1-8 REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG Agusni Dosen Program Studi Agroteknologi Universitas Almuslim Email: aisyahraja2017@gmail.com Diterima 14 Agustus 2017/Disetujui 24 Agustus 2017 ABSTRAK Lahan alang-alang adalah lahan yang potensial untuk dikembangkan dalam program ekstensifikasi lahan pertanian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis rehabilitasi lahan kering alang-alang dengan olah tanah dan untuk mengetahui pengaruh amandemen kapur terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh, pada Bulan Januari s.d Maret 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan petak terbagi, terdiri atas 2 (dua) faktor dan 3 (tiga) ulangan. Petak utama adalah pengolahan tanah (T) terdiri atas 3 taraf, yaitu : Tanpa Olah Tanah (TOT), Olah Tanah Minimum (OTM) dan Olah Tanah Maksimum (OTM). Anak petak adalah pengapuran (P) terdiri atas 3 taraf, yaitu : Tanpa 0 ton/ha (P0), 1 ton/ha (P1) dan 2 ton/ha (P2). Hasil penelitian menunjukkan cara pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap ph tanah, KTK tanah, N-total, P-tersedia, K-tertukar, Ca, Mg, tinggi tanaman pada umur 15 dan 45 HST. berpengaruh nyata terhadap ph tanah, KTK tanah, N-total, P-tersedia, K-tertukar, Ca dan Mg. Interaksi antara cara pengolahan tanah dan pengapuran berpengaruh nyata terhadap N-total, P-tersedia, Ca dan Mg. Kata Kunci: lahan kering, pengapuran, pengolahan tanah, rehabilitasi, produksi PENDAHULUAN Lahan yang ditumbuhi alang-alang (Imperata cylindrica) di Indonesia cukup luas, yaitu sekitar 30 juta hektar, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (Koesterman, et al, (1987). Lahan alang-alang memiliki ketahanan tinggi, sehingga tanaman lain mengalami kesulitan bersaing dengannya dalam memperoleh air, unsur hara dan cahaya. Beberapa jenis tanaman terganggu pertumbuhannya karena ada zat beracun (allelopati) yang keluar dari akar dan rimpang alang-alang sehingga vegetasi alang-alang murni sukar terganti oleh jenis lain. Jika pertumbuhan alang-alang tertekan, maka jenis tumbuhan lain akan mudah tumbuh. Setiap tahun lahan alang-alang bertambah 150-200 ribu hektar (Departemen Pertanian 1980, dalam Adiningsih dan Mulyadi, 1992). Lahan alang-alang adalah lahan yang potensial dikembangkan dalam program ektensifikasi lahan pertanian. Namun dalam memanfaatkan lahan, terutama untuk pertanian tanaman semusim harus mempertimbangkan, buruknya sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Permasalahan ini diperburuk oleh kebiasaan petani membuka lahan dengan membakar dan membuang bahan organik ke luar lahan sehingga buruknya sifat tanah. Untuk mengatasi kerusakan tanah akibat kebiasaan buruk petani membuka lahan alang-alang, harus dicari model reklamasi lahan alang-alang yang memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah. Untuk membangun pertanian berkelanjutan di lahan alang-alang perlu dilakukan penelitian untuk menentukan model reklamasi lahan yang cocok, pola tanam yang tepat dan komoditi apa saja yang harus ditingkatkan sangat perlu dilakukan. Lahan kering tergolong suboptimal karena tanahnya kurang subur, bereaksi masam, mengandung Al, Fe dan Mn dalam jumlah tinggi sehingga meracuni tanaman. Lahan masam umumnya miskin bahan organik dan hara makro N, P, K, Ca dan Mg. Pemberian bahan ameliorasi kapur, bahan organik dan pemupukan N, P dan K yaitu kunci memperbaiki kesuburan lahan kering masam.
