PROSES BLEACHING PELEPAH SAWIT HASIL HIDROLISIS SEBAGAI BAHAN BAKU NITROSELULOSA DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU REAKSI

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS

PROSES PEMURNIAN SELULOSA PELEPAH SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU NITROLESULOSA DENGAN VARIASI ph DAN KONSENTRASI H 2 O 2

PENGARUH WAKTU REAKSI DAN PENAMBAHAN VOLUME ENZIM TERHADAP PEMURNIAN SELULOSA-α PELEPAH SAWIT MENGGUNAKAN ENZIM XYLANASE DARI Trichoderma sp

PEMURNIAN SELULOSA-α HASIL HIDROLISIS PELEPAH SAWIT MENGGUNAKAN ENZIM XYLANASE DENGAN VARIASI ph DAN SUMBER ENZIM XYLANASE

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

PROSES PEMBUATAN NITROSELLULOSA BERBAHAN BAKU BIOMASSA SAWIT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Nitroselulosa dari Selulosa-α Pelepah Sawit dengan Variasi Waktu Nitrasi dan Rasio Bahan Baku Terhadap Asam Penitrasi

Pembuatan Pulp dari Batang Pisang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kelapa sawit di Indonesia cukup besar, data tahun1999 menunjukkan

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut Eucheuma cottonii mempunyai ciri-ciri yaitu thallus silindris,

Peralatan dan Metoda

Pulp Cara uji kadar selulosa alfa, beta dan gamma

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni. Faridah, Anwar Fuadi

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PEMBUATAN PULP DARI SERAT LIDAH MERTUA (Sansevieria) DENGAN MENGGUNAKAN PROSES SODA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

JURNAL INTEGRASI PROSES. Website:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk

I. PENDAHULUAN. keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian.

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

PEMBUATAN NITROSELULOSA DARI SELULOSA-α PELEPAH SAWIT HASIL PEMURNIAN DENGAN ENZIM XYLANASE (VARIASI KONSENTRASI ASAM NITRAT DAN RASIO ASAM PENITRASI

PENGEMBANGAN PRODUKSI NITROSELLULOSA SEBAGAI BAHAN BAKU PROPELAN DARI LIMBAH PELEPAH SAWIT

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

BIOBLEACHING PELEPAH SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NITROSELULOSA MENGGUNAKAN ENZIM XYLANASE

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN C GAMBAR C.1 PEMBUATAN SELULOSA 1. PEMBERSIHAN, PENGERINGAN, DAN PREPARASI SERAT

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

DELIGNIFIKASI AMPAS TEBU UNTUK PEMBUATAN PULP RENDEMEN TINGGI DENGAN PROSES PEROKSIDA ALKALI

I. PENDAHULUAN. sampai ke pengemasan (Syafii, 2000). Seiring dengan meningkatnya jumlah

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

PROSES PEMBUATAN NITROSELULOSA DARI LIMBAH PELEPAH SAWIT DENGAN VARIASI WAKTU DAN TEMPERATUR NITRASI

ISOLATION STUDY OF EFFICIENT α - CELLULOSE FROM WASTE PLANT STEM MANIHOT ESCULENTA CRANTZ

BAB I PENGANTAR. Robby Mukafi 13/348251/TK/40846 Azizah Nur Istiadzah 13/349240/TK/41066

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR DENGAN KATALIS BENTONIT: VARIABEL WAKTU PIROLISIS DAN RASIO KATALIS/CANGKANG SAWIT

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Bab VII Penggunaan Lakase pada Pemutihan Pulp Kimia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata kunci : hidrogen peroksida, kertas bekas, lignin, proses pemutihan

II. DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

KINETIKA REAKSI PROSES NITRASI LIMBAH PELEPAH SAWIT

3 Metodologi Penelitian

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE)

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

3. Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK. Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA

Pembuatan Nitroselulosa Dari Selulosa Hasil Pemurnian Pelepah Sawit dengan Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Propelan

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

BAB III METODE PENELITIAN

PROSES PEMUTIHAN BERTINGKAT PADA PULP DARI TKKS HASIL PROSES ALKALI-METHANOL DENGAN KATALIS MgSO 4

PERANAN POLIMER SELULOSA SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PENGEMBANGAN PRODUK MANUFAKTUR MENUJU ERA GLOBALISASI

Pembuatan Pulp Batang Jagung dengan Larutan Pemasak Ekstrak Abu Tandan Kosong Sawit

Pembuatan Pulp Semi Mekanis dari Batang Jagung dengan Ekstrak Abu Tandan Kosong Sawit

KONDISI OPTIMUM PEMASAKAN ABACA (MUSA TEXTILIS NEE) DENGAN PROSES SULFAT (THE OPTIMUM OF COOKING CONDITION OF MUSA TEXTILIS NEE WITH SULPHATE PROCESS)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Nitroselulosa dari Kapas (Gossypium Sp.) dan Kapuk (Ceiba Pentandra) Melalui Reaksi Nitrasi

III. METODE PENELITIAN

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

PEMBUATAN PULP DARI SERABUT GAMBAS TUA KERING DENGAN PROSES ALKALI DENGAN ALKOHOL

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

TEKNOLOGI BLEACHING RAMAH LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. Popularitas salak sebagai buah meja semakin meningkat sejak petani di

DEKOMPOSISI PELEPAH PISANG MENJADI GLUKOSA SECARA TERMOKIMIA DALAM AIR PANAS BERTEKANAN (HOT COMPRESSED WATER)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PERCOBAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah. 1. Digester - 1 Buah. 2. Pengaduk - 1 Buah. 3. Kertas PH - Secukupnya. 4.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

Pembuatan Pulp Sabut Sawit dengan Proses Acetosolv

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN POTASSIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI TANDAN PISANG KEPOK KUNING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

PROSES BLEACHING PELEPAH SAWIT HASIL HIDROLISIS SEBAGAI BAHAN BAKU NITROSELULOSA DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU REAKSI Herryawan Irfanto, Padil, Yelmida A. Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau 28293 Email: herryawan_irfanto@yahoo.com HP: 081371204225 ABSTRACT One way to improve the composition of cellulose in hydrolysis product of oil palm fronds is using bleaching process. The purpose of this research is to find out the temperature and time of bleaching that can give the composition of cellulose above 92%. The method that used is bleaching using hydrogen peroxide with variation of temperature of bleaching (50, 60, 70, 80, and 90 o C) and time of bleaching (30, 45, 60, 75, and 90 minutes). After bleaching, the chemical composition of bleaching product of oil palm fronds is analyzed. The best operation condition is be able at temperature of bleaching 90 o C and time of bleaching 60 minutes with the purity of alpha-cellulose obtained 95,11%. Keywords: Alpha-Cellulose, Bleaching, Hydrogen Peroxide, Nitrocellulose, Oil Palm Frond 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sawit terbesar di dunia. Luas lahan sawit Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga diproyeksikan komoditas sawit akan menjadi komoditas terbesar Indonesia pada masa mendatang. Hal itu tentu menjadi daya dukung tumbuhnya industriindustri sawit baru di Indonesia baik itu industri hulu maupun hilir. Perkembangan industri sawit tak terlepas dari sisa produksi dan limbah, baik itu limbah industri maupun limbah pertanian. Pelepah sawit merupakan salah satu limbah pertanian yang dihasilkan. Litbang Deptan (2010) memperkirakan dalam satu pohon sawit bisa menghasilkan 22 pelepah, dan satu hektar akan dihasilkan sekitar 6,3 ton pelepah setiap tahunnya. Komponen utama penyusun pelepah sawit adalah selulosa. Selulosa telah banyak dimanfaatkan dalam bidang industri. Penggunaan terbesar selulosa di dalam industri adalah berupa serat kayu dalam industri kertas yang digunakan untuk produksi kertas dan karton. Pengunaan lainnya adalah sebagai serat tekstil yang bersaing dengan serat sintetis. Untuk aplikasi lebih luas, selulosa dapat diturunkan menjadi beberapa produk, antara lain microcrystalline Cellulose, carboxymethyl cellulose, methyl cellulose dan hydroxypropyl methyl cellulose. Produkproduk tersebut dimanfaatkan antara lain sebagai bahan anti gumpal, emulsifier, stabilizer, dispersing agent, pengental, dan sebagai gelling agent [Coffey dkk, 2006]. Selain itu, selulosa dengan kemurnian di atas 92% dapat digunakan untuk memproduksi nitroselulosa sebagai bahan baku utama pembuatan propelan atau bahan peledak [Tarmansyah, 2007]. Zulfieni (2011) telah melakukan proses hidrolisis pelepah sawit menggunakan larutan pemasak ekstrak abu Tandan Kosong Sawit (TKS) untuk mendapatkan selulosa dengan kadar tinggi. Kemurnian selulosa yang diperoleh telah mencapai 86,12%. Untuk mendapatkan selulosa dengan kemurnian di atas 92%, akan dilakukan riset lanjutan dengan melakukan proses bleaching menggunakan H 2 O 2 terhadap pelepah sawit hasil hidrolisis. Limbah Padat Sawit Dalam pengelolaan komoditas sawit akan dihasilkan limbah, baik limbah pertanian

maupun limbah industri. Berbagai jenis limbah pertanian yang dihasilkan antara lain sabut sawit, tandan kosong sawit (TKS), pelepah sawit, dan batang sawit. Limbah pertanian tersebut digolongkan sebagai limbah padat sawit. Lignin Lignin merupakan zat organik polimer yang banyak dan penting dalam tumbuhan. Lignin menaikkan sifat-sifat kekuatan mekanik sedemikian rupa sehingga tumbuhan besar seperti pohon yang tingginya lebih dari 100 meter tetap dapat kokoh berdiri. Jumlah lignin dalam tumbuhan sangat bervariasi. Sebagai contoh dalam spesies kayu kandungan lignin berkisar antara 20 40%, sementara angiosperm akuatik dan herba maupun banyak monokotil kurang mengandung lignin [Fengel dan Wegener, 1995]. Makromolekul lignin tidak dapat dilukiskan dengan penggabungan satu atau beberapa unit monomer atau dengan penggabungan satu atau beberapa jenis ikatan seperti halnya pada selulosa atau hemiselulosa, sehingga struktur lignin masih merupakan model (prakiraan). Namun banyak studi menegaskan bahwa p-koumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol merupakan senyawa induk (Precursor) primer dan unit pembentuk semua lignin [Fengel dan Wegener, 1995]. Selulosa Selulosa mendominasi karbohidrat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan hampir mencapai 50% karena selulosa merupakan bagian yang terpenting dari dinding sel tumbuh-tumbuhan. Selulosa adalah unsur struktural dan komponen utama dinding sel dari pohon dan tanaman tinggi lainnya. Senyawa ini juga dijumpai dalam tumbuhan rendah seperti paku, lumut, ganggang, dan jamur. Serat alami yang paling murni ialah serat kapas, yang terdiri dari sekitar 98% selulosa. Selulosa merupakan β-1,4 poli glukosa, dengan berat molekul sangat besar. Unit ulangan dari polimer selulosa terikat melalui ikatan β-1,4 glikosida yang mengakibatkan struktur selulosa linier. Keteraturan struktur tersebut juga menimbulkan ikatan hidrogen secara intra dan intermolekul. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis [Fengel dan Wegener, 1995] yaitu: 1. Alfa selulosa, adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600-1500. Alfa selulosa dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. 2. Beta selulosa, adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan. 3. Gamma selulosa, adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP nya kurang dari 15. Di dalam kayu, selulosa tidak hanya disertai dengan poliosa dan lignin, tetapi juga terikat erat dengan molekul tersebut, dan pemisahannya memerlukan perlakuan kimia yang intensif. Selulosa yang diisolasi tetap tidak murni. Untuk tujuan-tujuan anlitik cukup menentukan alfa-selulosa. Hemiselulosa Di samping selulosa dalam kayu maupun jaringan tanaman yang lain terdapat sejumlah polisakarida yang disebut hemiselulosa atau poliosa. Hemiselulosa berbeda dengan selulosa. Hemiselulosa berantai molekul lebih pendek dan bercabang. Selain itu, komposisi unit penyusun hemiselulosa berbeda dengan selulosa. Unit gula yang membentuk hemiselulosa dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pentosa, heksosa, asam heksuronat, dan deoksi-heksosa [Fengel dan Wegener, 1995]. Kayu keras dan kayu lunak mengandung hemiselulosa dalam jumlah yang berbeda. Selain itu, komposisi hemiselulosanya berbeda pula. Pada kayu lunak lebih banyak mengandung monomer manosa dan galaktosa. Sedangkan pada kayu

