPPG Hasil Pemodelan yang dibuat berdasarkan sayatan BB (gambar 5.13) menunjukkan model struktur bawah permukaan yang terdiri dari tiga lapisan dengan panjang 200 km. Lapisan pertama merupakan sedimen yang terdiri dari batu lanau, napal, batu lempung dan batu gamping yang disisipi oleh batu vulkanik, serpentinit dan grewak. Lapisan sedimen ini mempunyai densitas ratarata 2406 kg/m 3 dengan kedalaman hingga 10 km dari MSL.

15 73 Lapisan berikutnya adalah lapisan batuan beku yang terdiri dari lava, basal dan andesit yang mempunyai densitas rata-rata 2733 kg/m 3 dengan kedalaman 15 km dari MSL. Lapisan terakhir berupa batuan beku yang terbentuk dari gabro, peridotit, piroksenit dan dunit yang mempunyai densitas rata-rata 2747 kg/m 3 dengan kedalaman hingga 21 km dari MSL. Profil dan model poligon benda anomali pada lintasan AA dan BB memperlihatkan skenario model sesar naik Pemodelan 3D struktur bawah permukaan Pemodelan tiga dimensi (3D) struktur bawah permukaan menggunakan program Grablox dan Bloxer pada penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan yaitu: pemodelan ke depan (forward modeling) dan pemodelan inversi (inverse modeling). Pemodelan ke depan dimaksudkan untuk mendapatkan atau menghasilkan data perhitungan (teoritik) untuk suatu konfigurasi atau harga parameter model tertentu, yang nantinya diharapkan dapat menggambarkan keadaan struktur bawah permukaan bumi. Pemodelan inversi dilakukan untuk mendapatkan parameter model berdasarkan data pengukuran, dalam hal ini data yang digunakan adalah data anomali gravitasi regional hasil kontinuasi ke atas. Data teoritik hasil pemodelan ke depan nantinya digunakan dalam pemodelan inversi. Teori inversi di dalam geofisika mempunyai pengertian bahwa inversi data merupakan interpretasi data. Masalah yang dihadapinya adalah fenomena fisik bumi yang disusun oleh beragam unsur, dimana belum semua unsur ini dapat dinyatakan secara kuantitatif sampai saat ini. Hal ini menyebabkan berbagai kekurangan yang mewakili hubungan antara data dengan model serta keterbatasan dari suatu proses itu terpaksa dilakukan penyederhanaan masalah dengan penerapan asumsi untuk menemukan kondisi bumi yang sebenarnya. Asumsiasumsi tersebut dituangkan dalam bentuk model bumi dan diperbaiki secara iteratif, dengan demikian model ini diharapkan merupakan pendekatan yang baik untuk menggambarkan keadaan bumi yang sebenarnya.

16 Pemodelan ke depan (forward modeling) Pemodelan 3D pada penelitian ini diawali dengan pemodelan kedepan dengan membuat model awal berupa blok mayor dan blok minor pada program Grablox. Model awal yang telah dibuat dapat ditampilkan pada program Bloxer berbasis Graphical User Interface (GUI) seperti pada gambar 5.14 Gambar 5.14 Tampilan Model Awal Pada Program Bloxer berbasis GUI Model awal berupa blok mayor dan minor dibuat dengan cara coba-coba (try and error) untuk memperkirakan bentuk geometri blok. Geometri blok disesuaikan dengan geometri grid anomali gravitasi regional hasil kontinuasi ke atas. Blok mayor dibagi tegak lurus 50 bagian arah y dan 30 bagian arah x, sehingga membentuk 1500 blok minor untuk tiap lapisan (gambar 5.15). Kedalaman blok sekitar 30 km yang disesuaikan dengan ketebalan rata-rata kerak bumi dan kedalaman maksimum sumber ekivalen titik massa. Blok dalam arah vertikal dibagi menjadi 4 lapisan sesuai dengan stratigrafi daerah penelitian. Densitas batuan sebagai parameter yang digunakan adalah densitas kerak bumi yaitu 2,67 gr/cm 3. Data yang diinput kedalam program untuk membuat model blok adalah posisi blok dalam arah xyz (x-posit, y-posit, z-posit), ukuran blok dalam arah xyz

17 75 (x-size, y-size, z-size), nilai diskritisasi dalam arah xyz (x-divis, y-divis, z-divis), densitas Bouguer, spasi grid data xy (x-step dan y-step), posisi awal pengukuran (z-start dan y-start) dan posisi akhir pengukuran (x-ending dan y-ending). x dy nx = 50 y dz nz = 4 dx ny = 30 z Gambar 5.15 Model awal berupa blok mayor dan blok minor Berdasarkan gambar 5.15 di atas terlihat bahwa model yang dibuat terbagi atas 4 lapisan dalam arah z (nz), 30 sayatan dalam arah y (ny) dan 50 sayatan dalam arah x (nx). Setiap lapisan dari blok model tersebut akan terbentuk 1500 blok minor, sehingga keseluruhan blok minor berjumlah 6000 blok. Bentuk tiap lapisan dan sayatan akan diperlihatkan secara terpisah setelah dilakukan optimasi Pemodelan inversi (inverse modeling) Setelah menentukan ukuran blok dan jumlah blok minor (model awal), langka selanjutnya adalah menginput data obeservasi ke dalam program melalui menu Read data. Pembacaan ini menyangkut pencocokan antara geometri model yang dibuat dengan geometri data gravitasi. Data yang diinput akan ditampilkan oleh program dalam bentuk kontur. Pada tahapan ini hanya kontur dari data observasi yang ditambilkan karena proses komputasi belum dilakukan. Setelah data dan model dicocokkan, maka proses inversi dilakukan dengan optimasi.. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses komputasi dimulai dari optimasi base, optimasi densitas dan optimasi ketinggian blok. Optimasi base berfungsi untuk mengoptimasi nilai-nilai parameter dasar anomali. Optimasi densitas

18 76 bertujuan untuk mengoptimasi nilai densitas agar nilai error antara data yang terukur dengan hasil perhitungan dapat diminimalkan. Sedangkan optimasi tinggi blok bertujuan untuk mendapatkan tingkat kedalaman blok. Secara umum optimasi dilakukan agar perbedaan nilai pengukuran dan perhitungan bisa diminimalkan. Teknik optimasi yang telah terintegrasi dalam program ini menggunakan dekomposisi nilai singular atau singular value dekomposition (SVD) dan teknik optimasi alternatif menggunakan prinsip Occam s. Penggunaan kedua metode ini dilakukan secara bertahap. Apabila dengan metode SVD diperoleh nilai error yang cukup besar, maka perlu dilakukan optimasi dengan Occam s. Setelah dilakukan proses komputasi terhadap ketiga parameter diatas akan diperoleh model blok 3D struktur kerak daerah penelitian berupa kontur (lampiran K), profil (lampiran L), penampang dalam arah x (lampiran M) dan y (lampiran N) serta lapisan tiap kedalaman dalam arah z sesuai dengan model awal yang dibuat. Jumlah keseluruhan model blok sebanyak 84 model yang terdiri dari penampang dalam arah x 50 model, penampang dalam arah y 30 model dan lapisan tiap kedalam 4 model. Model blok yang tidak ditampilkan dalam bab ini dapat dilihat pada lampiran L dan M. Model yang diperoleh menggunakan Grablox selanjutnya diedit menggunakan Bloxer sehingga diperoleh tampilan model blok 3D yang lebih jelas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, model yang diperoleh dari hasil inversi merupakan model blok 3D yang dapat ditampilkan dalam arah x dan y berupa sayatan dan berupa lapisan tiap kedalaman dalam arah z. Model blok 3D dalam arah z untuk tiap lapisan dapat dilihat pada gambar 5.16, 5.17, 5.18 dan Model Blok Pada lapisan pertama (gambar 5.16) dengan kedalam 0 hingga 9,3 km mempunyai densitas yang bervariasi dari 2,63 gram/cm 3 hingga 2,76 gram/cm 3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah 2,67 gram/cm 3.

