BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang semakin pesat menyebabkan penginderaan jauh menjadi bagian penting dalam mengkaji suatu fenomena di permukaan bumi sebagai suatu kerangka kerja. Kemampuannya dalam menyadap informasi dengan sangat baik menyebabkan penginderaan jauh tidak hanya digunakan oleh orang yang ahli di bidang ilmu itu saja, melainkan juga telah dimanfaatkan oleh berbagai bidang kepentingan, seperti kelautan, kehutanan, pertanian, dan lain-lain (Danoedoro, 2012). Berbagai penelitian telah dilakukan dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh, dengan spesifikasi citra yang berbeda dapat digunakan untuk bidang kepentingan yang berbeda pula. Sebagai contoh kajian geomorfologi yang mengharuskan melihat secara keseluruhan wilayah, sehingga digunakan citra dengan resolusi sedang hingga rendah, sedangkan kajian tentang perkotaan yang cenderung menonjolkan kedetilan obyek menggunakan citra dengan resolusi tinggi. Begitu pula kajian perkotaan terkait dengan fenomena permukimaan kumuh, peran penginderaan jauh sangat dominan dalam fenomena tersebut, mengingat luasan wilayah permukiman kumuh yang tidak begitu luas dan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi tingkat kekumuhan harus detil. Peluncuran citra-citra satelit resolusi tinggi, seperti QuickBird, Ikonos, dan Geoeye-1 semakin memudahkan dalam melakukan penyadapan informasi parameter permukiman kumuh. Seperti citra Quickbird dengan resolusi spasial mencapai 0,61 meter mampu memberikan informasi kondisi permukiman dan kenampakan infrastruktur. Penggunaan teknologi penginderaan jauh yang mampu menyadap informasi secara detil obyek di lapangan akan diolah dengan sebuah sistem yaitu Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat m engetahui persebaran permukiman kumuh, dengan input berupa data dari penginderaan jauh maupun data hasil lapangan yang kemudian dilakukan pemrosesan, dan 1
menghasilkan peta untuk dilakukan analisis terhadap hasil persebaran permukiman kumuh. Pentingnya peta dalam mengetahui persebaran permukiman kumuh dikarenakan memudahkan bagi pembaca memahami informasi lokasi kekumuhan, dan lebih cepat dalam mengetahui kualitas, kuantittas, dan sebaran keruangannya. Permukiman kumuh di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat kompleks, diantaranya adalah permasalahan yang berkaitan dengan kesesuaian peruntukan lokasi dengan rencana tata ruang, status kepemilikan tanah, tingkat kepadatan penduduk, tingkat kepadatan bangunan, kondisi fisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat lokal (Ditjen Cipta Karya, 2006). Luas kawasan kumuh di Indonesia selalu meningkat, dari tahun 2009 sebesar 53.000 ha hingga tahun 2011 mencapai 57.000 ha (Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral, 2011). Tingginya persebaran permukiman kumuh di ibukota propinsi di Indonesia perlu dilakukan penanganan karena kawasan hunian selain menurunkan martabat kota, juga mempunyai dampak negatif lainnya, seperti kriminalitas tinggi, rawan kebakaran, rawan penyakit, dan lain-lain. Kondisi kekumuhan juga terjadi di Kota Semarang. Gambar 1.1. menunjukkan peningkatan luas permukiman kumuh di Kota Semarang. 3 Persentase Luas Kumuh (%) 2 1 1,5 1,85 2 2,41 Persentase Luas Kumuh (%) 0 2005 2006 2007 2008 Gambar 1.1. Peningkatan Luas Permukiman Kumuh di Kota Semarang (Sumber : www.semarangkota.go.id diakses pada 20 Mei 2014 14.41 WIB) Tahun 2005 hingga tahun 2008 terjadi peningkatan luas permukiman kumuh di Kota Semarang. Penyebab peningkatan ini adalah menurunnya kualitas lingkungan akibat rob dan meningkatnya migrasi penduduk yang tidak 2
berketrampilan dari daerah atau kota lain ke Kota Semarang. Migrasi penduduk ini menyebabkan terjadinya peningkatan kepadatan penduduk di Kota Semarang. Kepadatan penduduk dan menurunnya kualitas lingkungan akibat rob menjadi penyebab munculnya permukiman kumuh. Kota Semarang sebagai ibukota Propinsi Jawa Tengah adalah satu-satunya kota di Propinsi Jawa Tengah yang dapat digolongkan sebagai kota metropolitan dengan luas wilayah sebesar 373,7 km 2. Tabel 1.1 merupakan tabel perbandingan kepadatan penduduk seluruh kecamatan yang berada di Kota Semarang tahun 2012. Tabel 1.1. Kepadatan Penduduk Kota Semarang Kepadatan Penduduk Kecamatan 2008 2012 Prosentase Klasifikasi Persentase (jiwa/km2) (jiwa/km2) (%) Semarang Selatan 14438 13,07 13990 12,43 Tinggi Candisari 11917 10,79 12217 10,85 Tinggi Gayamsari 11453 10,37 11913 10,58 Tinggi Semarang Tengah 12089 10,95 11673 10,37 Tinggi Semarang Utara 11556 10,46 11661 10,36 Tinggi Semarang Timur 10616 9,61 10245 9,10 Tinggi Pedurungan 7894 7,15 8483 7,54 Sedang Semarang Barat 7333 6,64 7313 6,50 Sedang Gajahmungkur 6799 6,16 6993 6,21 Sedang Banyumanik 4743 4,29 4991 4,43 Rendah Genuk 2943 2,66 3342 2,97 Rendah Tembalang 2873 2,60 3234 2,87 Rendah Ngaliyan 2872 2,60 3183 2,83 Rendah Gunungpati 1210 1,10 1387 1,23 Rendah Mijen 850 0,77 983 0,87 Rendah Tugu 849 0,77 972 0,86 Rendah (Sumber : Semarang Kota Dalam Angka 2012) Berdasarkan tabel tersebut, maka Kecamatan Semarang Selatan, Candisari, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara, dan Semarang Tengah tergolong tinggi. Kurva yang menunjukkan peningkatan kepadatan penduduk di Kecamatan Semarang Utara dari tahun 2008 hingga tahun 2012 disajikan pada gambar 1.2. 3
Kepadatan Penduduk Kec. Semarang Utara (jiwa/km 2 ) 11700 11650 11600 11550 11500 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 1.2. Kurva Peningkatan Kepadatan Penduduk Kec. Semarang Utara (Sumber : Semarang Kota Dalam Angka 2012) Kepadatan penduduk di Kecamatan Semarang Utara tergolong tinggi, yaitu sebesar 11.611 jiwa/km 2 didukung dengan lokasinya yang setiap tahun terkena rob menyebabkan terjadinya kemerosotan kualitas lingkungan. Kemorosotan kualitas lingkungan dapat terjadi karena warga di Kecamatan Semarang Utara tidak mampu merenovasi rumah untuk meninggikan rumah-rumahnya agar tidak terkena rob. Hal ini sesuai dengan data warga miskin di Kecamatan Semarang Utara yang tergolong tinggi pula sebagaimana yang disajikan pada gambar 1.3. 50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Jumlah Warga Miskin (jiwa) Gambar 1.3. Jumlah Warga Miskin di Kota Semarang (Sumber : www.simgakin.semarangkota.go.id diakses 26 Mei 2014 22.37 WIB) Penentuan tingkat kekumuhan dapat dilakukan dengan data penginderaan jauh, adapun parameter yang mampu disadap oleh citra antara lain kesesuaian dengan tata ruang, kepadatan bangunan, jarak antar bangunan, kondisi jalan lingkungan, dan building coverage. Parameter lain untuk menentukan tingkat 4
kekumuhan perlu dilakukan survei lapangan, parameter tersebut antara lain kondisi drainase, kondisi persampahan, kondisi saluran limbah. Penentuan persebaran permukiman kumuh dan lokasi prioritas perbaikan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk melakukan penataan kembali permukiman kumuh. 1.2. Rumusan Masalah Penggunaan citra penginderaan jauh dewasa ini sudah semakin berkembang, terlebih dengan munculnya citra dengan resolusi spasial yang tinggi. Sebelum kemunculan citra satelit, teknologi yang digunakan untuk menyadap informasi secara detil adalah fotoudara, namun keterbatasan pemerolehan fotoudara ini menjadi salah satu kendalanya. Pemanfaatan citra Quickbird akan sangat menguntungkan dalam studi perkotaan yang membutuhkan informasi secara detil dan kontinyu, utamanya dalam mengkaji fenomena permukiman kumuh yang menjadi isu utama bagi kota-kota besar di Indonesia. Permukiman kumuh merupakan dampak dari tekanan penduduk yang semakin tinggi namun tidak diimbangi oleh ketersediaan lahan, sehingga terjadi pemadatan bangunan di wilayah tersebut. Kota Semarang sebagai wilayah dengan Kota Metropolitan satu-satunya di Jawa Tengah sangat menarik bagi para migran bertempat tinggal di wilayah ini, sehingga pemadatan bangunan semakin meningkat. Data menyebutkan bahwa pada tahun 2012, rumah dengan jenis bangunan dari papan kayu dan gedek paling banyak berada di kecamatan Semarang Utara yang mencapai 13,32 % atau paling tinggi jika dibandingkan kecamatan lainnya di Kota Semarang, dan apabila disilangkan dengan persebaran permukiman kumuh di Kota Semarang, maka akan memperlihatkan signifikansi yang cukup besar antara jenis bangunan dengan jumlah rumah kumuh yang ada Banyak faktor yang mendukung laju perluasan kawasan lingkungan kumuh di wilayah tersebut, selain semakin meningkatnya jumlah penduduk adalah ketidakmampuan pemilik rumah kumuh untuk merawat dan merenovasi rumah agar memenuhi persyaratan teknis maupun kesehatan. Hal ini menyebabkan beberapa permasalahan, antara lain : 5
1. Perlu adanya pembaharuan data persebaran permukiman kumuh di Kota Semarang seiring dengan semakin cepatnya kota tersebut berkembang. 2. Pemanfaatan ruang Kecamatan Semarang Utara didominasi oleh kawasan perdagangan dan jasa, sehingga menarik orang untuk bertempat tinggal di daerah ini, akibatnya laju pertumbuhan penduduk semakin tinggi dan diperparah dengan adanya genangan pasang air laut yang semakin luas menyebabkan daerah tersebut rentan muncul kawasan kumuh. 3. Perlu adanya usaha untuk meningkatkan kualitas lingkungan di kantongkantong permukiman kumuh di Kota Semarang disesuaikan dengan keinginan masyarakat dan fakta-fakta di lapangan, sehingga penanganan terhadap kawasan permukiman kumuh dapat diselesaikan tepat sasaran. Berdasarkan beberapa permasalahan yang tersebut di atas, maka perkembangan teknologi penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan untuk mengaplikasikannya. Berikut adalah beberapa pertanyaan penelitian terkait dengan beberapa permasalahan yang dapat diaplikasikan melalui penginderaan jauh dan SIG : 1. Bagaimana ketelitian citra satelit Quickbird dalam memberikan informasi tentang parameter-parameter yang berpengaruh terhadap permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara? 2. Bagaimana agihan permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara? 3. Bagaimana sebaran lokasi prioritas perbaikan permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tingkat ketelitian citra satelit Quickbird dalam menyadap parameter penentu permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara. 2. Mengetahui persebaran permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara. 3. Mengetahui tingkat prioritas lokasi perbaikan permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara. 6
1.4. Kegunaan Penelitian 1. Dapat mengetahui manfaat citra satelit Quickbird dalam menyadap informasi parameter penentu permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara. 2. Dapat mengetahui persebaran permukiman kumuh di Kecamatan Semarang Utara. 3. Dapat memberikan rekomendasi terkait penanganan daerah permukiman kumuh. 7