BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potong Sapi potong merupakan jenis sapi yang diarahkan untuk memproduksi daging, oleh karena itu penggemukan yang dilakukan bertujuan untuk mencapai bobot badan secara maksimal (Darmono, 1993). Produk utama peternakan sapi potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut dipengaruhi oleh faktor genetis ternak itu sendiri dan faktor lingkungan. Sapi tipe pedaging memiliki ciri-ciri antara lain tubuh dalam, besar dan berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum dan mudah untuk dipasarkan, laju pertumbuhannya cepat dan cepat mencapai dewasa serta efisiensi pakannya tinggi. Siregar (2010) menyatakan, sapi jantan maupun sapi betina dapat digunakan sebagai bakalan dalam usaha penggemukan sapi, namun sapi jantan lebih diminati dari pada sapi betina karena pertambahan bobot badannya lebih cepat dibandingkan dengan sapi betina. Selain itu, di Indonesia ada peraturan mengenai larangan memotong sapi betina produktif. Sumber sapi bakalan yang dapat digunakan untuk usaha penggemukan yaitu sapi lokal, sapi impor dan jenis sapi hasil persilangan. Penggemukan sapi potong merupakan usaha yang umumnya dilakukan dalam waktu singkat karena mempercepat perputaran modal. Menurut Siregar (2010) ada berbagai macam sistem penggemukan sapi namun yang biasa diterapkan di Indonesia adalah dry lot fattening yaitu sistem 5

2 6 penggemukan sapi yang di tempatkan dalam kandang sepanjang waktu dengan pemberian pakan konsentrat sebagai porsi utama ransum yang diberikan. Bangsa-bangsa Sapi Potong 1. Bangsa Sapi Tropis Menurut Sugeng, Y. B (1992), Bangsa sapi yang termasuk sapi tropis adalah zebu (Bos indicus), yang pada saat ini telah menyebar hampir ke seluruh daerah tropis di seluruh dunia terutama di benua Asia dan Afrika. Penyebaran zebu (sapi berponok) di daerah tropis, khususnya di Asia jauh lebih banyak dibandingkan dengan sapi-sapi yang berasal dari Eropa walaupun secara umum sumbangan zebu sebagai hewan ternak konsumsi dirasa masih rendah. Karena secara genetis,produksi dagingnya rendah bila dibandingkan sapi-sapi Eropa. Beberapa bangsa sapi tropis yang sudah cukup populer banyak terdapat di Indonesia sampai saat ini ialah sapi bali, sapi madura, sapi ongole, dan sapi peranakan ongole. Sapi Bali Sapi bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut banteng (Bos bibos atau Bos sondaicus) yang telah mengalami proses penjinakan (domestikasi) berabad-abad lamanya. Banteng tersebut menurunkan hampir seluruh bangsa sapi lain, misalnya zebu yang dimasukkan ke Indonesia seperti ongole, hissar, dan gujarat ketika orang-orang Hindu datang ke Indonesia. Daerah atau lokasi penyebaran yang terutama adalah Bali. Di Bali sapi ini diternakkan secara murni. Daerah penyebaran lain adalah Sulawesi, NTB, dan NTT.

3 7 Sapi bali ini termasuk tipe pedaging dan kerja. Ciri-ciri yang dimilikinya, bentuk tubuh menyerupai banteng, tetapi ukuran tubuhnya lebih kecil akibat proses domestikasi. Dadanya dalam, badannya padat. Warna bulu pada masih pedet sawo matang atau merah bata. Akan tetapi, setelah dewasa, warna bulu pada betinanya bertahan merah bata, sedangkan jantan kehitam-hitaman. Dan pada tempat-tempat tertentu baik jantan maupun betina, di bagian keempat kakinya dari sendi kaki sampai kuku dan di bagian pantatnya berwarna putih. Kepalanya agak pendek, dahi datar. Tanduk pada jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sedangkan betina agak ke bagian dalam. Kakinya pendek sehingga menyerupai kaki kerbau. Tinggi sapi dewasa 130 cm. Berat rata-rata sapi jantan 450 kg, sedangkan betina kh. Hasil karkas 57 persen (Sugeng, Y. B, 1992). Sapi Madura Sapi madura merupakan hasil persilangan antara Bos sondaicus dan Bos indicus. Daerah atau lokasi penyebarannya yang utama adalah pulau Madura dan Jawa Timur. Di Madura sapi tersebut diternakkan secara murni. Sapi ini termasuk tipe pedaging dan kerja. Ciri-ciri yang dimiliki sapi madura sebagai salah satu kelompok bangsa sapi tropis pada dasarnya seperti sapi bali. Namun, sapi ini memiliki ciri khas yang menonjol sehingga dengan mudah bisa dibedakan dengan sapi lainnya, khusunya sapi bali. Baik jantan maupun betina berwana merah bata dan hampir tak ada bedanya antara kedua jenis kelamin tersebut. Paha bagian belakang berwarna putih, sedangkan kaki depan berwarna merah muda. Tanduk pendek dan beragam ada yang melengkung seperti bulan sabit dan ada pula yang tumbuh agak ke samping

