BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Sapi

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SAPI PERANAKAN LIMOUSINE DI KECAMATAN BERBEK KABUPATEN NGANJUK

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

D.B.A. San, I.K.G.Yase Mas dan E. T. Setiatin* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

EVALUASI KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN BERDASARKAN PERHITUNGAN NON RETURN RATE, CONCEPTION RATE, SERVICE PER CONCEPTION, CALVING INTERVAL

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

WILAYAH KERJA KRADENAN III, KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH SKRIPSI

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

SKRIPSI. Oleh : WIWIK WIDIARTINI

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN PADA PARITAS BERBEDA DI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang

REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber portein hewani yaitu daging. jumlah penduduk, tetapi dilain pihak penggadaan daging setiap saat dirasa

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll (SGDP) pada sapi Peranakan Ongole (PO)

Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

I. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi Brahman Cross (BX)

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Potong pada Usaha Peternakan Rakyat di Kecamatan Mojogedang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging

EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN KLABANG KABUPATEN BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR TUGAS AKHIR.

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Permintaan daging sapi terus meningkat seiring pertumbuhan

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI ACEH DENGAN SAPI BRAHMAN DAN DENGAN SAPI SIMENTAL MELALUI INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN PADANG TIJI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ternak Sapi Potong

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973)

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Silangan Simmental Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole Periode Postpartum

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

Cahyo Andi Yulyanto, Trinil Susilawati dan M. Nur Ihsan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang Jawa Timur

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

SAPI RAMBON (Trinil Susilawati, Fakultas peternakan Universitas Brawijaya)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

Keberhasilan inseminasi buatan menggunakan semen beku dan semen cair pada sapi Peranakan Ongole

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Jenis sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan Eropa, dan Bos sondaicus yang berasal dari keturunan banteng yaitu di daerah Indonesia. Jenis sapi tersebut tersebar luas di Indonesia, hal ini dikarenakan adanya penyebaran penduduk, iklim dan daya aklimatisasi, serta adat-istiadat dan agama (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Dari hasil penelitian di lapangan dapat diketahui bahwa sapi SimPO dan LimPO pada peternakan rakyat tidaklah lebih baik dari sapi lokal seperti PO (Aryogi et al., 2013) 2.2. Sapi Peranakan Simental (SimPO) Sapi Peranakan Simental (SimPO) merupakan jenis sapi potong yang berasal dari persilangan antara sapi Simmental dengan sapi PO yang memiliki karakteristik sebagai berikut kekar dan berotot. Warna bulu sapi ini juga cukup unik. Tubuhnya berwarna cokelat kemerahan, sedangkan bagian muka dan lutut ke bawah serta ujung ekor berwarna putih (Sugeng 2003). Sapi SimPO memiliki pertumbuhan yang tinggi sehingga disukai oleh peternak, penambahan bobot harian pada sapi Simental Peranakan Ongole dapat mencapai 643 gram (Endrawati et al., 2010). San at al. (2015) menyatakan bahwa sapi SimPO pada daerah kkecamatan Patean memiliki nilai S/C sebesar 3.5 kali dan pada kecamatan

4 Plantungan sebesar 1.8 kali. Hasil penelitian penelitian arfiani (2007) menyatakan bahwa hasil dari penelitian diketahui sapi SimPO meniliki persentase CvR sebesar 68.61%. Sedangkan hasil penelitian mengatakan peranakan impor memilki nilai CI sebesar 433.6 ± 24 hari (Nuryadi dan Wahyuningsih, 2011). 2.3. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi PO mulai berkembang pada tahun 1930an atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda di bidang peternakan yang disebut ongolisasi mengawinsilangkan sapi Ongole dengan sapi Jawa untuk memperbaiki ukuran dan bobot badan sehingga lahirlah sapi Peranakan Ongole (PO) (Santosa et al., 2012). Ciri khas yang membedakan sapi PO dengan sapi-sapi lainnya adalah adanya ponok di atas gumba, kaki panjang berurat, serta ada gelambir menggelantung dari bawah kepala, leher sampai ke perut sesuai induk persilangannya, sapi PO terkenal sebagai sapi pedaging dan sapi pekerja, mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perbedaan kondisi lingkungan, tenaga yang kuat, serta aktivitas reproduksi induknya cepat kembali normal setelah beranak. Sapi jantan beratnya sampai 550 kg, sedangkan sapi betina sampai 350 kg pada usia 5 tahun (Salim, 2013). 2.4. Evaluasi Keberhasilan IB Evaluasi IB sangat penting guna meningkan keberhasilan Inseminasi Buaan. Evaluasi keberhasilan IB meliputi Non Return Rate (NR), Conception Rate (CR), Service per Conception (S/C) dan Calving Interval (CI) (Toelihere,

5 1979). Tinggi rendahnya efisiensi reproduksi ternak dipengaruhi oleh lima hal yaitu angka kebuntingan (Conception Rate); jarak antar kelahiran (calving interval); jarak waktu antara melahirkan sampai bunting kembali (Service Periode); angka kawin per kebuntingan (Service Per Conception); angka kelahiran (Calving Rate) (Hardjopranjoto, 1995). 2.4.1. Non Return Rate (NRR) Non Return Rate (NRR) merupakan persentase ternak betina yang tidak mengalami berahi lagi dalam waktu 0-30 hari, 30-60 hari dan 60-90 hari (Susilawati, 2011). Non Return Rate adalah persentase betina yang tidak minta kawin kembali atau tidak mengalami berahi lagi dalam waktu 60-90 hari pasca IB (Afiati et al., 2013). Beberapa faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya nilai NRR yaitu deteksi berahi, ketepatan waktu IB, pakan, kualitas semen dan adanya kematian embrio dini. Semakin banyak akseptor yang kembali berahi maka NRR semakin menurun (Nuryadi dan Wahyuningsih, 2011). Iswoto dan Widiyaningrum (2008) menyatakan bahwa rumus menghitung NRR adalah sebagai berikut : NRR = Ʃ sapi di IB- Ʃ sapi bunting Ʃ sapi di IB x 100% 2.4.2. Conception Rate (CR) Conception Rate merupakan persentase ternak yang berhasil bunting dengan sekali IB. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai CR yaitu keterampilan inseminator, pengetahuan peternak mengenai berahi, penanganan

6 semen beku di pos IB dan kemudahan sarana komunikasi maupun prasarana jalan dan peralatan IB yang lengkap (Hastuti, 2008). Standar kenormalan nilai CR adalah 50%, nilai yang tinggi dapat diindikasikan bahwa sapi termasuk subur. (Nuryadi dan Wahyuningsih, 2011). Iswoto dan Widiyaningrum (2008) menyatakan bahwa rumus menghitung CR adalah sebagai berikut : Ʃ bunting IB ke 1 CR (%) = x 100% Ʃ akseptor 2.4.3. Service per Conception (S/C) Service per conception adalah jumlah pelayanan IB pada ternak sapi sampai terjadi kebuntingan (Andi et al., 2014.) Service per Conception adalah total straw yang digunakan dalam setiap inseminasi dalam 1 kebuntingan. Nilai standar Service per conception (S/C) berkisar antara 1,6-2,0, semakin rendah nilai S/C maka semakin tinggi kesuburan ternak betina tersebut (Toelihere, 1993). Semakin tinggi angka S/C menunjukkan tidak efisien aktivitas reproduksi sapi tersebut (San et al., 2015). Iswoto dan Widiyaningrum (2008) menyatakan bahwa rumus menghitung S/C adalah sebagai berikut : S/C = Ʃ IB sampai terjadi bunting Ʃ akseptor yang bunting 2.4.4. Calving Interval (CI) Calving Interval (CI) adalah jarak antara kelahiran satu dengan kelahiran berikutnya pada ternak betina. Jarak kelahiran (CI) merupakan salah satu ukuran produktifitas ternak sapi untuk menghasilkan pedet dalam waktu yang singkat

7 (Andi et al., 2014. )Faktor penyebab panjangya nilai CI antara lain kesalahan dalam manajemen, faktor keturunan, penyakit yang mampu menyebabkan infertilitas, serta kelalaian peternak yang menghambat kelangsungan reproduksi (Toelihere, 1979). Iswoto dan Widiyaningrum (2008) menyatakan bahwa rumus menghitung CI adalah sebagai berikut : CI (bulan) = kelahiran bulan ke-i dikurangi kelahiran ke (i-1). 2.4.5 Calving Rate (CvR) Calving Rate (CvR)merupakan persentase jumlah anak yang lahir hidup dari hasil IB pada sekelompok induk (Andi et al., 2014). Nilai normal pada Calving Rate adalah lebih dari 62% (Toelihere, 1979). Besarnya nilai Calving Rate menandakan bahwa ternak betina tersebut yang subur dan perhatian yang serius dari peternak dan inseminator (Kolibur, 2005). Iswoto dan Widiyaningrum (2008) menyatakan bahwa rumus menghitung CvR adalah sebagai berikut : CvR = Ʃ ternak lahir Ʃ ternak di IB x 100%