II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah dan Pembangunan Wilayah. terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA TANGERANG SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH MERRY VERONIKA H

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

LANDASAN TEORI. membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

Katalog BPS :

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. investasi merupakan faktor penting yang berperan besar dalam pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan

BAB II LANDASAN TEORI. (PDRB) di Kota Salatiga tahun Adapun teori-teori yang ditulis

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ekonomi 2.2 Pengertian Makro Ekonomi

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

PERTUMBUHAN EKONOMI,PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI, DAN KRISIS EKONOMI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah dan Pembangunan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Tarigan (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah.

12 Pembangunan di suatu wilayah atau daerah pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi di daerah lain, dan kebijakan ekonomi makro dari negara bersangkutan. Dengan demikian, terdapat ketergantungan antar daerah, sehingga pertumbuhan produksi perkapita di suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh lokasi daerah dan aktivitas di daerah yang bersangkutan, akan tetapi juga kondisi dan aktivitas yang ada di daerah lain. Kondisi ketergantungan ini telah melahirkan paling tidak dua teori yang berkaitan dengan kerangka konseptual pembangunan daerah, yaitu : 1. Konsep Basis Ekonomi Teori ini beranggapan bahwa permintaan terhadap input hanya dapat meningkat melalui perluasan permintaan terhadap output yang diproduksi oleh parkir basis (ekspor) dan parkir non basis (lokal). Permintaan terhadap produksi parkir lokal hanya dapat meningkat apabila pendapatan lokal meningkat. Sementara disisi lain, peningkatan pendapatan ini hanya akan terjadi apabila parkir basis meningkat. Oleh karena itu, menurut konsep ini ekspor daerah adalah merupakan faktor penentu dalam pembangunan ekonomi. Disinilah peranan mempromosikan daerah dan subsidi langsung kepada investor menjadi sangat penting. 2. Konsep Perbedaan Tingkat Imbalan (Rate of Return) Pemahaman dalam konsep perbedaan tingkat imbalan didasarkan pada pemikiran bahwa suatu daerah terbelakang bukanlah disebabkan karena tidak beruntung atau kegagalan pasar, akan tetapi disebabkan oleh produktivitasnya yang rendah. Oleh karena itu, investasi dalam prasarana adalah penting sebagai sarana pembangunan daerah.

13 Kedua teori di atas nampaknya sangat relevan untuk dipergunakan sebagai landasan didalam melihat proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah (Tarigan, 2005). 2.2. Otonomi Daerah Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Kesenjangan antara daerah selama ini terjadi karena begitu banyaknya campur tangan pemerintah pusat dalam menangani daerah sehingga terkadang apa yang menjadi kebutuhan daerah tersebut tidak sesuai dengan apa yang menjadi program dari pemerintah pusat. Riyanto (1997) mengatakan bahwa otonomi daerah merupakan penjabaran dari pelaksanaan asas desentralisasi yaitu penyerahan sebagian urusan kepada daerah untuk menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti bahwa daerah mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna hasil dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat. Menurut UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, pemberian otonomi daerah kepada suatu daerah harus dipertimbangkan oleh pemerintah apakah daerah tersebut memiliki sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dapat digunakan untuk mengembangkan daerah tersebut. Selain itu juga harus dipertimbangkan kemampuan daerah tersebut untuk mengurus rumah tangganya

14 sendiri dan mempunyai sistem pemerintahan yang bersih sehingga daerah tersebut mampu berkembang. Otonomi daerah diberikan supaya tidak terjadi kesenjangan antar daerah. Oleh sebab itu diharapkan daerah yang sudah berkembang dapat membantu daerah yang belum berkembang. Riyanto (1997) berpendapat bahwa prinsip-prinsip dasar dalam melaksanakan otonomi daerah adalah otonomi yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab. Nyata disini maksudnya adalah bahwa pemberian otonomi daerah kepada daerah otonom harus didasarkan pada faktor, perhitungan, tindakan, dan kebijaksanaan yang benar-benar menjamin wilayah bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangganya. Dinamis artinya bahwa otonomi daerah tidak bersifat kaku tetapi dapat dikembangkan dan dimekarkan karena keadaan yang terus berkembang di masyarakat. Bertanggung jawab maksudnya bahwa pemberian otonomi daerah harus sejalan dengan tujuannya, yaitu melancarkan kegiatan pembangunan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan untuk kesejahteraan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pemberian otonomi daerah persatuan dan kesatuan bangsa semakin erat. Diharapkan juga dengan adanya otonomi daerah pertumbuhan ekonomi daerah semakin kuat untuk menyokong pertumbuhan ekonomi nasional. Seperti halnya pendapat Afrianto (2000) mengatakan bahwa pada tahuntahun mendatang program deswentralisasi dan pembangunan otonomi daerah akan mendominasi pembangunan ekonomi daerah. Hal ini jauh lebih luas dari pembangunan ekonomi daerah, yaitu meningkatkan keadilan, mengembangkan pasrtisipasi masayarakt serta untuk menjaga dan memperkokoh kesatuan bangsa.

15 Pada hakekatnya pelaksanaan dan penerapan otonomi daerah diharapkan untuk mengurangi ketergantungan daerah terhadap pusat untuk melaksanakan pembangunan di daerah. Mengingat bahwa penentu kebijakan daerah lebih dekat dengan masyarakat dan lebih tahu tentang apa yang menjadi kebutuhan dari daerah tersebut dan lebih mengerti apa yang menjadi aspirasi dari masyarakat tersebut. Perubahan yang diharapkan tidaklah akan berjalan secara mulus karena akan banyak sekali menuntut perubahan pola pikir, pola bertindak dan kemauan dari pihak Pusat maupun Daerah. Penerapan otonomi daerah diharapkan mengurangi ketergantungan daerah terhadap pusat untuk melaksanakan pembangunan di daerah. Berikut adalah karakteristik dasar dari desentralisasi menurut Haris (2005) : 1. Unit-unit pemerintahan setempat bersifat otonom, mandiri, dan jelas-jelas sebagai unit pemerintahan bertingkat yang terpisah dari pusat. Pusat melakukan sedikit, atau tidak ada kontrol langsung oleh pusat terhadap unitunit tersebut. 2. Pemerintah daerah mempunyai batas-batas geografis yang jelas dan diakui secara hukum dimana mereka menggunakan kekuasaan dan menjalankan fungsi-fungsi publik. 3. Pemerintah daerah mempunyai status dan kekuasaan mengamankan sumber daya yang dimiliki untuk menjalankan fungsinya. 4. Implikasi desentralisasi adalah kebutuhan mengembangkan pemerintahan lokal sebagai institusi, yang dilihat warga setempat sebagai organisasi yang memberikan pelayanan, dan sebagai unit pemerintahan yang mempunyai pengaruh.

16 5. Dengan desentralisasi berarti ada hubungan timbal balik, saling menguntungkan, dan hubungan yang terkoordinasikan antar pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah. Otonomi daerah belum sepenuhnya efektif dilaksanakan. Daerah masih sangat tergantung terhadap pusat terutama dalam merencanakan dan melaksanakan program-program daerah dan kegiatan pembangunan. Terkadang suatu daerah ikutikutan melaksanakan otonomi daerah padahal sebenarnya daerah tersebut belum mampu dan siap dalam melaksanakan otonomi daerah, sehingga daerah tersebut belum tentu dapat melaksanakan otonomi daerah dengan baik. Permasalahan Pokok yang biasa terjadi pada pelaksanaan otonomi daerah menurut Haris (2005) adalah sebagai berikut: 1. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap 2. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22 / 1999 masih sangat terbatas 3. Sosialisasi UU 22 / 1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas; 4. Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemah; Pengaruh perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola; 5. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah;

17 6. Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsep otonomi yang proporsional ke dalam pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsipprinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI. 2.3. Pertumbuhan Ekonomi Kuznets dalam Todaro (2000) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, penyesuaian kelembagaan, dan ideologi yang diperlukannya. Definisi ini memiliki tiga komponen yakni: 1) Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; 2) Teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk dan; 3) Penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga penyesuaian inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan secara tepat. Menurut Todaro (2000), komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat adalah akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja, serta kemajuan teknologi. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Demikian pula investasi dalam sumberdaya manusia dapat

18 meningkatkan kualitasnya dan dengan demikian akan menghasilkan efek yang sama terhadap produksi, bahkan akan lebih besar lagi seiring dengan bertambahnya jumlah manusia. Pendidikan formal dan informal akan dapat ditingkatkan lebih efektif lagi supaya dapat menghasilkan tenaga terdidik yang dapat memperbesar produktivitas. Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja merupakan faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertambahan penduduk yang lebih besar akan menambah luasnya pasar domestik. Kemajuan teknologi bagi para ahli ekonomi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang lebih penting karena berarti ditemukannya cara berproduksi atau perbaikan produksi. Kemajuan teknologi dapat meningkatkan nilai tambah yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di daerah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dengan nilai riil, artinya dinyatakan dengan harga konstan. Hal itu juga menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilyah tersebut juga ditentukan oleh seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah. Pemerintah pusat telah melihat bahwa masing-masing wilayah memiliki keunggulan yang kompetitif serta komparatif yang berbeda. Dengan adanya perbedaan keunggulan

19 komparatif tiap daerah, maka harus dapat dimanfaatkan dan ditetapkan skala prioritas bagi masing-masing wilayah (Saptomo, 2008). Teori klasik dimotori Adam Smith beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi bertumpu pada adanya pertambahan penduduk. Adanya pertambahan penduduk menyebabkan pertambahan output. Selain Adam Smith, yang termasuk dalam teori klasik lainnya adalah David Ricardo. Ricardo menyatakan bahwa faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar sampai menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah, sehingga dapat mengakibatkan upah menjadi turun. Upah tersebut hanya dapat digunakan untuk membiayai taraf hidup minimum sehingga perekonomian akan mengalami stasioner. Teori klasik berkembang menjadi Teori Neoklasik yang dimotori oleh Harrod-domar dan Robert Solow. Harrod-Domar beranggapan bahwa modal harus dipakai secara efektif, karena pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peranan pertumbuhn modal tersebut. Teori Harod dan Domar juga membahas tentang pendapatan nasional dan kesempatan kerja. Model pertumbuhan Solow menjelaskan bagaimana stok kapital, pertumbuhan angkatan kerja dan perkembangan teknologi berinterksi dalam perekonomian. Ketiganya memengaruhi produk nasional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan teori neoklasik pertumbuhan output ekonomi regional dipengaruhi oleh pertumbuhan stok kapital, pertumbuhan tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Pengukuran pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan cara menghitung presentase Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan untuk tingkat suatu daerah atau kota dengan cara menghitung presentase

20 PDRB. PDRB mengukur pengeluaran total dari suatu perekonomian terhadap berbagai barang dan jasa yang baru diproduksi pada saat atau tahun serta pendapatan total yang diterima dari adanya seluruh produksi barang dan jasa tersebut di suatu daerah. Berbagai model pertumbuhan ekonomi muncul mengikuti perekonomian dari waktu ke waktu (Linda, 2005). Dari berbagai teori pertumbuhan ekonomi yang ada yaitu Harrod-Domar dan Neoklasikal dari Solow maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor utama dari pertumbuhan ekonomi, yakni: 1) akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru, 2) pertumbuhan penduduk, dan 3) kemajuan teknologi. Dalam penelitian ini, faktor yang diambil dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu investasi, jumlah tenaga kerja, dan upah tenaga kerja. 2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Gambaran secara menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu daerah dapat diperoleh dari PDRB. Sebagai salah satu indikator makro ekonomi, PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya.

21 PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Dengan demikian, PDRB merupakan indikator untuk mengatur sampai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada, dan dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan. Dari dua penyajian PDRB ini diperoleh beberapa indikator ekonomi makro yang banyak digunakan oleh berbagai kalangan baik birokrasi pemerintah, peneliti maupun masyarakat di dunia usaha (BPS, 2004). Indikator tersebut adalah: 1. Tingkat pertumbuhan ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari PDRB daerah tersebut. Apabila angka-angka PDRB disajikan atas dasar harga konstan, akan menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Apabila angka-angka dalam PDRB tersebut menigkat setiap tahunnya hal itu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah tersebut meningkat dan sebaliknya apabila angka-angka yang disajikan dalam PDRB menurun setiap tahunnya maka hal itu menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah tersebut menurun. 2. Tingkat kemakmuran suatu daerah Suatu daerah yang mempunyai pertumbuhan perekonomian yang tinggi belum tentu menjamin kemakmuran yang tinggi pula bagi masyarakatnya. Apabila daerah tersebut mempunyai pertumbuhan penduduk yang tinggi. Biasanya pertumbuhan perekonomian dihitung secara makro sehingga belum tentu menunjukkan daerah tersebut makmur atau tidak. Apabila suatu daerah dikatakan

22 sudah makmur maka daerah tersebut minimal sudah mampu memenuhi kebutuhan pokok sendiri. Oleh sebab itu, salah satu indikator yang digunakan untuk melihat tingkat kemakmuran suatu daerah adalah dengan menggunakan tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita. Tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita lebih menunjukkan perkembangan kemakmuran sebab bila dilihat dari sudut konsumsi berarti masyarakat di daerah tersebut mempunyai kualitas yang lebih baik. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah harus tersedia angka pembanding dari daerah lain, dan untuk mengetahui perkembangannya diperlukan adanya suatu angka perkembangan secara berkala. 3. Tingkat inflasi Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh pemerintah adalah tingkat infalsi yang selalu melonjak setiap tahunnya. Peningkatan pendapatan berupa uang yang diterima masyarakat akan tidak berarti apabila diikuti oleh tingkat inflasi yang tinggi, sebab akan menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Oleh sebab itu pemerintah harus menjaga tingkat inflasi agar tetap stabil yaitu salah satu caranya dengan cara investasi yang besar seperti misalnya pada sektor perdagangan. Tingkat pertumbuhan ekonomi disajikan dalam bentuk statistik pendapatan regional secara berkala sebagai bahan perencanaan pembangunan ekonomi regional sekaligus bahan evaluasi program pembangunan yang telah berjalan (BPS Kota Tangerang, 2009).

23 Ada dua metode dalam penghitungan PDRB adalah (Dumairy, 1996): a. Metode Langsung Metode langsung didasarkan pada data yang terpisah antara data daerah dan data nasional, sehingga hasil perhitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah. Metode ini dalam penghitungan PDRB menggunakan tiga pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Produksi Jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu adalah sebagai dasar penghitungan PDRB nya. Unit-unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 11 sektor (dapat juga dibagi menjadi 9 sektor) yaitu: (1) pertanian; (2) pertambangan dan galian; (3) industri pengolahan; (4) listrik, gas, dan air minum; (5) bangunan; (6) perdagangan; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) bank dan lembaga keuangan lainnya; (9) sewa rumah; (10) pemerintah; (11) jasa-jasa. 2. Pendekatan Pendapatan Jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu setahun adalah sebagai dasar penghitungan PDRBnya. Balas jasa produksi meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam hal ini mencakup juga penyusutan dan pajak-pajak tak langsung netto. Jumlah komponen semua pendapatan per sektor disebut nilai tambah bruto sektoral. Oleh sebab itu, PDRB menurut pendekatan

24 pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha 3. Pendekatan Pengeluaran Jumlah seluruh komponen permintaan akhir yang meliputi pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan, pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok, pengeluaran konsumsi pemerintah, dan ekspor netto (ekspor-impor) yang semuanya berada dalam jangka satu tahun adalah sebagai dasar penghitungan PDRBnya. b. Metode Tidak Langsung atau Alokasi Metode tidak langsung atau alokasi ini dalam menghitung PDRB dilakukan dengan cara menghitung nilai tambah suatu kelompok kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut. PDRB yang disajikan atas dasar harga konstan, akan menggambarkan tingkat pertumbuhan riil perekonomian suatu daerah baik secara agregat maupun sektoral. Pertumbuhan perekonomian yang timbul tersebut apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk masing-masing tahun, maka akan dapat pula mencerminkan tingkat perkembangan pendapatan perkapita penduduk. Jika pendapatan perkapita penduduk suatu daerah dibandingkan dengan pendapatan per kapita daerah lain, maka angka-angka tersebut dapat dipakai sebagai indikator untuk membandingkan tingkat kemakmuran material dengan daerah lainnya.

25 Penyajian PDRB, baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan, juga dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat inflasi ataupun deflasi yang terjadi. Demikian pula apabila disajikan secara sektoral akan dapat juga memberi gambaran tentang struktur perekonomian suatu daerah. 2.5. Teori Investasi Investasi merupakan komitmen sejumlah dana suatu periode untuk mendapatkan pendapatan yang diharapkan di masa yang akan datang sebagai kompensasi unit yang diinvestasikan (Sumanto, 2006). Alasan utama orang melakukan investasi adalah untuk memperoleh keuntungan dan tingkat keuntungan yang disebut return. Return yang diharapkan investor adalah kompensasi atas biaya kesempatan (opportunity cost) dan risiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi. Pada dasarnya investasi dapat dibedakan menjadi investasi finansial dan investasi non finansial. Investasi finansial adalah bentuk pemilikan instrumen finansial seperti uang tunai, tabungan, deposito, modal, surat berharga, obligasi, dan sejenisnya. Sedangkan investasi non finansial direalisasikan dalam bentuk investasi fisik (Badan Koordinasi Pasar Modal, 2005). Investasi merupakan salah satu komponen penentu yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Berdasarkan konsep pendapatan nasional yang mengacu pada A system of National Account dalam BPS (2003), pengertian investasi adalah selisih antara stok capital pada tahun (t) dikurangi dengan stok capital pada tahun (t-1), atau setiap ada penambahan atau penimbunan modal. Besarnya investasi secara fisik yang direalisasikan pada suatu tahun tertentu

26 dicerminkan oleh besarnya Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Sedangkan yang dimaksud dengan PMTB adalah mencakup pengadaan, pembuatan, dan pembelian barang modal baru baik dalam negeri maupun luar negeri, yang termasuk dalam PMTB adalah perbaikan barang modal yang mengakibatkan tambahan umur pemakaian ataupun meningkatkan kemampuan barang modal tersebut dikurangi dengan penjualan barang modal bekas. Barang yang dikategorikan sebagai barang modal mempunyai ciri-ciri yaitu barang tersebut memiliki unsur ekonomis lebih dari satu tahun, nilai barang relatif besar dibandingkan dengan output yang dihasilkan, serta dapat digunakan berulang kali dalam proses produksi. Yang termasuk dalam investasi barang modal dan bangunan adalah pengeluaran-pengeluaran untuk pembelian pabrik, mesin, peralatan produksi, bangunan/gedung yang baru. 2.5.1. Penanaman Modal Asing (PMA) Investasi asing atau biasa disebut Penanaman Modal Asing (PMA) adalah salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah modal untuk pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negeri. Salvatore (1997) menjelaskan bahwa PMA terdiri atas: 1. Investasi portofolio (portfolio investment), yakni investasi yang melibatkan hanya asset-aset finansial saja, seperti obligasi dan saham yang didenominasikan atau ternilai dalam mata uang nasional. Kegiatan-kegiatan investasi portofolio atau finansial ini biasanya berlangsung melalui lembaga-lembaga keuangan seperti bank, perusahaan dana investasi, yayasan pensiun dan sebagainya.

27 2. Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment), merupakan PMA yang meliputi investasi ke dalam asset-aset secara nyata berupa pembangunan pabrikpabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya. Wiranata (2004) berpendapat bahwa investasi asing secara langsung dapat dianggap sebagai salah satu sumber modal pembangunan ekonomi yang penting. Semua negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, pada umumnya memerlukan investasi asing, terutama perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk kepentingan ekspor. Di negara maju seperti Amerika modal asing tetap dibutuhkan guna memacu pertumbuhan ekonomi domestik, menghindari kelesuan pasar dan penciptaan kesempatan kerja. Apalagi di negara berkembang seperti Indonesia, modal asing sangat diperlukan terutama sebagai akibat dari modal dalam negeri yang tidak mencukupi. Untuk itu berbagai kebijakan di bidang penanaman modal perlu diciptakan dalam upaya menarik pihak luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Masuknya PMA di Indonesia diatur oleh pemerintah dalam UU No 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan dilengkapi serta disempurnakan oleh UU No 11 tahun 1970 juga tentang penanaman modal asing. UU itu didukung oleh berbagai kemudahan yang dilengkapi dengan berbagai kebijakan.