keras lebih banyak monomer xilosa dan gugus asetil. Ekstraktif Ekstraktif merupakan sejumlah senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan nonpolar. Ekstraktif mencakup sejumlah senyawa kimia yang luas, meskipun terdapatnya dalam tumbuhan biasanya dalam jumlah yang kecil. Dalam arti yang sempit, ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik, dan dalam pengertian ini nama ekstraktif digunakan dalam analisa kayu. Meskipun senyawa-senyawa karbohidrat dan anorganik yang larut dalam air juga termasuk dalam senyawa yang dapat diekstraksi. Resin merupakan salah satu jenis ekstraktif. Resin merupakan campuran senyawa-senyawa yang berbeda yang bersifat mencegah terjadinya kristalisasi. Meskipun demikian, senyawa-senyawa seperti terpena, lignan, stilbena, flavonoid, dan senyawa aromatik lain dapat bersifat sebagai komponen ekstraktif. Pemutihan (Bleaching) Proses pemutihan bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin yang masih terdapat dalam pulp (menaikkan derajat putih). Dalam pengembangan teknologi pemutihan telah ditemukan beberapa metode pemutihan yang lebih aman terhadap lingkungan, antara lain teknologi pemutihan ECF (Elementally Chlorine Free) dan TCF (Totally Chlorine Free) serta penerapan biobleaching [Batubara, 2006]. Proses Pulping tidak dapat 100% melarutkan lignin sehingga pada pulp yang dihasilkan masih terdapat sisa lignin yang berwarna coklat/gelap dimana pada masingmasing metode pulping berbeda derajatnya. Proses pemutihan pulp dapat menggunakan bahan kimia reaktif untuk melarutkan sisa lignin yang ada di dalam pulp agar diperoleh derajat putih yang tinggi, namun harus dijaga agar penggunaan bahan kimia tersebut tidak menyebabkan kerusakan selulosa yang lebih besar dan pencemaran lingkungan yang berbahaya. Bahan kimia yang digunakan dalam proses pemutihan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sebagai oksidator dan reduktor. 1. Oksidator Oksidator berfungsi untuk mendegradasi dan menghilangkan lignin dari gugus kromofor. Oksidator yang sering digunakan adalah klor (C), oksigen (O), hipoklorit (H), klordioksida (D), peroksida (P), ozon (Z) dan nitrogen dioksida (N). 2. Reduktor Reduktor berfungsi untuk mendegradasi lignin dengan cara hidrolisa dan melarutkan gugus gula sederhana yang masih bersatu dalam pulp. Alkali di sini menggunakan NaOH sebagai basa kuat. Pada proses pemutihan pulp, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pemutihan, yaitu: 1. Konsentrasi Reaksi lebih dapat ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi bahan pemutih atau dengan konsentrasi pulp yang akan diputihkan. 2. Waktu Reaksi Pada umumnya perlakuan bahan kimia pemutih terhadap pulp akan menjadi lebih reaktif dengan memperpanjang waktu reaksi. Namun waktu reaksi yang terlalu lama juga akan merusak rantai selulosa dan hemiselulosa. 3. Suhu Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan reaksi pemutihan. Penentuan suhu bervariasi tergantung pada jenis bahan kimia pemutih yang digunakan. Suhu pemutihan biasanya berkisar antara 20-110 o C. 4. ph ph mempunyai pengaruh yang sangat vital terhadap semua proses pemutihan. Nilai ph tergantung pada bahan pemutih yang digunakan. Menurut Smook (2002), ph optimum untuk bahan pemutih H 2 O 2 berkisar antara 9-10,5. Umumnya pulp yang berasal dari kayu daun lebar lebih mudah diputihkan dan memerlukan bahan kimia pemutih yang lebih banyak dibanding dengan pulp yang berasal dari kayu daun jarum. Hal ini disebabkan oleh

sisa lignin yang tergantung dalam pulp kayu daun lebar lebih sedikit, serta adanya heteropolimer pada lignin pulp kayu daun lebar, dan kecenderungan yang lebih kecil terhadap reaksi kondensasi saat proses pulping berlangsung. Proses pemutihan dapat diaplikasikan menggunakan beberapa tahap (multi tahap) untuk memperoleh pulp yang memiliki derajat putih yang sangat tinggi dan stabil. Proses pemutihan dengan multitahap merupakan sebuah metode pemurnian pulp dengan cara menambahkan bahan kimia pemutih dalam beberapa tahap yang dipisahkan dengan perlakuan pencucian dengan air atau alkali [Batubara, 2006]. Hidrogen Peroksida Hidrogen peroksida termasuk zat oksidator yang bisa digunakan sebagai pemutih pulp yang ramah lingkungan. Di samping itu, hidrogen peroksida juga mempunyai beberapa kelebihan antara lain pulp yang diputihkan mempunyai ketahanan yang tinggi serta penurunan kekuatan serat sangat kecil. Pada kondisi asam, hidrogen peroksida sangat stabil, pada kondisi basa mudah terurai. Peruraian hidrogen peroksida juga dipercepat oleh naiknya suhu. Zat reaktif dalam sistem pemutihan dengan hidrogen peroksida dalam suasana basa adalah perhydroxyl anion (HOO - ) [Fuadi dan Hari, 2008]. Anion ini terbentuk dari penambahan alkali terhadap hidrogen peroksida sebagaimana persamaan (1) [Smook, 2002]: HOOH+ HO - HOO - + H 2 O... (1) Ion HOO - mempunyai peran aktif dalam proses pemutihan. Peruraian hidrogen peroksida sebagaimana persamaan (1) dikenal dengan deprotonation. Dengan adanya logamlogam transisi seperti Fe, Mn, dan Cu, dekomposisi dari hidrogen peroksida dalam larutan basa dianggap berlangsung sebagaimana reaksi ionik berikut: H 2 O 2 + HO 2 H 2 O + O 2 + HO... (2) Logam-logam transisi bertindak sebagai katalis yang mengarahkan dekomposisi H 2 O 2 mengikuti persamaan reaksi (2). Pada kondisi basa, dengan adanya katalisator, hasil-hasil dekomposisi hidrogen peroksida antara lain radikal-radikal anion hidroksil dan superoksid sebagai zat intermediet sebagaimana persamaan (2). Pada pemutihan dengan hidrogen peroksida diharapkan yang terjadi adalah persamaan reaksi (1), sedang reaksi dekomposisi yang disebabkan dari pengaruh katalis ion-ion logam transisi harus dicegah, karena tidak memberikan dampak yang efektif pada proses pemutihan [Fuadi dan Hari, 2008]. 2. METODOLOGI PENELITIAN Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pelepah sawit, ekstrak abu TKS, hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), natrium hidroksida (NaOH), kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ), asam sulfat (H 2 SO 4 ), ferrous ammonium sulfat (Fe(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 2.6H 2 O), indikator ferroin, hexane, dan aquades. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain labu didih, heating mantle, kondensor, thermohaake, termometer, gelas kimia, labu erlenmeyer, oven, timbangan analitik, waterbath, batang pengaduk, corong kaca, desikator, kertas saring whatman, aluminium foil, soklet, pompa vakum, dan cawan petri. 4 1 3 2 Keterangan: 1. Termometer 2. Labu Erlenmeyer 3. Tutup Labu 4. Waterbath Gambar 1. Rangkaian Peralatan Bleaching Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua proses utama yaitu proses hidrolisis pelepah sawit dan proses bleaching terhadap hasil hidrolisis

pelepah sawit. Proses hidrolisis terdiri dari dua tahap, yaitu prehidrolisa dan cooking (pemasakan). Variabel proses pada prehidrolisa dan cooking merupakan variabel tetap, yaitu ukuran partikel 20-40 mesh, suhu prehidrolisa dan cooking 100 o C, waktu prehidrolisa 1 jam, waktu cooking 30 menit, nisbah padatan-larutan prehidrolisa 1:10, dan nisbah padatan-larutan cooking 1:5 [Zulfieni, 2011]. Pada proses bleaching variabel tetapnya yaitu konsentrasi H 2 O 2 3% [Wildan dkk, 2010], nisbah padatan-larutan 1:10, dan ph bleaching 9 [Trespalina, 2011]. Sedangkan variabel bebasnya adalah suhu bleaching (50 o C, 60 o C, 70 o C, 80 o C, dan 90 o C), dan waktu bleaching (30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit, dan 90 menit). Persiapan Bahan Baku Pelepah sawit sebagai bahan baku dibersihkan dari lidi dan daunnya. Selanjutnya pelepah dicacah menjadi ukuran yang lebih kecil. Bahan baku dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kadar air sisa ±10%. Kemudian pelepah sawit dihaluskan dan diayak untuk mendapatkan ukuran partikel 20-40 mesh. Analisa Bahan Baku Sebelum proses bleaching terhadap pelepah sawit berlangsung, dilakukan analisa komponen kimia bahan baku. Analisa komponen kimia bahan baku bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia yang terdapat dalam bahan baku, yang terdiri dari kadar air (SNI 08-7070-2005), kadar ekstraktif (TAPPI T 222 cm-98), kadar lignin (SNI 0492-2008), dan kadar selulosa-α (SNI 0444-2009). Pembuatan Larutan Pemasak dari Ekstrak Abu TKS Larutan pemasak yang digunakan adalah larutan ekstrak abu TKS. Abu TKS didapat dari hasil pembakaran Tandan Kosong Sawit (TKS) dalam incenerator pada pabrik CPO. Untuk memperoleh larutan pemasak, dilakukan beberapa tahapan. (a) Abu TKS disaring menggunakan saringan berukuran 40 mesh. (b) Abu TKS yang sudah disaring dengan ukuran 40 mesh kemudian ditambahkan aquades dengan perbandingan massa abu dan aquades 1:4. (c) larutan diaduk selama 15 menit sebelum didiamkan selama 48 jam hingga semua abu terendapkan. (d) Larutan hasil ekstrak dipisahkan dari endapan abu dengan penyaringan. Ekstrak abu TKS siap digunakan sebagai larutan pemasak. Proses Hidrolisis Hidrolisis terdiri dari dua tahap, yaitu prehidrolisa dan cooking. Prehidrolisa bertujuan untuk mempercepat penghilangan pentosan (hemiselulosa) dalam bahan baku pada waktu pemasakan. Prehidrolisa dilakukan menggunakan larutan ekstrak abu TKS. Kondisi prehidrolisa adalah temperatur 100 o C, nisbah bahan baku terhadap larutan 1:10, dan waktu prehidrolisa 1 jam. Setelah prehidrolisa filtratnya dikeluarkan dan residu dicuci dengan air panas, kemudian dilakukan proses cooking. Proses cooking bertujuan untuk memurnikan selulosa-α yang terdapat dalam pulp. Cooking dilakukan dengan larutan ekstrak abu TKS. Kondisi operasi cooking adalah temperatur 100 o C, waktu pemasakan 30 menit, dan nisbah padatan-larutan 1:5. Sampel hasil pemasakan disaring dan dicuci dengan air panas (80 o C) untuk menghilangkan lindi hitam, selanjutnya dilakukan analisa kadar ekstraktif, kadar lignin, dan kadar selulosa-α [Zulfieni, 2011]. Proses Bleaching dengan H 2 O 2 Sampel hasil hidrolisis sebanyak 12 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, dan ditambahkan 120 ml H 2 O 2 3%, kemudian dilakukan pengaturan ph sampel dengan penambahan NaOH 0,1 N hingga mencapai ph 9. Selanjutnya sampel dipanaskan dalam waterbath dengan variasi suhu (50 o C, 60 o C, 70 o C, 80 o C, dan 90 o C) dan waktu (30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit, dan 90 menit). Selama proses bleaching, ph dijaga tetap 9. Setiap 10 menit ph diukur dan diatur dengan penambahan NaOH 0,1 N sebanyak ± 2 ml. Setelah proses bleaching, sampel didinginkan dan disaring.

Residunya dicuci sampai ph netral dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C. H 2 O 2 3% Pelepah Sawit Hasil Hidrolisis Pemanasan (50; 60; 70; 80; 90 o C) t = 30; 45; 60; 75; 90 menit Filtrat Penyaringan Didinginkan Residu Pencucian (sampai netral) Pengeringan (Oven, 105 o C) Analisa Selulosa-α Gambar 2. Tahapan Bleaching Analisa Hasil Bleaching Setelah proses bleaching selesai, dilakukan analisa kadar ekstraktif (TAPPI T 222 cm-98), kadar lignin (SNI 0492-2008), dan kadar selulosa-α (SNI 0444-2009). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia Pelepah Sawit Gambar 3 memperlihatkan bahwa komposisi yang paling besar dari pelepah sawit adalah selulosa (35,88%), sehingga pelepah sawit berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku sintesa produk-produk bernilai ekonomi tinggi, seperti Microcrystalline cellulose, carboxymethyl cellulose, methyl cellulose, hydroxypropyl methyl cellulose, dan nitrocellulose [Coffey dkk, 2006]. Di samping selulosa, pelepah sawit tersusun atas hemiselulosa (26,47%), lignin (18,9%), dan ekstraktif (18,75%). Menurut Tarmansyah (2007), untuk pemanfaatan produk-produk turunan selulosa di antaranya nitroselulosa sebagai bahan baku propelan, komponen selulosa dalam bahan bakunya harus di atas 92%, sehingga harus dilakukan pemurnian terlebih dahulu sebelum pelepah sawit dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan proses hidrolisis dan bleaching. Komposisi Kimia Pelepah Sawit Hasil Hidrolisis Bahan baku pelepah sawit setelah dilakukan proses pengeringan dan penyeragaman ukuran, dilakukan proses hidrolisis dengan menggunakan larutan ekstrak abu TKS, kemudian sampel hasil hidrolisis dianalisa komposisi kimianya. Pada Penelitian ini, mula-mula dilakukan analisa komposisi kimia pelepah sawit sebelum dihidrolisis dan dibleaching. Analisa dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi kimia bahan baku yang digunakan. 4,54 % 86,48 % 2,38 % 6,6 % Ekstraktif Lignin Selulosa Alfa Hemiselulosa 26,47 % 18,75 % Ekstraktif Lignin 18,9 % Selulosa Alfa 35,88 % Hemiselulosa Gambar 3. Komposisi Kimia Pelepah Sawit Gambar 4. Komposisi Kimia Pelepah Sawit Hasil Hidrolisis Gambar 4 memperlihatkan bahwa pelepah sawit hasil hidrolisis mengandung selulosa-α sebesar 86,48%, tidak jauh berbeda dengan yang didapatkan oleh Zulfieni (2010), yaitu 86,12%. Peningkatan kadar selulosa-α terjadi karena adanya reaksi delignifikasi oleh

Komposisi (%) Komposisi (%) KOH yang terdapat dalam larutan ekstrak abu TKS terhadap gugus fenol dari struktur lignin. Di samping selulosa-α, pelepah sawit hasil hidrolisis masih mengandung lignin (6,6%), hemiselulosa (4,54%), dan ekstraktif (2,38%), sehingga masih memungkinkan untuk mendapatkan kadar selulosa-α yang lebih tinggi, yaitu dengan proses bleaching. Proses bleaching dilakukan dengan harapan dapat dihasilkan selulosa dengan kadar di atas 92%., karena selulosa dengan kadar tinggi (>92%) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pembuatan nitroselulosa. Pengaruh Suhu Bleaching Terhadap Kemurnian Selulosa Variasi suhu bleaching yang dilakukan yaitu 50 o C, 60 o C, 70 o C, 80 o C, dan 90 o C dengan variabel tetap yaitu waktu bleaching 60 menit, konsentrasi H 2 O 2 3%, nisbah padatan-larutan 1:10, dan ph bleaching 9. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 50 60 70 80 90 Selulosa Alfa 92.78 94.47 93.97 93.74 95.11 Lignin 3.50 2.70 2.50 3.00 1.30 Ekstraktif 1.63 1.25 1.13 1.50 1.75 Hemiselulosa 2.09 1.58 2.40 1.76 1.84 Suhu Bleaching ( o C) Gambar 5. Pengaruh Suhu Bleaching Terhadap Komposisi Kimia Pelepah Sawit Gambar 5 memperlihatkan bahwa variasi suhu bleaching memberikan pengaruh terhadap komposisi hasil bleaching. Pada suhu 50 o C hingga 60 o C terjadi peningkatan kadar selulosa-α karena peningkatan suhu mempercepat proses penghilangan gugus kromofor pada lignin serat, sehingga kadar lignin menurun dari 3,5% menjadi 2,7%. Namun pada suhu 60 o C hingga 80 o C, kadar selulosa-α menurun dan terjadi peningkatan kadar lignin. Hal itu diduga karena terpolimerisasinya lignin yang telah larut [Asri, 2010]. Pada suhu 90 o C kembali terjadi peningkatan kadar selulosa-α, yaitu mencapai 95,11%, dan kadar lignin menurun menjadi 1,3%. Hal itu terjadi karena pada suhu tinggi, pembentukan gugus anion perhidroksil (OOH - ) semakin cepat sehingga berpengaruh terhadap penghilangan lignin. Bila dilihat secara keseluruhan, kemurnian selulosa-α hasil bleaching bersifat fluktuatif. Ada kemungkinan disebabkan karena kinerja H 2 O 2 yang tidak stabil. Menurut Smook (2002), pada proses bleaching dapat digunakan buffer sebagai stabilizer bahan kimia pemutih sehingga kinerjanya lebih stabil. Kesimpulan yang dapat diambil dari variasi suhu bleaching yang telah dilakukan, yaitu suhu optimum pada proses bleaching pelepah sawit adalah 90 o C dengan kadar selulosa-α yang didapat 95,11%. Suhu 90 o C selanjutnya digunakan sebagai variabel tetap pada proses bleaching untuk variasi waktu. Pengaruh Waktu Bleaching Terhadap Kemurnian Selulosa Variasi waktu bleaching dilakukan dari 30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit, hingga 90 menit dengan variabel tetap suhu bleaching 90 o C, konsentrasi H 2 O 2 3%, nisbah padatan-larutan 1:10, serta ph bleaching 9. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 30 45 60 75 90 Selulosa Alfa 93.42 94.70 95.11 92.88 91.69 Lignin 3.7 2.4 1.3 1.9 2.1 Ekstraktif 1.125 1.625 1.75 2 2.125 Hemiselulosa 1.75 1.27 1.84 3.22 4.09 Waktu Bleaching (menit) Gambar 6. Pengaruh Waktu Bleaching Terhadap Komposisi Kimia Pelepah Sawit Gambar 6 menunjukkan bahwa variasi waktu bleaching memberikan pengaruh terhadap komposisi hasil bleaching. Pada waktu bleaching 30 menit hingga 60 menit,

terjadi peningkatan kadar selulosa-α dari 93,42% menjadi 95,11%, dan sekaligus penurunan kadar lignin dari 3,7% menjadi 1,3%. Hal itu sesuai dengan teori laju reaksi, dimana semakin lama waktu reaksi maka reaksi akan berlangsung makin sempurna. Namun dari waktu bleaching 60 menit hingga 90 menit, terjadi penurunan kadar selulosa-α serta peningkatan kadar lignin. Hal itu diduga karena terpolimerisasinya lignin yang telah larut. Selain itu, kemungkinan disebabkan karena waktu bleaching yang lama mengakibatkan terjadinya hidrolisis selulosaα membentuk gula sederhana, yaitu glukosa. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Proses bleaching dapat digunakan untuk memurnikan selulosa-α hasil hidrolisis pelepah sawit. Kondisi operasi terbaik pada proses bleaching terhadap hasil hidrolisis pelepah sawit menggunakan H 2 O 2 adalah pada suhu 90 o C dengan lama bleaching 60 menit, dimana selulosa-α yang dihasilkan mencapai 95,11%. Saran Untuk menstabilkan kemampuan oksidasi H 2 O 2 agar diperoleh hasil bleaching yang maksimal, sebaiknya digunakan buffer pada proses bleaching. Buffer berfungsi sebagai stabilizer H 2 O 2. Buffer yang dapat digunakan untuk proses bleaching dalam suasana basa adalah basa lemah dan garamnya, misalnya bikarbonat. 5. DAFTAR PUSTAKA Asri, S., 2010, Pemurnian Selulosa-α Batang Sawit Menggunakan Ekstrak Abu TKS, Skripsi, Universitas Riau. Baedawi, 2008, Proses Bleaching, Bandung, Akademi Teknologi Pulp dan Kertas. Batubara, R., 2006, Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan, Karya Tulis, Universitas Sumatera Utara. Biermann, C.J., 1996, Handbook of Pulping and Papermaking, 2nd Edition, Oregon, Oregon State University, Academic Press. Coffey, D.G., D.A. Bell, dan A. Henderson, 2006, Food Polysaccharides and Their Applications, Cellulose and Cellulose Derivatives, 2nd Edition, CRC Press, Boca Raton, 147-179. Fengel, D., dan G. Wegener, 1995, Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Translated from the English by H. Sastrohamidjojo. Yogyakarta, Gajah Mada University Press. Fuadi, A.M., dan H. Sulistya, 2008, Pemutihan Pulp dengan Hidrogen Peroksida, Reaktor, 2(12), 123-128. Jayanudin, R. Hartono, dan N.H. Jamil, 2010, Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Pemutihan Serat Daun Nanas Menggunakan Hidrogen Peroksida, Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, ISSN : 1411-4216, A20. Padil, 2010, Proses Pembuatan Nitrosellulosa Berbahan Baku Biomassa Sawit, Seminar Nasional Fakultas Teknik UR, ISBN 978-602-96729-0-9, TK 20. Pahkala, K.S., 2001, Non-Wood Plants as Raw Material for Pulp and Paper, Findland, Faculty of Agriculture and Forestry, University of Helsinky. Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2010, Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan, Jakarta, Kementerian Pertanian, ISSN 1907-1507. Smook, G.A., 2002, Handbook for Pulp and Paper Technologists, 3rd Edition, USA, Angus Wilde Publications Inc. SNI 0444-2009, Pulp Cara Uji Kadar Selulosa Alfa, Beta dan Gamma, Jakarta, Badan Standardisasi Nasional (BSN). SNI 0492-2008, Pulp dan Kayu - Cara Uji Kadar Lignin - Metode Klason, Jakarta, Badan Standardisasi Nasional (BSN). SNI 08-7070-2005, Cara Uji Kadar Air Pulp dan Kayu dengan Metoda Pemanasan dalam Oven, Jakarta, Badan Standardisasi Nasional (BSN). Suparjo, 2008, Degradasi Komponen Lignoselulosa Oleh Kapang Pelapuk Putih.

Tarmansyah, U.S., 2007, Pemanfaatan Serat Rami Untuk Pembuatan Selulosa, Jakarta Selatan, Puslitbang Indhan Balitbang Dephan. Trespalina, L., 2011. Pemurnian Selulosa Hasil Hidrolisis Limbah Batang Sawit Menggunakan H 2 O 2 Sebagai Bleaching Agent, Skripsi, Universitas Riau. Tutus, A., 2004, Bleaching of Rice Straw Pulps with Hydrogen Peroxide, Pakistan Journal of Biological Sciences, Vol. 8: 1327-1329 Wildan, A., Abdullah, dan S. Priyanto, 2010, Studi Proses Bleaching Serat Kelapa Sebagai Reinforced Fiber, Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, ISSN:1411-4216, B-16. Zulfieni, W.Y., 2011, Hidrolisis Pelepah Sawit untuk Memurnikan Selulosa-α Menggunakan Larutan Pemasak dari Ekstrak Abu TKS, Skripsi, Universitas Riau.