4 8 dan ke atas. Tanduk pada betina kecil dan pendek. Panjangnya kurang lebih 10 cm, jantan cm. Panjang badan mirip sapi bali, tetapi berponok kecil. Berat badan 350 kg. Tinggi badan kira-kira 118 cm. Hasil karkas 48 persen (Sugeng, Y. B, 1992). Sapi Ongole Sapi ongole adalah salah satu varietas sapi zebu atau sapi berpunuk, sapi ongole merupakan sapi yang berasal dari India tetapi banyak ditemukan di Indonesia. Sapi ongole umunya berwarna putih dan keabu-abuan, sapi ongole memiliki ciri punuk yang besar dan badan yang agak bergelambir dengan bobot badan sekitar 450 kg, kualitas daging ongole sebenarnya tidak terlalu baik dibandingkan jenis sapi lain tetapi harga daging sapi ongole terbilang relatif murah membuat sapi ini laku dipasaran masyarakay Indonesia. Sapi ongole banyak dikawinkan dengan sapi jawa sehingga ada istilah sapi PO (peranakan ongole) yang mirip dengan ongole walaupun agak sedikit kecil (Anonimus, 2016). Sapi PO (Peranakan Ongole) Sapi ini adalah salah satu jenis sapi lokal asli Indonesia atau biasa disebut sapi jawa/sapi putih. Sapi ini hasil persilangan antara sapi ongole dari India dengan sapi jawa. Selain sebagai sapi pedaging juga dijadikan sapi pekerja biasanya dipakai untuk membajak sawah. Ciri khas sapi ini berpunuk dan gelambir besar menggantung tapi tidak sebesar sapi ongole. Bulu sapi PO putuh keabu-abuan. Berat sapi PO mulai 200 kg sampai 600 kg (Anonimus, 2016).

5 9 2. Bangsa Sapi Sub Tropis Menurut Sugeng, Y. B (1992), apabila kita bandingkan dengan sapi tropis, maka kedua kelompok tersebut masing-masing memiliki ciri-ciri yang sangat berbeda akibat pengaruh genetis. Bangsa sapi subtropis memiliki ponok. Ujung telinga berbentuk tumpul atau bulat. Kepala pendek, dahi lebar. Kulit tebal yang rata-ratanya 7-8 mm.timbunan lemak pada sapi dewasa cukup tebal. Garis punggung lurus dan rata. Tulang pinggang lebar dan menonjol keluar. Rongga dada berkembang baik. Bulu panjang dan kasar. Kaki pendek sehingga gerakannya lamban. Sapi ini cepat menjadi dewasa karena umur 4 tahun bida dicapai pertumbuhan maksimal. Sapi ini tidak tahan terhadap suhu tinggi, relatif lebih banyak minum, dan kotorannya basah. Sapi yang sudah dewasa tumbuh besar, sapi jantan bisa mencapai 900 kg. Beberapa contoh sapi subtropis yang juga banyak diternakkan di Indonesia misalnya shorthorn, charolais, simental dan limousin. Sapi Shorthorn Sapi ini berasal dari Inggris. Tipenya adalah sapi potong. Ciri-ciri yang dimiliki sapi ini dalah kepala pendek dan lebar. Tanduk pendek, menjurus ke arah samping, dan berujung melengkung ke depan. Warnanya merah tua sampai muda, atau kombinasi merah dan putih, atau merah kelabu. Bentuk tubuh segi empat. Sisi badan sapi betina sekitar 750 kg dan jantan kg. Sapi ini termasuk tipe potong yang terberat di antara bangsa sapi yang berasal dari Inggris (Sugeng, Y. B, 1992).

6 10 Sapi Charolais Sapi ini berasal dari Perancis. Tipenya adalah tipe potong. Ciri-ciri yang dimiliki sapi ini adalah warnanya krem muda atau keputihan. Tubuhnya besar dan padat, tetapi kasar. Berat badan sapi betina sekitar 750 kg dan jantan kg (Sugeng, Y. B, 1992). Sapi Simmental Sapi ini berasal dari Swiss, sapi ini pertama muncul karena persilangan dari sapi jerman yang berperawakan besar dan sapi swiss yang memiliki bobot kecil. Di Indonesia popularitas sapi ini juga tidak kalah dengan sapi lainnya. Sapi betina memiliki rata-rata bobot badan sekitar 900 kg sedangkan sapi jantan memiliki rata-rata bobot badan sekitar 1300 kg (Anonimus, 2016). Sapi Limousin Sapi limousin ini berasal dari Perancis, tipenya adalah sapi potong. Sapi ini tinggal didaerah yang sangat dingin dan jarang ditumbuhi rerumputan, namun sapi limousin ini dapat tumbuh dengan baik. Berat rata-rata sapi limousin betina sekitar 650 kg sedangkan berat rata-rata sapi limousin jantan sekitar 1000 kg (Anonimus, 2016). Inseminasi Buatan (IB) Menurut Hafez (1993), Inseminasi Buatan (IB) adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel

7 11 kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoa. Potensi seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, terutama yang unggul, dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina. Keberhasilan IB pada ternak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kualitas semen beku (straw), keadaan sapi betina sebagai akseptor IB, ketepatan IB, dan keterampilan tenaga pelaksana (inseminator). Faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga rendah (Toelihere, 1997). Menurut Ihsan (1992), saat yang baik melakukan IB adalah saat sapi betina menunjukkan tanda-tanda birahi, petani ternak pada umumnya harus mengetahui tingkah laku ternak yang sedang birahi yang dikenal dengan istilah : 4A, 2B, 1C. 4A yang dumaksud adalah abang, abuh, anget, dan arep artinya alat kelamin yang berwarna merah membengkak kalau diraba terasa anget dan mau dinaiki, 2B yang dimaksud adalah bengak-bengok dan berlendir artinya sapi betina sering mengeluh dan pada alat kelaminnya terlihat adanya lendir transparan atau jernih, IC yang dimaksud adalah cingkrak-cingkrik artinya sapi betina yang birahi akan menaiki atau diam jika dinaiki sapi lain. Menurut Ihsan (1992), keuntungan IB sangat dikenal dan jauh melampaui kerugian-kerugiannya jika tidak demikian tentu perkembangan IB sudah lama terhenti dan keuntungan yang diperoleh dari IB yaitu : 1. Daya guna seekor pejantan yang genetik unggul dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

8 12 2. Terutama bagi peternak-peternak kecil seperti umumnya ditemukan di Indonesia program IB sangat menghemat biaya disamping dapat menghindari bahaya dan juga menghemat tenaga pemeliharaan pejantan yang belum tentu merupakan pejantan terbaik untuk diternakkan. 3. Pejantan-pejantan yang dipakai dalam IB telah diseleksi secara teliti dan ilmiah dari hasil perkawinan betina-betina unggul dengan pejantan unggul pula. 4. Dapat mencegah penyakit menular. 5. Calving Interval dapat diperpendek dan terjadi penurunan jumlah betina yang kawin berulang. Menurut Ihsan (1992), selain manfaat dari IB ini sangat banyak terutama dalam meningkatkan mutu hasil ternak, akan tetapi juga diperhatikan kerugiankerugian yang diakibatkan oleh teknik IB ini. Kerugian-kerugiannya adalah : 1. Pelaksanaan yang terlatih baik dan terampil diperlukan dalam mengawasi atau melaksanakan penampungan, penilaian, pengenceran, pembekuan dan pengangkutan semen dan inseminasi pada ternak betina untuk mencegah penyebaran penyakit-penyakit kelamin menular yang dapat menjangkiti kelompok-kelompok ternak. 2. Kemungkinan besar IB dapat menjadi alat penyebar abnormalitas genetik seperti pada sapi, diantaranya cystic ovary, konformasi tubuh yang buruk terutama pada kaki-kakinya, dan kekurangan libido. Belum banyak penelitian tentang meningkatnya kejadian cystic ovary pada sapi yang sebagian besar disebabkan oleh penggunaan IB secara meluas.

9 13 3. Apabila persediaan pejantan unggul sangat terbatas, peternak tidak dapat memilih pejantan yang dikehendaki untuk mengikuti program peternakan yang diinginkannya. Dengan penggunaan seekor pejantan secara terusmenerus, kemungkinan besar akan terjadi inbreeding yang merugikan. 4. IB masih diragukan manfaatnya dalam mengatasi semua infeksi atau abnormalitas saluran kelamin betina, kalaupun ada, jarang terjadi. 5. Inseminasi intrauterine pada sapi yang bunting dapat menyebabkan abortus. 6. IB tidak dapat digunakan dengan baik pada semua jenis hewan. Pada beberapa spesies masih harus dilakukan penelitian sebelum IB dapat dipakai secara praktis. Dalam praktek prosedur IB tidak hanya meliputi deposisi atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin betina, tetapi juga tak lain mencakup seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengankutan semen, inseminasi, pencatatan dan juga penentuan hasil inseminasi pada hewan betina, bimbingan dan penyuluhan pada peternak (Ihsan, 1992). Penilaian Hasil Inseminasi Buatan Feradis (2010) menyatakan, untuk memperoleh informasi secepat mungkin, perlu digunakan teknik-teknik penentuan fertilitas yang walaupun kurang sempurna, tetapi telah terbukti dapat memberi gambaran umum untuk penilaian pelaksanaan IB sebagai dasar penentuan kebijakan selanjutnya. Di Indonesia sistem penilaian keberhasilan IB umumnya berdasarkan pada nilai

10 14 angka konsepsi atau conception rate (CR) dan nilai inseminasi per konsepsi atau service per conception (S/C). Angka Konsepsi Conception Rate (CR) Conception Rate (CR) adalah persentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama. Angka konsepsi ini ditentukan dengan pemeriksaan kebuntingan. Angka ini dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kesuburan betina, kesuburan pejantan dan teknik IB (Feradis, 2010). Rumus Conception Rate (CR) : Menurut Ismaya (2010), nilai CR biasanya dihitung pada IB pertama, IB kedua, dan IB ketiga. Pada sapi nilai CR yang diharapkan 55 sampai 70 %. Semakin tinggi nilai CR semakin baik, sehingga efisiensi reproduksinya semakin baik pula. Kesulitan menghitung nilai CR di lapangan disebabkkan karena kurangnya tenaga pemeriksaan kebuntingan (PKB) sehingga induk ternak yang telah di-ib belum tentu dilakukan PKB setelah dua bulan sejak perkawinannya. Seharusnya setiap 5-6 inseminator didampingi oleh seorang ahli PKB. Bila perlu seorang inseminator sekaligus ahli PKB, sehingga data CR di lapangan lebih valid. Suatu pemeriksaan kebuntingan secara tepat dan dini sangat penting bagi program pemuliabiakan ternak. Kesanggupan untuk menentukan kebuntingan secara tepat dan dini perlu dimiliki oleh setiap dokter hewan atau petugas pemeriksaan kebuntingan. Ihsan dan Wahjuningsih (2011) menyebutkan bahwa nilai CR ideal adalah 60%.

11 15 Service Per Conception (S/C) Jumlah inseminasi per kebuntingan atau service per conception (S/C) adalah untuk membandingkan efisiensi relatif dari proses reproduksi diantara individu-individu sapi betina yang subur, sering dipakai penilaian atau perhitungan jumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi. Nilai ini barulah berarti apabila dipergunakan semen dari pejantan yang berbeda-beda dan apabila betinabetina yang steril turut diperhitungkan dalam membandingkan kesuburan populasi ternak (Feradis, 2010). Rumus S/C : Menurut Dwiyanto (2007), nilai S/C yang ideal berkisar antara 1,6 dan 2,0. Makin rendah nilai S/C makin subur sapi tersebut, sebaliknya nilai S/C yang tinggi menunjukkan rendahnya tingkat kesuburan sapi tersebut. Direktorat Jenderal Peternakan (2010), memberikan pedoman dalam mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan inseminasi buatan (IB) dengan memberikan nilai standart CR 62,5% dan service per conception (S/C) 1,6, Waktu Untuk Inseminasi Menurut Hardijanto dkk. (2010), waktu inseminasi pada sapi yang tepat adalah beberapa jam sebelum ovulasi terjadi. Oleh karena itu saat ovulasi yang tepat sulit ditentukan, maka penentuan saat inseminasi yang dilakukan pada awal

12 16 terlihatnya gejala birahi pertama. Periode birahi sapi potong biasanya terjadi lebih pendek daripada sapi perah. Gejala birahi sapi potong umumnya susah diamati. Waktu paling baik untuk melakukan IB pada sapi dimulai pertengahan estrus sampai dengan ± 6 jam setelah estrus berakhir. Saat ovulasi sapi rata-rata terjadi 12 jam setelah birahinya berakhir. Keadaan birahi ini dapat ditentukan dengan cara palpasi rektal. Angka kebuntingan (CR) yang tinggi bisa dicapai bila inseminasi dilakukan pada pertengahan sampai akhir masa birahi. Bila inseminasi dilakukan 6 jam setelah akhir atau dari awal masa birahi akan menghasilkan nilai CR yang rendah. Nilai CR yang tinggi dapat diperoleh dengan memberikan inseminasi ulangan dalam satu masa birahi dengan interval jam. Tetapi cara ini kurang ekonomis bila ditinjau dari sudut komersil, karena membutuhkan dana dan tenaga yang lebih besar. Walaupun spermatozoa mampu hidup 2-4 hari, tetapi biasanya akan kehilangan daya hidup membuahi sel telur antara jam setelah ia tiba di tuba falopii. Hardijanto dkk. (2010) melaporkan bahwa IB pada awal, pertengahan dan akhir masa birahi sapi memberikan nilai CR 44 persen, 82 persen, 75 persen. Sedang IB yang dilakukan pada : Tabel 1. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Waktu IB Persentase Keberhasilan 6 jam sesudah akhir birahi 62,5 % 12 jam sesudah akhir birahi 32,0 % 18 jam sesudah akhir birahi 28,0 % 24 jam sesudah akhir birahi 12,0 % 36 jam sesudah akhir birahi 8,0 % 48 jam sesudah akhir birahi 0,0 % Sumber : Hardijanto, dkk (2010)

13 17 Birahi Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain tergantung dari bangsa, umur, dan jenis. Siklus birahi pada sapi berkisar hari (Partodiharjo, 1992). Interval antara timbulnya satu periode birahi ke periode berikutnya disebut sebagai satu siklus birahi. Siklus birahi pada dasarnya dibagi 4 fase atau periode yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Hafez, 2000; Marawali, 2001; Sonjaya, 2005). Berdasarkan perubahan-perubahan dalam ovaria siklus estrus dapat dibedakan menjadi 2 fase, yaitu fase folikel, meliputi proestrus, estrus serta awal metestrus, dan fase luteal, meliputi akhir metestrus dan diestrus. Fase 1. Proestrus (Prestanding Events). Fase ini hanya berlangsung 1-2 hari. Betina berperilaku seksual seperti jantan., berusaha menaiki temantemannya, menjadi gelisah, agresif dan mungkin akan menanduk, melenguh, mulai mengeluarkan lendir bening dari vulva, serta vulva mulai membengkak (Bindon ; Piper, 2008). Fase 2. Estrus (Standing Heat). Pada fase ini hewan betina diam bila dinaiki oleh temannya. Tetapi juga perlu diperhatikan hal lain seperti seringkali gelisah, mencoba untuk menaiki teman-temannya. Sapi betina menjadi lebih jinak dari biasanya. Vulva bengkak, keluar lendir jernih dari vulva, mukosa terlihat lebih merah dan hangat apabila diraba (Bindon ; Piper, 2008). Fase 3. Metestrus (Pasca Birahi). Periode ini berlangsung selama 3-4 hari setelah birahi, sedikit darah mungkin keluar dari vulva induk atau dara beberapa jam setelah standing heat berakhir. Biasanya 85 persen dari periode birahi pada sapi dara dan 50 persen pada sapi induk berakhir dengan keluarnya darah dari

14 18 vulva induk (untuk cek silang saat mengawinkan inseminasi harus sudah dilakukan jam sebelum keluarnya darah). Keadaan ini disebut pendarahan metestrus ditandai dengan keluarnya darah segar bercampur lendir dari vulva dalam jumlah sedikit beberapa hari setelah birahi. Pendarahan ini biasanya akan berhenti sendiri setelah beberapa saat. Yang perlu diingat adalah bahwa tidak semua siklus birahi pada sapi berakhir dengan keluarnya darah. Keluarnya darah tidak selalu berarti ovulasi telah terjadi dan tidak selalu menunjukkan bahwa bila diinseminasi ternak akan bunting atau tidak. Keluarnya darah hanya akan menunjukkan bahwa ternak telah melewati siklus birahi (Bindon ; Piper, 2008). Fase 4. Diestrus. Berlangsung selama hari setelah periode metestrus sampai periode proestrus berikutnya dan alat reproduksi praktis tidak aktif selama periode ini karena dibawah pengaruh progesteron dari korpus luteum. Dengan tidak adanya kehamilan pada fase diestrus berakhir dengan regresi korpus luteum (Bindon ; Piper, 2008). Birahi ternyata bertepatan dengan perkembangan maksimum folikelfolikel ovarium. Manifestasi psikologi birahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yaitu estrogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Pada sapi betina seringkali terjadi birahi tenang semua fenomena histologi dan fisiologis yang normal dapat teramati, termasuk ovulasi tetapi respon untuk perkawinan tidak tampak, untuk beberapa individu kebutuhan estrogen mungkin lebih besar dibanding yang lainnya dan birahi tenang mungkin disebabkan oleh kegagalan dalam mensekresi estrogen dalam jumlah yang cukup besar untuk menimbulkan respon perkawinan. Tanda-tanda sapi birahi antara lain vulva nampak lebih merah

15 19 dari biasanya, bibir vulva nampak agak bengkak dan hangat, sapi nampak gelisah, ekornya seringkali diangkat bila sapi ada di padang rumput sapi yang sedang birahi tidak suka merumput, kunci untuk menuman yang mana diantara sapi-sapi yang saling menaiki. Birahi adalah sapi betina yang tetap tinggal diam saja apabila dinaiki dan apabila didalam kandang nafsu makannya jelas berkurang (Anonimus, 2011). Penyebab Terjadinya Tanda-Tanda Birahi Terjadinya tanda-tanda birahi abang, aboh, anget disebabkan karena hormon. Ismudiyono dkk. (2010) menyatakan bahwa pada masa periode proestrus atau yang disebut juga periode persiapan akan ditandai dengan pemacuan pertumbuhan folikel oleh FSH. Folikel yang sedang tumbuh menghasilkan cairan folikel yang mengandung hormon estrogen yang lebih banyak. Hormon estrogen inilah yang akan mempengaruhi suplai darah ke saluran alat kelamin dan meningkatkan pertumbuhannya. Vulva agak membengkak dan vestibulum menjadi berwarna kemerahan karena adanya kongesti pembuluh darah. Bagian vagina dan serviks membesar karena pembengkakan sel-sel mukosa dan dimulailah sekresi lendir dari saluran serviks. Proestrus pada sapi berlangsung selama 1-2 hari. Pada periode ini biasanya sapi akan menolak bila dinaiki pejantan maupun sesama betinanya, tetapi akan berusaha menaiki betina yang lainnya (Jumping heat). Menurut Ismudiyono dkk. (2010), periode estrus ditandai dengan manifestasi birahi secara fisik. Sapi akan sering menguak dan biasanya tidak

16 20 tenang, nafsu makan dan memamah biak menurun vulva makin membengkak dan mukosa vulva berwarna merah tua, terlihat jelas pengeluaran lendir yang terang tembus. Selama periode ini folikel terus berkembang dengan cepat. Gejala fisik yang jelas tampak dari luar dan sudah diketahui oleh peternak adalah 3A (abang, abuh dan anget). Pada pemeriksaan vaginal, mukosa vagina merah dan oedematous. Lendir birahi yang cukup banyak ml yang terdapat di dalam vagina berasal dari sel-sel selaput lendir serviks di bawah pengaruh estrogen. Lama Birahi Estrus didefinisikan sebagai periode waktu ketika betina resesif terhadap jantan dan akan membiarkan untuk dikawini. Fase estrus ditandai dengan sapi yang berusaha dinaiki oleh sapi pejantan, keluarnya cairan bening dari vulva dan peningkatan sirkulasi sehingga tampak merah. Lama estrus pada sapi sekitar jam (Achyadi, 2009). Estrus pada sapi biasanya berlangsung selama jam. Variasi terlihat antar individu selama siklus estrus, pada sapi-sapi di lingkungan panas mempunyai periode estrus yang lebih pendek sekitar jam. Selama atau segera setelah periode ini, terjadilah ovulasi. Ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam darah dan penaikan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi, folikel membesar serta ovum yang ada di situ mengalami pemasakan. Estrus berakhir kira-kira pada saat pecahnya folikel ovari atau terjadiya ovulasi (Frandson, 1996).

17 21 Tabel 2. Siklus Estrus Pada Sapi Karakteristik Keterangan Pubertas* 12 (8 18 bulan) Proestrus* 3 4 hari Metestrus* 2 hari Diestrus* 15 hari sampai musim kawin Anestrus** 16 (6 20 jam) Panjang siklus estrus** 12 (2 26 jam) Saat ovulasi** 35 (16 90 hari) Birahi setelah melahirkan** Sumber : McDonald, 1969 ; widiyono, 2008 Lamanya birahi bervariasi pada tiap-tiap hewan dan antara individu dalam satu spesies. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh variasi-variasi pada saat estrus, terutama pada sapi dengan periode birahinya yang terpendek diantara semua hewan mamalia. Berhentinya estrus sesudah perkawinan merupakan indikasi yang baik bahwa kebuntingan telah terjadi (Achyadi, 2009). Tabel 3. Lama Periode Siklus Birahi pada Ternak Ternak Progesteron Estrus Metestrus Diestrus (hari) (hari) (hari) (hari) Sapi jam Kuda Babi Domba Sumber : Marawali, 2001 Angka Intensitas Birahi (AIB) Selama birahi, sapi betina menjadi sangat tidak tenang, kurang nafsu makan dan kadang-kadang menaiki sapi betina lain dan akan diam berdiri bila dinaiki. Vulva tersebut akan membengkak, memerah dan penuh sekresi mucus

18 22 transparan yang menggantung dari vulva atau terlihat di pangkal ekor (Achyadi, 2009). Tampilan birahi pada masing-masing individu ternak berbeda, demikian juga antar breed pada sapi. Jimenez dkk. (2011) melaporkan bahwa sapi dari Bos indicus cenderung menunjukan intensitas birahi yang rendah dan durasi birahi yang pendek dibandingkan dengan breed sapi lainnya. Galina dan Orihuela (2007) menyatakan deteksi birahi akan sulit dilakukan pada sapi dengan intensitas birahi yang rendah. Ketidaktepatan dalam melakukan deteksi birahi menyebabkan kegagalan pelaksanaan perkawinan pada ternak. Hal tersebut disebabkan oleh waktu pelepasan ovum (ovulasi) atau waktu yang subur untuk perkawinan sapi. Untuk meningkatkan keberhasilan implementasi teknologi reproduksi pada sapi, dibutuhkan suatu kajian tentang intensitas birahi. Intensitas birahi dapat diamati dengan memberi nilai (skor) berdasarkan gejala klinis seperti vulva bengkak dan merah, adanya lendir, menaiki, dan diam dinaiki, gelisah, dan nafsu makan menurun. Informasi akurat tentang perubahan yang terjadi selama siklus birahi normal dapat dihubungkan dengan konsep dasar proses ovulasi, regresi korpus luteum, kebutuhan hormon untuk manifestasi birahi, kebuntingan, dan kelahiran (Guilbault dkk., 1991). Intensitas merupakan tingkatan birahi yang meliputi waktu mulainya birahi dengan memperlihatkan gejala birahi sebagai bentuk respon. Adapun respon birahi yaitu gejala-gejala birahi yang muncul pada ternak : (1) vulva merah, (2) vulva bengkak, (3) berlendir, (4) menaiki temannya (Marawali dkk., 2001). Skoring dilakukan berdasarkan gejala birahi yang muncul :

19 23 Skor 4 = keempat gejala berahi muncul Skor 3 = tiga dari empat gejala berahi yang muncul Skor 2 = dua dari empat gejala berahi yang muncul Skor 1 = satu dari gejala berahi yang muncul Partodihardjo (1992) menyatakan bahwa intensitas birahi dipengaruhi oleh hormon-hormon reproduksi, maka secara tidak langsung angka intensitas birahi (AIB) juga sangat dipengaruhi oleh status nutrisi ternak itu sendiri. Intensitas birahi atau tingkatan birahi dilihat dari gejala birahi yang ada. Selanjutnya menurut Suharto (2003) pemberian ransum dengan kualitas yang baik dapat meningkatkan kejelasan penampilan estrus (Ferning, kebengkakan labia vulva, suhu vagina, ph lendir serviks, warna mukosa vagina dan kelimpahan lendir). HIPOTESIS Adanya hubungan antara angka intensitas birahi (AIB) pada sapi potong terhadap tingkat keberhasilan inseminasi buatan (IB). Angka intensitas birahi tertinggi ada pada score 4 maka, apabila IB dilakukan pada waktu score 4 akan menghasilkan hasil IB terbaik (kemungkinan tingkat keberhasilannya tinggi).

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potong Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Jenis sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan Eropa, dan Bos sondaicus

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus (zebu sapi berponok), Bos taurus yaitu bangsa sapi yang menurunan bangsabangsa sapi potong dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki empat, tanduk berongga, memamah biak. Sapi juga termasuk dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di Peternakan rakyat masih sekedar menyilangkan sapi lokal (terutama induk sapi PO)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

I. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sapi Bali Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli Indonesia ini sudah lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ternak Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi berikutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Induk Sapi SimPO Sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) merupakan hasil persilangan antara sapi Simmental dengan sapi Peranakan Ongole (PO). Karakteristik

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangsa Sapi Potong Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95%

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

Oleh: drh. Adil Harahap (dokadil.wordpress.com)

Oleh: drh. Adil Harahap (dokadil.wordpress.com) Oleh: drh. Adil Harahap (dokadil.wordpress.com) BANGSA-BANGSA SAPI BANGSA-BANGSA SAPI Bangsa sapi dari Inggris Bangsa sapi Eropa Daratan Bangsa sapi Zebu Bangsa sapi Brahman dan persilangannya BANGSA SAPI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI Terbatasnya sapi pejantan unggul di Indonesia, merupakan persoalan dalam upaya meningkatkan populasi bibit sapi unggul untuk memenuhi kebutuhan daging yang masih

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Perbedaan Intensitas Berahi pada Generasi Pertama (F1) dan Generasi Kedua (F2) Sapi Hasil Persilangan SimPO ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Swasembada Daging Sapi Swasembada daging sapi adalah kemampuan penyediaan daging produksi lokal sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor sapi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang evaluasi keberhasilan inseminasi buatan sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2014 sampai 4 Mei 2014.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z) PROPOSAL PENELITIAN PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z) I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil domestikasi dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973) menyatakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging Bangsa sapi pedaging di dunia dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bangsa Sapi Kontinental Eropa, Sapi Inggris dan Sapi Persilangan Brahman (India). Bangsa sapi keturunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR Vivi Dwi Siagarini 1), Nurul Isnaini 2), Sri Wahjuningsing

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian

Lebih terperinci

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR Disajikan oleh: Dessy Ratnasari E 10013168, dibawah bimbingan: Ir. Darmawan 1) dan Ir. Iskandar 2) Jurusan Peternakan, Fakultas peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi Brahman Cross (BX)

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi Brahman Cross (BX) TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristik tersebut, sapi dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai

Lebih terperinci

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: 207-213 ISSN 1411-0172 TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN TERNAK SAPI POTONG DI DISTRIK NIMBOKRANG, JAYAPURA SUCCESS RATE OF CATTLE ARTIFICIAL INSEMINATION

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sapi peranakan ongole

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak lokal berperan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa sifat unggul dibandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Potong Tropis Bangsa sapi potong tropis adalah merupakan bangsa sapi potong yang berasal

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Potong Tropis Bangsa sapi potong tropis adalah merupakan bangsa sapi potong yang berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bangsa Sapi Potong Tropis Bangsa sapi potong tropis adalah merupakan bangsa sapi potong yang berasal dari wilayah dunia yang memiliki iklim tropis. Salah satu bangsa sapi yang

Lebih terperinci

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt* EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO Oleh : Donny Wahyu, SPt* Kinerja reproduksi sapi betina adalah semua aspek yang berkaitan dengan reproduksi ternak. Estrus pertama setelah beranak

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG Oleh : Ir. BERTI PELATIHAN PETANI DAN PELAKU AGRIBISNIS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE TA. 2014 1. Sapi Bali 2. Sapi Madura 3.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi North Holland dan West Friesland negeri Belanda yang memiliki temperatur lingkungan kurang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden berada pada wilayah yang meliputi 3 (tiga) area, yaitu

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabadabad lalu. Beberapa sinonim sapi Bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci