1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan mendirikan perusahaan berjenis Perseroan Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire Vennootschap). Perseroan Komanditer merupakan suatu perusahaan yang didirikan oleh satu atau beberapa orang secara tanggung-menanggung, bertanggung jawab secara seluruhnya atau secara solider, dengan satu orang atau lebih pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). 1 Pasal 19 ayat (1) KUHD menentukan bahwa Perseroan secara melepas uang yang juga dinamakan Perseroan Komanditer, didirikan antara satu orang atau beberapa pesero yang secara tanggung-menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada pihak satu, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain. 2 Dari pengertian Perseroan Komanditer sebagaimana tersebut di atas, maka mutlak di dalam Perseroan Komanditer harus ada seorang pesero 1 I.G. Rai Widjaya, 2007, Hukum Perusahaan, Cet. 7, Kesaint Blanc, Bekasi, hlm. 51 2 Pasal 19 ayat (1), Beberapa Jenis Perseroan, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
2 aktif (pengurus) dan seorang pesero pelepas uang (komanditer), karena pada prinsipnya Perseroan Komanditer didirikan berdasarkan perjanjian dan sebagai konsekuensi yuridisnya, Perseroan Komanditer harus didirikan minimal oleh 2 (dua) orang. 3 Pesero pelepas uang yang dimaksud dalam Pasal tersebut di atas merupakan pesero yang hanya memiliki tugas untuk melepaskan atau menyerahkan uangnya saja ke dalam perseroan, sehingga pesero pelepas uang (seringkali disebut dengan pesero diam atau pesero pasif) dilarang bekerja atau bertindak sebagai karyawan di dalam perseroan. Berbeda halnya dengan pesero pelepas uang, pesero yang memiliki tanggung jawab tanggung-menanggung disebut dengan pesero aktif yang memiliki tugas untuk melakukan kepengurusan dalam perseroan. 4 Ketentuan terkait dengan siapa saja yang boleh menjadi pesero di dalam sebuah Perseroan Komanditer ini tidak diatur di dalam KUHD, sehingga berlakulah ketentuan umum yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam Pasal 1 KUHD menentukan bahwa: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seberapa jauh daripadanya dalam Kitab ini tidak khusus diadakan penyimpanganpenyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab ini. Hal ini merupakan perwujudan dari asas Lex specialis derogate 3 Mulyoto, 2010, Kesalahan Notaris dalam Pembuatan Akta Perubahan Anggaran Dasar CV, Cakrawala Media, Yogyakarta, hlm. 6 4 Gatot Supramono, 2007, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek Dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 37
3 legi generalis, lex specialis yang berlaku adalah KUHD dan lex generalis yang berlaku adalah KUHPerdata. 5 Dengan demikian, ketentuan terkait dengan subjek mengacu kepada subjek perjanjian dalam KUHPerdata yaitu orang yang cakap demi hukum. Pasal 1329 KUHPerdata menentukan bahwa: Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Ditegaskan lagi dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu bahwa: Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah: 1. Orang-orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Oleh karenanya subjek dalam pendirian sebuah Perseroan Komanditer merupakan orang perseorangan yang cakap demi hukum. Seiring berjalannya waktu, banyak pasangan suami istri yang mendirikan sebuah Perseroan Komanditer dengan alasan bahwa mereka merupakan subjek yang dapat mendirikan sebuah Perseroan Komanditer yaitu orang perseorangan yang cakap demi hukum. Jika ditelaah lebih jauh, suami dan istri setelah menikah memiliki harta bersama (menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau dapat disebut dengan UUP) atau harta persatuan bulat (menurut KUHPerdata) jika mereka tidak membuat perjanjian perkawinan sebelum perkawinan 5 Johannes Ibrahim, 2006, Hukum Organisasi Perusahaan: Pola Kemitraan dan Badan Hukum, Refika Aditama, Bandung, hlm. 40
4 mereka dilangsungkan. Harta bersama menurut Pasal 35 ayat (1) UUP yakni harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 6 Ketentuan mengenai harta bersama ini menunjukkan bahwa hanya harta yang diperoleh setelah perkawinan berlangsung yang dapat dikategorikan sebagai harta bersama. Di sisi lain, ketentuan mengenai harta persatuan bulat yang dimiliki oleh suami istri diatur dalam Pasal 119 KUHPerdata yang berisi bahwa: 7 Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan sesuatu persetujuan suami dan istri. Salah satu contoh di dalam praktik sehubungan dengan Perseroan Komanditer yang didirikan oleh suami istri adalah Perseroan Komanditer CV Citra Jaya yang berkedudukan di kota Semarang yang didirikan oleh pasangan suami istri bernama Thio Ardianto Prasetyo dan Soenartiningsih pada tanggal 26 Mei 2009 berdasarkan Akta Notaris Nomor 36 yang dibuat di hadapan Notaris Andhy Mulyono, S.H di kota Semarang yang bergerak dalam perdagangan eceran barang-barang berbahan plastik, namun Perseroan Komanditer tersebut telah dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor: 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg. 8 6 Pasal 35 ayat (1), Harta Benda dalam Perkawinan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 7 Pasal 119, Persatuan Harta Kekayaan Menurut Undang-Undang, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 8 Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor: 06/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg
5 Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. 9 Ketidakmampuan membayar tersebut lazimnya disebabkan karena adanya kemunduran dalam menjalankan bisnis yang menyebabkan kondisi keuangan menjadi sulit. Di sisi lain, kepailitan merupakan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, yang dilakukan berdasarkan pada putusan pengadilan. 10 Dengan demikian, seorang debitur tidak akan dinyatakan pailit jika belum terdapat putusan pengadilan yang menyatakannya. Pernyataan pailit dalam contoh putusan sebagaimana tersebut di atas memiliki akibat hukum yaitu salah satunya sehubungan dengan harta yang dimiliki oleh pasangan suami istri tersebut setelah perkawinan berlangsung karena di dalamnya tidak terdapat perjanjian kawin. Akibat hukum tersebut akan menimpa pesero pengurus yang mana memiliki tanggung jawab secara tanggung-menanggung sampai kepada harta pribadinya, yang secara tidak langsung dalam harta pesero pengurus tersebut terdapat harta bersama atau harta persatuan dengan pasangannya baik suami maupun istri. Kepailitan sebagaimana dimaksud dapat merugikan para pesero yang merupakan suami istri tanpa perjanjian kawin karena dalam kepailitan yang diurus adalah boedel pailit yang di dalamnya terdapat harta bersama atau harta persatuan suami istri tersebut. 9 M. Hadi Shubhan, 2009, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Cet. 2, Kencana, Surabaya, hlm. 1 10 Ibid
6 Pengaturan sehubungan dengan Perseroan Komanditer yang didirikan oleh suami istri tanpa adanya perjanjian kawin belum ada. Dalam praktik, banyak notaris yang memiliki pandangan yang berbeda jika mereka dihadapkan pada persoalan pendirian Perseroan Komanditer tanpa perjanjian kawin tersebut. Perbedaan pandangan tersebut yaitu: 11 1. Notaris tidak pernah sama sekali melayani atau menolak pendirian Perseroan Komanditer yang pendirinya merupakan suami istri tanpa ada perjanjian perkawinan di antara keduanya; 2. Notaris melayani pendirian Perseroan Komanditer yang pendirinya suami istri tanpa perjanjian perkawinan dengan syarat memasukkan pihak ketiga atau lebih sebagai pendiri atau sebagai pemegang saham dalam perseroan tersebut; 3. Notaris melayani pendirian Perseroan Komanditer yang pendirinya suami istri meskipun tidak ada perjanjian perkawinan di antara keduanya dan tidak perlu memasukkan pihak ketiga atau lebih ke dalam pendirian Perseroan Komanditer. Pandangan yang kedua tersebut di atas diyakini oleh Irma Devita dalam tulisannya yang berpendapat bahwa Perseroan Komanditer boleh didirikan oleh suami istri, namun tentu saja dengan satu syarat yaitu harus ada orang lain yang masuk sebagai persero dalam Perseroan Komanditer tersebut. Hal ini dikarenakan pada dasarnya Perseroan Komanditer 11 Habib Adjie, Suami Isteri Pendiri CV PT, http://habibadjie.dosen.narotama.ac.id/files/2013/07/suami-isteri-pendiri-cv- PT.pdfdiakses tanggal 16 September 2016
7 merupakan kumpulan dari orang-orang yang disebut sebagai sekutu atau pesero. Jadi di dalam suatu Perseroan Komanditer harus terdiri dari beberapa orang atau beberapa sekutu; sedangkan suami istri setelah menikah hanya memiliki 1 (satu) harta saja. 12 Di sisi lain, Mulyoto berpendapat dalam bukunya bahwa suami dan istri yang kawin tanpa janji kawin pisah harta sama sekali dalam artian terjadi harta bersama dalam perkawinan tersebut dibenarkan untuk mendirikan Perseroan Komanditer namun sebelumnya harus ada penjelasan atau nasihat hukum dari notaris mengenai akibat hukum dari pendirian tersebut. 13 Pendapat ini lebih mengacu kepada pandangan ketiga tersebut di atas. Ketiga pandangan tersebut di atas menunjukkan bahwa seorang notaris memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting dalam pembuatan Akta Pendirian Perseroan Komanditer mengingat ketentuan dalam Pasal 22 KUHD yang menentukan bahwa Perseroan Komanditer didirikan dengan akta notaris yang berupa akta pendirian yang memuat anggaran dasar. 14 Belum adanya peraturan yang secara tersurat mengenai keabsahannya dan sejauh mana tanggung jawab seorang notaris dalam membuat akta pendirian Perseroan Komanditer manakala terjadi kepailitan, maka dalam hal ini Peneliti bermaksud untuk melakukan 12 Irma Devita, Dapatkah CV Didirikan oleh Suami Isteri, http://irmadevita.com/2009/dapatkah-cv-didirikan-oleh-suami-isteri/ diakses tanggal 16 September 2016 13 Mulyoto, Op.cit., hlm. 5 14 Abdulkadir Muhammad, 1995, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Cet. 3, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 69
8 penelitian mengenai Keabsahan dan Tanggung Jawab Notaris sehubungan dengan Pendirian Perseroan Komanditer oleh Suami Istri tanpa Perjanjian Kawin manakala terjadi Kepailitan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai acuan penelitian ini. Adapun rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana keabsahan pendirian Perseroan Komanditer oleh suami istri tanpa perjanjian kawin? 2. Bagaimana tanggung jawab notaris terhadap pendirian Perseroan Komanditer oleh suami istri tanpa perjanjian kawin manakala terjadi kepailitan? C. Keaslian Penelitian Penelitian dengan pokok permasalahan yang sama dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini belum pernah dibuat di kalangan Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, namun demikian terdapat penelitian yang secara tidak langsung mempunyai permasalahan yang hampir sama, yaitu:
9 1. Penelitian yang dilakukan oleh Denty Rinansy 15 dengan judul Sikap dan Tanggung Jawab Notaris Atas Keterlibatannya Pada Pembuatan Akta Pendirian Perseroan Komanditer di Kabupaten Purwakarta. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut: a. Bagaimana sikap notaris atas keterlibatannya pada pembuatan Akta Pendirian Perseroan Komanditer? b. Bagaimana tanggung jawab notaris dalam membuat akta otentik khususnya pada pembuatan Akta Pendirian Perseroan Komanditer berkaitan dengan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004? c. Bagaimana peranan majelis pengawas daerah dalam meningkatkan pelayanan, keterampilan, dan kualitas kemampuan para notaris di kabupaten Purwakarta? Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah sikap notaris dalam pembuatan Akta Pendirian Perseroan Komanditer yang menyimpang dari Kode Etik Notaris dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, seperti tidak berperilaku profesional dalam menjalankan tugasnya misalnya, bersikap kurang arif dan bijaksana karena memberikan informasi secara tergesa-gesa menyebabkan adanya beberapa kendala yang dirasakan para klien dalam hal kepengurusan pembuatan Akta Pendirian Perseroan Komanditer sehingga menimbulkan krisis 15 Denty Rinansy, 2008, Sikap dan Tanggung Jawab Notaris Atas Keterlibatannya Pada Pembuatan Akta Pendirian Perseroan Komanditer di Kabupaten Purwakarta, tesis Magister Kenotariatan: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
10 kepercayaan khususnya bagi mereka yang memerlukan jasa notaris. Tanggung jawab notaris atas keterlibatannya dalam pembuatan Akta Pendirian Perseroan Komanditer adalah: a. Sebatas pada redaksi isi akta pendirian yang dibuat, sesuai dengan ketentuan Pasal 22 KUHD mengenai pendirian Perseroan Komanditer dan dalam pembuatannya berpedoman pada Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004; b. Menjamin bahwa Akta Pendirian Perseroan Komanditer yang dibuatnya itu mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dengan adanya kepastian dan perlindungan hukum yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban bagi para pihak yang berkepentingan dan mempunyai nilai otentik; c. Jika karena kesalahannya dan kelalaiannya menyebabkan akta yang dibuat menjadi suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum maka notaris yang bersangkutan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh klien dengan membayar biaya, ganti rugi, dan bunga. Peranan majelis pengawas daerah dalam meningkatkan pelayanan, keterampilan, dan kualitas kemampuan para notaris di kabupaten Purwakarta cukup baik terlihat dari adanya beberapa kegiatan yang dilakukan oleh majelis pengawas daerah Purwakarta di antaranya
11 pembinaan terhadap notaris mengenai kinerja jabatan notaris, menyelenggarakan pelatihan-pelatihan, pertemuan ilmiah, ceramah seminar mengenai ilmu kenotariatan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Dery Aryanto 16 dengan judul Pendirian Perseroan Terbatas oleh Suami Isteri Menurut Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut: a. Apakah akibat hukum pendirian Perseroan Terbatas oleh suami istri dalam perkawinan tanpa adanya perjanjian kawin menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas? b. Apakah Notaris dapat dimintai pertanggungjawaban atas pembuatan Akta Pendirian Perseroan Terbatas yang dilakukan oleh suami istri dalam suatu perkawinan tanpa adanya perjanjian kawin? Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah akibat hukum dari pendirian Perseroan Terbatas oleh suami istri dalam perkawinan tanpa adanya perjanjian kawin menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yaitu, dimana kedudukan para pemegang saham dalam Perseroan Terbatas tersebut tidak lagi dipandang sebagai subjek hukum yang mempunyai tanggung jawab terbatas, sehingga pemegang saham tersebut dibebani 16 Dery Aryanto, 2010, Pendirian Perseroan Terbatas oleh Suami Isteri menurut Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tesis Magister Kenotariatan: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
12 pertanggungjawaban pribadi. Hal ini berdampak pada Akta Pendirian Perseroan Terbatas yang dibuat oleh Notaris, yaitu mempengaruhi keotentikan Akta Pendirian Perseroan Terbatas tersebut dimana akta tersebut menjadi batal demi hukum. Jika suami istri tersebut tetap saja mendirikan Perseroan Terbatas padahal mereka tidak terikat dalam suatu janji kawin yang berarti bahwa mereka dalam keadaan yang dianggap sebagai satu orang saja, maka hal tersebut sangat mempengaruhi status atau bentuk dari perseroan tersebut sebagai badan hukum, dimana perseroan tersebut sudah seperti perusahaan perseorangan, karena perseroan tersebut tidak mempunyai tanggung jawab sebagai badan hukum, sehingga Pengadilan Negeri dapat membubarkan Perseroan Terbatas tersebut. Notaris dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata dalam hal pendirian Perseroan Terbatas karena kelalaiannya mengakibatkan kerugian pada orang lain. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana dalam hal pendirian Perseroan Terbatas karena secara kepidanaan Notaris tidak bertanggung jawab terhadap keterangan para penghadap yang tidak sesuai dengan kebenaran materiil, apabila para pihak menyatakan bahwa mereka telah memberikan keterangan yang sebenar-benarnya misalnya mengenai status para pendiri yang suami istri.
13 Berdasarkan kedua penelitian tersebut di atas terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang pertama yaitu tekait dengan pembahasan pendirian suatu entitas yaitu Perseroan Komanditer. Sementara persamaan dengan peneitian yang kedua terletak pada pembahasan terkait dengan entitas yang didirikan oleh suami istri tanpa perjanjian kawin. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pertama terletak pada objek kajiannya yaitu dalam penelitian ini lebih menekankan kepada keabsahan dan tanggung jawab notaris sehubungan dengan pendirian perseroan komanditer manakala terjadi kepailitan, sementara pada penelitian yang pertama lebih kepada sifat dan tanggung jawab notaris atas keterlibatannya pada pembuatan akta pendirian perseroan komanditer. Dalam penelitian yang pertama, akta pendirian perseroan komanditernya dapat didirikan oleh semua subjek hukum, sementara dalam penelitian ini, subjek hukum yang akan diteliti adalah suami istri tanpa perjanjian kawin yang mendirikan perseroan komanditer. Jenis penelitian pada penelitian yang pertama adalah yuridis empiris, sementara lokasi pada penelitian ini berjenis yuridis normatif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang kedua terletak pada jenis entitas dan peraturan hukum yang digunakan. Dalam penelitian ini entitasnya adalah perseroan komanditer yang bukan merupakan sebuah badan hukum, sementara dalam penelitian yang kedua entitasnya adalah
14 perseroan terbatas yang merupakan sebuah badan hukum. Dalam penelitian ini, peraturan yang dipakai bukanlah Undang-Undang yang secara spesifik menerangkan perseroan komanditer, seperti halnya dalam penelitian yang kedua yang menggunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, akan tetapi masih memakai KUHD. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dan penulisan tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Secara Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan perkembangan ilmu hukum pada umumnya, bidang ilmu kenotariatan pada khususnya dan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi akademisi dan masyarakat luas di bidang kenotariatan serta menambah wawasan dan pengetahuan Peneliti. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan lainnya yang berkaitan dengan kenotariatan khususnya penelitian tentang Keabsahan dan Tanggung Jawab Notaris sehubungan dengan Pendirian Perseroan Komanditer oleh Suami Istri Tanpa Perjanjian Kawin manakala terjadi Kepailitan.
15 E. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji dan menganalisis keabsahan pendirian Perseroan Komanditer oleh suami istri tanpa perjanjian kawin; 2. Mengkaji dan menganalisis tanggung jawab notaris terhadap pendirian Perseroan Komanditer oleh suami istri tanpa perjanjian kawin manakala terjadi kepailitan.