BAB 4 TINJAUAN TEOLOGIS GEREJA TERHADAP SISTEM HIERARKI GEREJA BALA KESELAMATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 SISTEM HIERARKI GEREJA BALA KESELAMATAN

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA

MENGORGANISASI, MENGGABUNGKAN, MEMBUBARKAN JEMAAT DAN PERKUMPULAN MENGORGANISASI JEMAAT PELAJARAN 10

Pendidikan Agama Kristen Protestan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

B. RINGKASAN MATERI 1. Gereja yang satu 2. Gereja yang kudus 3. Gereja yang katolik 4. Gereja yang apostolic

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

Gereja Membaptis Orang Percaya

Gereja Bala Keselamatan. Oleh Majelis Umat Kristen Indonesia Sabtu, 12 Mei :32

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

BAB IV ANALISIS Membandingkan bingkai pemikiran Nabeel Jabbour tentang gereja

BAB I PENDAHULUAN. pasti saling membutuhkan satu sama lain. Selama manusia itu hidup, ia akan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah tersedia!

Belajar dari Kristus

oleh Gereja Iuhan Apayang Dilakukan untuk Allah

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Bekerja Dengan Para Pemimpin

PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9

Orang-orang Kristen tidak boleh bersifat statis. Jika Roh Kristus diam di dalam mereka (Rm. 8:9) maka mereka akan mengalami proses perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Baptisan. Mencuci Bersih Dosa HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

Pdt. Gerry CJ Takaria

Pdt. Gerry CJ Takaria

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1 Latar Belakang

Gereja. Tubuh Kristus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

KISI KISI PENULISAN SOAL US TAHUN PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018

BAB 1 PENDAHULUAN. kesaksian serta pelayanan atau yang seringkali dikenal dengan koinonia, marturia dan

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN I. Latar Belakang Permasalahan

Ikutilah Yesus! Pelayanan Orang Kristen. Bagian. Sastra Hidup Indonesia

PELAYANAN GEREJA TUHAN

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. (Soerjono Soekanto, 1990:268). Berdasarkan pendapat tersebut peran

Untuk mengenal arti pembaruan karismatik, baiklah kita tanyakan apa tujuan yang ingin dicapainya.

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

PERINTAH YESUS DITURUTI (KISAH 2) contoh orang yang secara tepat menuruti pengaturan Yesus.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

*MAKNA PERJAMUAN KUDUS. Pdm. Freddy Siagian,

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Gereja Menyediakan Persekutuan

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.

Kehidupan Yang Dipenuhi Roh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum

Pendidikan Agama Kristen Protestan

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ROH KUDUS DAN JEMAAT Lesson 9 for March 4, 2017

TATA GEREJA PEMBUKAAN

BAB III HIERARKI DAN AWAM A. KOMPETENSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

BAB I MENGENAL GEREJA

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

RENCANA ALLAH. Bagi Saudara. Tulislah dengan huruf cetak yang jelas! Nama Saudara... Alamat. Kota. Propinsi. Umur... Laki-laki/perempuan. Pekerjaan.

ETIKA ALKITAB. Tulislah dengan huruf cetak yang jelas! Nama Saudara. Alamat. Kota. Propinsi. Umur Laki-laki/perempuan. Pekerjaan.

UNION WITH CHRIST PENDAHULUAN

2

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan

BUAH-BUAH ROH & KARUNIA ROH KUDUS

BAB I PENDAHULUAN UKDW

SABAT MENURUT ALKITAB

KONTRAK / RENCANA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (MPK 103 / UNI

Pendidikan Agama Katolik

TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA

BAB II EKARISTI SEBAGAI SUMBER DAN PUNCAK HIDUP KRISTIANI. Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Psikologi

KARUNIA NUBUAT SEPANJANG ZAMAN

Pelajaran ini akan menolong saudara.. Menghargai keanggotaan dalam suatu gereja setempat. Mengerti bagaimana suatu gereja mencukupi kebutuhannya

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN KENAIKKAN KELAS SEMESTER GENAP ( II ) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam

Kerohanian Zakharia Luk 1:5 7, Ev. Andrew Kristanto

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan citra, kerja dan kinerja instansi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Apa Gereja 1Uhan Itu?

Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran

Jawaban Soal-soal Untuk Menguji Diri

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

TATA IBADAH HARI MINGGU PASKAH V

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB GEREJA YANG YESUS DIRIKAN

Transkripsi:

BAB 4 TINJAUAN TEOLOGIS GEREJA TERHADAP SISTEM HIERARKI GEREJA BALA KESELAMATAN Dalam Bab IV ini penulis akan memaparkan analisa berkaitan dengan teori-teori yang sudah dikemukakan dalam Bab II dan hasil penelitian dalam Bab III dengan menjawab tujuan penelitian dalam Bab I, yaitu: Mendeskripsikan tinjauan teologis gereja terhadap sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan. Tinjauan teologis Sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan akan di lihat dari Sistem Hierarki Gereja Ditinjau Dari Model Gereja Sebagai Institusi, kekuatan system hierarki gereja Bala Keselamatan, dan kelemahan system hierarki gereja Bala Keselamatan, menutup dengan memuat suatu kesimpulan dari bab ini. 4.1. Pendahuluan Pada hakikatnya gereja merupakan sebuah persekutuan dan di bagian luarnya merupakan sebuah masyarakat. Masyarakat merupakan sebuah manifestasi lahiriah dari persekutuan tersebut. Masyarakat itu berada untuk menunjang terjadinya persekutuan tersebut. 1 Gereja memiliki dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Pada satu pihak terdapat persahabatan antarpribadi, yakni antara Allah dan Manusia dan antara sesama manusia dalam kristus. Pada pihak lain, gereja juga merupakan suatu keseluruhan dari sarana-sarana yang dengannya persahabatan dibangun dan dipelihara. Dalam aspeknya yang pertama, gereja adalah persekutuan keselamatan, sedangkan dalam aspeknya yang kedua gereja merupakan institusi keselamatan. Kedua aspek tersebut bersifat hakiki, gereja sebagai tubuh mistik 1 Dulles, Model-Model Gereja, 46. 50

Kristus adalah suatu persekutuan yang serentak batiniah dan lahiriah, sebuah persekutuan hidup rohani yang batiniah (terdiri dari iman, pengharapan dan kasih), yang ditampilkan dan diperagakan oleh suatu persekutuan lahiriah dalam pengakuan iman, tata tertib, dan kehidupan sakramental. Hakekat gereja yang digambarkan diatas ini merupakan sebuah ciri gereja persekutuan yang konkret dan Nampak di pandang dalam arti sosiologis. Gereja dalam arti sosiologis ia tidak berbeda berbeda dengan persekutuanpersekutuan atau institusi-institusi yang lain di dunia ini. Gereja mempunyai anggotaanggota, mempunyai peraturan-peraturan, mempunyai susunan-susunan tertentu, mempunyai pengurus-pengurus, mempunyai kegiatan-kegiatan atau pelayanan-pelayanan dan lain sebagainya. Akan tetapi, gereja tidak sama dengan institusi-institusi tersebut. Lebih dari pada itu, gereja adalah persekutuan. Gereja sebagai institusi dan gereja sebagai persekutuan erat bersatu. Gereja sebagai persekutuan lahir dari gereja sebagai lembaga. Gereja sebagai institusi adalah tanah dimana gereja sebagai persekutuan lahir, bertumbuh dan berkembang. Pengertian ini akhirnya dipahami dan diadopsi oleh Gereja Bala Keselamatan yang membawa mereka ke dalam suatu pemahaman persekutuan dengan institusi dan sistem hierarki gereja yang hampir sama dengan pola sistem kemiliteran. 4.2. Sistem Hierarki Bala Keselamatan Ditinjau Dari Model Gereja Sebagai Institusi Dalam kajian sosiologi agama, gereja dipandang sebagai sebuah institusi di tengahtengah masyarakat. Gereja sebagai institusi mempunyai berbagai macam fungsi, baik fungsi edukatif (pengajar), fungsi penyelamatan, fungsi pengawasan sosial, fungsi persaudaraan dan fungsi transformatif yang dibutuhkan serta mampu menolong umat yang mempercayai dan mengikutinya. Sebaliknya, umat yang berpaling darinya akan menemukan kesulitan. Dengan kata lain, umat sebenarnya yang memberikan fungsi terhadap gereja untuk kepentingannya. 51

Fungsi-fungsi tersebut merupakan pembentukan sistem sosial dari tindakan-tindakan individu. Tindakan-tindakan tersebut memiliki tujuan dan menggunakan alat untuk mencapainya, dipengaruhi oleh lingkungan, kondisi serta diatur oleh norma dan nilai bersama. 2 Sistem-sistem sosial itu dapat dilihat sebagai suatu organisasi, yang apabila diteliti akan dilihat pula nilai-nilai yang ada pada lembaga atau institusi serta aturan-aturan yang mengikat individu. Kemudian diimplementasikan nilai-nilai adaptasi, prosedur serta norma atau pola-pola pada suatu organisasi. 3 Berdasarkan kerangka tersebut, sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan diasumsikan sebagai sistem tindakan. Dilihat dari latar belakang sejarah berdirinya, pada mulanya Gereja Bala Keselamatan merupakan sebuah organisasi misi kristen yang mempunyai tujuan utama untuk merubah struktur masyarakat dari masalah kemiskinan secara sosial ekonomi. Namun, sejalan dengan upaya perluasan jaringan pelayanan, dipikirkan pula pemantapan organisasi. Pendiri Bala Keselamatan kemudian menyusun peraturan dengan mempedomani pola organisasi gereja Metodis, di mana konferensi merupakan pemegang wewenang tertinggi Tetapi berbeda dari peraturan gereja Metodis, ditetapkan bahwa jabatan General Superintendent dipangku seumur hidup. Di kemudian hari sebutan General Superintendent untuk pemimpin atau pejabat tertinggi di lingkungan Bala Keselamatan diganti menjadi General atau Jenderal. Selanjutnya, diikuti juga dengan penyempurnaan rumusan Doktrin Bala Keselamatan. Rumusan doktrin ini, masih tetap berlaku hingga saat ini. 4 Hasil dari kebutuhan pemantapan organisasi, yang kemudian diikuti dengan penyempurnaan doktrin yang dilakukan oleh gereja Bala Keselematan, pada akhirnya melahirkan sistem hieraki gereja yang bercorak kemiliteran melalui pakaian seragam yang 2 Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II terj. Robert M.z Lawang (Jakarta: Gramedia, 1986), 102. 3 Lihat Bab II, hal. 21. 4 Lihat Bab III, hal. 34. 52

mirip dengan seragam dinas militer, serta dilengkapi dengan pangkat-pangkat kemiliteran. Sistem hieraki ini merupakan syarat yang dituntut oleh suatu institusi yang sempurna. Penekanan institusi yang sempurna ini, disebut sebagai gereja yang konkret dan kelihatan. Pada sudut pandang tersebut, diperlukan adanya sistem nilai yang mengikat dan menjadi aturan di dalam gereja, dalam arti lain diperlukan tata cara organisasi, dan norma-norma yang mengatur dalam Gereja Bala Keselematan untuk melaksanakan misinya. Analogi utama bagi teori tentang gereja sebagai institusi ialah negara sekular. Dengan demikian kaum klerus dipandang sebagai anggota atas yang berkuasa. Dalam sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan, kaum klerus diwujudnyatakan dalam diri para Opsir sebagai seorang pemimpin gereja yang berkuasa dan dan berbakti bagi institusi dan diberi kuasa untuk mewakilinya secara resmi. Di bawah pengaruh cara berpikir hieraki yang bercorak kemiliteran tersebut, para opsir menjadi suatu golongan yang memiliki kuasa penuh di dalam gereja, sehingga anggota korps (jemaat) tidak bisa memperoleh kuasa sedikit pun terhadap para opsir. Dalam model institusi, imamat terutama dipandang dalam istilah-istilah kekuasaan. Kuasa mengajar, menguduskan dan memimpin dipusatkan pada lapisan teratas, yakni para pejabat gereja. para pejabat tersebut diberi kekuasaan penuh dalam hieraki dan diatur secara hukum. Kuasa mengajar, menguduskan dan memimpin tersebut, dalam Gereja Bala Keselamatan dipusatkan kepada tugas para opsir dan dilaksanakan dalam korps pada setiap wilayah teritori (command) atau pun wilayah divisi Bala Keselamatan yang ada di seluruh dunia. Setiap anggota korps diwajibkan untuk menerima ajaran bukan karena pengetahuan atau bakat pribadinya, melainkan karena jabatan yang dipegang oleh para opsir serta kuasakuasa suci yang tidak dimiliki oleh orang lain. Kesimpulannya jelas bagi kita, kesatuan gereja di dalam sistem hierarki bercorak militer didefinisikan dalam pengertian sikap tunduk gereja 53

kepada para opsir tersebut sebagai satu-satunya wakil dari Kristus di dalam dunia. Dengan demikian, para opsir merupakan sumber dan fondasi yang kelihatan dan bersifat abadi atas para korps di dalam Gereja Bala Keselamatan. 4.3. Kekuatan Sistem Hierarki Gereja Bala Keselamatan Dalam sejarah awal berdirinya, Gereja Bala Keselamatan didukung oleh ajaran resmi gereja. Hal ini disebabkan karena Bala Keselamatan menekankan bahwa struktur ajaran, tata aturan dan kepemimpinannya bersumber dalam ajaran resmi dari Gereja Anglican dan Metodis (pecahan dari gereja Anglican) di Inggris yang dianut oleh pendiri Bala Keselamatan. Bala keselamatan dengan sistem hieraki gereja yang bercorak kemiliteran, telah memberikan mereka suatu realitas identitas kelompok yang jelas. Para anggota korps memiliki ketaatan institusional yang tinggi, karena mereka dengan kuat di dorong untuk menerima maksud dan ajaran dari gerejanya yang ditetapkan oleh para pendirinya. Gereja Bala Keselamatan telah mengembangkan suatu organisasi yang mengikuti sistem Episkopalisme. Jauh dari sikap memberikan kebebasan kepada setiap persekutuan setempat, Gereja Bala Keselamatan menempatkan kekuatan sentral di kantor-kantor pusat teritorialnya yang dipimpin oleh para opsir yang berkuasa. Dengan demikian, sistem hierarki Gereja Bala Keselamatan memiliki keterikatan kelompok yang sangat kuat. 4.4. Kelemahan Sistem Hierarki Gereja Bala Keselamatan Meski pada satu sisi sistem hierarki Bala Keselamatan didukung oleh ajaran resmi gereja selama beberapa abad, sehingga memberikan mereka suatu realitas identitas kelompok yang jelas dan memiliki keterikatan kelompok yang kuat, namun pada sisi yang lain sistem hierarki yang bercorak kemiliteran yang dianut Bala Keselamatan juga telah membawa konsekuensi negatif pada kehidupan gerejanya. Penekanan yang berlebihan terhadap elemen 54

institusional di dalam Bala Keselamatan telah merugikan pelayanan gereja yang efektif. Sistem hierarki dengan bercorak kemiliteran cenderung menjadi absolut. Dengan mengembangkan suatu organisasi yang mengikuti sistem Episkopalisme, Bala Keselamatan menjadi lebih kaku, doktriner dan konformis. Para Opsir dan Prajurit Korps menerima perintah dan petunjuk dengan percaya bahwa semua itu diilhamkan oleh Allah dan menaatinya tanpa perlawanan atau bersungut-sungut. 5 Disamping itu, ketaatan yang berlebihan terhadap pememimpin gereja dalam pribadi para opsir berkuasa, membuat anggota korps menjadi pasif, tidak memiliki andil dan ruang dalam pemerintahan dan kepemimpinan gereja. Gereja Bala Keselamatan sangat menekankan dan menghadirkan simbol-simbol bercorak kemiliteran dalam berbagai perlengkapan mereka (pakaian seragam, tanda kepangkatan dan sebagainya). Akan tetapi unsur-unsur yang oleh gereja pada umumnya disebut sakramen seperti baptisan dan perjamuan kudus, tidak bisa mereka pahami dan terima dari segi maknanya sebagai simbol kasih karunia Allah dan persekutuan dengan Dia. 5 Lihat Bab III, hal. 48. 55