BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang berkembang di dunia. Berkembangnya Indonesia dapat dilihat dari berbagai faktor, antara lain bidang perdagangan, ekonomi, dan properti/perumahan yang mana semakin tahun semakin maju dan terus berkembang. Kondisi demikian sangat menguntungkan bagi pihak konsumen atau pihak kedua yang mana dengan banyaknya jenis dan variasi jenis barang yang ditawarkan, maka konsumen semakin bebas untuk memilih kualitas yang sesuai keinginan dan kemampuan dari konsumen itu sendiri, sehingga kebutuhan akan barang dan jasa dapat terpenuhi. di sisi lain dengan berkembangnya perdagangan, perekonimian dan properti/perumahan yang ada, menyebabkan ketidakseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen. Dalam hal ini konsumen merupakan pihak yang lemah. Konsumen menjadi objek dari para pelaku usaha yang hanya memikirkan untung yang sebesar-besarnya yang mana melalui cara penjualan, cara pengiklanan atau promosi dan juga cara menerapkan perjanjian standar yang mana dapat merugikan konsumen. Pada saat ini banyak Para pengembang/developer memasarkan dan menjual produk rumah dengan berbagai konsep. Salah satunya yaitu dengan konsep pre project selling yaitu menjual rumah dengan sistem pesan yang mana maksudnya adalah sistem penjualan rumah dengan cara memesan terlebih dahulu atau dengan kata lain rumah yang menjadi objek jual beli belum dibangun atau 1
2 didirikan. Dimana calon pembeli/konsumen menunggu bangunan rumah yang dipesan, yang sedang diusahakan oleh produsen/pengusaha dalam hal Hubungan antara pihak pelaku usaha/developer dan konsumen dituangkan dalam suatu perjanjian pengikatan jual beli yang ada pengaturanya per pasal. Penjualan rumah dengan sistem pesan bangun ini juga diterapkan oleh pengembang di Yogyakarta. Salah satunya adalah PT Citra Damai Putra yang akan menjadi objek penelitian dalam penulisan hukum ini. Transaksi jual-beli yang terjadi antara penjual dan pembeli kadangkala mengalami berbagai macam hambatan di dalam merealisasikan transaksinya. Meskipun penjual dan pembeli sudah sepakat ataupun sudah setuju untuk melakukan penjualan dan pembelian, namun ada hal-hal yang mana msih belum lengkap untuk memenuhi syarat-syarat penjualan tersebut. Untuk itu biasanya diadakan suatu perjanjian yang dapat mengikat kedua belah pihak, dimana penjual dan pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk melakukan jual beli di kemudian hari saat terpenuhinya segala sesuatu yang meyangkut jual beli tersebut. Perjanjian seperti ini biasanya disebut perjanjian pengikat jual beli dan perjanjian pendahuluan jual beli. Adanya praktek jual beli rumah yang masih dalamtahap pembangunan atau dalam tahap peencanaan ini juga ditampung atau diakomodasikan dengan dokumen hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) perjanjian pengikatan jual beli pada PT Citra Damai Putra diberi nama perjanjian pendahuluan jual beli. Konsumen yang ingin membeli melakukan pemesanan kavling yang diinginkanya terlebih dahulu, setelah terdapat pembayaran dengan jumlah tertentu barulah pembangunan mulai di laksanakan.