28 2.5.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian PMDN yang terkandung dalam UU No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencakup kriteria sebagai berikut (Bank Indonesia, 1995): a. Bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia; b. Dimiliki oleh negara ataupun swasta nasional dan swasta asing yang berdomisili di Indonesia; c. Guna menjalankan suatu usaha; d. Modal tersebut tidak termasuk dalam pengertian pasal 2 UU No.1 tahun 1967 tersebut diatas (Pasal 1 ayat 1) PMDN merupakan bagian dari penggunaan kekayaan yang dapat dilakukan secara langsung oleh pemilik sendiri atau secara tidak langsung, antara lain melalui pembelian obligasi, saham, deposito, dan tabungan yang jangka waktunya minimal tahun. Menurut Undang-Undang tersebut, perusahaan yang dapat menggunakan modal dalam negeri dapat dibedakan antara perusahaan nasional dan perusahaan asing, dimana perusahaan nasional dapat dimiliki seluruhnyaa oleh negara dan atau swasta nasional ataupun sebagai usaha gabungan antara negara dan atau swasata nasional dengan swasta asing dimana sekurang-kurangnya 51% modal dimiliki oleh negara atau swasta nasional. Pada prinsipnya semua bidang usaha terbuka untuk swasta/pmdn kecuali bidang-bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak dan strategis seperti listrik, dan air.

29 2.6. Teori Tenaga Kerja dan Upah Tenaga kerja adalah orang yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat (UU RI No.13 Tahun 2003) Tenaga kerja dapat juga diartikan sebagai penduduk yang berada dalam batas usia setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja disebut juga dengan golongan produktif. Upah (W) S L = Penawaran tenaga kerja W e D L = Permintaan tenaga kerja N e Jumlah tenaga kerja (N) Gambar 2.1. Kurva Tenaga Kerja Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian, titik keseimbangan adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We, semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We (Walad, 2011). Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan

30 berlangsungnya proses demografi. Pertumbuhan tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja cenderung menurun sehingga mengakibatkan timbulnya pengangguran. Pengangguran ini adalah mereka yang tidak bekerja tetapi sedang berusaha mencari pekerjaan. Penduduk yang tidak aktif secara ekonomi digolongkan dalam kelompok bukan angkatan kerja yang terdiri dari kelompok mereka yang bersekolah, kelompok yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah dan golongan lainnya. Dengan semakin meningkatnya jumlah pengangguran maka akan meningkatkan jumlah penduduk miskin karena masyarakat tidak mempunyai pendapatan untuk menghidupi kebutuhan hidupnya. Upah (W) Excess Supply of Labour W 1 S L = Penawaran tenaga kerja D L = Permintaan tenaga kerja N 1 N 2 Jumlah Tenaga Kerja (N) Gambar 2.2. Kurva Excess Supply of Labour Pada gambar 2.2, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W 1, penawaran tenaga kerja (S L ) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (D L ). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N 2, sedangkan yang diminta hanya N 1. Dengan demikian, ada orang yang menganggur pada tingkat upah W 1 sebanyak N 1 -N. (Walad, 2011).

31 Upah bagi pekerja memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai imbalan atau balas jasa terhadap produksi yang dihasilkan dan sebagai pendorong bagi peningkatan produktivitas serta sebagai pemenuhan hidup sehari-hari. Bagi pekerja, kenaikan upah minimum akan memperbaiki daya beli pekerja yang akhirnya akan mendorong kegairahan bekerja dan peningkatan produktivitas bekerja, sedangkan bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi yang dipandang dapat mengurangi tingkat laba yang dihasilkan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, sehingga akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Sehingga akan muncul perubahan skala produksi yang disebut efek skala produksi (scale effect) dimana sebuah kondisi yang memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi tenaga kerja perusahaan (Kusnaini, 1998). Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap, membuat pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek substitusi (substitution effect). Oleh karena dipandang sebagai biaya faktor produksi, maka pengusaha berusaha menekan upah tersebut sampai pada tingkat yang paling minimum, sehingga laba perusahaan dapat ditingkatkan. Untuk menghindari perbedaan kepentingan antara pengusaha dan pekerja, maka pemerintah memandang perlu untuk mengatur masalah pengupahan ini. Tujuan

32 pengaturan ini adalah untuk menjaga agar tingkat upah tidak merosot terlalu bawah, meningkatkan daya beli pekerja, dan mempersempit kesenjangan secara bertahap antara mereka yang berpenghasilan tertinggi dan terendah. Penetapan upah minimum oleh pemerintah merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup pekerja (Kusnaini, 1998). 2.7. Upah Minimum Regional (UMR) Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-03/Men/1997 tentang Upah Minimum Regional Bab 1 Pasal 1 ayat (a) menyebutkan bahwa: Upah Minimum Regional adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan termasuk tunjangan tetap di wilayah tertentu dalam suatu provinsi. Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada bagian kedua mengenai pengupahan pasal 111 menyebutkan bahwa (2) Penetapan upah minimum dilaksanakan untuk tingkat daerah; Penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk daerah tertentu dapat dilaksanakan menurut sektor dan sub sektor. Lebih lanjut PP No.8/1981 memberi pengertian tentang upah minimum adalah upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional, maupun sub sektoral. Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Simanjuntak (2002) menyatakan bahwa pemerintah setiap tahun atau sekali dalam dua tahun menetapkan upah minimum untuk setiap provinsi atau untuk beberapa daerah kabupaten yang berdekatan. Tujuan penetapan upah minimum adalah untuk:

33 a. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesama pekerja dalam kondisi pasar kerja yang surplus, yang mendorong mereka menerima upah dibawah tingkat kelayakan; b. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja oleh pengusaha yang memanfaatkan kondisi pasar kerja untuk akumulasi keuntungannya; c. Sebagai jaring pengaman untuk tingkat upah karena satu dan lain hal jangan turun lagi; d. Mengurangi tingkat kemiskinan absolut pekerja, terutama apabila tingkat upah minimum tersebut dikaitkan dengan kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya; e. Mendorong peningkatan produktivitas baik melalui perbaikan gizi dan kesehatan pekerja maupun melalui upaya manajemen untuk memperoleh kompensasi atas peningkatan upah minimum; f. Meningkatkan daya beli masyarakat yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara umum; g. Menciptakan hubungan industrial yang lebih aman dan harmonis.

34 Upah (W) S L W 2 E 2 E 3 Upah Minimum W 1 E 1 D L N 2 N 1 N 3 Jumlah Tenaga Kerja (N) Gambar 2.3. Kurva Kebijakan Upah Minimum Pada gambar 2.3. terlihat bahwa keseimbangan pasar tenaga kerja berada pada titik keseimbangan E 1 dengan tingkat upah sebesar W 1 dan tingkat penggunaan tenaga kerja sebesar N 1 yang ditentukan dari interaksi permintaan D dan penawaran S terhadap tenaga kerja. Adanya penetapan nilai upah minimum akan meningkatkan tingkat upah menjadi W 2 sehingga keseimbangan akan bergeser menjadi E 2 dan permintaan tenaga kerja turun menjadi N 2. Penetapan nilai upah minimum mengakibatkan penawaran tenaga kerja yang lebih tinggi (E 3 ) dibandingkan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan (E 2 ) sehingga akan terjadi pengangguran (N 2 -N 3 ) (Prastyo, 2010). Dalam menetapkan upah tersebut perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain: kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya, tingkat upah pada umumnya di negara yang bersangkutan, biaya hidup dan perubahannya, sistem jaminan sosial nasional, kondisi dan kemampuan perusahaan, serta tujuan nasional seperti mendorong pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan produktivitas. Ketentuan upah minimum dapat ditetapkan berlaku untuk seluruh daerah di suatu negara, atau semua sektor di seluruh daerah atau berbeda menurut

35 daerah dan sektor. Semakin banyak variasi ketentuan upah minimum semakin lebih mencerminkan kondisi pasarnya akan tetapi semakin besar beban administrasinya (Simanjuntak, 1996). 2.8. Penelitian Terdahulu 2.8.1. Penelitian Mengenai Pertumbuhan Ekonomi Menurut penelitian Linda (2005) yang berjudul Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sumatera Utara, menggunakan metode OLS. Dari hasil penelitian dijelaskan bahwa Investasi PMDN tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya investasi di Sumatera Utara maka akan meningkatkan juga PDRB Sumatera Utara. Selanjutnya nilai koefisien regresi dari variabel PMA tahun sebelumnya juga bernilai positif, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi PMA Sumatera Utara tahun sebelumnya akan meningkatkan PDRB Sumatera Utara. Selanjutnya pengaruh tenaga kerja sendiri juga memberikan pengaruh positif terhadap PDRB Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah tenaga kerja maka semakin tinggi PDRB Sumatera Utara. Penelitian Laila (2005) mengenai kontribusi investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia menyimpulkan bahwa investasi memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil regresi menunjukkan bahwa investasi baik swasta maupun pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan tenaga kerja dan lag pertumbuhan PDB memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

36 Sedangkan ekspor memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan. Variabel lainnya yaitu dummy krisis memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya penulis menjelaskan bahwa kontribusi investasi swasta sedikit lebih besar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan investasi pemerintah. Hal ini berarti peranan pemerintah tetap diperlukan terutama dalam penyediaan barang-barang publik yang dapat memperlancar kegiatan produksi pihak swasta sehingga investasi swasta dapat meningkat dan memperlancar proses pembangunan ekonomi di Indonesia. Saptomo (2008) menganalisis mengenai pengaruh pertumbuhan investasi publik, investasi swasta, dan pertumbuhan penduduk, terhadap pertumbuhan ekonomi kota Semarang dengan menggunakan metode OLS. Nilai koefisien regresi dari variabel investasi publik adalah positif yang berati apabila pertumbuhan investasi publik atau dana pembangunan pemerintah meningkat maka pertumbuhan ekonomi Kota Semarang meningkat. Koefisien regresi variabel pertumbuhan investasi swasta juga memberikan tanda positif yang berarti semakin meningkat pertumbuhan investasi yang dilakukan pihak swasta akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kota Semarang. Selanjutnya Koefisien regresi variabel pertumbuhan penduduk memberikan tanda negatif yang berarti bahwa pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi sehingga perlu dilakukan usahausaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk misalnya melalui program KB (Keluarga Berencana).

37 2.8.2. Penelitian Mengenai Otonomi Daerah Penelitian yang dilakukan oleh Sihombing (2006) tentang dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor pereknomian di Kabupaten Tapanuli Utara dengan analisis shift share menyimpulkan, bahwa perekenomian Kabupaten Tapanuli Utara sebelum otonomi daerah termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Sesudah otonomi daerah, pertumbuhan ekonominya menjadi maju. Lestari (2006) mengenai analisis pertumbuhan kesempatan kerja pra dan pasca otonomi daerah di Provinsi Jakarta (1996-2004) dengan analisis shift share menyimpulkan bahwa kebijakan otonomi daerah yang baru berjalan lima tahun belum menunjukkan pengaruh yang signifikan. Tetapi karena terdapat peningkatan pertumbuhan kesempatan kerja walaupun tidak besar, maka terdapat optimisme bahwa kebijakan ini akan membawa banyak perubahan ke arah yang lebih baik. Anjani (2007) dalam penelitiannya mengenai analisis pertumbuhan sektorsektor perekonomian sebelum dan pada saat otonomi daerah (studi kasus: Kota Depok) dengan analisis shift share menyimpulkan bahwa setelah otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi Kota Depok mengalami peningkatan. Yusdianto (2008), mengenai kapasitas produksi listrik di kawasan Timur Indonesia dengan model panel data menyimpulkan bahwa otonomi daerah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan PDRB, sedangkan pada penelitian ini menggunakan persamaan simultan.

38 2.9. Kerangka Pemikiran Selama tahun 1995-2009 perekonomian selalu mengalami perubahan. Demikian juga dengan perekonomian di Kota Tangerang. Otonomi daerah yang berawal pada tahun 2001 telah membawa perubahan pada kondisi ekonomi Kota Tangerang. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat pertumbuhan suatu daerah. Pertumbuhan daerah yang berubah-ubah itu tentu saja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari teori pertumbuhan yang ada yakni teori Harrod Domar dan Solow maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yakni: 1) akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru, 2) pertumbuhan penduduk dan 3) kemajuan teknologi. Dalam penelitian ini diambil beberapa faktor yang mewakili yaitu investasi, jumlah tenaga kerja, dan upah tenaga kerja. Penelitian ini juga akan melihat kondisi perekonomian Kota Tangerang pada masa sebelum diberlakukannya otonomi daerah dan pada saat otonomi daerah. Analisis persamaan regresi adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengetahui adanya hubungan atau tidak antara faktor-faktor tersebut dengan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari PDRB Di Kota Tangerang dimana nantinya dapat ditentukan apakah pengaruh faktor-faktor tersebut positif atau negatif terhadap PDRB Kota Tangerang. Diharapkan faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang. Dengan demikian, dengan pengambilan kebijakan yang sesuai di Tangerang, maka diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang.

39 Perekonomian Kota Tangerang Sebelum otonomi daerah Pada masa otonomi daerah PDRB Kota Tangerang Investasi Jumlah tenaga kerja Upah tenaga kerja Analisis Regresi (Metode OLS) Strategi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran