BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, zat pewarna sintetik lebih banyak beredar dan dipakai oleh industri pangan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah proses produksinya lebih cepat, harganya lebih murah, dan menghasilkan warna yang cerah. Namun demikian, mayoritas pewarna sintetik kurang aman untuk dikonsumsi karena bersifat karsinogenik dan beracun sehingga dapat membahayakan kesehatan, diantaranya Rhodamin B, methanyl yellow, dst. (Winarno,2004). Berkaitan dengan dampak negatif akibat penggunaan zat pewarna sintetik bagi kesehatan konsumen, mendorong konsumen untuk beralih menggunakan zat pewarna alami yang lebih aman dikonsumsi. Antosianin merupakan salah satu kelompok zat warna alami (pigmen) yang terdapat pada memberikan warna merah muda, merah tua, ungu dan biru pada daun, bunga dan buah dari tumbuhan (Winarno, 1995). Antosianin bersifat polar dan dapat diekstrak baik dalam pelarut-pelarut polar, misalnya campuran etanol, asam asetat, dan air. Beberapa tumbuhan yang kaya akan antonianin telah digunakan sebagai pewarna alami pada bahan pangan, seperti buah anggur dan stroberi. Pewarna alami telah lama digunakan sebagai pewarna pangan dan hingga saat ini 1
2 penggunaannya masih dianggap lebih aman dari pada pewarna sintetik (Koswara, 2009). Penggunaan pigmen antosianin di Indonesia telah diizinkan berdasarkan Permenkes RI No.033/MENKES/PER/2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Di samping perannya sebagai pewarna pangan, antosianin juga memiliki beberapa manfaat bagi kesehatan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa antosianin dapat berfungsi sebagai anti-alergi, anti-inflamasi, anti-virus, antimutagenik, anti- mikroba, pencegah diabetes dan perlindung terhadap kerusakan jantung pada manusia (Ghosh and Konishi, 2007). Salah satu faktor yang perlu diperhatikan pada penggunaan pewarna pada bahan pangan adalah kestabilan warna yang dihasilkan. Pewarna yang memiliki warna lebih stabil umumnya lebih disukai oleh konsumen. Dalam aplikasinya sebagai pewarna pangan, antosianin biasanya dicampurkan dengan berbagai bahan lain yang dapat meningkatkan cita rasa makanan, seperti gula dan garam. Pewarna pangan juga diproduksi melalui beberapa proses pengolahan bahan pangan, seperti pemanasan dan penyimpanan. Proses pencampuran dan pengolahan bahan pangan tersebut dapat mempengaruhi stabilitas pigmen yang digunakan sehingga mempengaruhi kualitas dari warna yang dihasilkan. Ubi jalar ungu, merupakan salah satu pangan lokal yang berpotensi mengandung pigmen antosianin. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan rasio pelarut yang paling optimal dalam mengekstrak
3 zat warna antosianin dalam ubi jalar ungu dan mengevaluasi stabilitas antosianin terhadap berbagai perlakuan. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Berapakah rasio pelarut organik, yaitu etanol, asam asetat, dan air yang paling optimal untuk megekstrak antosianin pada ubi jalar ungu? 2. Bagaimanakah kadar sukrosa, kadar NaCl, suhu penyimpanan, waktu pemanasan, dan ph memengaruhi stabilitas ekstrak antosianin ubi jalar ungu? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain : 1. Untuk mengetahui rasio pelarut organik, yaitu etanol, asam asetat, dan air yang paling optimal untuk mengekstrak antosianin pada ubi jalar ungu 2. Untuk mengetahui pengaruh kadar sukrosa, kadar NaCl, suhu penyimpanan, waktu pemanasan, dan ph terhadap stabilitas ekstrak antosianin ubi jalar ungu 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :
4 1. Memberikan informasi kepada peneliti mengenai rasio pelarut organik yang paling optimal untuk mengekstrak antosianin dari ubi jalar ungu. 2. Memberikan informasi kepada peneliti mengenai pengaruh kadar sukrosa, kadar NaCl, suhu penyimpanan, waktu pemanasan, dan ph terhadap stabilitas ekstrak antosianin ubi jalar ungu.