RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER"

Transkripsi

1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa badan usaha dalam bentuk Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer bagian integral dari kegiatan ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang semakin seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi; b. bahwa peraturan tentang Persekutuan Perdata, yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan tentang Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dan kebutuhan dunia usaha, sehingga perlu diatur kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer. Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER. BAB I 1 / 42

2 KETENTUAN UMUM Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Pasal 1 1. Persekutuan Perdata adalah persekutuan yang didirikan berdasarkan perjanjian antara dua orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk bekerja sama secara terus menerus dan setiap sekutunya bertindak atas nama sendiri serta bertanggung jawab sendiri terhadap pihak ketiga. 2. Persekutuan Firma adalah persekutuan yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk menjalankan badan usaha dengan memakai nama bersama dan setiap sekutunya berhak bertindak untuk dan atas nama badan usaha serta bertanggung jawab terhadap pihak ketiga secara tanggung renteng sampai harta kekayaan pribadi. 3. Persekutuan Komanditer adalah persekutuan yang didirikan berdasarkan perjanjian antara satu orang atau lebih yang akan bertindak sebagai sekutu Komplementer dengan satu orang atau lebih yang akan bertindak sebagai sekutu Komanditer untuk menjalankan badan usaha dan setiap sekutu Komplementer berhak bertindak untuk dan atas nama badan usaha serta bertanggung jawab terhadap pihak ketiga secara tanggung renteng sampai harta kekayaan pribadi. 4. Sekutu Komplementer adalah sekutu yang berhak bertindak untuk dan atas nama badan usaha dan bertanggung jawab terhadap pihak ketiga secara tanggung renteng sampai harta kekayaan pribadi. 5. Sekutu Komanditer adalah sekutu yang tidak berhak bertindak untuk dan atas nama badan usaha dan tidak bertanggung jawab melebihi pemasukannya. 6. Orang adalah orang perseorangan dan/atau badan hukum. 7. Barang adalah barang bergerak dan tidak bergerak, barang berwujud dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. 8. Hari adalah hari kalender. 9. Menteri adalah Menteri yang menjalankan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Pasal 2 Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer merupakan persekutuan bukan badan hukum. Disepakati Penjelasan Yang dimaksud dengan persekutuan bukan badan hukum adalah persekutuan yang pertanggungjawabannya tidak hanya dibebankan pada persekutuan melainkan juga pada sekutunya, yakni sekutu Firma dalam Persekutuan Firma dan sekutu Komplementer dalam Persekutuan Komanditer. BAB II PERSEKUTUAN PERDATA Bagian Kesatu Pendirian 2 / 42

3 Pasal 3 (1) Persekutuan Perdata didirikan berdasarkan perjanjian Persekutuan Perdata. (2) Perjanjian Persekutuan Perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. (3) Persekutuan Perdata mulai berlaku sejak tanggal akta notaris atau tanggal kemudian yang ditentukan dalam akta notaris tersebut. Pasal 4 Setiap Persekutuan Perdata harus mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal 5 Persekutuan Perdata dilarang memakai nama yang: a. sama atau mirip dengan nama Persekutuan Perdata yang telah di daftarkan terlebih dahulu; b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan. Pasal 6 Terhadap Persekutuan Perdata berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini, ketentuan perjanjian Persekutuan yang dibuat para sekutu dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 7 (1) Persekutuan Perdata harus mempunyai alamat lengkap di tempat kedudukannya. (2) Dalam surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan, barang cetakan, dan akta dalam hal Persekutuan Perdata menjadi pihak harus disebutkan nama dan alamat lengkap. Pasal 8 Kegiatan Persekutuan Perdata dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Pasal 9 Persekutuan Perdata dapat didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana ditentukan dalam Akta Perjanjian Persekutuan Perdata tersebut. Pasal 10 (1) Akta Persekutuan Perdata paling sedikit harus memuat: a. nama lengkap, tempat tinggal, kewarganegaraan, dan pekerjaan sekutu perseorangan atau nama, tempat kedudukan, dan status badan hukum bagi sekutu yang berstatus badan hukum; 3 / 42

