BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sebuah penelitian diperlukan penggunaan metode yang tepat agar hasil penelitian

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah,

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Wahyu Aris Aprillianto Universitas Muhammadiyah Purworejo

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB II LANDASAN TEORI. juga didefinisikan sebagai kesusastraan dari rakyat, yang penyebarannya

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : A. Simpulan. 1. Sêrat Srutjar merupakan naskah jamak. Ditemukan tiga buah naskah yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra Indonesia bisa diketahui dengan banyaknya karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB III METODE PENELITIAN

Nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pamorring Kawula Gusti dan Relevansinya dalam Kehidupan Sekarang

MANFAAT STUDI FILOLOGI

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sastra mengambil isi sastra tersebut dari kehidupan sehari-hari yang terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek atau apapun

BAB V PENUTUP. ditemukan dua varian naskah, yaitu naskah Sêrat Driyabrata dengan nomor

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

2014 SAJARAH CIJULANG

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibaca dalam peningglan-peninggalan yang berupa tulisan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari

SYAIR NEGERI PATANI : Suntingan Teks dan Analisis Semiotik

Pokok Bahasan Rincian Pokok Bahasan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB II LANDASAN TEORI

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang

NILAI-NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT JAMBI Oleh: Suyanti, Albertus dan Irma

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN ETIKA (I)

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan, karena dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang

KAJIAN FILOLOGI NASKAH PIWULANG PATRAPING AGÊSANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belum pernah dilakukan kegiatan transliterasi teks atas naskah Wawacan Rawi

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI???

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

CERITA RAKYAT SI BORU SARODING KAJIAN: RESEPSI SASTRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mampu menentramkan kehidupan manusia terlebih dalam hal kerohanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan terbentuk sebagai hasil sintesis dari pengalaman-pengalaman

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Filologi Filologi adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik (Bani Sudardi, 2003 :7). Secara etimologi filologi berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari dua kata, philos dan logos. Philos artinya cinta dan logos artinya kata (logos berarti juga ilmu). Jadi filologi secara harfiah berarti cinta pada kata-kata. Itulah sebabnya filologi selalu asyik dengan kata-kata. Kata-kata dipertimbangkan, dibetulkan, diperbandingkan, dijelaskan asal-usulnya dan sebagainya, sehingga jelas bentuk dan artinya. Pengertian filologi ini kemudian berkembang, dari pengertian cinta pada kata-kata menjadi cinta pada ilmu. Filologi tidak hanya sibuk dengan kritik teks, serta komentar penjelasannya, tetapi juga ilmu yang menyelidiki kebudayaan suatu bangsa berdasarkan naskah (Edwar Djamaris, 1977). Darusuprapta (1989 : 3) menyatakan bahwa makna filologi di Indonesia yang dalam sejarahnya dipengaruhi Belanda adalah suatu disiplin ilmu yang mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan bertujuan untuk mengungkapkan makna teks tersebut dalam segi kebudayaannya. Achadiati Ikram (1997 : 1) berpendapat filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi kehidupan di masa lalu seperti commit yang ditemukan to user dalam tulisan. Di dalamnya 25

digilib.uns.ac.id 26 tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, hukum, dan lain sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa filologi adalah ilmu yang mempelajari tentang naskah naskah dan seluk-beluknya, yang mencakup berbagai bidang dan segi kehidupan, baik sastra, bahasa, agama, adat istiadat, hukum, maupun budaya yang bertujuan untuk mengungkapkan makna dan isinya. Sedangkan menurut penulis, filologi merupakan ilmu yang mempelajari semua hal tentang naskah. B. Objek Filologi Filologi juga mempunyai obyek penelitian. Filologi mempelajari kebudayaan masa lalu melalui teks-teks tertulis. Teks-teks tertulis di atas suatu bahan yang disebut naskah. Jadi obyek penelitian filologi adalah teks dari masa lalu yang tertulis di atas naskah yang mengandung nilai budaya (Bani Sudardi, 2003 : 9). Dalam filologi dibedakan antara pengertian naskah dan teks. Naskah adalah tempat teks-teks ditulis. Naskah berwujud konkret, nyata. Di dalam naskah terdapat tulisan tulisan yang merupakan simbol-simbol bahasa untuk menyampaikan dan mengekspresikan hal-hal tertentu. Teks dalam filologi diartikan sebagai tenunan kata-kata, yakni serangkaian kata-kata yang berinteraksi membentuk satu kesatuan makna yang utuh, dan teks menunjuk kepada sesuatu yang abstrak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa objek konkret filologi adalah naskah, namun hakikatnya yang diuji dari naskah tersebut bukanlah fisik naskah tersebut, melainkan teks yang tersimpan di dalam naskah (Bani Sudardi, 2003 : 10-11). Dengan demikian filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa

digilib.uns.ac.id 27 lewat kajian-kajian naskah yang ada. Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian filologi adalah naskah dengan judul Cariyosipun Lutung. C. Langkah Kerja Penelitian Filologi Tugas utama seorang filolog dalam penelitian adalah untuk mendapatkan kembali naskah-naskah yang bersih dari kesalahan dan mendekati aslinya. Penelitian filologi dalam melakukan kegiatannya melalui beberapa langkah kerja. Langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris (2002:10), meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi, singkatan naskah, dan transliterasi naskah. Langkah-langkah tersebut perlu dilakukan, namun juga harus disesuaikan dengan naskah yang akan diteliti. Maksudnya, kegiatan di atas diterapkan untuk naskah sejenis yang lebih dari satu, khusus untuk mengerjakan naskah tunggal seperti halnya Cariyosipun Lutung, perbandingan naskah dan dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasikan ditiadakan. Hal ini didasarkan pada pemodifikasian teori antara Edwar Djamaris dan Edi S Ekadjati dari kumpulan makalah filologi, langkah kerja dalam penelitian filologi terdiri dari inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, pemilihan teks yang akan diterbitkan, ringkasan isi naskah, alih aksara dan penyajian teks. Terkait dengan hal tersebut, maka langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini, antara lain, inventarisasi naskah, deskripsi naskah, transliterasi, terjemahan, kritik teks, suntingan teks dan aparat kritik, dan sinopsis. Langkah-langkah tersebut didasarkan pada 2 (dua) alasan, yaitu pertama, data penelitian merupakan naskah Jawa. Kedua, data penelitian berupa naskah tunggal.

digilib.uns.ac.id 28 Secara terperinci, berikut adalah rincian langkah kerja penelitian filologi dalam naskah Cariyosipun Lutung: 1. Inventarisasi Naskah Langkah awal yang perlu dilakukan dalam suatu penelitian naskah (karya sastra) adalah inventarisasi naskah, yakni dilakukan dengan cara mendata dan mendaftar semua naskah yang akan diteliti di berbagai tempat penyimpanan naskah. Informasi mengenai naskah dapat diperoleh di berbagai katalog-katalog naskah. Langkah ini dilakukan untuk mengatahui jumlah naskah, di mana tempat penyimpanannya, dan penjelasan lain tentang keadaan naskah. Emuch Hermansoemantri (1986 : 1) mengemukakan bahwa setiap katalogus naskah memuat informasi yang bertalian dengan naskah, judul, umur, corak atau bentuk, asal-usul, rangkuman, hubungan antar naskah, dan fungsi naskah. 2. Deskripsi Naskah Menurut Edi S Ekadjati (1980 : 3) setelah semua naskah terpilih dikumpulkan dan didaftarkan, kemudian naskah-naskah tersebut dipelajari selanjutnya dicatat uraian tiap-tiap naskah itu secara terperinci. Dalam hal ini dijelaskan mengenai judul naskah, nomor naskah, ukuran naskah, tebal naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, bahasa dan aksara yang digunakan, bentuk karangan, jenis karangan, tempat dan waktu penyusunan/penulisan, identitas penyusun atau penulis, status naskah, isi naskah, dan lain-lain yang dipandang perlu. Kelengkapan catatan itu tergantung pada data yang terdapat pada naskah yang bersangkutan.

digilib.uns.ac.id 29 Uraian di atas senada dengan apa yang disampaikan Edwar Djamaris (2002 : 1), bahwa pada tahap ini penulis mendeskripsikan semua naskah yang tersedia atau yang telah diinventarisasi. Deskripsi naskah penting sekali untuk mengetahui keadaan naskah. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu judul naskah, nomor naskah (nomor katalog), ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon, dan garis besar isi cerita. Untuk lebih lengkapnya perlu disebutkan pula bentuk teks, jumlah pupuh, urutan pupuh, dan jumlah halamannya. 3. Transliterasi Naskah Naskah yang menjadi obyek penelitian selanjutnya ditransliterasi. Sebab, dalam melakukan penggarapan terhadap naskah tidak lepas dari pekerjaan transliterasi. Translitersi adalah pemindahan macam tulisan, misalnya dari tulisan Jawa ke tulisan Latin (Darusuprapta, 1989 : 16). Menurut Bani Sudardi (2003 : 66) berpendapat bahwa transliterasi adalah pengalihan dari huruf ke huruf dari sistem abjad yang satu ke sistem abjad yang lain. Transliterasi dilakukan menurut ejaan yang disepakati namun tetap menjaga kemurnian bahasa lama dalam naskah, dan transliterasi dalam penelitian ini adalah alih huruf dari aksara Jawa ke Latin. Karakter huruf jawa dan tradisi menyalin di masyarakat Jawa menuntut daya interpretasi dalam kerja transliterasi ini. Interpretasi sebagian dibantu dengan kamus bahasa Jawa.

digilib.uns.ac.id 30 4. Kritik Teks Kritik teks adalah suatu kegiatan memproduksi teks yang sedekat mungkin dengan analisisnya yaitu dengan didasarkan atas terkaan dan berlandaskan suatu hasil penelitian ilmiah. Tujuan kritik teks adalah menghasilkan teks yang paling mendekati aslinya. Jika terdapat berbagai teks dari karangan yang sama, kritik teks berusaha menentukan yang mana di antaranya yang otoriter (autoritatif) atau yang asli. Usaha ini dilakukan dengan makna merekonstruksi teks. Bani Sudardi (2003 : 55) berpendapat kritik teks adalah penilaian terhadap kandungan teks yang tersimpan dalam naskah untuk mendapatkan teks yang asli, utuh, atau bila memungkinkan berusaha mendapatkan teks yang ditulis oleh pengarang sendiri. Hal ini dilakukan karena hampir semua naskah mengalami penyalinan, bahkan turun temurun dan berkali-kali. Sama halnya dengan proses transliterasi, kritik teks juga menuntut adanya pengetahuan dan daya interpretasi dari penulis. 5. Suntingan Teks dan Aparat Kritik Langkah selanjutnya setelah kritik teks adalah suntingan teks. Rekonstruksi teks pada akhirnya mengarah pada dihasilkannya bentuk suntingan yang bersih dari kesalahan-kesalahan. Metode yang digunakan untuk menyunting teks Cariyosipun Lutung adalah metode naskah tunggal edisi standar. Metode yang dipilih ini bergantung pada pertimbangan yang didasarkan atas keadaan naskah yang bersangkutan. Suntingan diwujudkan dalam bentuk transliterasi dari huruf daerah (Jawa) ke huruf Latin,

digilib.uns.ac.id 31 tujuannya agar masyarakat yang tidak memahami huruf daerah dapat pula membacanya dalam bentuk transliterasi dalam huruf Latin. Dalam proses penyuntingan ini, penulis memperhatikan mengenai pemisahan kata, ejaan, dan tanda baca (pungtuasi). Hal ini dilakukan mengingat sifat huruf naskah yang ditransliterasikan berbeda dengan huruf Latin, yakni tidak mengenal pemenggalan antar kata. Pada intinya suntingan naskah berusaha menyajikan naskah dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan memberikan keterangan tentang teks, baik sifat maupun isinya seterang-terangnya (Darusuprapta, 1989 : 20). Dalam membuat suntingan, kesalahan-kesalahan yang ditemukan perbedaan dalam perbandingan naskah (naskah jamak) dicatat dalam catatan yang mempunyai tempat khusus yang disebut sebagai aparat kritik (Bani Sudardi, 2003 : 58). Hal serupa juga ditetapkan terhadap naskah tunggal. Maka dari itu, aparat kritik berisi tentang segala bentuk perubahan, pengurangan, atau penambahan yang dilakukan oleh penulis. Maksud diadakan aparat kritik supaya pembaca dapat mengontrol langsung bagaimana bacaan naskah, dan bila perlu membuat penafsiran sendiri. Jadi aparat kritik dalam hal ini merupakan suatu pertanggungjawaban secara ilmiah dalam upaya menyajikan suntingan naskah. 6. Terjemahan Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci.

digilib.uns.ac.id 32 Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah. Sehingga masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga menikmati, sehingga naskah itu lebih tersebar luas (Darusuprapta, 1989: 27). D. Pengertian Dongeng Di jaman sekarang ini, cerita prosa rakyat yang merupakan tradisi lisan masyarakat, masih banyak di jumpai. Meskipun cerita-cerita tersebut yang dahulu penyebarannya masih dari mulut ke mulut (cerita lisan), sekarang sudah banyak yang dikemas ulang menjadi suatu sajian yang menarik seperti yang sering ditayangkan di layar kaca, ataupun ke dalam bentuk tulisan yakni buku atau novel (sastra tulis). Mengenai cerita prosa rakyat, William R Bascom dalam Dananjaya (1986:50) membagi cerita prosa rakyat tersebut menjadi tiga golongan besar, yaitu (1) mite, (2) legenda, (3) dongeng. Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan. Dongeng merupakan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran (James Dananjaya, 1986:83). Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Anti Aane dan Stith Thompson (The Types of The Folklore) dalam James Dananjaya (1986:86) membagi jenis-jenis dongeng ke dalam empat golongan besar, yakni: Dongeng binatang, commit Dongeng to user biasa, Lelucon dan anecdot, dan

digilib.uns.ac.id 33 Dongeng berumus. Berdasar pada penjenisan dongeng di atas, Cariyosipun Lutung tergolong ke dalam jenis dongeng pertama yaitu dongeng binatang. E. Ajaran Moral Menurut Baoesastra Djawa, W.J.S Poerwadarminta (1939), berarti: pitutur, wewarah, pangajaran. Kajian isi pada penulisan ini dipaparkan melalui teknik deskripsi, yaitu penjabaran kandungan isi yang berkaitan dengan ajaran yang terkandung dalam naskah Cariyosipun Lutung. Ajaran dalam Cariyosipun Lutung merupakan ajaran yang berisi mengenai kesetiaan pengabdian yang dapat dijadikan teladan khususnya generasi muda untuk mengabdi dengan baik, taat, tolong-menolong, rela berkorban bahkan mengorbankan nyawa. Franz Magnis Suseno (2001:15) menyatakan bahwa ajaran moral adalah ajaran, wejangan-wejangan, atau khotbah-khotbah sebagai kumpulan ketetapan baik secara lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. KBBI (2007) menerangkan bahwa moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Moral juga berarti kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan, ataupun juga ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Tugas moral adalah akan menjaga keselarasan dan menjalankan kewajiban-kewajiban sosial, yang menyangkut hubungan sosial, yaitu hubungan antar manusia (Niels Mulder, 1986:36). Selain antar manusia juga terhadap alam raya. Suatu idealisme moral mempunyai cita-cita tinggi untuk memperbaiki

digilib.uns.ac.id 34 masyarakat dan dunia serta merasa bertanggungjawab untuk mengambil berbagai sikap yang bertentangan dengan keselarasan tidak masuk akal dan hanya akan menimbulkan gangguan, juga bagi mereka yang mau dibantu atau dimajukan dengan cita-cita yang tinggi (Magnis-Suseno,2001:204). Abdi di sini tidak hanya seorang emban yang ada di keraton, tetapi juga bisa orang yang pekerjaannya sebagai mantri. Mantri harus bertanggungjawab terhadap tugasnya, mempunyai kesetiaan dan ketaatan kepada raja dan negaranya, adil dan sebagainya. Dalam Sêrat Wadu Aji diterangkan bahwa mantri harus dapat membedakan tindakan-tindakan yang buruk (nistha), cukup (madya) dan utama (utama) (dalam Supardjo, Suharyana, Sarwono, 2006:82). Dalam Sêrat Raja Kapa-Kapa, dijelaskan bahwa seorang Mantri harus mempunyai 3 sifat, yaitu satya, sadu dan tau. Satya adalah sungguh-sungguh dalam mengabdi, berani membela raja walaupun mengorbankan nyawa, menjaga apa yang menjadi rahasia raja. Sadu adalah dapat menghibur raja, dan memberi jalan keluar terhadap masalah raja. Tau adalah mengetahui apa yang dipikirkan raja dan kemauan raja, tidak terpengaruh oleh harta, tidak sesukanya sendiri dalam menjalankan kekuasaannya, berbakti kepada raja dan bersedia menjalan kewajiban atau tugasnya dengan penuh tanggungjawab (Retno Asih Wulandari 1990: 34). Hubungan timbal balik antara raja dan abdinya sangat penting dalam pemerintahan. Hal itu bertujuan supaya cita-cita sebuah kerajaan dapat tercapai, sehingga akan menjadi negara yang adil dan makmur. Ajaran moral dan etika juga sangat cocok diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran tersebut berguna untuk membentuk karakter supaya menjadi manusia baik, menyelaraskan dan

digilib.uns.ac.id 35 menjaga kewajiban manusia sebagai makhluk sosial dan mengatur cara manusia untuk menjalankan kewajiban kepada Tuhan, serta memelihara alam. Ajaran moral dalam Cariyosipun Lutung dapat dijadikan teladan khususnya generasi muda. Ajaran tersebut supaya menjadi orang yang setia khususnya setia dengan rela berkorban, rela mati, patuh dan tidak melawan, dan juga setia yang berupa keikhlasan.