BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian selular, termasuk odontoblas yang membentuk dentin. Anatomi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jaringan ikat tubuh lainnya yang tersusun oleh jaringan pembuluh darah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pulpa radikuler. Pulpa koronal terletak di kamar pulpa pada bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Beer dkk., 2006; Walton dan Torabinejad, 2008). gejalanya, pulpitis dibedakan menjadi reversible pulpitis dan

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CLINICAL EVALUATION THE SUCCESS OF DIRECT PULP CAPPING USING HARD SETTING CALCIUM HIDROXIDE AT DENTAL HOSPITAL UMY ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 dilakukan pemantauan oleh Depkes RI yang. menunjukkan bahwa dari 13 jenis penyakit gigi dan mulut, yang paling

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pulpa gigi merupakan jaringan yang membentuk dentin selama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi dan posisi gigi. Berikut tabel

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

Etiologi Nyeri pada Penyakit Pulpa dan Periapikal serta Mekanismenya 1. Nyeri 1.1 Definisi Nyeri 1.2 Klasifikasi Nyeri

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ENDODONTIC-EMERGENCIES

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulut yang sering terjadi di Indonesia adalah karies dengan prevalensi karies aktif

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih

I. PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa)

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Perawatan Endodontik pada anak. Written by Administrator Tuesday, 13 December :46

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar

PENTINGNYA OLAH RAGA TERHADAP KEBUGARAN TUBUH, KESEHATAN GIGI DAN MULUT.

BAB II TINJUAN PUSTAKA. odontoblast. Pada tahap awal perkembangannya, odontoblast juga. pertahanan (Walton & Torabinejad, 2008).

RADIOGRAPHIC EVALUATION OF CAPPING PULP DIRECT WITH CALCIUM HIROXIDE HARD SETTING IN DENTAL HOSPITAL UMY

KEDARURATAN ENDODONSIA. Dwi Kartika Apriyono Bagian Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun bangsa (Taringan, 2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR

Hipersensitif Dentin

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. ultrasonik digunakan sebagai dasar ultrasonic scaler (Newman dkk.,

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik.

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA. Sartika Puspita *

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. 1995). Sealer merupakan semen yang dapat menutupi celah-celah saluran akar

Patogenesis Terjadinya Penyakit Pulpa, Meliputi Respon Inflamasi dan Imun

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Definisi Yaitu keausan gigi yang disebabkan oleh kontaknya gigi.makin sering kontak terjadi, makin besar keausannya.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. suatu infeksi ulang (Namrata dkk., 2011). Invasi mikroorganisme terjadi melalui

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Abstrak. Abstract. Likky Tiara Alphianti 1 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap yaitu preparasi, sterilisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERAWATAN PULPA GIGI ANAK

Rizqilayli Fajriyani 1, Erma Sofiani 2. Kedokteran Gigi FKIK UMY ABSTRACT

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk

RADIOGRAPHIC EVALUATION OF INDIRECT PULP CAPPING WITH HARD SETTING CALCIUM HYDROXIDE IN RSGM UMY

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Klasifikasi karies. Pulpotomi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pulpa Menurut kamus besar Kedokteran Gigi Mosby (2008), pulpa merupakan bagian pusat dari gigi, terdiri dari pembuluh darah, saraf, dan bagian selular, termasuk odontoblas yang membentuk dentin. Anatomi pulpa dibagi menjadi dua bagian yaitu mahkota pulpa dan akar pulpa. Mahkota pulpa terletak di kamar pulpa yang menjadi bagian dari mahkota gigi, termasuk tanduk pulpa yang mulai dari incisal ridges mengarah ke ujung tonjol. Akar pulpa terletak di kanal pulpa yang merupakan akar gigi. Akar pulpa meneruskan jaringan periapikal dengan menghubungkan foramen apikal, kanal asesori meneruskan kanal pulpa dari dentin menuju jaringan periodontal (Roberson, 2006). Gigi dengan kondisi pulpa normal tidak menunjukkan gejalagejala spontan jika terluka. Pulpa akan merespon tes dan gejala timbul dari tes sedang (Cohen & Hargreaves, 2011). Gambar 1. Anatomi Gigi 11

12 2. Dentin Pembentukan dentin atau dentinogenesis diawali dari sel yang disebut odontoblas. Odontoblas merupakan bagian dari pulpa, namun karena proses sitoplasmik sel panjang odontoblas (100-200 µm) dapat mencapai tubulus dentin. Dentin merupakan bagian terluas gigi, secara anatomi dentin dilindungi oleh email, mahkota gigi dan sementum. Pembentukan dentin terjadi lebih awal dari pembentukan email. Odontoblas memproduksi matriks kolagen sebagai tahap awal, pembentukan pertama yaitu dentin yang dekat dengan permukaan pulpa. Secara garis besar pembentukan dimulai dari tonjol atau area insisal gigi menuju ke akar gigi. Area yang tidak termineralisasi pada badan odontoblas disebut predentin. Dentin akan terus terbentuk hingga 3 tahun setelah gigi tumbuh atau disebut dentin primer. (Roberson, 2006) a. Dentin Sekunder Dentin sekunder merupakan dentin yang terbentuk secara kontinu setelah mahkota terbentuk secara penuh. Mulai terbentuknya dentin sekunder berawal dari reaksi pulpa ketika terjadi kontak dengan gigi antagonis selama mastikasi. Kandungan mineral dalam dentin sekunder lebih kecil 6-10% dibandingkan dengan dentin primer (Bhakhar, 2013).

13 Menurut Rajendra (2012) dentin sekunder ada dua, yaitu : 1. Dentin Sekunder Fisiologis Bentuk dentin sekunder fisiologis adalah regular, hanya selapis pada kamar pulpa yang terus terbentuk seiring umur gigi. Dentin sekunder merupakan hasil faktor fisiologi yaitu umur dan erupi gigi, juga terbentuk lebih lambat dibandingkan dengan dentin primer. 2. Dentin Sekunder Reparatif Merupakan dentin yang terbentuk pada sekitar kamar pulpa hasil iritasi atau atrisi seperti bruxism dan kontak oklusi pada gigi antagonis. Trauma tersebut menstimulasi protekssi alami seperti dentin sekunder. b. Dentin Tersier Dentin tersier adalah jaringan yang terbentuk sebagai hasil respon rangsangan eksternal yang kuat pada gigi, misalnya peradangan yang berat. Pembentukan dentin tersier terjadi oleh peran odontoblas sekunder yang terdiferensiasi dari sel dalam pulpa yang tidak terdiferensiasi. Dentin tersier memiliki struktur yang ireguler dan terlokalisir pada tubulus dentinalis. Pembentukan pertama dentin tersier melalui proses diferensiasi odontoblas sekunder yang selanjutnya pembentukan menghasilkan jaringan dengan tubulus yang mirip dengan struktur dentin primer dan sekunder (Mjor, 2009).

14 Dentin tersier disubklasifikasikan menjadi dentin reaksioner dan reparatif. Dentin reaksioner merupakan matriks dentin tersier yang merespon terhadap stimulus ringan sehingga menimbulkan kenaikan aktivitas sel odontoblas yang berperan dalam pembentukan dentin. Dentin reparatif merupakan matriks dentin tersier yang disekresikan oleh dentin baru setelah terjadi rangsang yang berat sehingga meyebabkan kematian sel odontoblas yang berperan dalam pembentukan dentin primer dan sekunder (Smith, 2002). Gambar 2. Dentin 3. Penyakit Pulpa a. Pulpitis Reversibel Pulpitis reversibel merupakan peradangan pulpa yang tidak parah, jika penyebab radang dihilangkan maka pulpa akan kembali sehat. Faktor-faktor penyebab pulpitis reversibel antara lain erosi, karies, atrisi, kesalahan prosedur operator, fraktur email sehingga menyebabkan dentin terbuka (Walton & Torabinejad, 2008). Ketika diberi stimuli dingin atau manis akan ngilu namun hilang jika stimuli

15 dihentikan, rasa sakit sulit terlokalisir, radiografik periradikuler terlihat normal, perkusi negatif kecuali terdapat trauma oklusal (Heasman, 2006). c. Pulpitis Irreversibel Pulpitis irreversibel merupakan peradangan pulpa hingga menyebabkan kemampuan pertahanan pulpa tidak dapat memperbaiki pulpa normal kembali (Rukmo, 2011). Gejala pulpitis irreversibel adalah nyeri spontan, jika diberi stimulus menimbulkan nyeri tajam dan nyeri berlanjut hingga 30 detik atau lebih setelah stimulus dihilangkan, nyeri tidak terlokalisir jelas, nyeri semakin terasa dengan posisi berbaring (Babick et al., 2013). d. Pulpitis Hiperplastik Pulpitis hiperplastik ditandai dengan adanya polip yang berasal dari inflamasi kronik pulpa muda hingga ke permukaaan oklusal. Histologisnya inflamasi terjadi pada sel epitel permukaan, sel epitel tersebut tumbuh ke permukaan membentuk polip (Walton & Torabinejad, 2008). Pulpitis hiperplastik biasanya terjadi pada gigi permanen muda ditandai dengan adanya jaringan polip kemerahan dan terasa sakit selama mastikasi (Ingle, 2002) e. Nekrosis Pulpa Nekrosis pulpa merupakan kategori diagnosis klinis kematian pulpa gigi. Pulpa tidak merespon tes vitalitas dan asimtomatik. Kematian pulpa disebabkan terinfeksinya kamar pulpa sehingga

16 menyebabkan saraf pulpa tidak berfungsi kembali. Pulpa yang sudah nekrosis jika tidak dirawat akan menyebabkan penyakit ke dalam jaringan periradikuler (Cohen & Hargreaves, 2011). Tabel 1. Terminologi Diagnosis Pulpa Diagnosis Pulpa Keluhan Utama Riwayat Elektrik Termal Perkusi Palpasi Pulpa Normal Tidak ada Tidak - ada Pulpitis Reversibel Sensitif terhadap dingin Tidak ada - - Pulpitis Irreversibel Nekrosis Pulpa dan panas Sensitif durasi lama terhadap dingin dan panas Tidak ada Nyeri spontan Bervaria si - - - - - - Sumber (Goodell, PA, & HD, 2005) Pulpa dengan kondisi normal tidak akan menunjukkan hasil positif pada tes perkusi dan tes palpasi, akan tetapi akan menunjukkan tes positif pada tes elektrik dan termal karena gigi masih vital. Pada pulpitis reversibel akan menunjukkan respon ngilu pada tes suhu dingin, sedangkan pulpitis irreversibel durasi ngilu lebih lama dan terkadang disertai nyeri spontan. Pulpa yang nekrosis akan menunjukkan hasil negatif pada tes vitalitas namun masih kemungkinan menunjukkan hasil positif pada tes perkusi karena

17 jaringan periodontal disekitar gigi terganggu. Dapat dilihat pada tabel 1 Terminologi Diagnosis Pulpa. 2. Pupitis Reversibel Pulpitis reversibel merupakan peradangan pulpa yang tidak parah, jika penyebab radang dihilangkan maka pulpa akan kembali sehat. Faktor-faktor penyebab pulpitis reversibel antara lain erosi, karies, atrisi, kesalahan prosedur operator, fraktur email sehingga menyebabkan dentin terbuka (Walton & Torabinejad, 2008). a. Karies Karies adalah multifaktorial, menyebar, penyakit infeksi yang awalnya disebabkan oleh interaksi kariogenik oral flora dengan karbohidrat pada permukaan gigi yang lama. Karies ditandai dengan demineralisasi dan hilangnya struktur permukaan gigi (Roberson, 2006). b. Erosi Erosi gigi adalah hilangnya jaringan gigi akibar proses kimia tanpa pengaruh bakteri, merupakan penyakit multifaktoral dan seringkali dipengaruhi oleh gaya hidup. Erosi dapat pula dipengaruhi karena respon asam yang didapat dari faktor instriksik dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik asam dapat berasal dari diet seseorang, air kolam renang, dan obat. Faktor intrinsik berasal dari asam lambung (Lussi, 2006).

18 c. Atrisi dan Abrasi Atrisi dapat didefinisikan sebagai hilangnya jaringan email, dentin, atau restrasi karena kontak antar gigi. Atrisi dipengaruhi oleh kebiasaan atau dikarenakan adanya kelainan aktivitas mastikasi. Abrasi terjadi karena adanya proses biomekanik seperti menggosok gigi (Lopez-Frias et al., 2012). 3. Perawatan Kaping Pulpa Kaping pulpa merupakan prosedur alternatif perawatan endodontik dengan cara medikamen diaplikasikan secara langsung pada pulpa terbuka atau pada dentin yang tersisa untuk menjaga vitalitas pulpa dan mengurangi iritasi yang meluas. (Hilton, 2010). Ada dua teknik perawatan kaping pulpa yaitu : a. Kaping Pulpa Indirek Kaping pulpa indirek dapat dilakukan jika terdapat karies yang cukup dalam mendekati pulpa tetapi gigi tidak mempunyai riwayat sakit spontan dan respon normal terhadap tes vitalitas. Pulpa terbuka harus dihindari, karena jika terjadi akan lebih baik dilakukan perawatan kaping pulpa direk. Indikasi pulpa kaping indirek antara lain tidak ada riwayat nyeri spontan, pulpa dalam kondisi vital, tidak ada riwayat nyeri berlanjut setelah diberi stimuli suhu dan radiograf menunjukkan tidak adanya lesi periradikuler (Summit et al., 2006). Kontraindikasi pulpa kaping indirek yaitu jika sudah terjadi perforasi pulpa, diindikasikan ke pulpa kaping direk, pulpa nekrosis, terjadi

19 luksasi berlebihan, nyeri spontan yang tajam dan tidak hilang selama 30 detik atau lebih, pada radiograf terdapat radiolusen pada periapikal (Ingle, 2002). Teknik kaping pulpa indirek mula-mula gigi dianastesi terlebih dahulu, lalu isolasi gigi menggunakan rubber dam. Preparasi gigi menggunakan excavator atau bur bulat besar low speedhandpiece dengan menyisakan dentin yang sehat. Aplikasi kalsium hidroksida sebagai liner menyeluruh pada permukaan dentin yang sehat, ditumpat menggunakan amalgam, glass ionomer cement, komposit (Summit et al., 2006). Gambar 3. Kaping Pulpa Indirek b. Kaping Pulpa Direk Kaping pulpa direk didefinisikan sebagai pelapis luka pada pulpa normal terbuka secara klinik tanpa adanya tanda dan gejala penyakit pulpa yang parah. Prosedur ini noninvasif, termasuk perawatan sederhana dalam melindungi jaringan sehat pulpa (Willershauen et al., 2011). Indikasi pulpa kaping direk adalah ketika

20 terjadi perforasi pulpa karena mekanis atau karena karies (Walton & Torabinejad, 2008). Kontraindikasi kaping pulpa direk dengan pulpa terbuka dikarenakan karies. Bakteri karies yang dapat masuk ke dalam pulpa akan sulit mempertahankan pulpa sehat kembali (van-noort, 2008). Teknik kaping pulpa direk mula-mula gigi di bersihkan menggunakan 0,2% larutan chlorhexidine, lalu gunakan rubber dam untuk mengisolasi gigi. Kavitas oklusal dipreparasi menggunakan bur bulat diamond dengan high-speed handpiece. Kavitas oklusal sedalam 3.0-3.5 mm, 4.0-4.5 mm lebar mesiodistal dan 3.0-3.5mm lebar fasiolingual. Dimensi kavitas dicek menggunakan digital caliper untuk menyesuaikan dengan standar ukuran kavitas. Haemostasis tercapai dengan mengaplikasikan cotton pellet yang lembab dengan larutan saline kemudian dikeringkan menggunakan cotton pellet. Bagian pulpa yang terbuka diaplikasikan menggunakan bahan kaping pulpa secara langsung, setelah itu ditumpat menggunakan bahan tumpatan seperti resin komposit atau GIC sebagai liner (Parolia et al., 2010).

21 Gambar 4. Kaping Pulpa Direk 4. Bahan Kaping Pulpa Beberapa bahan kaping pulpa yang dikenal adalah : a. Zinc Oxide Eugenol (ZOE) Zinc Oxide Eugenol (ZOE) sudah bertahun-tahun digunakan dalam kedokteran gigi sebagai material base, liners, semen dan tumpatan sementara. ZOE kurang efektif sebagai bahan kaping pulpa karena eugenol yang dilepaskan bersifat toksik. Penelitian gigi yang dikaping menggunakan ZOE menunjukkan inflamasi kronik, pulpa tidak sembuh dan tidak terbentuknya dentin reparaitf setelah 12 minggu dirawat (Hilton, 2010). b. Mineral Trioxide Aggregate (MTA) MTA telah terbukti tidak hanya menjadi salah satu material yang sangat bagus untuk jaringan ikat tetapi juga berkontribusi mencegah terjadinya kebocoran bakteri. Keberhasilan MTA sebagai bahan kaping pulpa cukup bagus tanpa adanya kebocoran bakteri. Beberapa penelitian menunjukkan MTA efektif sebagai bahan kaping pulpa dan terbukti MTA memperbaiki jaringan tanpa adanya efek samping (Miles et al., 2010).

22 c. Resin Modified-Glass Ionomer Cement (RM-GIC) RM-GIC merupakan modifikasi GIC. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa RM-GIC mengurangi terjadinya kebocoran mikro. Keberhasilan RM-GIC sebagai bahan kaping pulpa cukup bagus seperti kalsium hidroksida, serta RM-GIC terbukti membentuk jembatan dentin setelah 21 hari pada jaringan pulpa kera. Efek samping RM-GIC sebagai bahan kaping belum teruji secara klinis (Huang & Chang, 2002). d. Kalsium Hidroksida Penggunaan kalsium hidroksida Ca(OH) 2 pertama bentuk sediaan seperti bubur, terdiri dari campuran kalsium hidroksida dan air yang selanjutnya berubah menjadi pasta menggunakan metil selulosa yang lebih mudah digunakan. Tahun 1960 kalsium hidroksida hard-setting semen diperkenalkan, kalsium hidroksida bereaksi dengan agen salisilat ester. Kalsium hidroksida tipe hard setting terdiri dari two-paste system atau single paste-system yang terdiri dari kalsium-hidroksida-terisi-dimetakrilat dan terpolimer menggunakan cahaya (van- Noort, 2008). Perbedaan kalsium hidroksida tipe hard setting dengan non setting adalah mudah larut dan menghilang di bawah restorasi secara bertahap yang dapat mengurangi fungsi restorasi, sementara tipe hard setting lebih rendah daya larutnya. Kendala pembuatan adalah mencapai keseimbangan antar material yang cukup larut menjadi

23 terapeutik dan tidak mudah larut begitu saja. Pasta kalsium hidroksida dengan ketebalan 1.0-1.5 mm yang bersentuhan dengan pulpa dapat menyebabkan nekrosis. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pembentukan jembatan bukan berasal dari semen yang diaplikasikan, melainkan dari tingginya ph sebesar 12,5 yang menyebabkan pulpa merespon (van-noort, 2008) 5. Mekanisme terbentuknya dentin tersier Pembentukan dentin tersier terjadi pada hari ke 60 dan terus berlanjut di hari berikutnya (Hargreaves & Goodis, 2002). Jembatan dentin merupakan dentin tersier yang dibentuk oleh sel odontoblas ketika pulpa terbuka. Proses pembentukan dentin reparatif tergantung pada sel pulpa untuk mendeteksi adanya luka sehingga menginisiasi respon perbaikan (Murray et al., 2006). Proses terbentuknya dentin tersier merupakan dentin pengganti, tergantung dari seberapa mampu dalam merespon dan berapa banyaknya jumlah matriks dentin baru terbentuk. Secara keseluruhan, dentin pengganti dibentuk oleh pre-existing odontoblas, lalu dentin reparatif dibentuk oleh diferensiasi sel odontoblas yang baru (Smith et al., 1995). Pembentukan dentin jika disederhanakan dimulai dari terbukanya pulpa yang menyisakan kurang dari 0,01mm jaringan dentin sehingga melukai sel odontoblas, selanjutnya terjadi reduksi odontoblas hingga 100% sehingga tidak terjadi pembentukan dentin pengganti.

24 Odontoblasoid digantikan oleh terbentuknya jembatan dentin (Murray et al., 2006). 6. Evaluasi klinis Evaluasi klinis merupakan salah satu indikator berhasil atau tidaknya suatu perawatan yang dapat dilakukan pada selang waktu tertentu setelah perawatan dilakukan. Evaluasi klinis subjektif dapat diketahui berdasarkan keluhan pasien. Tes klinis objektif dapat dilakukan melalui tes suhu dilakukan untuk mengetahui vitalitas pulpa, dapat menggunakan Endo-Ice frozen gas, Chlor Etil yang diaplikasikan di atas permukaan bukal gigi selama 5 detik. Tes Perkusi untuk memprediksi keterlibatan jaringan periradikuler yang mengindikasikan perubahan menuju pulpitis irreversibel, hal itu ditandai timbul rasa nyeri saat perkusi. Tes palpasi untuk memprediksi perluasan tulang periradikuler, tes ini menggunakan dau jari tangan pada sulkus bukal. Sakit yang timbul pada tes palpasi mengindikasikan infeksi yang meluas hingga endoseam (M. Jamjoom, 2008). B. Landasan Teori Pulpa yang terluka dapat disebabkan oleh karies dentin, preparasi kavitas, abrasi, erosi, atrisi, perosedur tumpatan yang dapat menyebabkan peradangan pulpa atau disebut dengan pulpitis. Pulpitis yang memungkinkan pulpa kembali normal disebut pulpitis reversibel. Perawatan pulpitis reversibel adalah perawatan kaping pulpa. Tujuan perawatan adalah untuk membentuk jembatan dentin pada lapisan dentin

25 yang tersisa. Pulpitis reversibel yang perforasi hingga terbukanya pulpa dilakukan perawatan kaping pulpa direk. Teknik kaping pulpa direk adalah meletakkan bahan material langsung pada titik perforasi, sehingga diharapkan dapat terbentuk jembatan dentin untuk melindungi pulpa. Salah satu bahan kaping pulpa adalah kalsium hidroksida yang sudah dikenal dengan gold standard karena selalu berhasil dalam perawatan kaping pulpa. Kalsium hidroksida dikenal sebagai antibakteri yang baik, dibuktikan dengan hilangnya bakteri pada permukaan pulpa setelah satu jam diaplikasikan kalsium hidroksida. Kemampuan kalsium hidroksida didukung oleh konsentrasi ph yang tinggi yaitu 12,5 sehingga merespon pulpa untuk membentuk dentin reparatif. Kalsium hidroksida berdasarkan sediaannya terdapat kalsium hidroksida tipe hard setting yang memiliki keuntungan tidak mudah larut dan paling sering digunakan untuk perawatan kaping pulpa. Keberhasilan kaping pulpa direk tidak selamanya baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah dilakukan perawatan. Perawatan yang tidak tepat dapat menyebabkan kebocoran mikro dan tunnel defect, hal tersebut menyebabkan infeksi meluas hingga terjadi pulpitis irreversibel bahkan nekrosis pulpa. Keberhasilan kaping pulpa direk dapat dilihat dari evaluasi klinis melalui sondasi, palpasi, perkusi, tes suhu. Tes suhu menggunakan chlor etil dan yang terespon adalah saraf A-delta pada pulpa, normal jika pasien terasa beberapa saat dan menghilang 10-30 detik setelah stimulus dihilangkan. Respon dingin yang terasa sakit mengindikasikan bahwa biasanya pasien mengalamai pulpitis irreversibel, sedangkan tidak ada

26 respon mengindikasikan nekrosis pulpa. Perkusi merupakan tes untuk mengetahui adanya inflamasi atau tidak pada jaringan periapikal. Palpasi merupakan tes untuk mengetahui ada tidaknya inflamasi di bawah tulang, tes tersebut menggunakan jari menelusuri tulang dan deteksi adanya tenderness atau tidak, jika ditemukan adanya tenderness maka terindikasi terjadi inflamasi.

27 C. Kerangka Konsep Pulpa Penyakit Pulpa Pulpitis Irreversibel Pulpitis Reversibel Pulpitis Hiperplastik Nekrosis Pulpa Penyebab: Perawatan 1. Karies 2. Erosi 3. Atrisi dan Abrasi Kaping Pulpa Indirek Kaping Pulpa Direk ZOE Bahan Kaping Pulpa MTA RM-GIC Ca(OH) 2 Hard Setting Non Setting Mekanisme Dentin Reparatif Klinis Evaluasi Gambar 5. Kerangka Konsep Histologis Radiografis