Pengaruh Sistem Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Varietas Jagung Hibrida Mendukung GP-PTT Jagung di NTB (Studi Kasus Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa) Yanti Triguna dan Bq. Tri Ratna Erawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat Jl. Raya Peninjauan Lombok Barat E-mail : yanti_tri82@yahoo.co.id Abstrak Penelitian dilaksanakan pada lahan petani Desa Pukat Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa pada bulan Juli September 2015 setelah padi ( MK1). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama terdiri dari 3 taraf yaitu sistem tanam : (1) menggunakan pupuk organik sebagai penutup lubang tanam jagung, (2) menggunakan pupuk organik + jerami padi disebar kemudian dibakar dan (3) jerami padi disebar kemudian dibakar. Faktor kedua yaitu Varietas yang terdiri dari 2 taraf yaitu (1) Bima 19 dan (2) Bima 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tanam berpengaruh terhadap populasi tanaman, pembakaran jerami padi sebagai penutup lubang tanam dapat menurunkan populasi tanaman sampai 39%. Produktivitas jagung dipengaruhi oleh varietas dan sistem tanam, varietas Bima 20 memiliki produktivitas yang lebih tinggi 1 ton/ha dibanding dengan Bima 19. Sedangkan pada kedua varietas Bima 19 dan Bima 20, sistem tanam dengan menggunakan bahan organik sebagai penutup tanah dapat meningkatkan hasil sampai 1,21 ton/ha. Kata kunci : Jagung hibrida, Sistem tanam, Varietas. Pendahuluan Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan permintaan pangan selalu bertambah. Disamping itu kompleksinya kebutuhan dan peningkatan pola hidup masyarakat memacu perkembangan berbagai teknologi dan industri termasuk pertanian. Namun seiring pertumbuhan dan perkembangan teknologi pertanian yang dilakukan secara intensif, efek yang dihasilkan juga menghawatirkan. Salah satunya adalah penurunan produktivitas lahan akibat penggunaan pupuk organik yang berlebihan dan terus menerus dan pencemaran lingkungan akibat pembakaran limbah panen. Kebutuhan Jagung nasional mencapai 6,199 ton per tahun untuk konsumsi langsung sedangkan untuk bahan pakan mencapai 12,6 juta ton per tahun sementara produksi nasional hanya meningkat 5% per tahun sehingga pada tahun 2013 indonesia harus menginpor jagung sebesar 3,0 juta ton dan tahun 2014 meningkat menjadi 3,6 juta ton (Ditjen Tanaman Pangan, 2015). Kondisi ini perlu mendapat perhatian agar lahan yang terbatas bisa menghasilkan produksi yang tinggi. Kabupaten Sumbawa dengan lahan pertanian yang sangat luas memiliki potensi yang besar dalam menyumbang stok pangan Nasional. Pada tahun 2012 rata-rata Produktivitas jagung di Kabupaten sumbawa sebesar 54,92 kw/ha sedangkan pada tahun 2013 meningkat sebesar 2,31 kw/ha menjadi 57,23 Kw/ha (BPS, 2013). Produkt ivitas ini masih rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten lain yang ada di Provinsi NTB seperti Kabupaten Lombok Timur. Karenanya diperlukan teknologi yang tepat dalam meningkatkan produksi jagung di Kabupaten Sumbawa dengan perbaikan sistem tanam dan kualitas tanah melalui penggunaan bahan organik dan pengembalian sisa panen. Menurut Kresnatita S et al, 2013 bahwa Penambahan bahan organik kedalam tanah dapat dilakukan dengan pemberian sisa atau limbah tanaman dan kotoran hewan karena dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan menekan biaya produksi. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 623
Di Kabupaten Sumbawa, jagung ditanam setelah pertanaman padi (MH) yaitu MK1 sampai MK 2 tergantung ketersediaan air. Pengelolaan jerami padi bekas panen digunakan sebagai penutup lubang tanam dengan cara disebar dipermukaan tanah setelah tanam tanpa menutup lubang tanam dengan tanah kemudian dibakar. Alasan petani adalah mengurangi biaya pengangkutan, daya berkecambah jagung lebih cepat, abu hasil pembakaran berfungsi untuk menyerap air, uap air dan sebagai pupuk. Cara ini lebih praktis dan dianggap sangat menguntungkan tanpa memperhatikan produktivitas jagung. Dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas jagung di Kab. Sumbawa, pengujian terhadap sistem tanam yang biasa dilakukan petani di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa NTB, yang merupakan sentra produksi jagung di Pulau Sumbawa diperlukan. Untuk itu penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh sistem tanam terhadap produktivitas jagung hibrida. Metodologi Penelitian dilaksanakan pada lahan petani Desa Pukat Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa pada bulan Juli September 2015 setelah padi (MK1). Lokasi penelitian merupakan lokasi pendampingan GP-PTT Jagung. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama terdiri dari 3 taraf yaitu sistem tanam : (1) V1 = menggunakan pupuk organik sebagai penutup lubang tanam jagung, (2) V2 = menggunakan pupuk organik + jerami padi disebar sebagai penutup tanam kemudian dibakar dan (3) V3 = jerami padi disebar kemudian dibakar. Faktor kedua yaitu Varietas yang terdiri dari 2 taraf yaitu (1) Bima 19 dan (2) Bima 20. Varietas yang digunakan merupakan produk Badan Litbang Pertanian. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 18 kombinasi perlakuan. Persiapan lahan tanpa olah tanah. Penanaman jagung menggunakan jarak tanam legowo yaitu 100 cm x 50 cm x 40 cm (2 tanaman/lubang). Pemupukan dilakukan 2 kali yaitu umur 10 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 300 kg NPK Phonska. Sedangkan pemupukan kedua dilakukan pada umur 30 HST dengan dosis 200 kg/ha urea, Pupuk organik dengan dosis 500 kg/hg yang diaplikasikan sebagai penutup lubang tanam. Penyiangan dilakukan pada umur 21 HST dengan menggunakan herbisida pasca tumbuh (Calaris), pengendalian hama penyakit disesuaikan dengan keadaan dilapangan. Parameter yang diamati antara lain pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman saat panen, tinggi letak tongkol dan jumlah tanaman tumbuh (%) dan parameter hasil meliputi panjang tongkol, diameter tongkol, bobot 100 biji dan hasil (produktivitas) jagung. Data yang terkumpul dianalisis secara statistik menggunakan analisis sidik ragam ( Analysis of Variance/ANOVA) dan bila terdapat beda nyata antara perlakuan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan pada taraf 5%. Hasil dan Pembahasan Komponen pertumbuhan tanaman Sistem tanam dan varietas memberikan interaksi yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman jagung. Tetapi tinggi tanaman hanya dipengaruhi oleh varietas. Pada varietas Bima 19, tinggi tanaman lebih baik dengan aplikasi bahan organik sebagai penutup tanam. Data tinggi tanaman jagung pada beberapa perlakuan sistem tanam tersaji pada Tabel 1. 624 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Tabel 1. Pengaruh Sistem tanam terhadap pertumbuhan tanaman jagung di Kabupaten Sumbawa Perlakuan Varietas Bima 19 Bima 20 Tinggi tanaman (cm) Rata-rata V1 202.67 ab 201.20 ab 200.33 A V2 187.67 b 209.27 a 198.47 A V2 187.33 b 211.33 a 199.33 A Rata-rata 192.56 B 206.27 A Tinggi letak tongkol (cm) V1 114.67 a 116.11 a 115.40 A V2 101.00 ab 113.20 a 107.10 A V2 96.33 b 116.80 a 106.57 A Rata-rata 104.00 B 115.38 A Jumlah tanaman tumbuh (%) V1 42.33 ab 46.33 a 44.33 A V2 38.67 bc 43.67 a 41.17 A V2 27.67 d 36.67 c 32.17 B Rata-rata 36.22 B 42.22 A Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Lain halnya pada varietas Bima 20 yang tinggi tanamannya lebih baik dengan Aplikasi pembakaran jerami tetapi tidak berbeda nyata dengan aplikasi bahan organik dan bahan organik + jerami padi disebar kemudian dibakar. Tetapi rata-rata kedua varietas akan tumbuh lebih baik pada Aplikasi bahan organik. Hal ini disebabkan pembakaran jerami padi dapat menekan perkecambahan biji jagung sehinggga pertumbuhan tanaman menjadi lebih lambat. Menurut Yunizar, 2010 menyatakan bahwa pemberian pupuk organik berupa kompos mempengaruhi tinggi tanaman dan cenderung memberikan tinggi tanaman yang lebih baik dengan semakin tingginya kompos yang diberikan pada tanah. Pada variabel tinggi letak tongkol, sistem tanam memberikan interaksi yang nyata terhadap varietas. Letak tongkol yang tertinggi terdapat pada varietas Bima 20 yaitu 115.378 cm sedangkan varietas Bima 19 yaitu 104.00 cm. Ini berarti bahwa tinggi letak tongkol berbanding lurus dengan tinggi tanaman jagung (tabel 1). Bila dibandingkan dengan deskripsi varietasnya, Bima 19 memiliki tanaman yang lebih rendah dengan tinggi tanaman dilokasi penelitian, sedangkan Bima 20 memiliki tinggi tanaman yang hampir sama dengan tinggi tanaman dilokasi penelitian. Tinggi letak tongkol varietas Bima 19 hampir sama dengan tinggi tongkol dilokasi penelitian sedangkan varietas Bima 20 memiliki letak tongkol yang lebih tinggi dengan dilokasi penelitian. Berdasarkan deskripsi varietas, tinggi tanaman Bima 19 = 213 cm, tinggi letak tongkol = pertengahan tinggi tanaman (107 cm) sedangkan Bima 20 tinggi tanaman = 210 cm dan tinggi letak tongkol pertengahan tinggi tanaman (105 cm). Hal ini menunjukkan bahwa lokasi lingkungan tumbuh berpengaruh terhadap penampilan varietas dan lebih lanjut Hins et al (1977) menyatakan genotipe akan memberikan tanggapan yang berbeda pada lingkungan yang berbeda. Sistem tanam dan varietas memberikan interaksi yang nyata dengan Pertumbuhan tanaman jagung/populasi tanaman (tabel 1). Varietas Bima 19 dan Bima 20 dapat tumbuh dengan Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 625
baik pada aplikasi bahan organik. Aplikasi bahan organik dapat meningkatkan populasi varietas Bima 20 sampai 89%, sedangkan pada perlakuan bahan organik + mulsa disebar kemudian dibakar sebesar 83% dan pada perlakuan mulsa jerami disebar kemudian dibakar sebesar 70%. Pada varietas Bima 19 populasi tanaman dengan aplikasi bahan organik dicapai 81%, sedangkan aplikasi bahan organik + Mulsa disebar lalu dibakar = 74,35% dan terrendah terdapat pada aplikasi mulsa yang disebar kemudian dibakar hanya mencapai 53 %. Artinya pada kedua Varietas Bima 19 maupun Bima 20 memberikan respon yang sama terhadap sistem tanam. Hal ini disebabkan bahwa pembakaran jerami padi tanpa menutup lubang tanam yang biasa dilakukan petani dapat berpengaruh terhadap perkecambahan biji jagung sehingga menyebabkan tanaman banyak yang tidak tumbuh bahkan sampai 47% pada varietas Bima 19. Menurut Abdurachman dan sutoro (2002) menyatakan bahwa semakin banyak pemberian mulsa jerami padi tanpa dibakar pada tanah makan dapat mempertahankan laju infiltrasi, meningkatkan pertumbuhan/populasi tanaman dan produksi jagung. Komponen hasil tanaman Pada beberapa variabel hasil tanaman jagung pada tabel 2 diketahui bahwa sistem tanam dan varietas memberikan interaksi yang nyata terhadap panjang tongkol jagung. Pada kedua varietas yang ditanam, tongkol jagung menjadi lebih panjang dengan aplikasi bahan organik + mulsa jerami padi disebar kemudian dibakar dan akan lebih pendek pada aplikasi bahan organik saja. Ini berarti bahwa panjang tongkol jagung berbanding terbalik dengan populasi tanaman. Semakin tinggi populasi tanaman makan tongkol jagung menjadi kurang baik. Tetapi antara varietas, bima 20 memiliki tongkol yang lebih panjang dibandingkan dengan Bima 19. Tabel 2. Pengaruh sistem tanam terhadap hasil tanaman jagung hibrida di Kabupaten Sumbawa Perlakuan Varietas Bima 19 Bima 20 Panjang tongkol (cm) Rata-rata V1 15.02 d 17.00 ab 16.01 B V2 16.30 bc 17.56 a 16.93 A V2 15.93 c 17.43 a 16.68 A Rata-rata 15.75 B 17.33 A Diameter tongkol (cm) V1 4.64 b 4.82 ab 4.73 A V2 4.55 b 4.88 a 4.72 A V2 4.58 b 5.0 a 4.81 A Rata-rata 4.59 B 4.91 A Berat 100 biji (g) V1 34.65 a 34.30 ab 34.47 A V2 30.37 c 34.09 ab 32.23 AB V2 31.00 bc 32.02 abc 31.51 B Rata-rata 32.010 A 33.472 A Produktivitas (ton/ha) V1 7.92 ab 8.84 ab 8.38 A 626 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Perlakuan Varietas Bima 19 Bima 20 Rata-rata V2 7.37 b 9.25 a 8.31 A V2 7.11 b 7.33 b 7.17 B Rata-rata 7.46 B 8.47 A Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan Berdasarkan deskripsi varietas, panjang tongkol varietas Bima 19 = 17,9 cm lebih rendah dengan dilokasi penelitian yang hanya mencapai 15,75 cm. Sedangkan panjang tongkol Bima 20 = 17,9 cm sama dengan panjang tongkol dilokasi penelitian = 17,3 cm. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan usaha tani, pemilihan varietas sangat perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas. Pada variabel diameter tongkol, menunjukkan bahwa sistem tanam tidak berpengaruh terhadap diamater tongkol. Aplikasi bahan organik, bahan organik + jerami padi disebar kemudian dibakar maupun aplikasi mulsa jerami disebar kemudian dibakar tanpa bahan organik memberikan diameter tongkol yang relatif sama. Tetapi diameter tongkol terbesar terdapat pada sistem tanam dengan aplikasi bahan organik. Penambahan bahan organik mampu memasok unsur hara N dan K dan juga dapat menyumbang unsur hara fosfor yang cukup. Unsur hara fosfor mempunyai peranan untuk pertumbuhan generatif tanaman, terutama pada pembentukan tongkol dan biji. Diameter tongkol tanaman akan lebih besar apabila tongkol tanaman terbentuk dengan sempurna. Sistem tanam memberikan interaksi yang nyata terhadap berat 100 biji tetapi tidak pada varietas (Tabel 2.) Berat 100 biji yang tinggi terdapat pada perlakuan V1 dan terrendah terdapat pada perlakuan V3. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik pada budidaya jagung dapat meningkatkan kualitas biji jagung menjadi lebih baik. Hasil penelitian Yunizar, 2010 menyatakan bahwa semakin tinggi pupuk organik berupa kompos jerami padi maka semakin meningkatkan bobot 100 biji. Lebih lanjut Lal (2006) bahwa peningkatan bahan organik tanah sebesar 1Mg perhektar pertahun dinegara sedang berkembang dapat meningkatkan produksi bijibijian pangan 32 juta Mg perhektar pertahun. Untuk hasil biji jagung (produktivitas) sistem tanam berpengaruh nyata (tabel 2). Untuk sistem tanam dengan menggunakan bahan organik menunjukkan hasil yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan sistem tanam yang menggunakan jerami padi sebagai penutup tanam kemudian dibakar. Ini berarti bahwa hasil tanaman jagung berbanding lurus dengan populasi tanaman. Semakin tinggi populasi tanaman maka hasil jagung akan semakin meningkat. Hal lainnya adalah pembakaran jerami dapat berdampak pada kurangnya input biomassa bahan organik yang pada akhirnya akan berdampak pada rendahnya kandungan bahan organik tanah. Menurut Akil et al, 2004 bahwa pemberian pupuk organik atau jerami padi tanpa dibakar sebagai penutup lubang tanaman dinilai optimal dan meningkatkan produktivitas jagung. Lebih lanjut Lal (2016) menyatakan bahwa meningkatnya bahan organik akan meningkatkan hasil tanaman karena 3 mekanisme yaitu dapat mengikat air, mengikat unsur hara dan peningkatan struktur tanah terutama sifat fisik tanah. 1 g bahan organik tanah dapat menyediakan 1 10 g kandungan air tanah. Peningkatan yang kecil tetapi dapat membantu pertumbuhan tanaman 5-10 hari. Supradi S.,2008 menyatakan bahwa jerami merupakan sebuah kondisioner tanah yang potensial karena jerami dapat juga menjadi sumber unsur hara N,P, K dan semua unsur esensial yang diperlukan tanaman. Ini berarti jerami sangat menguntungkan tanpa harus dibakar. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 627
Hasil jagung juga dipengaruhi oleh varietas. Varietas Bima 20 memiliki hasil/produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan Bima 19 ( Tabel 2). Ini berarti bahwa varietas Bima 20 sangat memungkinkan untuk dikembangkan di Kabupaten Sumbawa yang merupakan wilayah sentra produksi jagung di Pulau Sumbawa. Kesimpulan 1. Sistem tanam berpengaruh terhadap populasi tanaman, pembakaran jerami padi sebagai penutup lubang tanam dapat menurunkan populasi tanaman sampai 39%. 2. Produktivitas jagung dipengaruhi oleh varietas dan sistem tanam, varietas Bima 19 dan Bima 20 menghasilkan produktivitas yang tinggi 1,21 ton/ha pada penggunaan bahan organik sebagai penutup tanam tetapi produktivitas varietas Bima 20 lebih tinggi 1 ton/ha dibanding dengan Bima 19. Daftar Pustaka Abdurachman dan sutoro, 2002. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif. Balai Penelitian Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta Akil, M, M. Rauf, I.U. Firmansyah, A.F. Fadhly, Syafruddin, Faesal, A. Kamaruddin dan R. Efendi. 2004. Teknologi Budidaya Jagung untuk Pangan dan Pakan yang Efisien dan Berkelanjutan pada Lahan Marjinal. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros 61 p BPS. 2013. Nusa Tenggara Barat dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi NTB. Mataram Deskripsi Varietas Unggul Jagung. 2013. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Ditjen Tanaman Pangan Kementan. 2015. Pedoman Pelaksanaan GP-PTT Jagung. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta Hinz, P.N.R. Shorter, P.A.DU Bose, and S,S Yang. 1997. Probablities of selecting genotpes when testing at several locations. Crop Sci. 17:325-326 Kresnati S.,Koesriharti, Santoso M.,. 2013. Pengaruh Rabuk Organik Terhaap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis. Indonesia Green Tecnology Journal Vol.2 No.1 Lal, R., 2006. Enhancing crop yields in the developing countries through restoration of the soil organic carbon pool in agricultur lands. Land Degrad. Develop. 17 : 197-209 Supryadi S., 2008. Kandungan Bahan Organik Sebagai Dasar Pengelolaan Tanah di Lahan Kering Madura. Embryo Vol.5 No.2 Yunizar, 2010. Peningkatan Produktivitas Jagung Melalui Pengolahan Tanah dan Kompos Jerami Padi Sesudah Padi di Bayas Jaya Riau. Prosiding Pekan Serealia Nasional. ISBN. 978-979-8940-29-3. Hal 214 219 628 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian