BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas yang hidup didalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

II. TINJAUAN PUSTAKA. tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas marin. Dengan demikian daerah pantai terdiri dari perairan pantai dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

KEANEKARAGAMAN BAKTERI SERASAH DAUN Avicennia marina YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS DI TELUK TAPIAN NAULI TESIS.

I. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

TINJAUAN PUSTAKA. air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

BAB I PENDAHULAUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang didominasi

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Mangrove Mangrove berasal dari kata mangue (Portugis) yang berarti bakau dan kata

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

VI. KADAR UNSUR HARA N, P DAN C SERASAH DAUN Avicennia marina YANG MENGALAMI PROSES DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Hutan Mangrove. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang memiliki beberapa

TINJAUAN PUSTAKA Vegetasi Pantai

TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

coastal woodland, mangrove swamp forest, dan dalam bahasa Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

EKOSISTEM. Yuni wibowo

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Oleh sebab itu, hutan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

1. Pengantar A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total penjualan protease di dunia mencapai 50-60%. Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis serta memiliki potensi ekonomi bahkan pariwisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Peran Ekosistem Mangrove Kata mangrove merupakan kombinasi antara mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil. Menurut Mac Nae (1978), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat pasang dan batas air terendah sampai di atas rata-rata permukaan air laut. Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./I/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada pasang dan bebas genangan pada waktu surut. Snedaker (1978) menyatakan bahwa hutan mangrove merupakan sekelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropika dan subtropika yang terlindung dan memiliki bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob. Hutan mangrove merupakan vegetasi yang hidup di muara sungai, daerah pasang surut, dan tepi laut (Baehaqie dan Indrawan, 1993). Menurut Kusmana et al., (2005) hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang-surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam. Adapun ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan di dalam suatu habitat mangrove. Hutan mangrove juga dikenal dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen dan hutan payau. Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Haroen, 2002).

Menurut Hutching dan Saenger (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan mangrove adalah (1) suhu udara; (2) media lumpur; (3) air garam; (4) kisaran pasang surut; (6) arus laut dan (7) pantai yang dangkal. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil (Noor et al., 1999). Flora mangrove dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Chapman, 1976) yaitu (1) Flora mangrove inti, merupakan flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove, yakni Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Deris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphiphora, Smythea dan Dolichandrone; (2) Flora mangrove peripheral (pinggiran), merupakan flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi hutan, yakni Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littoralis, Hibiscus tiliaceus, dan lain-lain. Secara ekologis susunan sebaran jenis pohon di hutan mangrove mulai dari laut ke arah daratan berturut-turut adalah jenis-jenis Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera dan Xylocarpus dengan batas sebar yang tidak jelas. Pada umumnya hutan mangrove didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera dan Ceriops yang kayunya mempunyai nilai ekonomi tinggi. Frekuensi genangan air laut sangat menentukan ragam jenis vegetasi yang dapat tumbuh dan pada umumnya jenis-jenis bakau (Rhizophora spp) tumbuh terbanyak (Perum Perhutani, 1994). Ekosistem mangrove mempunyai peran yang penting dalam mendukung kehidupan organisme yang terdapat pada ekosistem tersebut. Adapun fungsi hutan mangrove menurut Arief (2003) dapat dibedakan menjadi lima, yaitu fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi, dan fungsi lain (wanawisata) seperti dibawah ini. Fungsi fisik: (a) Menjaga garis pantai agar tetap stabil; (b) melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat; (c) Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru; (d) Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air asin menjadi tawar; (e) Mencegah terjadinya erosi pantai.

Fungsi kimia: (a) Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen; (b) Sebagai penyerap karbondioksida; (c) Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan. Fungsi biologi: (a) Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan penting bagi invertebrata kecil pemakan detritus, yang kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar; (b) Sebagai kawasan pemijah bagi udang, ikan, kepiting, dan kerang yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai; (c) Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain; (d) Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetik. Fungsi ekonomi: (a) Penghasil kayu; (b) Penghasil bahan baku industri; (c) Penghasil bibit ikan, udang, kerang, kepiting, telur burung. Fungsi lain (Wanawisata): (a) Sebagai kawasan wisata alam pantai; (b) Sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian. Naamin dan Hardjamulia (1991), menyatakan bahwa besarnya peran ekosistem mangrove terhadap kehidupan dapat diamati dari keanekaragaman jenis organisme, baik yang hidup di perairan, di atas lahan, maupun ditajuk-tajuk tumbuhan mangrove serta ketergantungan manusia secara langsung terhadap ekosistem ini. Bagian tanaman mangrove, termasuk batang, akar dan daun yang berjatuhan memberikan habitat bagi spesies akuatik yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Ekosistem ini berfungsi sebagai tempat untuk memelihara larva, tempat bertelur dan sumber pakan bagi berbagai spesies akuatik, khususnya udang dan ikan bandeng (Sikong, 1978). 2.2. Peran Bakteri dalam Ekosistem Mangrove Bakteri berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik. Aktivitas bakteri mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara melalui proses mineralisasi karbon dan asimilasi nitrogen (Blum et al., 1988). Mikroorganisme membutuhkan molekul-molekul organik dari organisme lain sebagai nutrisi agar mampu bertahan hidup dan berkembang biak. Adanya aktivitas bakteri menyebabkan tingginya produktivitas ekosistem mangrove (Lyla dan Ajmal, 2006).

Bakteri merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam penguraian serasah daun di ekosistem mangrove. Hampir semua bakteri laut bersifat Gram negatif dan ukurannya lebih kecil dibanding dengan bakteri non laut. Bakteri Gram positif hanya 10% dari total populasi bakteri laut dan proporsi terbesar terdiri atas bakteri Gram negatif berbentuk batang, yang umumnya aktivitas gerakan dilakukan dengan bantuan flagel. Bakteri bentuk kokus umumnya lebih sedikit dibanding bentuk batang. Keberadaan bakteri laut Gram positif terbanyak ditemukan pada sedimen (Kathiresan dan Bingham, 2001). Dalam proses dekomposisi di perairan mangrove, peran aktif bakteri mutlak diperlukan. Bakteri akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif dari enzim proteolitik, selulolitik dan kitinolitik. Bakteri kelompok proteolitik berperan dalam proses dekomposisi protein adalah Pseudomonas, sedangkan kelompok bakteri yang berperan dalam proses dekomposisi selulosa adalah bakteri Cytophaga, Sporacytophaga, kelompok bakteri yang mendekomposisi kitin meliputi Bacillus, Pseudomonas dan Vibrio (Lyla dan Ajmal, 2006). Bakteri memainkan peran penting dalam penguraian mangrove, juga diketahui bahwa sedimen mangrove merupakan bahan penting dalam proses aliran karbon pada hutan mangrove. Pada bagian atas sedimen mangrove dengan ketebalan 2 cm ditemukan 3,6 x 10 11 sel bakteri/gram bobot kering sedimen (Hogarth, 1999). Menurut Adel (2001) jumlah bakteri aminolitik yang ditemukan pada serasah mangrove sebanyak 1,46 x 10 6 CFU/g. Komunitas bakteri mangrove di ekosistem mangrove India, menunjukkan bahwa jumlah bakteri yang hidup bebas berkisar antara 8,1 x 10 6 sampai 10,9 x 10 6 dan yang berpigmen berkisar antara 0,18 x 10 6 sampai 1,95 x 10 6 CFU/g. Penelitian yang dilakukan oleh D Costa et al, (2004) pada komunitas mangrove di India ditemukan 10 genus bakteri yaitu Bacillus, Micrococcus, Pseudomonas, Beijerinckia, Erwinia, Microbacterium, Rhodococcus, Serratia, Staphylococcus dan Xanthomonas. Menurut Kolm et al, (2002) Escherichia coli ditemukan di perairan estuaria teluk Paranagua dan Antonina Brazil pada tingkat salinitas 1 ppt sampai 33 ppt sedangkan menurut Terrones et al, (2005) Escherichia coli ditemukan di estuaria Yalku Mexico pada tingkat salinitas 15 ppt sampai 35 ppt. Kerapatan populasi

bakteri yang terdapat pada serasah daun yang mengalami dekomposisi pada umur enam hari dapat mencapai 6 x 10 8 sel/cm 2 /jam (Benner et al., 1988). Bakteri laut umumnya lebih kecil dibanding bakteri non-laut, dan proporsi terbesar terdiri atas bakteri gram negatif bentuk batang, serta pada umumnya aktivitas pergerakan dilakukan dengan bantuan flagella. Bakteri berbentuk bola (cocci) umumnya lebih sedikit dibanding bakteri yang berbentuk batang. Kebanyakan bakteri laut terikat, atau bergabung sesamanya untuk membentuk permukaan yang kuat (solid) karena adanya bahan berlendir sehingga sel-sel saling terikat. Dengan cara ini bakteri bisa membentuk lapisan permukaan yang mengakibatkan bakteri bisa hidup pada alga, rumput laut dan tumbuhan mangrove (Hutching dan Saenger, 1987). Daya tahan hidup dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh kelembaban, suhu dan cahaya matahari dan jumlah bakteri berubah dari satu musim ke musim berikutnya (Bell, 1974). 2.3. Proses Dekomposisi Serasah Mangrove Dekomposisi merupakan kegiatan atau proses penguraian dan pemisahan bahan-bahan organik menjadi bagian yang hancur (Satchell, 1974). Menurut Nybakken (1993) Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologis. Organisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, dan akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Dekomposisi adalah proses penghancuran bahan organik dengan berat molekul yang lebih besar menjadi komponen dengan berat molekul yang lebih besar menjadi komponen dengan berat molekul yang lebih kecil melalui mekanisme enzimatik (Saunder, 1980). Sejalan dengan itu Smith (1980) menyatakan bahwa proses dekomposisi adalah gabungan dari proses fragmentasi, perubahan struktur fisik dan kegiatan enzim yang dilakukan oleh dekomposer yang merubah bahan organik menjadi senyawa anorganik. Serasah adalah bagian vegetatif dan generatif yang terlepas dari tanaman yang bisa disebabkan oleh senescense atau stress, oleh faktor mekanisme seperti angin, kombinasi kedua faktor ini atau mati (Brown, 1984). Menurut Arief (2003), Serasah merupakan bahan organik yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi dapat menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan produktivitas perairan, terutama dalam peristiwa

rantai makanan. Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua pengertian yaitu (1) lapisan bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah; (2) bahan - bahan tumbuhan mati yang tidak terikat lagi pada tumbuhan (Yunasfi, 2006). Menurut Mason (1977) terdapat 3 tahap proses dekomposisi serasah yaitu: 1. Proses pelindian (leaching), yaitu mekanisme hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air. 2. Penghawaan (wathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh faktorfaktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air. 3. Aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang melakukan dekomposisi. Bakteri adalah komponen biotik yang berperan penting dalam proses dekomposisi (Mason, 1977). Menurut Saraswati dan Sumarno (2008), Proses dekomposisi dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh bakteri yang mampu mendekomposisi jaringan mati melalui mekanisme enzimatik. Bakteri mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain Betta-glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), lakase dan reduktase. Enzim reduktase merupakan penggabungan dari LiP dan MnP yaitu enzim versatile peroksidase. Proses dekomposisi bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama ketersediaan oksigen terlarut khususnya bakteri aerobik (Saunder, 1980). 2.4. Kandungan Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun Mangrove Dekomposisi bahan organik yang tersedia di kawasan hutan mangrove berasal dari bagian-bagian pohon, terutama yang berupa daun. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa daun R. apiculata mengandung unsur hara karbon 50,83%, nitrogen 0,83%, fosfor 0,025%, kalium 0,35%, kalsium 0,75% dan 0,80% (Arief, 2003). Tanah hutan mangrove di daerah tropis dan subtropis bersifat semi aerobik, rendahnya kandungan unsur hara, memiliki konsentrasi logam berat yang tinggi dan salinitasnya lebih tinggi dibanding dengan tanah terestrial. Serasah daun yang banyak kandungan nitrogen dan fosfor mengalami

pelapukan dengan cepat tanpa penambahan unsur hara, terutama pada keadaan aerobik (Ito dan Nakagiri, 1997). Faktor yang mempengaruhi aktivitas bakteri dalam penguraian bahan organik tumbuhan adalah jenis tumbuhan dan iklim. Faktor tumbuhan biasanya terbentuk sifat fisik dan kimia daun yang tercermin dalam perbandingan antara unsur karbon dan unsur nitrogen yang dinyatakan sebagai nisbah C/N (Thaiutsa dan Granger, 1979). Meningkatnya keanekaragaman bakteri mempengaruhi laju proses dekomposisi dan pola pelepasan unsur hara. Selama proses dekomposisi, kehilangan masa ditentukan oleh kandungan nitrogen dan rasio C/N pada substrat (Handayani et al., 1999). Rasio C/N yang tinggi menunjukkan tingkat kesulitan substrat terdekomposisi. Menurut Bross et al, (1995) rasio lignin/n merupakan indikator yang baik untuk mendeteksi laju kehilangan masa. Selain itu, lignin juga turut berpengaruh terhadap proses degradasi secara enzimatis pada karbohidrat dan protein (Mellilo et al., 1982). 2.5. Salinitas Salinitas merupakan kandungan garam dalam air laut yang dinyatakan dalam satuan ppt atau gram dalam satu kilogram air laut. Tingkat salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serta pertumbuhan mikroorganisme pada ekosistem mangrove. Menurut Polunin (1986), Ada beberapa macam respons mikroorganisme terhadap salinitas, yaitu: 1. Mikroorganisme tidak mampu bertoleransi dan akan mati pada kondisi salinitas tinggi, umumnya mikroorganisme yang berasal dari air tawar. 2. Mikroorganisme mungkin toleran pada salinitas tertentu tetapi akan tumbuh lebih baik pada salinitas rendah. 3. Mikroorganisme hanya dapat tumbuh pada kondisi dengan salinitas dengan adanya ion natrium. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Lapisan dengan salinitas homogen, maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada lapisan bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah. Salinitas

permukaan air laut sangat erat kaitannya dengan proses penguapan dimana garamgaram akan mengendap atau terkonsentrasi (Nontji, 2007). Aksornkoae (1993) menyatakan bahwa salinitas merupakan lingkungan yang sangat menentukan perkembangan organisme. Menurut Chester (1989) kandungan air laut terbanyak adalah NaCl dengan ion Cl - terlarut rata-rata sebanyak 55% dari jumlah garam. Komposisi ion-ion garam dalam air laut yang salinitasnya 35 ppt adalah Cl - (19,354 ppt), SO 2-4 (2,71 ppt), Br - (0,067 ppt), F - (0,001 ppt), B - (0,005 ppt) Na + (10,770 ppt), Mg 2+ (1,290 ppt, Ca 2+ (0,412), K + (0,399 ppt) dan Sr 2+ (0,08 ppt). Beberapa garam sangat efektif mempengaruhi suhu pertumbuhan bakteri yaitu NaCl > LiCl > MgCl 2 > KCl 2 > RbCl (Ljunger, 1962). Tekanan osmotik sel berhubungan dengan salinitas yang selanjutnya mempengaruhi terhadap suhu pertumbuhan bakteri (Stanley dan Morita, 1986). Aktivitas enzim maksimum bakteri Halobacterium cutirubrum setelah penambahan 2M NaCl (Lanyi, 1969).