3 Perjanjian pengikatan jual beli merupakan salah satu contoh perjanjian secara tertulis perjanjian pengikatan jual beli rumah dibuat oleh developer sebagai pihak yang lebih kuat kedudukanya dalam bentuk perjanjian standar. Perjanjian standar adalah perjanjian yang syarat-syarat perjanjian telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak. Perjanjian standar atau perjanjian baku merupakan satu wujud kebebasan individu dalam hal ini pengusaha untuk menyatakan kehendak dalam menjalankan perusahaanya. Pembuatan klausula baku dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah di perumahan secara pesen bangun yang dibuat oleh pihak pelaku usaha/developer mengarah pada kedudukan yang tidak seimbang antara pelaku usaha dengan konsumen. Hal ini disebut dengan Take it or leave it yang artinya tidak ada pilihan bagi konsumen dalam perjanjian ini, Konsumen mengambil dan sepakat dengan pejanjian tersebut atau tidak mengambil perjanjian yang artinya tidak menyetujui perjanjian tersebut. 1 sehingga konsumen cenderung menjadi pihak yang lemah. Isi perjanjian standar terutama dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah di perumahan secara pesan bangun seringkali kurang melindungi konsumen. Perjanjian pengikatan jual beli rumah secara pesen bangun biasanya sudah dicetak berupa formulir yang isinya telah dibakukan dan distandarisasi secara sepihak oleh pelaku usaha/developer. Para pihak pada umumnya hanya mengisikan data-data informatif tertentu tanpa mengubah klausula-klausula yang ada didalamnya yang sering disebut dengan klausula baku. Selain itu, untuk menghindari pelaku usaha dari kemungkinan tanggung jawabnya yang timbul, pelaku usaha seringkali mencantumkan klausula eksonerasi yang mana adalah 1 Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2-3
4 klausula yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum. 2 dalam Pasal 18 Undang-Undang No 8 tahun 1999 telah diatur tentang pencantuman klausula baku, pada saat klausula baku yang ditetapkan oleh pelaku usaha menyimpang dari aturan tersebut maka dinyatakan batal demi hukum. Hubungan yang tidak seimbang dapat terlihat dari pencantuman klausal pada syarat dan ketentuan perjanjian pengikatan jual beli rumah secara pesan bangun. Hal ini terjadi karena perjanjian pengikatan jual beli rumah secara pesen bangun dibuat oleh salah satu pihak yang lebih dominan dari pihak lainya yaitu pihak pelaku usaha atau developer. Perjanjian standar yang memberikan kepraktisan dalam proses transaksi Jual Beli rumah dianggap juga merugikan hak-hak konsumen. Perjanjian Standar dianggap tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi konsumen, karena dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam hal ini developer. Perjanjian standar dianggap hanya menonjolkan kewajiban konsumen daripada hak-haknya dan seringkali berisi ketentuan yang tidak seimbang. Kewajiban dan sanksi untuk konsumen dinilai lebih berat dibandingkan kewajiban dan sanksi pelaku usaha / developer. Anwar Fazal dan Rajeswari Kaniah dalam The A to Z of costumer movement seperti dikutip oleh Yusuf Shofie menyatakan bahwa di dalam perjanjian standar sering dimuat klausula-klausula pengecualian (exemption 2 Ahmadi Miru, 2011, hukum perlidungan konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 114.
5 clause). 3 Klausula pengecualian ini misalnya dalam perjanjian tersebut meniadakan tanggung jawab pengembang dalam hal terlambat menyerahkan bangunan, sebaliknya bila konsumen terlambat membayar angsuran uang muka dikenakan penali atau denda dan membebaskan pelaku usaha developer dari laim atas kondisi atau kualitas bangunan yang melampaui batas waktu 100 hari sejak serah terima bangunan fisik rumah. Dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan sistem pesan bangun, penyerahan (levering) rumah belumlah terjadi pada saat itu juga. Penyerahan rumah akan dilakukan setelah bangunan rumah selesai dengan cara penyerahan kunci,, meskipun harga rumah belum dibayar lunas. Penyerahan secara Yuridis yaitu perpindahan hak milik atas tanah dan bangunan rumah yang diserahkan adalah saat pembuatan akta jual beli atas tanah dan bangunan rumah dihadapan pejabat pembuat akta tanah setelah harga terlunasi. Kesepakatan para pihak dibuat dalam bentuk perjanjian pengikatan Jual Beli atau Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB). Karena transaksi Jual Beli dilakukan secara pesan bangun terlebih dahulu sehingga menyebabkan adanya perjanjian jual beli pendahuluan (preliminary parchase) yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk PPJB. Tujuanya adalah untuk melindungi kepentingan para pihak dari kemungkinan terjadinya ingkar janji. 4 Perjanjian ini merupakan kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan prestasi masing-masing di kemudian hari, yakni pelaksanaan jual beli di hadapan notaris. 3 Yusuf Shofie, 2000, Perlindungan Konsumen Dan Instrument-Instrumen Hukumnya, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 75. 4 www.property-indonesia.com, A rtikel Perjanjian Pengikatan Jual Beli, diakses tanggal 23 November 2013
6 Penjual dalam hal ini developer wajib mendirikan pendirian bangunan sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan menurut gambaran arsitektur, gambar denah dan spesifikasi teknis bangunan yang telah disetujui dan ditandatangani bersama oleh kedua belah pihak dan dilampirkan didalam surat perjanjian pengikatan jual beli tersebut. Pembeli wajib membayar jumlah total harga, bangunan rumah serta pajak dan biaya-biaya lain yang timbul sebagai akibat adanya pengikatan jual beli rumah, dengan tata cara pembayaran yang telah disepakati bersama. Pemerintah mengambil kebijakan pada bidang perumahan khususnya dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli rumah, dengan di keluarkan keputusan Mentri Negara Perumahan Rakyat No 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, yang didalamnya diatur mengenai masalah masalah dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah, termasuk sebagai pedoman bagi developer dalam menentukan isi perjanjian tersebut dan sebagai pedoman bagi para pihak untuk mengetahui hak dan kewajibannya serta menyelesaikan sengketa antara keduanya. Mengenai Perjanjian Jual Beli Rumah tersebut keputusan Mentri Negara Perumahan Rakyat No 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah ini wajib ditaati oleh pelaku usaha dalamhal ini adalah developer yang membuat perjanjian pengikatan jual beli rumah. Kenyataan yang sering terjadi, bahwa dalam prakteknya sering terjadi permasalahan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan sistem pesan bangun ini adalah baik dari segi pembeli ataupun dari penjual sendiri yang tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati bersama tersebut. Tidak jarang
7 juga harga jual rumah yang tinggi tidak diimbangi dengan pelayanan yang baik kepada konsumen perumahan, misalnya kualitas bangunan, pelayanan pra jual ataupun purna jual, dan sebagainya yang menimbulkan kekecewaan pada konsumen. Permasalahan lain yang juga merugikan konsumen misalnya, menyangkut janji-janji pengembang dalam brosur atau iklan yang ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang diperoleh. Pembatasan tenggang waktu selama 100 hari untuk masa pemeliharaan rumah atau pengjuan klaim mengenai kondisi atau kualitas bangunan, termasuk masalah cacat tersembunyi oleh konsumen atas rumah setelah serah terima bangunan dianggap tidak adil untuk konsumen. Untuk mengetahui cacat-cacat tersembunyi pada bangunan seperti konstruksi bangunan, penggunaan semen yang tidak sesuai dengan perbandingan, dan sebagainya, tidak cukup dalam tenggang waktu itu. klaim konsumen tentang konstruksi bangunan tidak dilayani pengembang setelah melampaui jangka waktu itu. ini sama saja mengabaikan hak konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikanya. Oleh karena itu penting perlunya suatu perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan sistem pesan bangun. Berdasarkan uraian diatas untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen di dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan sistem pesan bangun, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian penulisan hukum berjudul KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI RUMAH DENGAN SISTEM
8 PESEN BANGUN ANTARA PT CITRA DAMAI PUTRA SEBAGAI DEVELOPER DENGAN KONSUMEN DI YOGYAKARTA. B. Rumusan masalah 1. Bagaimana kesesuaian isi dari perjanjian pengikatan jual beli rumah antara PT Citra Damai Putra dan konsumen terhadap peraturan ataupun keputusan yang berlaku, dan bagaimana bentuk wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan sistem pesan bangun pada PT Citra Damai Putra Yogyakarta di kaitkan dengan ketentuan pencantuman klausal baku dalam Pasal 18 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? C. Tujuan penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah dia atas, tujuan penelitian ini di bagi menjadi dua yaitu: 1. Tujuan subjektif Tujuan subjektif yaitu tujuan penulisan dilihat dari tujuan pribadi penulis yang mendasari penulis dalam melakukan penulisan. Dalam rencana penulisan ini bertujuan sebagai berikut: a. penelitian ini di tujukan untuk memperoleh data yang konkret dan akurat yang di perlukan dalam penulisan hukum guna melengkapi persyaratan akademis dalam rangka memperoleh gelar sarjana hukum univeritas gadjah mada Yogyakarta
9 b. penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran ilmiah kepada pihak-pihak terkait pada khususnya, dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. 2. Tujuan objektif Tujuan objektif yaitu tujuan penulisan dilihat dari tujuan umum yang mendasari penulis dalam melakukan penulisan. Dalam rencana penulisan tujuan obyektif penulisan bertujuan sebagai berikut : a. Untuk mengetahui dan menganalisa kesesuaian isi dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah Dengan Sistem Pesan Bangun pada PT Citra Damai Putra sebagai developer dengan Konsumen terhadap aturan yang ada dan apa saja bentuk wanprestasi yang terjadi. b. Untuk mengetahui dan menganalisa Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah dengan Sistem Pesen Bangun antara PT Citra Damai Putra sebagai Developer dengan Konsumen di Yogyakarta dengan ketentuan Pencantuman Klausala Baku dalam Pasal 18 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. D. Keaslian penelitian Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Penelitian yang berkaitan Dengan Klausula Baku dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah pernah di teliti sebelumnya dan ditemukan penulisan hukum dengan tema
10 perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan sitempesan bangun ataupun perjanjian jual beli kendaraan dengan sitem inden di antaranya: 1. Arini prasetyowati. 06/198378/HK/17345 dari Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2010 dengan judul : PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI RUMAH DENGAN SISTEM PESAN BANGUN PADA PT RODA PEMBANGUNAN JAYA SEBAGAI DEVELOPER DAN KONSUMEN 5. Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta dengan permasalahan : a. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan sistem pesan bangun pada PT Roda Pembangunan Jaya sebagai Developer dengan Konsumen? b. Bagaimana kedudukan peejanjian pengikatan jual beli rumah dengan sistem pesan bangun pada PT Roda Pembanguan Jaya menurut hukum perjanjian dalam KUH Perdata? c. Bagaimana bentuk wanprestasi yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan sistem pesan bangun pada PT Roda Pembangunan Jaya? 2. Rio Parlindungan Purba, 10/302112/HK/18432 dari Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2014 dengan judul : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI KENDARAAN DENGAN 5 Arini Prasetyowati (06/198378/HK/17345), 2010 Skripsi: pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan sistem pesan bangun pada PT roda pembangunan jaya sebagai developer dengan Konsumen
11 SISTEM INDEN DI PT. DAYA ADICIPTA WIHAYA CABANG RING ROAD MEDAN. Permasalahan dalam penelitian ini adalah a. Mengapa terjadi wanprestasi dalam perjanjian jual neli kendaraan dengan susten inden di PT Daya Adicipta Wihaya Cabang Ring Road Medan? b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian jual beli kendaraan dengan sistem inden di PT Daya Adicipta Wihaya Cabang Ring Road Medan dikaitkan dengan ketentuan pencantuman klausula baku dalam Pasal 18 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? Kedua penelitian di atas memiliki perbedaan dengan subjek peneliti. Perbedaan dalam penelitian ini dengan hasil penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya adalah peneliti mengambil subjek prmbahasan berupa rumah yang mana merupakan benda yang tidak bergerak, sedangkan penelitian sebelumnya mengambil subjek kendaraan yang merupakan benda bergerak. rumusan masalah yang di ambil penulis menitik beratkan pada perlindungan hukum pihak konsumen didalam perjanjian pengikatan jual beli dan juga pelaksanaan jual beli dengan sistem pesen bangun. Penelitian yang di lakukan oleh peneliti juga mengambil objek yang berbeda dengan penelitian sebelumnya sehingga berdasarkan hal tersebut penelitian hukum ini dianggap asli. Namun jika masih terdapat penelitian hukum yang sama, hal tersebut
12 merupakan diluar pengetahuan dari penulis, di harapkan penelitian hukum ini dapat menambah atau melengkapi dari sebelumnya. E. Kegunaan penelitian Sesuai dengan tujuan yang telah di kemukakan di atas, maka hasil penelitian ini akan di gunakan: 1. Bagi peneliti a. Hasil dari penelitian ini bagi penulis sebaagi pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum b. Untuk mengembangkan pengetahuan penulis mengenai ilmu hukum beserta penerapanya di dalam masyarakat. 2. Bagi ilmu pengetahuan a. Untuk menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan perjanjian dan alasan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan sistem pesan bangun di PT Citra Damai Putra. b. Untuk menambah referensi di bidang ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah baru dengan sistem pesan bangun di kaitkan dengan klausala baku pada Pasal 18 Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 3. Bagi masyarakat Untuk memberikan pandangan dan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan pelaku usaha sehingga mengetahui ketentuan
13 dalam perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan sistem pesan bangun