KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG?

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES PEMERIKSAAN DI MUKA SIDANG DALAM PERKARA WARIS

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

SOLUSI MENGURANGI PUTUSAN HAKIM YANG AMARNYA TIDAK DAPAT DITERIMA ( N O ).

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama

Kecamatan yang bersangkutan.

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 1359/PDT. G/2013/PA. MLG DENGAN ALASAN GUGATAN OBSCUUR LIBEL DALAM PERKARA CERAI GUGAT

FORMULASI KUMULASI GUGATAN YANG DIBENARKAN TATA TERTIB ACARA INDONESIA (STUDI PUTUSAN MA NOMOR K/PDT/2012 DAN PUTUSAN MA NOMOR.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. esensial, yaitu keadilan (gerechtigheit), kemanfaatan (zwachmatigheit) dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAHAN KULIAH KD 3 HUKUM ACARA PERDATA. Hukum Acara Perdata, FH UNS

Latihan Soal Ujian Advokat Perdata

PEMERIKSAAN PERKARA DALAM PERSIDANGAN

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN TIDAK DAPAT DITERIMA ( NIET ONT VAN KELIJK VER KLAARD

P U T U S A N. NOMOR 0000/Pdt.G/2016/PTA. BTN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN.

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Hukum merupakan kaidah atau norma yang hidup dalam masyarakat

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

JAWABAN. Eksepsi (jika ada) Jawaban Konpensi/ Pokok perkara. Gugatan Rekonpensi?? PLKH TUN- Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

PUTUSAN. NOMOR 38/Pdt.G/2016/PTA.Smd DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor XXXX/Pdt.G/2015/PA.Ktbm

hal 0 dari 11 halaman

HUKUM ACARA PERDATA MATERI UAS

PENGARUH IDENTITAS TERHADAP PELAKSANAAN HUKUM ACARA PENGADILAN AGAMA DI INDONESIA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS PUTUSAN NOMOR. 450/Pdt.G/2012/PA.KAG. A. Analisis Status Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Memutus Putusan

P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

P U T U S A N. Nomo : ---/Pdt.G/2011/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN. AGAMA MALANG PERKARA NO. 0380/Pdt.G/2012/PA.Mlg

CARA PENYELESAIAN ACARA VERSTEK DAN PENYELESAIAN VERZET

PROSES SIDANG PERDATA DI PENGADILAN NEGERI PUTUSSIBAU

PRAKTEK IV: SURAT GUGATAN. Andrie Irawan, SH., MH Lembar Dyahayu Werdiningsih, SH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogayakarta

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2014/PTA.Btn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili agar

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37.

BAB IV ANALISIS. Setelah mempelajari duduk perkara No 709/Pdt.G/2006/PA.Bgl dan

P U T U S A N. Nomor : 99/Pdt.G/2011/MS-Aceh

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

P U T U S A N Nomor : 52/PDT/2012/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P U T U S A N Nomor 0037/Pdt.G/2016/PTA.Pdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan tingkah laku. Situasi yang demikian membuat kelompok itu

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 061/PUU-II/2004

P U T U S A N. Nomor 0005/Pdt.G/2017/PTA. Plk. M e l a w a n

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB 1 PENDAHULUAN. menghukum orang-orang yang melanggar norma-norma dengan hukum yang

SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA KLAS I.B BARABAI Nomor : W15-A3/1006/KU.04.2/VIII/2014 TENTANG

ABSTRAK Latar belakang

PUTUSAN Nomor 0073/Pdt.G/2017/PTA Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

R I N G K A S A N. setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK. yang bersifat memaksa. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah tergugat

P U T U S A N Nomor : 04/Pdt.G/2012/PTA Plk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Didalam sistem hukum Negara Republik Indonesia ini, terdapat

P U T U S A N Nomor 07/Pdt.G/2015/MS-Aceh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II DESKRIPTIF YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 1359/PDT.G/2013/PA.Mlg DENGAN ALASAN GUGATAN OBSCUUR LIBEL DALAM PERKARA CERAI GUGAT

TENTANG DUDUK PERKARANYA

TERGUGAT DUA KALI DIPANGGIL SIDANG TIDAK HADIR APAKAH PERLU DIPANGGIL LAGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG M E L A W A N

BAB IV MUTAH DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA. A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Menggunakan atau Tidak

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GUGATAN. Untuk memulai dan menyelesaikan persengketaan perkara perdata

Makalah Rakernas

TERBANDING, semula PENGGUGAT;

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB II PERCERAIAN DAN PROSES PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

PUTUSAN SELA NOMOR: 001/PUU-XI/2015/MM.UI DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

JAWABAN. Eksepsi (jika ada) Gugatan Rekonpensi (jika ada) PLKH Perdata - Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Transkripsi:

KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG? Oleh: Ahmad Z. Anam (Hakim Pratama Muda Pengadilan Agama Mentok) Pendahuluan Ada dua hak bagi pihak berperkara yang perkaranya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) oleh pengadilan tingkat pertama: 1) mengajukan [ulang] dengan gugatan baru, dan 2) menempuh upaya hukum banding. 1 Sepanjang penelusuran Penulis, belum pernah ada ketentuan yang mengatur tentang kapan gugatan baru atas putusan niet ontvankelijke verklaard (NO) tersebut dapat diajukan ulang. Akibatnya, pada tataran praktik, gugatan baru tersebut dapat diajukan kapan pun; tidak ada batas waktu; baik sebelum putusan NO tersebut berkekuatan hukum tetap, maupun setelah berkekuatan hukum tetap; Walhasil, terjadilah masalah serius akibat kekosongan regulasi pengajuan gugatan perkara baru atas putusan NO ini: ketidakpastian hukum. Masalah tersebut bukan perandai-andaian, tetapi memang berdasarkan fakta di lapangan. Berikut ini adalah ilustrasi permasalahannya: 1 Lihat dalam Drs. H. A. Mukti Arto, S.H., Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet VIII (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) Hlm. 259 dan M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet Ke-12 (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 891. Di luar ketentuan umum tersebut, terdapat pengecualian yaitu terhadap putusan niet ontvankelijke verklaard yang disebabkan karena nebis in idem dan daluarsa (exceptio temporis) tidak dapat diajukan gugatan baru.

3 (tiga) hari pasca pengucapan putusan NO, penggugat (setelah menyempurnakan gugatan) mengajukan ulang perkaranya dengan gugatan baru. Jeda 1 (satu) hari pasca penggugat mengajukan gugatan barunya, tergugat (yang tidak puas atas putusan NO dan kemungkinan sangat berharap agar perkara tetap dilanjutkan dengan memeriksa gugatan penggugat yang amburadul, sehingga menguntungkan tergugat) mengajukan upaya hukum banding. Dalam contoh kasus ini terdapat dua perkara yang subyek dan obyek hukumnya sama, serta keduanya sedang dalam proses penyelesaian sengketa dengan jalur litigasi di pengadilan. Satu perkara di tingkat pertama dan satunya di tingkat banding. Kondisi seperti ini harus disikapi secara cermat dan hati-hati. Harus disikapi bagaimana gugatan baru penggugat tersebut? Apakah akan di NO lagi karena nebis in idem dengan perkara bandinya? Jika iya, penggugat tentu berada di posisi yang dirugikan, karena ia lebih dahulu mengajukan gugatan barunya (daripada tergugat mengajukan banding), selain itu juga tidak ada ketentuan yang melarang penggugat untuk mengajukan ulang gugatannya kapanpun. Artikel ini berusaha: pertama, memberikan tawaran solusi atas kondisi semerawut sebagaimana tergambar di atas, dan kedua: merumuskan dan mendorong terbitnya regulasi yang tepat tentang batas waktu pengajuan ulang gugatan yang dinyatakan NO. Tujuan puncaknya: agar tidak ada lagi ketidakpastian hukum yang merugikan pencari keadilan. Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) Putusan NO adalah putusan yang menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima, karena cacat formil. Putusan NO merupakan putusan akhir yang bersifat negatif.

Berikut ini sebab-sebab sebuah gugatan dinyatakan cacat formil: 2 1) Surat kuasa tidak sah Syarat Surat Kuasa Khusus, sebagaimana dijelaskan SEMA Nomor 2 tahun 1959, yang kemudian SEMA tersebut disempurnakan dengan SEMA Nomor 01 tahun 1971 dan SEMA Nomor 6 tahun 1994 adalah sebagai berikut: I Menyebut dengan jelas dan spesifik tujuan surat kuasa adalah untuk beracara di pengadilan; II Menyebut kompetensi relatif; III Menyebut identitas dan kedudukan para pihak, dan; IV Menyebut secara ringkas dan kongkrit pokok dan obyek sengketa. Syarat-syarat tersebut bersifat kumulatif. Artinya, satu item saja tidak terpenuhi, berkonsekuensi surat kuasa tidak sah; 2) Gugatan diajukan oleh pihak yang tidak memiliki kepentingaan hukum Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung nomor 194 K/Skip/1971, tanggal 7 Juli 1971, gugatan harus diajukan oleh orang yang memiliki hubungan hukum melekat. 3 3) Gugatan error in persona Error in persona adalah keliru pihak. Kekeliruan ini dapat berupa diskualifikasi in person (Penggugat tidak memiliki legal standing), bisa juga gemis aanhoedanigheid (pihak yang ditarik menjadi tergugat keliru), dapat juga plurium litis conssortium (pihak yang ditarik menjadi penggugat atau tergugat tidak lengkap). 4) Gugatan di luar kompetensi 2 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata... hlm. 889 s.d. 891. 33 Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M. Hum, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Cet VI (Jakarta: Kencana, 2012) Hlm. 300.

Ada dua jenis kompetensi: absolut dan relatif. Kompetensi absolut adalah kewenangan mengadili berdasarkan kualifikasi perkara, sedangkan kompetensi relatif adalah kewenangan mengadili berdasarkan wilayah yurisdiksi. Kompetensi absolut mutlak harus ditegakkan, meskipun tidak ada eksepsi. Kompetensi relatif penegakannya bergantung pada ada atau tidaknya eksepsi. 5) Gugatan obscuur libel Gugatan obscuur libel adalah gugatan yang kabur; tidak jelas dan pasti. Faktor-faktor penyebab kekaburan tersebut adalah: a. Dalil gugatan tidak mempunyai dasar peristiwa dan dasar hukum yang jelas; b. Tidak jelas obyek sengketa; c. Terdapat kontradiksi antara posita dan petitum d. Petitum tidak rinci; e. Nebis in idem (telah ada putusana incraht) yang subyek dan obyeknya sama; 6) Gugatan prematur Gugatan prematur adalah gugatan yang semestinya belum dapat diajukan, karena limit waktu yang telah diatur dengan sebuah peraturan berlaku belum terpenuhi. 7) Gugatan daluwarsa Gugatan daluwarsa adalah gugatan yang diajukan tetapi sudah melampaui limit waktu yang ditetapkan aturan yang berlaku. Konsekuensi dari putusan NO adalah: pertama, statusnya hubungan hukum subyek dan obyek hukum sama persis seperti sebelumnya, diangap belum pernah ada perkara, dan kedua: jika telah diletakkan sita, maka diktum putusan NO harus memerintahkan pengangkatan sita. Fakta di Lapangan

Oleh karena belum ada regulasi yang mengatur batas waktu pengajuan gugatan baru atas putusan NO, maka fakta di lapangan juga menunjukkan grafik tidak beraturan. Sebagian perkara diajukan ulang sebelum putusan NO berkekuatan hukum tetap, sebagian lain diajukan pasca putusan berkekuatan hukum tetap. Seperti yang telah disinggung dalam pendahuluan, ruang kosong regulasi ini memantik persoalan serius: ketidakpastian hukum. Terdapat peluang sangat besar terdapatnya dua perkara yang subyek dan obyeknya sama, dan berjalan bersamaan dalam proses peradilan. Seperti kasus yang telah dicontohkan pada pendahuluan, sebelum putusan NO berkekuatan hukum tetap, penggugat (setelah memperbaiki cacat formil gugatan) mengajukan ulang gugatannya, selang sehari setelah itu, tergugat mengajukan banding. Salah satu masalahnya di sini adalah: hendak disikapi bagaimana gugatan baru penggugat tersebut? Sedangkan di sisi lain, perkaranya yang lama masih dalam proses banding? Sebagian yuris berpendapat bahwa gugatan baru penggugat tersebut harus di-no lagi, karena nyata-nyata nebis ini idem dengan gugatan lama yang sedang dalam proses banding. Menurut pendapat penulis, tindakan meng-no kembali gugatan baru Penggugat tersebut adalah tidak tepat. Alasannya, kondisi nebis ini idem, sebagaimana dikehendaki Pasal 1917 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, adalah kondisi saat terdapatnya perkara baru, yang mana terhadap perkara baru tersebut telah ada perkara sebelumnya yang subyek dan obyeknya sama, dan perkara tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap. Selama putusan sebelumnya itu belum berkekuatan hukum tetap, maka nebis ini idem belum melekat. 4 Kembali ke contoh kasus, putusan NO atas gugatan penggugat masih dalam proses banding dan belum berkekuatan hukum tetap, sehingga unsur 4 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata... hlm. 889 s.d. 891.

nebis in idem belum terpenuhi. Sehingga tentu tidak tepat jika gugatan baru penggugat di-no dengan alasan nebis ini idem dengan perkara bandingnya. Keputusan yang paling tepat dalam menyikapi gugatan baru penggugat tersebut adalah dengan menghentikan sementara (aan hanging) gugatan. Aan hanging tidak melulu diterapkan dalam perselisihan kewenangan mengadili antar-peradilan, namun dapat juga diterapkan dalam perkara sebagaimana contoh kasus. Tujuan penghentian sementara gugatan baru penggugat (di peradilan tingkat pertama), adalah untuk menghindari adanya dua putusan dalam satu perkara yang subyek dan obyeknya sama (satu putusan di tingkat pertama, satunya lagi putusan di tingkat banding). Penghentian sementara gugatan penggugat diberlakukan sampai ada putusan incraht atas gugatan lama penggugat. Dengan adanya putusan yang incraht, maka pengadilan tingkat pertama dapat menentukan sikap selanjutnya atas gugatan baru penggugat. Ada dua kemungkinan sikap yang dapat diambil: Pertama: jika putusan tingkat banding ternyata menguatkan putusan NO peradilan tingkat pertama, dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap, maka Majelis Hakim dapat meneruskan pemeriksaan gugatan baru penggugat. Artinya, dengan kejelasan putusan dari tingkat banding tersebut, penghentian sementara (aan hanging) diakhiri dan pemeriksaan gugatan baru dapat dilanjutkan. Sebatas untuk diketahui, putusan NO di tingkat banding tersebut tidak dapat diajukan ulang di tingkat banding. Banding itu hanya satu kali. 5 Karena jika perkara tersebut dapat diajukan ulang di tingkat banding, maka akan sangat tidak jelas kapan sebuah putusan banding itu dapat berkekuatan hukum tetap. Hakim PA 5 Andi M. Yusuf Bakri, pendapat ini disampaikan dalam diskusi pada Facebook Group Lounge

Kedua: jika ternyata putusan tingkat banding justeru membatalkan putusan NO peradilan tingkat pertama, serta menghendaki kelanjutan pemeriksaan gugatan lama penggugat, maka di saat pemeriksaan gugatan lama penggugat telah selesai dan telah pula ada putusan incraht yang bersifat positif (mengabulkan ataupun menolak, ada dampak hukum dan masalah yang disengkatan berakhir tuntas (litis finiri oppertet)), saat itulah gugatan baru penggugat memiliki alasan yang sah untuk dinyatakan NO. Memang terdapat solusi atas kesemerawutan contoh kasus di atas, tapi tentu proses implementasi solusi tersebut memakan waktu yang panjang, serta merugikan kedua belah pihak berperkara; perkara menjadi terkatungkatung. Belum lagi jika ternyata tergugat mengajukan kasasi atas putusan NO dari tingkat banding tersebut, maka penghentian sementara gugatan baru penggugat akan memakan waktu yang begitu lama. Putusan NO Kapan Dapat Diajukan Ulang? Hak fundamental pihak berperkara yang tidak puas atas putusan pengadilan (tingkat pertama) adalah menempuh upaya hukum. Hak ini dilindungi dan dijamin oleh konstitusi. Untuk menjamin hak fundamental tersebut, konstitusi juga telah mengatur batas waktu penempuhan hak. 6 Pertama: dalam hal putusan diucapkan dengan kehadiran pihak atau di luar hadirnya pihak (contradictoir): Bagi pihak yang tidak puas atas putusan peradilan tingkat pertama, maka ia diberi waktu 14 (empat belas) hari pasca pengucapan putusan, atau 14 (empat belas) hari pasca putusan tersebut diberitahukan dalam 6 Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama (BUKU II), hlm.

putusan diucapkan di luar hadir, untuk menempuh upaya hukum banding. Kedua: dalam hal putusan diucapkan tanpa kehadiran tergugat: Bahkan, dalam perkara tanpa kehadiran tergugat (verstek) pun, pihak tergugat yang tidak puas atas putusan verstek di peradilan tingkat pertama, tetap diberi hak upaya hukum, yang disebut verzet. Batas waktu pengajuan verzet yaitu 14 (empat belas) hari terhitung setelah tanggal pemberitahuan putusan verstek itu kepada tergugat semula jika pemberitahuan tersebut langsung disampaikan sendiri kepada yang bersangkutan (Pasal 391 HIR/Pasal 719 RBg). Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada tergugat sendiri dan pada waktu aanmaning tergugat hadir, maka tenggang waktu perlawanan adalah 8 (delapan) hari sejak dilakukan aanmaning (peringatan) (Pasal 129 HIR / Pasal 153 RBg). Jika Tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning, maka tenggang waktunya adalah hari kedelapan sesudah eksekusi dilaksanakan (Pasal 129 ayat (2) jo Pasal 196 HIR dan Pasal 153 ayat (2) jo Pasal 207 RBg). Hal yang perlu digarisbawahi adalah: waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana diuraiakan di atas adalah hak fundamental bagi pihak yang tidak puas atas putusan pengadilan untuk menempuh upaya hukum. Oleh karena itu, tentu tidak tepat jika hak fundamental tersebut harus diganggu dan direcoki oleh tindakan hukum lain yang berupa pengajuan gugatan baru. Pengajuan gugatan baru, seharusnya ditempuh setelah hak fundamental tersebut telah lewat. Artinya: pengajuan gugatan baru atas putusan NO seharusnya hanya dapat diajukan setelah putusan NO tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

Namun masalahnya, hingga saat ini penulis belum penah menemukan ketentuan yang mengatur bahwa pengajuan gugatan baru atas perkara yang dinyatakan NO harus menunggu putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Sehingga dalam tataran praktek, pengajuan gugatan baru atas putusan NO dapat diajukan kapan pun. Dalam kesempatan ini, Penulis mendorong terbitnya regulasi tersebut. Setidaknya berbentuk Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung, yang tentunya dapat dimasukkan dalam revisi Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan. Terbitnya regulasi berorientasi pada kepastian hukum dan bersinergi dengan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Agar tidak ada lagi pihak yang merasa dirugikan, agar tidak ada lagi perkara yang terkatung-katung terlalu lama. Kesimpulan Hingga saat ini belum pernah terbit regulasi tentang batas waktu kebolehan mengajukan [ulang] perkara dengan gugatan baru atas putusan NO. Kekosongan regulasi ini memunculkan persoalan serius: ketidakpastian hukum. Waktu 14 (empat belas) hari pasca pengucapan putusan atau pasca pemberitahuan putusan adalah hak fundamental bagi pihak yang tidak puas atas putusan pengadilan untuk menempuh upaya hukum, tidak boleh diganggu dengan tindakan hukum lain berupa pengajuan gugatan baru. Menurut Penulis, pengajuan gugatan baru atas putusan NO hanya dapat diajukan setelah putusan NO tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Artikel ini berusaha mendorong terbitnya regulasi tentang batas waktu tersebut. Terbitnya regulasi ini tujuannya adalah demi menghindari adanya dua perkara yang subyek dan obyeknya sama; demi terwujudnya kepastian

hukum; demi terbumikannya asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Wallahu alam. Daftar Pustaka Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Cet, Ke-6, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet VIII, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet Ke-12, Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Herzien Inlandsch Reglement (HIR); Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura. (Rbg.) Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama (BUKU II)