2-8 Tanah entisol adalah tanah yang sedikit atau tanpa perkembangan profil (tanpa proses pedogenik) akibat waktu pembentukan pendek. Tanah Entisol adalah tanah mineral yang tidak memiliki horizon-horison pedogenik yang mencirikan. Tanah ini didominasi oleh pasir sehingga kemantapan agregatnya lemah. Entisol mempunyai sifat kimia yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman (Bondansari dan Bambang, 2011). Pada tanah Entisol kadar hara tergantung bahan induk. Unsur P dan K yang ada dalam tanah masih dalam keadaan segar belum diserap oleh tanaman menyebabkan tanaman tidak dapat berproduksi secara maksimal dan tanah entisol mengalami kekukarangan unsur hara N. Kandungan unsur hara N banyak hilang dikarenakan kandungan pasir yang dominan menyebabkan terjadi pelindihan. Tanah Entisol yang mempunyai tekstur pasiran aerasinya bagus sehingga menyebabkan oksidasi bahan organik meningkat. Maka perlu dilakukan perbaikan sifat kimia tanah entisol agar dapat digunakan untuk usaha pertanian (Bondansari dan Bambang, 2011). Ditinjau dari luasannya di Kec. Juli Kab. Bireuen, lahan alang-alang adalah lahan yang potensial dikembangkan dalam program ektensifikasi lahan pertanian. Namun dalam memanfaatkan lahan untuk pertanian tanaman semusim harus dipertimbangkan kendala buruknya sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Permasalahan ini diperburuk oleh kebiasaan petani membuka lahan dengan cara membakar dan membuang bahan organik ke luar lahan, yang mengakibatkan buruknya sifat tanah. Dari uraian di atas, penulis akan membahas permasalahan yang dihadapi pada lahan kering masam, maka dalam pengelolaannya untuk pertanaman, secara teknis ada dua pendekatan pokok yakni pemilihan jenis komoditas atau varietas yang adaptif dan perbaikan kesuburan tanah dengan olah tanah dan pengapuran. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kec. Juli Kab. Bireuen Prov. Aceh, pada bulan Januari sampai s.d Maret 2014. Adapun bahan yang digunakan yaitu: benih jagung hibrida, glifosat, dolomit, pupuk Urea, SP36 dan KCl sebagai pupuk dasar. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian yaitu: cangkul, gembor, meteran, tangki semprot besar, tali, parang, penggaruk tanah dan alat tulis menulis. Penelitian dilakukan dengan rancangan petak terbagi. Petak utama adalah pengolahan tanah, yang terdiri atas: TOT (Tanpa Olah Tanah), OTM (Olah Tanah Minimum), OTM (Olah Tanah Maksimum). Sedangkan anak petak adalah pengapuran, terdiri atas: PO (0 ton/ha), P1 (1 ton/ha), P2 (2 ton/ha). Kombinasi perlakuan ada 9, dengan 3 ulangan sehingga jumlah bloknya ada 27 blok. Adapun kombinasinya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Susunan Kombinasi Antara Sistem Olah Tanah dan Kapur Dolomit Pengolahan Tanah TOT (T0) OTM (T1) OTM (T2) 0 ton/ha (P0) T0P0 T1P0 T2P0 1 ton/ha (P1) T0P1 T1P1 T2P1 2 ton/ha (P2) T0P2 T1P2 T2P2 Pupuk dasar digunakan SP36 dan KCl masing-masing 100 kg/ha, sedangkan pupuk nitrogen 1/3 bagian diberikan pada saat tanam dan 2/3 bagian, lain diberikan setelah tanaman berumur 1 bulan.. HASIL DAN PEMBAHASAN ph tanah Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah dan pengapuran berpengaruh nyata terhadap ph tanah, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap ph tanah. Hasil uji beda rataan menggunakan uji duncan dilihat pada tabel 2.
3-8 Tabel 2. Pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata ph tanah T0 5.12 5.59 5.75 5.49b Olah Tanah T1 5.44 5.70 5.78 5.64a T2 5.49 5.67 5.89 5.68a 5.35c 5.65b 5.81a Tabel 2 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata ph tanah tertinggi terdapat pada perlakuan olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2) sedang yang terendah terdapat pada perlakuan tanpa olah tanah (T0) dan tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0). Kapasitas Tukar Kation Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah dan pengapuran berpengaruh nyata terhadap kapasitas tukar kation, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kapasitas tukar kation tanah. Hasil uji rataan menggunakan uji duncan dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata kapasitas tukar kation tanah (me/100gr) T0 6.27 7.47 8.00 7.25c Olah Tanah T1 8.40 8.53 8.33 8.42b T2 10.13 9.83 10.70 10.22a 8.27c 8.61ab 9.01a Tabel 3 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata kapasitas tukar kation tertinggi pada perlakuan olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), sedangkan yang terendah pada perlakuan tanpa olah tanah (T0), tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0). N Total Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah, pengapuran dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap N-total tanah. Hasil uji beda rataan dengan uji duncan dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Pengaruh Pengolahan Tanah dan terhadap rata-rata N-Total Tanah (%) T0 0.08d 0.11b 0.13a 0.11b Olah Tanah T1 0.08cd 0.09c 0.09cd 0.09c T2 0.11b 0.14a 0.13a 0.13a 0.09b 0.11a 0.12a Tabel 4 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata N-Total tanah tertinggi terdapat pada perlakuan olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), yang terendah pada perlakuan olah tanah minimum (T1) dan tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0).
4-8 P-Tersedia Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah, pengapuran dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap P-tersedia. Hasil uji beda rataan menggunakan uji duncan dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Pengolahan Tanah dan terhadap Rata-rata P-tersedia (ppm) T0 18.87f 29.36cd 30.59bc 26.27c Olah Tanah T1 28.38de 28.22de 26.85e 27.82b T2 32.57b 34.79a 36.82a 34.73a 26.61b 30.79a 31.42a Tabel 5 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata P- tersedia tertinggi pada perlakuan olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), yang terendah pada perlakuan tanpa olah tanah (T0) dan tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0). K-Tertukar Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah dan pengapuran berpengaruh nyata terhadap P-tersedia, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap K- tertukar. Hasil uji beda rataan menggunakan uji duncan dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata K-tertukar (me/100gr) T0 0.23 0.30 0.36 0.30b Olah Tanah T1 0.39 0.40 0.47 0.42a T2 0.35 0.45 0.51 0.44a 0.32b 0.38ab 0.45a Tabel 6 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata K-tertukar tertinggi terdapat pada perlakuan olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), yang terendah terdapat pada perlakuan tanpa olah tanah (T0) dan tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0). Ca Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah, pengapuran dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap Ca. Hasil uji beda rataan menggunakan uji Duncan dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Pengolahan Tanah dan terhadap Rata-rata Ca (me/100gr) T0 2.23e 3.54d 3.44d 3.07c Olah Tanah T1 5.26c 5.78bc 5.32c 5.45b T2 6.30b 5.93bc 7.63a 6.62a 4.60c 5.08b 5.46a
5-8 Kadar Ca menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata Ca tertinggi terdapat pada perlakuan olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan tanpa olah tanah (T0) dan tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0). Mg Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah, pengapuran dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap Mg. Hasil uji beda rataan menggunakan uji duncan dilihat pada tabel 8. Tabel 8 Pengaruh Pengolahan Tanah dan terhadap Rata-rata Mg (me/100gr) T0 0.21d 0.31c 0.39c 0.30c Olah Tanah T1 0.39c 0.54b 0.55b 0.49b T2 0.61b 0.56b 0.74a 0.64a 0.40c 0.47b 0.56a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama, menunjukkan Kadar Mg menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata Mg tertinggi pada perlakuan olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), sedangkan yang terendah pada perlakuan tanpa olah tanah (T0) dan tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0). Tinggi Tanaman Jagung pada Umur 15 HST Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 15 HST, pengapuran dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 15 HST. Hasil uji beda rataan menggunakan uji duncan dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata tinggi tanaman 15 HST T0 32.85 32.38 32.90 32.71a Olah Tanah T1 24.94 23.81 27.02 25.26c T2 27.13 29.54 31.67 29.45b 28.31 28.58 30.53 Tabel 9 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata tinggi tanaman pada umur 15 HST tertinggi terdapat pada tanpa olah tanah (T0) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), yang terendah pada perlakuan olah tanah minimum (T1) dan tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0). Tinggi Tanaman Jagung Pada Umur 30 HST Hasil analisis ragam yaitu pengolahan tanah, pengapuran dan interaksinya tidak berpengaruh nyata pada tinggi tanaman umur 30 HST. Hasil uji beda rataan dengan uji duncan dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata tinggi tanaman 30 HST T0 75.44 73.69 65.35 71.49 Olah Tanah T1 74.40 72.77 78.65 75.27 T2 86.56 87.35 94.31 89.41 78.80 77.94 79.44 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama, menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji duncan
6-8 Tabel 10 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata tinggi tanaman pada umur 30 HST tertinggi terdapat pada olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), yang terendah pada perlakuan tanpa olah tanah (T0) dan pengapuran 1 ton/ha (P1). Tinggi Tanaman pada Umur 45 HST Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 45 HST. Hasil uji beda rataan menggunakan uji duncan dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Pengaruh Pengolahan Tanah dan terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman 45 HST (cm) T0 160.23 156.35 147.79 154.79c Olah Tanah T1 170.08 166.98 170.19 169.08b T2 180.73 180.56 195.56 185.62a 170.35 167.96 171.18 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama, menunjukkan Tabel 11 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata tinggi tanaman pada umur 45 HST tertinggi terdapat pada olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), yang terendah pada perlakuan tanpa olah tanah (T0) dan pengapuran 1 ton/ha (P1). Berat Basah Berkelobot Hasil analisis ragam yaitu pengolahan tanah, pengapuran dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata pada berat basah berkelobot. Hasil uji beda rataan menggunakan uji duncan pada tabel 12. Tabel 12 Pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata berat basah berkelobot (gr) T0 276.70 268.24 316.98 287.31 Olah Tanah T1 280.40 258.62 248.48 262.50 T2 278.95 349.73 340.78 323.15 278.68 292.20 302.08 Tabel 12 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata berat basah berkelobot tertinggi terdapat pada olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), yang terendah terdapat pada perlakuan tanpa olah tanah (T0) dan pengapuran 1 ton/ha (P1). Berat Basah Tanpa Kelobot Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah, pengapuran dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah tanpa kelobot. Hasil uji beda rataan menggunakan uji duncan dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Pengaruh Pengolahan Tanah dan terhadap Rata-rata Berat Basah tanpa Kelobot (gr). T0 239.41 243.15 280.71 254.42 Olah Tanah T1 241.71 225.68 215.29 227.56 T2 243.17 309.64 302.34 285.05 241.43 259.49 266.11
7-8 Tabel 13 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata berat basah tanpa kelobot tertinggi terdapat pada olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), yang terendah pada perlakuan olah tanah minimum (T1) dan tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0). Panjang Tongkol Tanpa Kelobot Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah, pengapuran dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol tanpa kelobot. Hasil uji beda rataan menggunakan uji duncan dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata panjang tongkol tanpa kelobot (cm) T0 15.50 15.84 15.86 15.73 Olah Tanah T1 16.00 15.15 15.28 15.48 T2 15.15 17.01 17.44 16.53 15.55 16.00 16.19 Tabel 14 menunjukkan pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata panjang tongkol tanpa kelobot tertinggi terdapat pada olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), yang terendah pada perlakuan olah tanah minimum (T1) dan tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0). Berat 1000 Biji Pipilan Kering Hasil analisis ragam menunjukkan pengolahan tanah, pengapuran dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap berat 1000 biji pipilan kering. Hasil uji beda rataan menggunakan uji duncan dilihat pada tabel 15. Tabel 15 Pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran terhadap rata-rata berat 1000 biji pipilan kering (gr) T0 232.87 227.00 253.00 237.62 Olah Tanah T1 229.07 227.07 230.87 229.00 T2 241.47 267.00 264.07 257.51 234.47 240.36 249.31 Tabel 15 pengaruh pengolahan tanah dan pengapuran rata-rata berat 1000 biji pipilan kering tertinggi terdapat pada olah tanah maksimum (T2) dan pengapuran 2 ton/ha (P2), yang terendah terdapat pada perlakuan olah tanah minimum (T1) dan tanpa pengapuran 0 ton/ha (P0). SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkna bahwa cara pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap ph tanah, KTK tanah, N-total, P-tersedia, K-tertukar, Ca, Mg, tinggi tanaman pada umur 15 dan 45 HST. juga berpengaruh nyata terhadap ph tanah, KTK tanah, N-total, P-tersedia, K-tertukar, Ca dan Mg. Seain itu, interaksi antara cara pengolahan tanah dan pengapuran juga berpengaruh nyata terhadap N-total, P-tersedia, Ca dan Mg.
8-8 DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J. S, dan Mulyadi, 1992. Alternatif Teknik Rehabilitasi dan Pemanfaatan Lahan Alang-alang. Dalam PPT (ed). Pemanfaatan lahan alang-alang untuk usaha tani berkelanjutan. Pros. Seminar lahan alang-alang. Bogor, 1 Desember 1992. Bondansari dan Bambang, 2011. Pengaruh Zeolit dan Pupuk Kandang terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah Ultisol dan Entisol pada Pertanaman Kedelai (Glycine max L. Merril). ISSN: 1411 8297. Agronomika Vol. 11 No 2 Juli 2011. Hendromono, 2003. Pengolahan Tanah Minimum (Minimum Tillage). Kanwil Deptan Sumsel. Koestermans, A. J.G.H., S. Wirjaharjda, and R. J. Dekker. 1987. The Weeds: description, ecology and control. p.24-565. In M. Soerjani. (ed) Weeds of rice in Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Kurnia, U, Sudirman, dan H. Kusnadi, 2005. Teknologi Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan. hlm. 147 182. dalam Teknologi PengelolaanLahan Kering: Menuju pertanian produktifdan ramah lingkungan. Bogor: Pusat Penelitian danpengembangan Tanah dan Agroklimat. Ma shum, M, 1989. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram.