BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga keuntungan selisih nilai tukar rupiah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau memperbaiki keadaan suatu negara. Dengan adanya kewajiban

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari segala bidang. Pembangunan tersebut bertujuan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, untuk terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi topik utama dalam bidang Ilmu Ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

UNIVERSITAS GUNADARMA PROGRAM DIPLOMA III BISNIS KEWIRAUSAHAAN LAPORAN KERJA PRAKTEK (LKP)

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

KONTRIBUSI PAJAK REKLAME TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki fungsi dalam. mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup segala bidang yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Rusyadi, 2005). Pemerintah daerahlah yang berwenang untuk mengurus daerahnya masing-masing dalam upaya mempercepat pembangunan tersebut. Pembangunan yang ingin dicapai Bangsa Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Demi tercapainya pembangunan nasional, maka penyusunan program pembangunan tersebut mengikuti suatu pola atau tatanan yang telah di tentukan di dalam pemerintah Negara Indonesia. Dalam usaha mencapai tujuan pembangunan tersebut, pemerintah menciptakan tahap-tahap pelaksanaannya, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, pengawasan dan evaluasi dengan tidak mengecilkan arti peran dari pihak-pihak lainnya dalam berpartisipasi mensukseskan pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah, serta memperhatikan 1

2 penataan ruang fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah (GBHN, 1999) merupakan tujuan dari pembangunan nasional, serta untuk mencapai tingkat pembangunan yang tinggi dan tetap menjaga kestabilan ekonomi (Dini, 2010). Menurut Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah mencakup kewenangan pemerintahan mulai dari sistem perencanaan, pembiayaan maupun pelaksanaannya. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah maka dikenal pula istilah desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal berarti pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi fiskal, maka daerah diberikan kebebasan untuk mengatur sistem pembiayaan dan pembangunan daerahnya sesuai dengan potensi dan kapasitasnya masing-masing. Untuk melaksanakan dan menyelenggarakan otonomi daerah secara nyata, luas dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan daerah untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangan sendiri agar dapat melaksanakan fungsinya secara efektif dan efisien, yakni dalam bidang pemerintahan dan pelayanan umum kepada masyarakat.

3 Dalam rangka menyelanggarakan rumah tangganya sendiri, pemerintah daerah memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu pemerintah daerah harus mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber penerimaan daerah terdiri dari: 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, yang bersumber dari: a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD). b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara (BUMN). c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta. 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, bersumber dari: a. Hasil penjualan aset daerah. b. Penerimaan jasa giro. c. Penerimaan bunga deposito. d. Denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu daerah. Semakin besar penerimaan PAD suatu daerah maka semakin rendah tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Sebaliknya, semakin rendah penerimaan PAD

4 suatu daerah maka semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah itu sendiri. Upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah dapat dilakukan dengan cara peningkatan terhadap sumber daya yang sudah ada, dalam hal ini adalah pajak daerah. Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya tidak secara langsung diberikan pada pembayaran sedangkan pelaksanaannya dimana perlu dapat dipaksakan (Usman dan Subroto, 1980). Kriteria pajak daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak secara umum, yang membedakan keduanya adalah pihak pemungutnya. Pajak umum yang memungut adalah Pemerintah Pusat, sedangkan pajak daerah yang memungut adalah Pemerintah Daerah. Kriteria pajak daerah secara spesifik diuraikan oleh Davey (1988) dalam bukunya Financing Regional Government yang terdiri dari empat hal yaitu: 1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan dari daerah sendiri. 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah. 3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah. 4. Pajak yang dipungut dan di administrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.

5 Tabel 1.1 Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Perjenis Pendapatan Kabupaten Klaten Tahun 2010-2012 (Atas Dasar Harga Konstan 2000 dalam Rupiah) Jenis 2010 2011 2012 Pendapatan Pajak Daerah 19.549.880.442 28.261.724.817 30.472.348.079 Retribusi 14.764.926.856 15.535.562.262 19.813.288.343 Daerah Pengelolaan 3.695.347.524 3.796.358.337 4.058.529.690 Kekayaan Daerah Lain-lain 20.759.076.625 24.700.144.432 31.019.182.028 Pendapatan Jumlah 58.769.231.447 72.293.789.848 85.363.348.140 Sumber: BPS Kabupaten Klaten (Klaten Dalam Angka Tahun 2011-2013). Tabel 1.1 menjelaskan bahwa pajak daerah di Kabupaten Klaten menduduki urutan pertama dalam hal kontribusi pendapatan asli daerah setelah itu retribusi daerah. Pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang dapat dikembangkan berdasarkan peraturan-peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut (Sofian, 1997). Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya daya dari sektor privat ke sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk

6 kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Pajak sangat berperan penting bagi penerimaan negara sebagai modal pembangunan karena fungsinya sebagai sumber keuangan negara, serta mengatur kebijakan negara dalam perekonomian dan sosial, terutama sektor swasta dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi dan politik. Bagi pemerintah Kota/ Kabupaten penerimaan yang bersumber dari pajak merupakan sumber yang sangat diandalkan. Pada dasarnya penerimaan pajak mempunyai ketertarikan yang erat dengan jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat sehingga pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian ikut mendorong penerimaan pajak daerah. Oleh karena itu sumbangan pajak daerah cukup berperan terhadap pendapatan asli daerah yang salah satu jenis pajak daerah tersebut adalah Pajak Reklame. Salah satu jenis pajak yang menarik dari semua pajak yang dikelola adalah pajak reklame yang merupakan bagian dari pajak daerah. Pajak Reklame adalah pungutan yang dikenakan terhadap penyelenggaraan reklame (Siahaan, 2005). Pajak reklame dikenakan dengan alasan bahwa reklame dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan suatu barang, jasa yang dapat dilihat, dibaca di tempat umum. Seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan atau industri akan meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pajak reklame karena salah satu pemasaran sebuah industri adalah promosi yang terdiri antara lain iklan, reklame dan promosi penjualan.

7 Pajak reklame merupakan pajak daerah yang merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang diatur berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil pungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah (Prakosa, 2005). Berdasarkan PP 65/2001, pajak reklame dikenakan atas nilai sewa reklame sehingga besar kecilnya nilai sewa reklame tergantung seberapa banyak orang pribadi atau badan yang memasang reklame. Minat untuk memasang reklame antara lain ditentukan oleh seberapa besar kepentingan orang/badan untuk berkepentingan dengan pemasangan produk barang atau jasa. Pihak yang paling berkepentingan dengan pemasangan reklame adalah produsen barang dan jasa yang merupakan objek pajak. Dengan demikian dasar pengenaan pajaknya dapat di dekati dengan seberapa banyak produsen barang dan jasa yang ada, walaupun tidak semua produsen memasang reklame (Sutrisno, 2002). Pemberian beban bagi wajib pajak reklame memang bukan semata-mata karena meningkatkan kebutuhan dana untuk pembangunan saja, tetapi juga di sebabkan sifat pajak reklame sabagai pajak objektif yang dasar pengenaannya adalah nilai sewa reklame (NSR). NSR yang diperhatikan dengan memperhatikan lokasi penempatan, jenis reklame, jangka waktu penyelenggaraan dan ukuran media reklame (Sunarto, 2005).

8 Tabel 1.2 Penerimaan Pajak Reklame Kabupaten Klaten Tahun 2009-2013 (Atas Dasar Harga Konstan 2000) No Tahun Penerimaan (rupiah) 1 2009 1.423.406.598 2 2010 1.545.260.491 3 2011 1.775.518.941 4 2012 1.921.446.064 5 2013 2.830.287.910 Sumber: BPS Kabupaten Klaten (Klaten Dalam Angka Tahun 2010-2014). Dalam Tabel 1.2 terlihat bahwa Penerimaan Pajak Reklame Kabupaten Klaten dalam lima tahun terahkir mengalami peningkatan. Di tahun 2009 penerimaan pajak reklame Rp. 1.423.406.598 naik menjadi Rp. 1.545.260.491 tahun 2010. Kemudian dari tahun 2011 sampai tahun 2013 penerimaan pajak terus meningkat. Pertumbuhan perekonomian suatu daerah dapat menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan didaerah tersebut. Pada umumnya perkembangan perekonomian suatu wilayah dapat diketahui melalui perkembangan PDRB dan sumbangan setiap sektor terhadap nilai PDRB tersebut. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Perkembangan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDRB. Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan

9 tingginya nilai PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami kemajuan dalam perekonomian. Pembangunan daerah diharapkan akan membawa dampak positif pula terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dicerminkan dari perubahan PDRB dalam suatu wilayah. Dengan meningkatnya PDRB maka akan menambah penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai program-program pembangunan. Selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitasnya. Tabel 1.3 PDRB Kabupaten Klaten tahun 2009-2013 (atas dasar harga konstan tahun 2000 dalam jutaan rupiah) Tahun PDRB Pertumbuhan (%) 2009 4.761.018,67-2010 4.843.247,28 1,01 2011 4.938.050,65 1,01 2012 5.211.757,15 1,05 2013 5.513.307,86 1,05 Sumber: BPS Kabupaten Klaten (Klaten Dalam Angka 2010-2014). Dilihat dari Tabel 1.3 jumlah PDRB di Kabupaten Klaten dalam 5 tahun terahkir mengalami peningkatan, pada tahun 2009 pertumbuhan PDRB di Kabupaten Klaten meningkat hingga 1,01% dan pada tahun 2010 pertumbuhan PDRB mengalami peningkatan kembali hingga 1,01%. Pada tahun 2012 jumlah PDRB di Kabupaten Klaten tercatat 5.211.757,15 dan pada tahun 2013 jumlah PDRB meningkat menjadi 5.513.307,86.

10 Di lihat dari Tabel 1.4 jumlah penduduk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2009 berjumlah 1.303.910 jiwa kemudian di tahun 2010 berjumlah 1.307.562 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 0,28 persen. Pada tahun 2012 jumlah penduduk sebesar 1.313.914 jiwa dan pada tahun 2013 menjadi 1.316.907 jiwa dengan persentase pertumbuhan 0,27 persen. Tahun Tabel 1.4 Jumlah Penduduk Kabupaten Klaten Tahun 2009-2013 Jumlah penduduk Pertumbuhan (Orang) (%) 2009 1.303.910-2010 1.307.562 0,28 2011 1.311.019 0,26 2012 1.313.914 0,22 2013 1.316.907 0,27 Sumber: BPS Kabupaten Klaten (Klaten Dalam Angka Tahun 2010-2014). Menurut Sutrisno (2002) jumlah industri berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame. Jumlah industri adalah jumlah usaha industri baik industri kecil, menengah, maupun besar yang ada di Kabupaten Klaten. Jumlah industri merupakan salah satu faktor positif pemicu pertumbuhan ekonomi. Jumlah industri yang menggunakan jasa pemasangan reklame juga berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame. Hal ini disebabkan apabila suatu industri yang ingin memasarkan produknya dapat menggunakan atau memasang reklame agar dapat di ketahui oleh masyarakat. Hal tersebut dapat menambah jumlah penerimaan pajak itu sendiri. Bertambahnya jumlah industri yang

11 memasang reklame mengakibatkan objek pajak bertambah luas, sehingga penerimaan daerah pun meningkat. Tahun Tabel 1.5 Jumlah Perusahaan di Kabupaten Klaten Tahun 2009-2013 Jumlah Perusahaan 2009 9.254 2010 9.254 2011 9.731. 2012 9.254 2013 9.439 Sumber: BPS Kabupaten Klaten (Klaten Dalam Angka Tahun 2010-2014). Dilihat dari Tabel 1.5 jumlah perusahaan di Kabupaten Klaten dalam 5 tahun terahkir mengalami fluktuasi, di tahun 2009 jumlah perusahaan 9.254 tidak mengalami kenaikan di tahun 2010 kemudian ditahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 9.731 ditahun 2012 mengalami penurunan jumlah perusahaan sebesar 9.254 dan ditahun 2013 mengalami peningkatan jumlah perusahaan sebesar 9.439. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam bagian latar belakang, maka rumusan masalah yang telah di susun dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pengaruh PDRB terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Klaten

12 2) Bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Klaten 3) Bagaimana pengaruh jumlah perusahaan terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Klaten 4) Bagaimana pengaruh PDRB, jumlah penduduk dan jumlah perusahaan terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Klaten 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah: 1) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh PDRB terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Klaten 2) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Klaten 3) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh jumlah perusahaan terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Klaten 4) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh PDRB, jumlah penduduk dan jumlah perusahaan terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Klaten 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :

13 1) Sebagai bahan informasi bagi para peneliti atau pembaca sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjutan. 2) Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Klaten dalam rangka peningkatan pajak reklame. 3) Memperkaya khasanah kepustakaan. 4) Bagi penulis, sebagai sarana mempraktekan ilmu yang didapatkan dari bangku kuliah. 1.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1) PDRB mempunyai pengaruh positif terhadap penerimaan pajak reklame Kabupaten Klaten 2) Jumlah penduduk mempunyai pengaruh positif terhadap penerimaan pajak reklame Kabupaten Klaten 3) Jumlah perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap penerimaan pajak reklame Kabupaten Klaten 4) Secara bersama-sama PDRB, jumlah penduduk dan jumlah perusahaan mempunyai pengaruh terhadap penerimaan pajak reklame Kabupaten Klaten

14 1.6 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Dalam Pendahuluan ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat, dan sistematika penulisan skripsi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam Tinjauan pustaka ini akan dikemukakan tentang landasan teori yang berkaitan dengan penelitian sehingga dapat mendukung penelitian, serta kerangka pemikiran yang memberikan alur penulisan dalam penulisan ini. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisikan metode penelitian yang terdiri dari metode pengumpulan data, metode analisis serta jenis dan sumber data yang dipakai. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam Bab IV akan dijelaskan tentang objek penelitian, hasil dan pembahasan data dari penelitian yang dilakukan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Tentang kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian yang dilakukan, serta saran, akan dikemukakan dalam bab V