19 77 Gambar 5.16 Model Blok 3D lapisan pertama pada kedalam 0,0 km hingga 9,6 km tampilan grablox, (b) tampilan bloxer (b) Model Blok lapisan kedua (Gambar 5.17) dengan variasi kedalaman blok berkisar antara 9,6 km hingga 18,9 km mempunyai densitas yang bervariasi dari 2,68 gram/cm 3 hingga 2,83 gram/cm 3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah 2,69 gram/cm 3

20 78 (b) Gambar 5.17 Model Blok 3D lapisan kedua pada kedalam 9,6 km hingga 18,9 km tampilan grablox, (b) tampilan bloxer. Model Blok lapisan ketiga (gambar 5.18) dengan variasi kedalaman blok berkisar antara 18,9 km hingga 27,6 km mempunyai densitas yang bervariasi dari 2,83 gram/cm 3 hingga 2,88 gram/cm 3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah 2,86 gram/cm 3

21 79 (b) (b) Gambar 5.18 Model Blok lapisan ketiga pada kedalam 18,9 km hingga 27,6 km tampilan grablox, (b) tampilan bloxer Model Blok lapisan keempat (gambar 5.19) dengan variasi kedalaman blok berkisar antara 27,6 km hingga 30 km mempunyai densitas yang bervariasi dari 2,90 gram/cm 3 hingga 3,13 gram/cm 3. Densitas rata-rata pada lapisan ini adalah 3,06 gram/cm 3

22 80 (b) Gambar 5.19 Model Blok lapisan keempat pada kedalam 27,6 km hingga 30 km tampilan grablox, (b) tampilan bloxer Pada lapisan Pertama hingga lapisan ketiga, perbedaan yang signifikan antara nilai densitas kerak penyusun struktur bawah permukaan belum terlihat dengan jelas. Sedangkan pada lapisan keempat atau lapisan terakhir pada kedalam yang sama terlihat adanya perbedaan densitas yang signifikan antara kerak

23 81 penyusun struktur bawah permukaan. Pada gambar 5.19 terlihat bahwa densitas kerak yang memiliki nilai densitas yang lebih tinggi ketebalan lapisannya relatif lebih tipis, sedangkan pada lapisan kerak yang nilai densitasnya relatif lebih rendah memilki lapisan yang lebih tebal. Secara keseluruhan, model blok 3D dalam arah z pada tiap lapisan kedalaman dari lapisan pertama hingga lapisan terakhir seperti pada tampilan grablox memiliki variasi densitas yang berkisar antara 2,63 gram/cm 3 (lapisan pertama) hingga 3,13 gram/cm 3 (lapisan terakhir). Variasi densitas ini ditunjukkan oleh nilai densitas pada blok minor dan skala warna pada masing-masing lapisan. Densitas rata-rata keempat lapisan adalah 2,82 gram/cm 3. Selain variasi densitas, model blok 3D yang dibuat memperlihatkan juga adanya variasi kedalaman dan ketinggian blok minor. Adanya variasi densitas pada model blok 3D menunjukkan bahwa material penyusun struktur bawah permukaan daerah penelitian memiliki densitas yang bervariasi pada tiap lapisannya, sedangkan variasi ketinggian dan kedalam blok menunjukkan bahwa ketebalan material penyusun struktur bawah permukaan daerah penelitian memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Model blok 3D dalam arah z seperti yang telah disebutkan di atas bertujuan untuk melihat model 3D per lapisan berupa nilai densitas dan kedalam lapisan. Sedangkan model blok dalam arah xy yang dibuat dalam bentuk sayatan bertujuan untuk melihat bentuk struktur 2D dalam arah x dan y. Dalam hal ini untuk melihat patahan akibat adanya penunjaman. Model yang dihasilkan dalam arah xy berjumlah 80 model sayatan, masing masing 50 model dalam arah x dan 30 model dalam arah y. Dari sekian model tersebut, dipilih beberapa model sayatan yang dianggap bisa mewakili model yang lain untuk melihat adanya patahan. Model tersebut dapat dilihat pada gambar 5.20, 5.21, 5.22, 5.23, 5.24 dan Model yang tidak ditampilkan dalam bab ini dapat dilihat pada lampiran M dan N. Model blok 3D yang disayat dalam arah x yang ditunjukkan oleh sayatan nomor 9 (gambar 5.20) dan sayatan nomor 23 (gambar 5.21) memperlihatkan adanya penurunan tinggi blok yang teratur relatif terhadap blok sekitarnya pada tiap lapisan. Penurunan tinggi blok minor pada model ini diinterpetasi sebagai bentuk sesar.

24 82 (b) (c) Gambar 5.20 Model Blok Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat dalam arah x pada sayatan ke 9; (c) Peta tektonik dan peta administrasi wilaya Papua Berdasarkan model pada gambar 5.20, sesar ini mencapai kedalaman hingga 30 km atau pada lapisan keempat yang merupakan batuan ultramafik. Daerah yang dilalui sesar ditutupi oleh lapisan sedimen dengan densitas 2,69 gram/cm 3 hingga 2,70 gram/cm 3 dengan kedalaman kurang lebih 20 km.

25 83 Selain sesar, pada model blok 3D yang disayat dalam arah 2D juga ditemukan adanya siklin dan antiklin yang ditunjukkan oleh pasangan bentuk cekungan ke atas dan ke bawah. (b) (c) Gambar 5.21 Model Blok Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat dalam arah x pada sayatan ke 23; (c) Peta tektonik dan peta administrasi wilaya Papua

26 84 Model blok lainnya dalam arah x yang juga mengindikasikan adanya patahan dapat dilihat pada gambar 5.22 dan Model ini disayat pada sayatan ke 47 dan 50. Seperti pada model sebelumnya, model ini memperlihatkan adanya bentuk patahan yang ditandai dengan kecenderungan menurunnya blok-blok minor terhadap blok sekitarnya. (b) (b) (c) Gambar 5.22 Model Blok Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat dalam arah x pada sayatan ke 47; (c) Peta tektonik dan peta administrasi wilaya Papua

27 85 Berdasarkan model, sesar ini mencapai kedalaman hingga 30 km atau pada lapisan keempat yang merupakan batuan ofiolit. Daerah yang dilalui patahan ini ditutupi oleh lapisan sedimen dengan densitas 2,69 gram/cm 3 hingga 2,70 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 20 km. (b) (c) Gambar 5.23 Model Blok Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat dalam arah x pada sayatan ke 50; (c) Peta tektonik dan peta administrasi wilaya Papua

28 86 Model blok 3D yang disayat dalam arah y (gambar 5.24 dan 5.25) yang ditunjukkan oleh sayatan nomor 6 dan sayatan nomor 30 juga memperlihatkan adanya penurunan tinggi blok yang teratur relatif terhadap blok sekitarnya pada tiap lapisan. Penurunan tinggi blok minor pada model ini diinterpetasi sebagai bentuk patahan. (b) (c) Gambar 5.24 Model Blok Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat dalam arah y pada sayatan ke 6; (c) Peta tektonik dan peta administrasi wilaya Papua

29 87 Berdasarkan model, sesar ini mencapai kedalaman hingga 30 km atau pada lapisan keempat yang merupakan batuan ofiolit (sayatan nomor 6) dan batuan ultramafik (sayatan nomor 30). Daerah yang dilalui patahan ini ditutupi oleh lapisan sedimen dengan densitas 2,69 gram/cm 3 hingga 2,70 gram/cm 3 dengan kedalaman kurang lebih 25 km. Pada sayatan nomor 6, ditemukan juga adanya lipatan yang diiterpretasikan sebagai antiklin. (b) (c) Gambar 5.25 Model Blok Profil Anomali; (b) Model blok 3D yang disayat dalam arah y pada sayatan ke 30; (c) Peta tektonik dan peta administrasi wilaya Papua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi sumber daya alam umumnya memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karena itu biasanya sebelum melakuka kegiatan eksplorasi dilakukan survey awal, survey

Lebih terperinci

Pemodelan Struktur Bawah Permukaan 3D Purwokerto dan Sekitarnya Berdasarkan Data Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap

Pemodelan Struktur Bawah Permukaan 3D Purwokerto dan Sekitarnya Berdasarkan Data Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap Jurnal Fisika Indonesia Wulandari dan Setiawan Vol. 19 (2015) No. 57 p.6-12 ARTIKEL RISET Pemodelan Struktur Bawah Permukaan 3D Purwokerto dan Sekitarnya Berdasarkan Data Anomali Gravitasi Bouguer Lengkap

Lebih terperinci

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan tektonik di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra-Eosen. Hal ini terlihat dari batuan tertua yang tersingkap di Ciletuh. Batuan tersebut berupa olisostrom yang

Lebih terperinci

Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini. dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap

Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini. dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap data Anomali Bouguer Lengkap yang telah digrid, untuk

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Anomali Bouguer U 4 3 mgal 4 3 Gambar 5.1 Peta anomali bouguer. Beberapa hal yang dapat kita tarik dari peta anomali Bouguer pada gambar 5.1 adalah : Harga anomalinya

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. amat Olahan Data Gayaberat Terlampir, lih. Lampiran III) dengan ketinggian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. amat Olahan Data Gayaberat Terlampir, lih. Lampiran III) dengan ketinggian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengolahan Data Pengukuran gayaberat di lapangan menghasilkan data sebanyak 169 titik data pengukuran gayaberat lapangan (yang terdiri dari 14 titik ikat

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat BAB III TEORI DASAR 3.1 Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah metode dalam geofisika yang dilakukan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat massa cebakan mineral dari daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Leuwidamar, kabupaten Lebak, Banten Selatan yang terletak pada koordinat 6 o 30 00-7 o 00 00 LS dan 106 o 00 00-106 o

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Diah Ayu Chumairoh 1, Adi Susilo 1, Dadan Dhani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.

Lebih terperinci

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2.

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2. PEMODELAN KONFIGURASI BATUAN DASAR DAN STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA ANOMALI GRAVITASI DI DAERAH PACITAN ARJOSARI TEGALOMBO, JAWA TIMUR Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu BAB IV INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN GRAVITASI Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam menentukan potensi suatu daerah panas bumi adalah metode gravitasi. Dengan metode gravitasi diharapkan dapat

Lebih terperinci

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH 1. Tutik Annisa (H1E007005) 2. Desi Ari (H1E00700 ) 3. Fatwa Aji Kurniawan (H1E007015) 4. Eri Widianto (H1E007024) 5. Puzi Anigrahawati

Lebih terperinci

INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN PULAU LEMBATA DENGAN MODEL 3D MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI

INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN PULAU LEMBATA DENGAN MODEL 3D MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN PULAU LEMBATA DENGAN MODEL 3D MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI Bergita Linong, Jehunias L. Tanesib, Johnson Tarigan, Laura A. S. Lapono Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BENDUNGAN SUTAMI DAN SEKITARNYA BERDASARKAN ANOMALI GAYABERAT Elwin Purwanto 1), Sunaryo 1), Wasis 1) 1) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Lebih terperinci

Analisis dan Pemodelan Inversi 3D Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Sipoholon Berdasarkan Data Gaya Berat

Analisis dan Pemodelan Inversi 3D Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Sipoholon Berdasarkan Data Gaya Berat Analisis dan Pemodelan Inversi 3D Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Sipoholon Berdasarkan Data Gaya Berat Jobit Parapat, Anik Hilyah, dan Widya Utama Departemen Teknik Geofisika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/ BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dari suatu data berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/ pengolahan,

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI APLIKASI SAINS (PEMODELAN 3D ANOMALI GRAVITASI MAGMA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN SOFTWARE GRABLOX, BLOXER DAN ROCKWORK) 1

PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI APLIKASI SAINS (PEMODELAN 3D ANOMALI GRAVITASI MAGMA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN SOFTWARE GRABLOX, BLOXER DAN ROCKWORK) 1 Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1 PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI APLIKASI SAINS (PEMODELAN 3D ANOMALI GRAVITASI MAGMA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN SOFTWARE GRABLOX, BLOXER DAN ROCKWORK) 1 Rahma Hi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di setiap tempat di permukaan bumi berbeda-beda, disebabkan oleh beberapa faktor seperti

Lebih terperinci

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No.

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No. BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengukuran Gayaberat Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No. G-804. Nomor yang digunakan menunjukkan nomor produksi alat yang membedakan

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan 37 V. HASIL DAN INTERPRETASI A. Pengolahan Data Proses pengolahan yaitu berawal dari pengambilan data di daerah prospek panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan menggunakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Distribusi Data Gayaberat Daerah pengukuran gayaberat yang diambil mencakup wilayah Kabupaten Magelang, Semarang, Salatiga, Boyolali, Klaten dan Sleman,Yogyakarta. Dengan batas

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta Dian Novita Sari, M.Sc Abstrak Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode gravity di daerah Dlingo, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lempeng tektonik kepulauan Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng utama yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Interaksi dari ke tiga lempeng tersebut

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 7, No. 1 (218) 2337-352 (231-928X Print) B32 Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor,

Lebih terperinci

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul.... i Lembar Pengesahan.... ii Abstrak.... iii Kata Pengantar.... v Daftar Isi. vii Daftar Gambar.... ix Daftar Tabel.... xi BAB 1 : PENDAHULUAN.... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

Estimasi Penyebaran Sedimen Cekungan Jawa Timur Dengan Metode Gravity

Estimasi Penyebaran Sedimen Cekungan Jawa Timur Dengan Metode Gravity Estimasi Penyebaran Sedimen Cekungan Jawa Timur Dengan Metode Gravity Muhamad Adib Hasan dan M. Irham Nurwidyanto Jurusan Fisika FMIPA Universitas Diponegoro Semarang Abstract This research is a reconnaissance

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET Identifikasi Jalur Sesar Minor Grindulu (Aryo Seno Nurrohman) 116 IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET IDENTIFICATION OF GRINDULU MINOR FAULT LINES BASED ON MAGNETIC

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH Dian Erviantari, Muh. Sarkowi Program Studi Teknik Geofisika

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH Dian Erviantari dan Muh. Sarkowi Program Studi Teknik Geofisika

Lebih terperinci

J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal

J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal. 205-214 205 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYA BERAT SUBSURFACE GEOLOGICAL STRUCTURES INTERPRETATION

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh: Yadi Supriyadi, Asep Sugianto, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Metode dan Desain Penelitian Data variasi medan gravitasi merupakan data hasil pengukuran di lapangan yang telah dilakukan oleh tim geofisika eksplorasi Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya berjumlah sekitar satu juta jiwa. Tercatat dua buah sungai yang mempunyai aliran panjang

Lebih terperinci

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA Oleh : Gusti Ayu Esty Windhari Dosen Tetap pada Fakultas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data dipusatkan di kawasan Gunung Peben Pulau Belitung. Untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data dipusatkan di kawasan Gunung Peben Pulau Belitung. Untuk V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengolahan Data Pengambilan data dipusatkan di kawasan Gunung Peben Pulau Belitung. Untuk dapat menginterpretasi daerah potensi bijih besi di daerah penelitian, maka data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data gayaberat daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data gayaberat daerah BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Data Penelitian Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data gayaberat daerah Garut Utara hasil pengamatan Tim Geoteknologi LIPI Bandung dengan menggunakan gravitimeter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline

II. TINJAUAN PUSTAKA. serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tatanan dan Struktur Geologi Regional Papua Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PANTAR, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PANTAR, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PANTAR, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Tony Rahadinata, Iqbal Takodama Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat

Lebih terperinci

J.G.S.M. Vol. 14 No. 1 November 2013

J.G.S.M. Vol. 14 No. 1 November 2013 J.G.S.M. Vol. 14 No. 1 November 2013 29 ANOMALI GAYABERAT KAITANNYA TERHADAP KETERDAPATAN FORMASI PEMBAWA BATUBARA DI DAERAH BANJARMASIN DAN SEKITARNYA, KALIMANTAN SELATAN GRAVITY ANOMALY IN RELATION TO

Lebih terperinci

Pemisahan Anomali Regional-Residual pada Metode Gravitasi Menggunakan Metode Moving Average, Polynomial dan Inversion

Pemisahan Anomali Regional-Residual pada Metode Gravitasi Menggunakan Metode Moving Average, Polynomial dan Inversion ISSN :89- Indonesian Journal of Applied Physics () Vol. No. halaman April Pemisahan Anomali Regional-Residual pada Metode Gravitasi Menggunakan Metode Moving Average, Polynomial dan Inversion Jarot Purnomo,

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Kata kunci: Anomali Gravitasi; pemodelan ke depan; pemodelan Inversi

Abstrak. Abstract. Kata kunci: Anomali Gravitasi; pemodelan ke depan; pemodelan Inversi RANCANGAN PEMODELAN INVERSI NON-LINIER 2-D DAN GRADIEN HORISONTAL ANOMALI GRAVITASI BUMI BERBASIS MATLAB (STUDI KASUS: MODEL SEMI-INFINITE HORIZONTAL SHEET DAN FAULTED VERTICAL SHEET) Richard Lewerissa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Daerah dan data penelitian Data yang digunakan merupakan data sekunder gayaberat di daerah Bogor pada tahun 2008-2009 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonsia Bandung dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif analitis. Penelitian gaya berat yang dilakukan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran struktur bidang

Lebih terperinci

Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Zona Subduksi dan Busur Gunungapi Jawa Timur berdasarkan Analisis Data Gravitasi

Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Zona Subduksi dan Busur Gunungapi Jawa Timur berdasarkan Analisis Data Gravitasi Jurnal Fisika Indonesia Setiawan dan Setiawan Vol. 19 (2015) No. 57 p.13-18 ARTIKEL RISET Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Zona Subduksi dan Busur Gunungapi Jawa Timur berdasarkan Analisis Data Gravitasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap pengukuran lapangan, tahap pemrosesan data, dan tahap interpretasi

Lebih terperinci

INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA

INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA Oleh : Gusti Ayu Esty Windhari Dosen Tetap pada Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia, antara lain Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Karena pertemuan ketiga

Lebih terperinci

Pendugaan Struktur Kantong Magma Gunungapi Kelud Berdasarkan Data Gravity Menggunakan Metode Ekivalen Titik Massa

Pendugaan Struktur Kantong Magma Gunungapi Kelud Berdasarkan Data Gravity Menggunakan Metode Ekivalen Titik Massa 229 NATURAL B, Vol. 2, No. 3, April 2014 Pendugaan Struktur Kantong Magma Gunungapi Kelud Berdasarkan Data Gravity Menggunakan Metode Ekivalen Titik Massa Sandy Vikki Ariyanto 1)*, Sunaryo 2), Adi Susilo

Lebih terperinci

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Modul 1 Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Di antara sifat fisis batuan yang mampu membedakan antara satu macam batuan dengan batuan lainnya adalah massa jenis dan suseptibiltas batuan.

Lebih terperinci

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin Kampus UNHAS

Lebih terperinci

Gambar IV.6. Penafsiran penampang seismik komposit yang melintasi daerah penelitan pada arah utara-selatan dan barat-timur melalui Zona Sesar

Gambar IV.6. Penafsiran penampang seismik komposit yang melintasi daerah penelitan pada arah utara-selatan dan barat-timur melalui Zona Sesar Gambar IV.6. Penafsiran penampang seismik komposit yang melintasi daerah penelitan pada arah utara-selatan dan barat-timur melalui Zona Sesar Sorong-Yapen. 52 Gambar IV.7. Gabungan penampang seismik sebelah

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA Asep Sugianto, Tony Rahadinata, dan Yadi Supriyadi Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG) ISSN: 1412-0917 Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 14 No. 2 Oktober 2009 PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

Pendugaan Struktur Bawah Permukaan 2½ Dimensi di Kawasan Gunungapi Kelud Berdasarkan Survei Gravitasi

Pendugaan Struktur Bawah Permukaan 2½ Dimensi di Kawasan Gunungapi Kelud Berdasarkan Survei Gravitasi 221 NATURAL B, Vol. 2, No. 3, April 2014 Pendugaan Struktur Bawah Permukaan 2½ Dimensi di Kawasan Gunungapi Kelud M. Rahman 1)*, Sunaryo 2), Adi Susilo 2) 1) Program Studi Magister Ilmu Fisika, Jurusan

Lebih terperinci

Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gayaberat

Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gayaberat POSITRON, Vol. I, No. 1 (011), Hal. 5-30 ISSN : 301-4970 Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gayaberat Ibrahim Sota *) *)Prodi Fisika FMIPA UNLAM Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang pendugaan

Lebih terperinci

Gambar 4.7. Diagram alir dari proses inversi.

Gambar 4.7. Diagram alir dari proses inversi. 4.3 Pemodelan Data yang digunakan dalam pemodelan adalah data anomali gayaberat 4D akibat perubahan fluida. Data dari titik pengukuran sangat sedikit untuk mencakup inversi daerah semarang yang luas, maka

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH Oleh: Asep Sugianto, Yadi Supriyadi, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Metode Gravity Di Desa Sumbermanjingwetan dan Desa Druju Malang Selatan

Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Metode Gravity Di Desa Sumbermanjingwetan dan Desa Druju Malang Selatan Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Metode Gravity Di Desa Sumbermanjingwetan dan Desa Druju Malang Selatan Winda amadhani 1 ; Dr. Sunaryo, S.Si. M.Si. ; Drs.Wasis, M. AB 3. (1) Mahasiswa

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan tahanan jenis dilakukan dengan cara mencatat nilai kuat arus yang diinjeksikan dan perubahan beda potensial yang terukur dengan menggunakan konfigurasi wenner. Pengukuran

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat 41 Bab IV Analisis Data IV.1 Data Gaya Berat Peta gaya berat yang digabungkan dengn penampang-penampang seismik di daerah penelitian (Gambar IV.1) menunjukkan kecenderungan topografi batuan dasar pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI

IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Email: lutfinur.ismi@ymail.com

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penerapan ilmu geofisika, geologi, maupun hidrografi dalam survey bawah laut menjadi suatu yang sangat krusial dalam menggambarkan keadaan, detail objek,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam pencapaian tujuan. Berikut adalah gambar diagram alir dalam menyelesaikan penelitian ini: Data lapangan (AB/2, resistivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN BAB LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN. PRINSIP DASAR GRAVITASI Gaya tarik-menarik antara dua buah partikel sebanding dengan perkalian massa kedua partikel tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI Hasil pengolahan data yang didapat akan dibahas dan dianalisis pada bab ini. Analisis dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara geometri yang berdasarkan

Lebih terperinci

PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA

PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA Oleh : B. Nhirwana dan Subarsyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr.

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli

PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA Oleh Liliek Rihardiana Rosli SARI Penyelidikan geofisika dengan cara magnet telah dilakukan di daerah panas bumi Akesahu.

Lebih terperinci

Unnes Physics Journal

Unnes Physics Journal UPJ 5 (2) (2016) Unnes Physics Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upj Pendugaan Struktur Bawah Permukaan Kota Semarang Berdasarkan Data Anomali Gravitasi Citra Satelit Purwaditya Nugraha,

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL...xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan desain penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif analitis. Penelitian geomagnet ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA KLO-68 KLO-5 KLO-18 KLO-55 KLO-113 KLO-75 KLO-110 KLO-3 KLO-51 KLO-96 KLO-91 KLO-14 KLO-192 KLO-41 KLO-185 KLO-45 KLO-76 KLO-184 KLO-97 KLO-129 KLO-17 KLO-112 KLO-100 KLO-43 KLO-15 KLO-111 KLO-90 KLO-12

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI POHON BATU, KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT DAN KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Arif Munandar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

Unnes Physics Journal

Unnes Physics Journal UPJ 3 (1) (2014) Unnes Physics Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upj STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN SEKARAN DAN SEKITARNYA BERDASARKAN DATA GAYA BERAT S. Imam, Supriyadi Prodi Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii iv v vi viii xi xiii

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber

Lebih terperinci

Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin SARI BACAAN

Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin SARI BACAAN KARAKTERISASI PANAS BUMI DI SUMBER AIR PANAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET (STUDI KASUS SUMBER AIR PANAS PANGGO KABUPATEN SINJAI) Oleh : Nurfadhilah Arif 1, Drs. Lantu, M.Eng.Sc, DESS 2, SabriantoAswad,

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci