1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi warga negara Indonesia. Negara Indonesia memberlakukan tiga macam hukum waris, yaitu hukum waris Adat, hukum waris Islam dan hukum waris Barat (dikenal juga dengan hukum waris perdata). Setiap penduduk diperbolehkan menggunakan salah satu dari hukum waris tersebut. Bagi penduduk yang beragama Islam, diberlakukan penggunaan hukum waris Islam. Bagi penduduk non muslim asli pribumi, diberlakukan hukum adatnya masing-masing yang dipengaruhi oleh unsurunsur agama dan kepercayaan, adapun hukum waris barat diberlakukan kepada orang-orang Eropa, Timur Asing dan orang-orang pribumi yang mau tunduk dengan hukum tersebut. 1 Penggolongan penduduk yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda dahulu saat ini sudah dinyatakan tidak digunakan lagi, sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presidium Kabinet, Nomor 31/U/IN/12/1966 butir 1 dan 2 : 2 Butir 1 : Sambil menunggu dikeluarkannya Undang-Undang Catatan Sipil yang bersifat Nasional, tidak digunakan Penggolongan Penduduk Indonesia berdasarkan Pasal 131 dan 163 Indische Staarsregeling (IS), (Eropeanen, Vreemdeoosterlingen, Inlander) pada Kantorkantor Catatan Sipil (B.S) di seluruh Indonesia. 1 N.M. Wahyu Kuncoro, 2015, Waris: Permasalahan dan Solusinya, Raih Asa Sukses, Jakarta, hlm.6 2 Ibid., hlm. 7-8
2 Butir 2 : Untuk selanjutnya Kantor-kantor Catatan Sipil di Indonesia terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia dan hanya dibedakan antara Warga Negara Indonesia dan Orang Asing. Khusus untuk ketentuan hukum-hukum perdata seperti perkawinan dan warisan, penggolongan tersebut masih berlaku. Disebutkan dalam Butir 3, Instruksi Presidium Kabinet, Nomor 31/U/IN/12/1966 : 3 Butir 3 : Ketentuan-ketentuan tersebut angka 1 dan 2 di atas tidak mengurangi berlakunya ketentuan mengenai perkawinan, warisan, dan ketentuan-ketentuan hukum perdata lainnya. Penggolongan penduduk sebagaimana tersebut di atas adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda yang ditetapkan sebagai berikut: 4 1. Golongan Eropa, yaitu Belanda, Jerman, Inggris, Perancis, termasuk di dalamnya Jepang, Amerika, Australia, Kanada. 2. Golongan Timur Asing, yaitu Tionghoa, Arab, India, Pakistan, Muangthai, dan lain-lain. 3. Golongan Bumi Putera, orang Indonesia Asli, yang terdiri atas 19 Kukuban Hukum, menurut Van Vollenhoven dan Ter Haar. 5 Negara Indonesia sendiri saat ini telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang menggantikan posisi Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958. Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ini mengelompokan warganegara kedalam dua kelompok, yaitu: 6 3 Ibid, 4 Maman Suparman, 2015, Hukum Waris Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1 5 Ibid, Lihat juga Mohammad Idris Ramulyo, 1993, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgerlijk Wetboek), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 13-14. 6 Lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
3 1. Warganegara Indonesia asli yaitu orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahiran dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. 2. Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warganegara. Pada penelitian ini subjek penelitian yang akan diteliti ialah Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa, yang jika disimpulkan dari Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 bahwa WNI Keturunan Tinghoa merupakan Warga Negara Indonesia sehingga hak dan kewajiban sebagai seorang Warganegara harus terpenuhi dan dilindungi. Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa, Akta Keterangan Hak Mewaris dibuat oleh Notaris, hal ini berdasarkan Pasal 111 Ayat (1) huruf c butir 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyebutkan bahwa untuk Golongan Penduduk Tionghoa, yang berwenang membuat Akta Keterangan Hak Mewaris adalah Notaris yang sebelum dibuatkan Akta Keterangan Hak Mewaris tersebut terlebih dahulu melakukan Pengecekan Wasiat ke Pusat Daftar Wasiat pada Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Perdata, Direktorat Jendral Admininistrasi Hukum Umum. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris, menyebutkan : Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk
4 membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Mengenai kewenangan utama Notaris selanjutnya disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan : Notaris berwenang membuat Akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse Akta, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Selain kewenangan, Notaris juga memiliki Kewajiban yang harus dipenuhi dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris, salah satu kewajiban Notaris dalam Pasal 16 ayat 1 huruf i adalah dalam menjalankan jabatannya Notaris wajib : membuat daftar yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan; Wasiat (Testament), menurut Pasal 875 KUHPerdata, adalah : suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan olehnya dapat ditarik kembali 7. Pada asasnya suatu pernyataan kemauan adalah datang dari satu pihak saja (eenzigdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Terdapat 3 (tiga) bentuk 7 Lihat Pasal 875 KUHPerdata.
5 surat wasiat menurut Pasal 931 KUHPerdata, yaitu :Wasiat yang harus ditulis sendiri (olographis testamen), Wasiat umum (openbaar testamen); danwasiat rahasia, Ahli waris yang mewaris berdasarkan wasiat disebut Ahli Waris Testamenter. Notaris diwajibkan untuk membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat dan seiring dengan perkembangan teknologi informasi Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah mengembangkan sistim Administrasi Hukum Umum yang dilakukan secara Online (AHU Online). Kewajiban Notaris melaporkan wasiat yang dibuat diberikan deadline maksimal sampai dengan tanggal 5 (lima) setiap bulan berjalan dan semua wasiat wajib dilaporkan melalui sistim AHU Online tersebut. Permasalahannya adalah apakah kewajiban ini telah dijalankan dengan baik, kemudian jika Notaris lalai/lupa melaporkan wasiat tersebut maka sanksi apa yang akan diberikan terhadap Notaris tersebut dan yang paling penting ialah bagaimana nasib dari ahli waris testamenter dalam proses pembuatan Akta Keterangan Mewaris yang tidak menjadi ahli waris testamen sebab wasiat yang pernah dibuat tidak terdaftar baik karena kesalahan/kelalaian Notaris ataupun kesalah sistim (trouble), ataupun terdapat perbedaan nama pewasiat dalam surat wasiat dengan Akta kematian pewasiat sehingga wasiat setelah dilakukan pengecekan dinyatakan tidak terdaftar oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan latar belakang inilah peneliti sangat tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Ahli Waris Testamenter
6 WNI Keturunan Tionghoa Dalam Surat Wasiat Yang Tidak Terdaftar Pada Pusat Daftar Wasiat Untuk Kepentingan Pembuatan Akta Keterangan Hak Mewaris Oleh Notaris. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana akibat hukum pembuatan Akta Keterangan Hak Mewaris oleh Notaris terhadap ahli waris testamenter WNI Keturunan Tionghoa dalam surat wasiat yang tidak terdaftar pada Pusat Daftar Wasiat? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap ahli waris testamenter WNI Keturunan Tionghoa dalam surat wasiat yang tidak terdaftar pada Pusat Daftar Wasiat? 3. Bagaimana sanksi terhadap Notaris yang lupa mendaftarkan Wasiat ke Pusat Daftar Wasiat melalui sistim AHU Online? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah untuk : 1. Mengetahui dan menganalisis akibat hukum pembuatan Akta Keterangan Hak Mewaris terhadap ahli waris testamenter WNI Keturunan Tionghoa dalam surat wasiat yang tidak terdaftar pada Pusat Daftar Wasiat. 2. Mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap ahli waris testamenter WNI Keturunan Tionghoa dalam surat wasiat yang tidak terdaftar pada Pusat Daftar Wasiat. 3. Mengetahui sanksi terhadap Notaris yang lupa mendaftarkan wasiat ke Pusat Daftar Wasiat melalui sistim AHU Online.
7 D. Keaslian Penelitian 1. Urgensi Pengecekan Wasiat bagi keperluan pembuatan Surat Keterangan Waris Warga Negara Indonesia Penduduk Asli di Daftar Pusat Wasiat Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Oleh Putu Ernawati Putri, 8 Program Studi Magister Kenotariatan, dengan Rumusan masalah : a. Mengapa perlu diadakan pengecekan wasiat bagi keperluan pembuatan surat keterangan waris warga negara Indonesia penduduk asli di Daftar Pusat Wasiat Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia? b. Bagaimana akibat hukum dari Surat Keterangan Waris yang berlaku terhadap warga negara Indonesia Penduduk Asli yang dibuat tanpa melakukan pengecekan wasiat terlebih dahulu apabila terjadi tuntutan dari ahli waris testamenter? Hasil Penelitian yang diperoleh Putu Ernawati Putri : a. Bahwa perlu diadakan pengecekan terhadap wasiat guna mengetahui apakah pewaris meninggalkan wasiat atau tidak dan dikarenakan pemenuhan hak ahli waris testamenter lebih diutamakan daripada ahli waris ab intestato, sehingga perihal wasiat harus diketahui keberadaannya. b. Akibat hukum dari surat keterangan waris yang dibuat tanpa melakukan pengecekan wasiat terlebih dahulu apabila terjadi tuntutan 8 Putu Ernawati Putri, 2015, Urgensi Pengecekan Wasiat bagi keperluan pembuatan Surat Keterangan Waris Warga Negara Indonesia Penduduk Asli di Daftar Pusat Wasiat Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. IX.
8 dari ahli waris testamenter maka penyelesaian dapat dilakukan melalui kekeluargaan atau putusan pengadilan. Adapun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Putu Ernawati Putri dan Peneliti terdapat kesamaan yaitu sama-sama meneliti tentang Wasiat untuk keperluan pembuatan Surat Keterangan Waris, akan tetapi perbedaan yang sangat terlihat ialah Subjek penelitian, Putu Ernawati Putri meneliti WNI Penduduk Asli dimana Surat Keterangan Warisnya hanya disahkan dan dikuatkan Desa/Lurah dan Camat sedangkan Peneliti meneliti yang subjeknya adalah WNI keturunan Tionghoa yang Akta Keterangan Warisnya dibuat secara Notariil yang sebelum Akta Keterangan Mewaris tersebut dibuat oleh Notaris, Notaris akan melakukan Pengecekan Wasiat terlebih dahulu atas nama Pewaris guna mengetahui Apakah Pewaris meninggalkan wasiat atau tidak. 2. Perlindungan Hukum Terhadap Ahli Waris Pengganti Keturunan Timur Asing Tionghoa dalam Pewarisan di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Oleh Dessy Nakarasima, 9 Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, dengan rumusan masalah : a. Mengapa hakim dalam menjatuhkan putusan nomor 118/PDT.G/2010/PN.YK tidak sesuai dengan Pasal 834 Kitab Undang-undang Hukum Perdata? 9 Dessy Nakarasima, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Ahli Waris Pengganti Keturunan Timur Asing Tionghoa dalam Pewarisan di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Tesis, Program Pascasarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. IX
9 b. Apakah putusan Nomor 118/PDT.G/2010/PN.YK telah memberikan Perlindungan Hukum Bagi Ahli Waris Pengganti Keturunan Timur Asing Tionghoa? Disimpulkan oleh Dessy Nakarasima, sebagai berikut : a. Pertimbangan hakim mengenai tindakan dimana yurisprudensi lebih tepat dan lebih unggul nilai hukum dan keadilannya dari peraturan Pasal 834 KUHPerdata, mesti didasarkan atas kepatutan dan perlindungan kepentingan umum. Menurut majelis hakim dalam pertimbangannya harus menguji dan menganalisis secara hemat, bahwa nilai-nilai hukum yang terkandung dalam yurisprudensi yang bersangkutan jauh potensial bobot kepatutan dan perlindungan kepentingan umumnya dibanding dengan nilai yang terdapat dalam rumusan undang-undang. b. Perlindungan hukum yang diberikan kepada penggugat dalam kasus gugatan Nomor 118/Pdt.G/2010/PN.YK belum ada dalam putusan tersebut. Telah terpenuhinya kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan penggugat selaku ahli waris tetapi hal ini belum membuat hak-hak penggugat (ahli waris pengganti) terpenuhi yang seharusnya didapat oleh penggugat. Berdasarkan kesimpulan yang dipaparkan oleh Dessy Nakarasima, Peneliti dapat menarik benang merah kesamaan dan perbedaan pada hasil penelitian Dessy dan Penelitian yang akan peneliti lakukan, kesamaannya yaitu sama-sama meneliti subjek hukum WNI Keturunan Tionghoa dan
10 membahas mengenai Ahli Waris Pengganti namun Peneliti membahas mengenai Ahli Waris Testamenter. Perbedaan sangat jauh pada Objek Penelitian dimana peneliti meneliti tentang Wasiat dan Akta Keterangan Mewaris secara Notariil sedangkan Dessy meneliti tentang Pewarisan di Yogyakarta. Sejauh hasil penelusuran pustaka yang peneliti lakukan, peneliti belum menemukan hasil penelitian yang serupa mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Ahli Waris Testamenter WNI Keturunan Tionghoa Dalam Surat Wasiat Yang Tidak Terdaftar Pada Pusat Daftar Wasiat Untuk Kepentingan Pembuatan Akta Keterangan Hak Mewaris Oleh Notaris. Namun apabila dikemudian hari terdapat penelitian yang serupa, maka penelitian ini menjadi pelengkap terhadap penelitian-penelitian terdahulu. E. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Hukum pada umumnya dan dibidang Hukum Waris Perdata pada khususnya. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti, sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan, serta dapat dijadikan bahan acuan
11 bagi Notaris, Praktisi Hukum, Mahasiswa Kenotariatan yang harus faham benar dengan pelanggaran kode etik Notaris.