4 b. nama Persekutuan Perdata; c. tempat kedudukan Persekutuan Perdata; d. saat dimulai dan berakhirnya Persekutuan Perdata; e. kegiatan usaha Persekutuan Perdata; f. pemasukan dari sekutu; g. cara pembagian laba dan beban kerugian Persekutuan Perdata; h. hak, kewajiban, dan tanggung jawab sekutu. (2) Dalam hal Akta Perjanjian Persekutuan Perdata tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Akta Perjanjian Persekutuan Perdata tidak dapat didaftarkan. Pasal 11 Setiap perubahan ketentuan dalam Akta Persekutuan Perdata harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan didaftarkan pada organisasi profesi. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Sekutu Pasal 12 (1) Setiap sekutu wajib memberikan pemasukan berupa uang, barang, tenaga, keahlian, dan/atau klien/pelanggan. (2) Dalam hal pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa barang, harus disebutkan dengan jelas rincian dan nilainya. (3) Pemasukan berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan dengan cara penyerahan: a. kepemilikan atas barang kepada semua sekutu dalam ikatan Persekutuan Perdata; atau b. pemanfaatan atas barang kepada Persekutuan Perdata. (4) Penyerahan kepemilikan atas barang kepada semua sekutu dalam ikatan persekutuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a mengakibatkan barang tersebut menjadi milik bersama dari semua sekutu yang tidak dapat dibagi dan tidak menyebabkan barang tersebut menjadi bagian dari kekayaan pribadi sekutu. (5) Dalam hal penyerahan kepemilikan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berupa barang bergerak terdaftar dan barang tidak bergerak harus didaftar atas nama Persekutuan Perdata. (6) Dalam hal penyerahan kepemilikan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tidak dapat didaftarkan atas nama persekutuan maka didaftarkan atas nama sekutu bersama-sama dalam ikatan Persekutuan Perdata. (7) Penyerahan kepemilikan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, tidak mengakibatkan barang tersebut menjadi jaminan bagi perikatan pribadi sekutu. (8) Dalam hal pemasukan berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, sekutu yang memberikan pemasukan berupa barang wajib menjamin tidak adanya tuntutan berupa apa pun berkenaan 4 / 42

5 dengan kepemilikan barang tersebut. (9) Dalam hal pemasukan berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka setelah penyerahan dilakukan, risiko selanjutnya atas kepemilikan dan pemakaian barang menjadi tanggung jawab persekutuan. (10) Dalam hal pemasukan berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, maka risiko atas : a. kepemilikan barang tersebut tetap menjadi tanggung jawab sekutu yang memberikan pemasukan; dan b. pemanfaatan barang tersebut menjadi tanggung jawab persekutuan, kecuali ditentukan lain dalam Akta Perjanjian Persekutuan Perdata. Pasal 13 (1) Sekutu yang menyanggupi untuk memberikan pemasukan berupa sejumlah uang dan/atau barang dan tidak melakukannya pada tanggal yang diperjanjikan, dapat dibebani bunga sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akta perjanjian persekutuan. (2) Selain pembebanan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekutu dapat dikenakan tambahan penggantian biaya dan/atau ganti kerugian. Pasal 14 Sekutu yang telah menyatakan kesanggupannya untuk memberikan pemasukan berupa tenaga dan/atau keahlian ke dalam Persekutuan Perdata, wajib memberikan pertanggungjawaban kepada Persekutuan Perdata tentang semua hasil yang diperoleh dari tenaga dan/atau keahliannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pasal 15 (1) Dalam hal Persekutuan Perdata menderita kerugian yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian sekutu, maka sekutu tersebut wajib memberikan ganti kerugian kepada Persekutuan Perdata. (2) Kewajiban memberikan ganti kerugian kepada Persekutuan Perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat diperhitungkan dengan keuntungan yang diperoleh Persekutuan Perdata karena pekerjaan sekutu yang bersangkutan. Pasal 16 Setiap sekutu mempunyai hak penggantian dari Persekutuan Perdata atas: a. uang yang dikeluarkannya lebih dahulu untuk Persekutuan Perdata; b. biaya yang telah dikeluarkan berkaitan dengan perjanjian yang dibuat dengan itikad baik untuk kepentingan Persekutuan Perdata;dan c. kerugian yang dideritanya yang tidak dapat dipisahkan dari pengurusan Persekutuan Perdata asalkan kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya. Pasal 17 (1) Bagian dari setiap sekutu atas laba rugi Persekutuan Perdata ditetapkan dalam akta perjanjian Persekutuan Perdata berdasarkan kesepakatan semua sekutu. 5 / 42

6 (2) Bagian dari setiap sekutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap waktu dapat diubah atas kesepakatan semua sekutu dan perubahan tersebut harus dimuat dalam akta perubahan perjanjian Persekutuan Perdata. (3) Perubahan bagian dari setiap sekutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sejak tanggal akta perubahan perjanjian Persekutuan Perdata dibuat. Pasal 18 Akta Perjanjian Persekutuan Perdata yang menetapkan bahwa sekutu tertentu tidak memperoleh bagian laba, batal karena hukum. Pasal 19 Akta Perjanjian Persekutuan Perdata yang menetapkan bahwa semua kerugian Persekutuan Perdata ditanggung oleh sekutu tertentu, adalah sah. Pasal 20 (1) Dalam Akta Perjanjian Persekutuan Perdata, sekutu tertentu dapat ditetapkan sebagai sekutu pengurus yang berwenang melakukan perbuatan kepengurusan Persekutuan Perdata dan mewakili Persekutuan Perdata di dalam dan di luar pengadilan.(11/10/11) (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditarik kembali, kecuali dibuat perubahan atas Akta Perjanjian Persekutuan Perdata. Pasal 21 (1) Sekutu pengurus dalam melakukan pengurusan Persekutuan Perdata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), harus bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Persekutuan Perdata. (2) Dalam hal sekutu pengurus tidak bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Persekutuan Perdata, sekutu pengurus tersebut harus bertanggung jawab terhadap sekutu lainnya atas kerugian yang diderita Persekutuan Perdata. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan sekutu lainnya terhadap perikatan Persekutuan Perdata yang telah dibuat dengan pihak ketiga. Pasal 22 (1) Sekutu pengurus dapat melimpahkan kewenangan kepada sekutu lain untuk melakukan perbuatan kepengurusan. Penjelasan: Yang dimaksud dengan sekutu lain adalah sekutu yang bukan sekutu pengurus yang diberi kewenangan melakukan perbuatan kepengurusan. (2) Pemberian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimuat dalam akta tersendiri. Penjelasan: Yang dimaksud dengan akta baik berupa akta di bawah tangan atau akta yang dibuat di hadapan 6 / 42

7 notaris. (3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap saat dapat ditarik kembali. Pasal 23 Dalam hal beberapa sekutu dalam Akta Perjanjian Persekutuan Perdata diberi kewenangan melakukan perbuatan kepengurusan Persekutuan Perdata dan tidak ditentukan tugas masing-masing sekutu atau tidak ditentukan harus bertindak bersama-sama, setiap sekutu berwenang melakukan segala perbuatan hukum mengenai kepengurusan Persekutuan Perdata. Pasal 24 (1) Dalam hal telah diperjanjikan seorang sekutu pengurus harus melakukan perbuatan kepengurusan bersama dengan sekutu pengurus lainnya, sekutu pengurus tersebut tidak dapat bertindak sendiri. (2) Ketentuan untuk melakukan perbuatan kepengurusan bersama sekutu lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku karena jika sekutu tidak melakukan perbuatan sendiri, persekutuan akan menderita kerugian. (3) Terhadap pihak ketiga, tindakan sekutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikat persekutuan. Pasal 25 (1) Sekutu pengurus wajib memberikan pertanggungjawaban kepada semua sekutu atas perbuatan kepengurusan yang dilakukannya. Usulan baru: Pasal... Sekutu pengurus yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam Undang- Undang ini dan/atau Akta Perjanjian Persekutuan Perdata sehingga mengakibatkan kerugian bagi Persekutuan Perdata dapat di tuntut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pertanggungjawaban dalam melakukan perbuatan kepengurusan Persekutuan Perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)sekutu pengurus wajib menyampaikan laporan tahunan Persekutuan Perdata kepada semua sekutu paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun buku Persekutuan Perdata. (3) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. laporan kegiatan yang dilakukan oleh Persekutuan Perdata selama 1(satu) tahun; dan b. laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan. (4) Selain laporan tahunan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), dalam akta Perjanjian Persekutuan Perdata dapat ditentukan pula kewajiban sekutu pengurus untuk menyampaikan laporan kegiatan dan keuangan Persekutuan Perdata secara berkala disertai bukti pendukung. Penjelasan: Yang dimaksud dengan laporan secara berkala adalah cara penyampaian laporan yang ditentukan dalam Akta Persekutuan Perdata secara bulanan, triwulan, dan/atau semesteran. (5) Laporan tahunan Persekutuan Perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat persetujuan dari para sekutu sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Akta Perjanjian Persekutuan Perdata. 7 / 42

8 Pasal 26 (1) Setiap sekutu berhak melihat dokumen pendukung yang berkaitan dengan laporan kegiatan dan laporan keuangan Persekutuan Perdata yang disimpan dikantor Persekutuan Perdata. (2) Dalam hal sekutu meragukan kebenaran laporan kegiatan dan/atau laporan keuangan Persekutuan Perdata yang telah diterimanya, setelah melihat dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekutu tersebut sesuai dengan ketentuan dalam akta perjanjian Persekutuan Perdata dapat meminta auditor dan/atau ahli yang mandiri untuk melakukan pemeriksaan. Pasal 27 Dalam hal tidak diperjanjikan secara khusus mengenai cara pengurusan, kepengurusan Persekutuan Perdata dilakukan secara bersama-sama dengan ketentuan sebagai berikut: a. setiap sekutu dianggap secara timbal balik telah memberi kuasa kepada sekutu lainnya untuk melakukan kepengurusan; b. setiap sekutu berhak mengetahui perbuatan sekutu lainnya dalam melakukan perbuatan kepengurusan; c. setiap sekutu berhak menolak perbuatan sekutu lainnya dalam melakukan kepengurusan terhadap perbuatan yang akan dilakukan; d. setiap sekutu berhak menggunakan barang milik Persekutuan Perdata sesuai dengan peruntukannya; dan e. setiap sekutu dapat mewajibkan sekutu lainnya turut menanggung biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan barang milik Persekutuan Perdata. Pasal 28 Setiap sekutu tanpa persetujuan semua sekutu, dilarang melakukan perbuatan kepemilikan yang meliputi: a. pengubahan bentuk dan/atau peruntukan barang tidak bergerak milik Persekutuan Perdata, meskipun pengubahan tersebut menguntungkan Persekutuan Perdata; b. pengalihan atau pengagunan barang tidak bergerak atas nama semua sekutu dalam ikatan Persekutuan Perdata; dan c. pengalihan, penggadaian, atau pengagunan barang bergerak milik Persekutuan Perdata. Pasal 29 Setiap sekutu dapat menerima pihak ketiga sebagai peserta dari bagiannya dalam Persekutuan Perdata tanpa persetujuan sekutu lainnya. Pasal 30 Setiap sekutu tanpa persetujuan sekutu lainnya dilarang menerima pihak ketiga sebagai sekutu dalam Persekutuan Perdata. Bagian Ketiga 8 / 42

9 Perikatan Sekutu Terhadap Pihak Ketiga Pasal 31 (1) Perikatan yang dibuat oleh sekutu tidak berdasarkan kuasa dari sekutu lainnya hanya mengikat sekutu yang bersangkutan dan tidak mengikat sekutu lainnya. (2) Jika sekutu bertindak berdasarkan kuasa dari semua sekutu lainnya, maka sekutu bertindak atas nama semua sekutu dalam ikatan Persekutuan Perdata, dan masing-masing sekutu dalam ikatan Persekutuan Perdata bertanggung jawab atas perikatan tersebut. (3) Jika perikatan dibuat atas nama Persekutuan Perdata mengenai kewajiban yang dapat dibagi, masingmasing sekutu dapat dituntut oleh kreditor Persekutuan Perdata untuk jumlah dan bagian yang sama, meskipun bagian masing-masing sekutu dalam Persekutuan Perdata tidak sama. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku apabila pada waktu diadakan perikatan, diperjanjikan dengan kreditor bahwa kewajiban masing-masing sekutu untuk membayar utang Persekutuan Perdata adalah sesuai dengan yang diperjanjikan. (5) Jika perikatan dibuat atas nama persekutuan mengenai kewajiban yang tidak dapat dibagi, masingmasing sekutu bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang diperjanjikan. (6) Jika salah satu atau lebih sekutu telah memenuhi kewajiban terhadap kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (5), sekutu tersebut mempunyai hak berdasarkan subrogasi terhadap sekutu lainnya sesuai dengan perimbangan bagian sekutu lainnya dalam Persekutuan Perdata. (7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (6) berlaku mutatis mutandis terhadap perikatan yang dibuat oleh sekutu tidak berdasarkan kuasa dari semua sekutu lainnya, tetapi memberi manfaat bagi Persekutuan Perdata. Pasal 32 Jika sekutu atas nama Persekutuan Perdata membuat perikatan dengan pihak lain, maka setiap sekutu dapat menuntut pihak lain yang membuat perikatan tersebut. Bagian Keempat Pembubaran Persekutuan dan Likuidasi Persekutuan Perdata bubar karena: Pasal 33 a. jangka waktu berdirinya Persekutuan Perdata sebagaimana ditentukan dalam Akta Perjanjian Persekutuan Perdata berakhir; b. diselesaikannya kegiatan usaha yang menjadi tujuan Persekutuan Perdata; c. musnahnya barang yang pemanfaatannya dimasukkan dalam Persekutuan Perdata; d. salah satu sekutu keluar dari Persekutuan Perdata; e. satu atau lebih sekutu meninggal dunia, pailit, atau berada di bawah pengampuan; f. kesepakatan para sekutu; atau 9 / 42

10 g. putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pasal 34 (1) Jika terjadi salah satu dari keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf d dan e, persekutuan dapat dilanjutkan oleh sekutu yang masih ada dalam Persekutuan Perdata, jika hal tersebut telah diperjanjikan dalam Akta Perjanjian Persekutuan Perdata. (2) Jika tidak diperjanjikan dalam Akta Perjanjian Persekutuan Perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekutu yang masih ada dapat mengadakan perjanjian Persekutuan Perdata baru. (3) Dalam hal salah satu sekutu keluar, dinyatakan pailit, atau berada di bawah pengampuan, yang bersangkutan berhak memperoleh bagiannya dalam Persekutuan Perdata. (4) Dalam hal salah satu sekutu meninggal dunia, ahli warisnya berhak memperoleh bagiannya dalam Persekutuan Perdata. Pasal 35 Dalam hal Persekutuan Perdata bubar, sekutu pengurus atau sekutu secara bersama-sama melakukan pemberesan atas harta Persekutuan Perdata serta menyelesaikan hak dan kewajiban Persekutuan Perdata. Pasal 36 (1) Dalam hal Persekutuan Perdata bubar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, seluruh utang Persekutuan Perdata wajib dibayar lunas. (2) Dalam hal harta Persekutuan Perdata lebih kecil daripada utang Persekutuan Perdata, selisih tersebut merupakan kerugian yang harus ditanggung oleh semua sekutu sesuai dengan perimbangan pemasukan masing-masing sekutu yang ditentukan dalam Akta Perjanjian Persekutuan Perdata. (3) Dalam hal masih terdapat sisa harta Persekutuan Perdata setelah dikurangi semua kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sisa harta tersebut dibagi di antara para sekutu sebanding dengan pemasukan masing-masing sekutu. BAB III PERSEKUTUAN FIRMA Bagian Kesatu Pendirian Pasal 37 Ketentuan mengenai Persekutuan Perdata sebagaimana dimaksud dalam Bab II mutatis mutandis berlaku terhadap Persekutuan Firma, kecuali ditentukan lain dalam bab ini. Pasal 38 Setiap Persekutuan Firma harus mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik 10 / 42

11 Indonesia. Pasal 39 Persekutuan Firma dilarang memakai nama yang: a. sama atau mirip dengan nama Persekutuan Firma yang telah didaftarkan terlebih dahulu. b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan. Pasal 40 Terhadap Persekutuan Firma berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini, ketentuan perjanjian Persekutuan yang dibuat para sekutu dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 41 (1) Persekutuan Firma harus mempunyai alamat lengkap di tempat usahanya. (2) Dalam surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan, barang cetakan, dan akta dalam hal Persekutuan Firma menjadi pihak harus disebutkan nama dan alamat lengkap. Pasal 42 Kegiatan Persekutuan Firma dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Pasal 43 Persekutuan Firma dapat didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana ditentukan dalam akta perjanjian Persekutuan Firma tersebut. Pasal 44 (1) Persekutuan Firma memakai nama bersama yang telah disepakati untuk menjalankan suatu usaha. (2) Kata Firma atau disingkat Fa harus dicantumkan didepan nama Persekutuan Firma. Pasal 45 (1) Nama Persekutuan Firma yang telah bubar dapat dipakai oleh sekutu yang akan melanjutkan usaha persekutuan jika ditentukan dalam akta perjanjian Persekutuan Firma. (2) Dalam hal akta perjanjian Persekutuan Firma tidak mengatur pemakaian nama Persekutuan Firma yang telah bubar, nama firma hanya dapat dipakai oleh sekutu yang hendak akan melanjutkan usaha persekutuan, dengan persetujuan dari: a. seluruh sekutu dari Persekutuan Firma yang telah bubar; atau b. ahli waris sekutu dalam hal nama firma yang bubar tersebut memakai nama sekutu yang telah meninggal dunia. 11 / 42

12 Pasal 46 Dalam surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan, barang cetakan, dan akta dalam hal Persekutuan Firma menjadi pihak, harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Persekutuan Firma. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Sekutu Firma Pasal 47 (1) Setiap sekutu berhak untuk mengurus, mewakili, dan menandatangani untuk dan atas nama Persekutuan Firma kecuali ditentukan lain. (2) Hak setiap sekutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya berlaku bagi tindakan yang sesuai dengan maksud dan tujuan Persekutuan Firma. Pasal 48 Setiap sekutu firma bertanggung jawab secara tanggung renteng dengan Persekutuan Firma untuk semua perikatan Persekutuan Firma terhadap pihak ketiga. Pasal 49 (1) Setiap sekutu baru yang akan masuk dalam Persekutuan Firma harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari seluruh sekutu yang ada. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan dalam akta Persekutuan Firma menetapkan pemberian kewenangan atau kuasa kepada beberapa sekutu tertentu untuk menyetujui sekutu baru yang akan masuk. (3) Sekutu firma yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab secara tanggung renteng dengan sekutu firma lainnya dan Persekutuan Firma terhadap semua perikatan Persekutuan Firma. Pasal 50 Dalam hal seorang sekutu firma keluar dari Persekutuan Firma dan Persekutuan Firma dilanjutkan maka sekutu yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas kewajiban Persekutuan Firma sebelum sekutu yang bersangkutan keluar. Bagian Ketiga Pembubaran Persekutuan Firma dan Likuidasi Persekutuan Firma bubar karena: Pasal / 42

13 a. hal-hal yang diatur dalam perjanjian; b. musnahnya barang atau diselesaikannya usaha yang menjadi tujuan persekutuan; c. kesepakatan para sekutu; d. keluarnya satu sekutu atau lebih, sehingga persekutuan hanya tinggal satu sekutu; e. satu sekutu meninggal dunia, ditaruh dibawah pengampuan atau dinyatakan pailit sehingga persekutuan hanya tinggal satu sekutu; atau f. putusan pengadilan yang membubarkan Persekutuan Firma dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pasal 52 (1) Pembubaran Persekutuan Firma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, wajib: a. dibuat oleh para sekutu dengan akta otentik dihadapan notaris; dan b. diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran nasional. (2) Dalam hal sekutu firma lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembubaran tidak berlaku bagi pihak ketiga. Pasal 53 (1) Dalam hal Persekutuan Firma bubar, para sekutu firma harus melakukan likuidasi atas nama Persekutuan Firma yang bubar kecuali ditentukan lain dalam akta perjanjian persekutuan. (2) Para sekutu firma dapat mengangkat pihak ketiga sebagai likuidator dengan persetujuan para sekutu. (3) Likuidator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam menjalankan tugasnya bertindak sebagai sekutu firma yang berkuasa penuh. Pasal 54 Dalam hal Persekutuan Firma bubar, para sekutu tidak dapat melakukan tindakan hukum baru atas nama persekutuan, kecuali untuk keperluan pemberesan kekayaan persekutuan. Pasal 55 (1) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak Persekutuan Firma bubar Likuidator wajib: a. memberitahukan kepada semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya mengenai pembubaran Persekutuan Firma dengan surat tercatat; dan b. mengumumkan pembubaran dalam surat kabar. (2) Surat pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat : a. pembubaran persekutuan dan dasar hukumnya; b. nama dan alamat likuidator; c. tata cara pengajuan tagihan; dan d. jangka waktu pengajuan tagihan. (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah 90 (sembilan puluh) hari terhitung 13 / 42

14 sejak tanggal pemberitahuan dan pengumuman. (4) Tagihan yang diterima dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dinyatakan diterima atau ditolak oleh Likuidator dalam jangka waktu paling lambat sejak tanggal diterimanya (5) Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan kemudian ditolak oleh likuidator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan. Pasal 56 (1) Kewajiban likuidator dalam proses likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, meliputi: a. pencatatan dan pengumpulan kekayaan Persekutuan Firma; b. penentuan tata cara pembagian kekayaan; c. pembayaran kepada kreditor; d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada sekutu firma; dan e. tindakan lain yang dianggap perlu dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan. (2) Dalam semua surat keluar, pada nama Persekutuan Firma harus ditambah kata-kata dalam likuidasi. Pasal 57 (1) Likuidator dapat meminta kekurangan dari sekutu firma seimbang dengan bagian masing-masing dalam Persekutuan Firma, jika kekayaan persekutuan tidak mencukupi untuk membayar semua utang persekutuan. (2) Apabila setelah selesainya perhitungan likuidasi terdapat sisa lebih kekayaan Persekutuan Firma, sisa tersebut dibagi seimbang antara para sekutu dengan pemasukan sekutu. Pasal 58 (1) Dalam hal tidak diperjanjikan lain, setelah likuidasi dan pembagian, semua dokumen Persekutuan Firma yang berhubungan dengan pemberesan disimpan oleh sekutu firma yang dipilih dengan suara terbanyak dalam rapat Persekutuan Firma yang dihadiri oleh para sekutu firma atau yang ditunjuk oleh pengadilan negeri apabila tidak tercapai suara terbanyak. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi hak setiap sekutu firma untuk memeriksa dokumen tersebut. Pasal 59 (1) Kreditor yang tidak diketahui identitas dan alamatnya pada saat proses likuidasi berlangsung atau kreditor yang tidak menerima surat pemberitahuan pembubaran persekutuan dapat mengajukan tagihannya melalui pengadilan negeri dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran persekutuan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57. (2) Tagihan yang dilakukan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang belum dibagikan kepada sekutu. (3) Dalam hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada sekutu dan terdapat tagihan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekutu wajib membayarnya secara tanggung renteng. 14 / 42

15 Pasal 60 (1) Dalam hal tidak diperjanjikan lain, maka setelah likuidasi dan pembagian sisa harta kekayaan, buku-buku dan surat-surat Persekutuan Firma disimpan oleh sekutu yang dipilih oleh para sekutu dalam rapat persekutuan yang dihadiri oleh para sekutu atau yang ditunjuk oleh pengadilan negeri apabila tidak tercapai persetujuan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi hak sekutu untuk memeriksa bukubuku dan surat-surat Persekutuan Firma. BAB IV PERSEKUTUAN KOMANDITER Bagian Kesatu Pendirian Pasal 61 Ketentuan mengenai Persekutuan Perdata sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan ketentuan mengenai Persekutuan Firma sebagaimana dimaksud dalam Bab III mutatis mutandis berlaku terhadap Persekutuan Komanditer, kecuali ditentukan lain dalam bab ini. Pasal 62 Setiap Persekutuan Komanditer harus mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal 63 Persekutuan Komanditer dilarang memakai nama yang: a. sama atau mirip dengan nama Persekutuan Komanditer yang telah di daftarkan terlebih dahulu; b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan. Pasal 64 Terhadap Persekutuan Komanditer berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini, ketentuan perjanjian Persekutuan yang dibuat para sekutu dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 65 (1) Persekutuan Komanditer harus mempunyai alamat lengkap di tempat usahanya. (2) Dalam surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan, barang cetakan, dan akta dalam hal Persekutuan Perdata menjadi pihak harus disebutkan nama dan alamat lengkap. 15 / 42

16 Pasal 66 Kegiatan Persekutuan Komanditer dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan Pasal 67 Persekutuan Komanditer dapat didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana ditentukan dalam akta perjanjian Persekutuan badan usaha tersebut. Pasal 68 (1) Persekutuan Komanditer didirikan berdasarkan perjanjian persekutuan yang dituangkan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia. (2) Persekutuan Komanditer mulai berlaku sejak tanggal akta notaris atau pada tanggal yang ditentukan dalam akta tersebut. Pasal 69 (1) Persekutuan Komanditer memakai satu nama yang telah disepakati bersama untuk menjalankan suatu usaha. (2) Nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Nama Persekutuan Komanditer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh memuat nama sekutu komanditer, kecuali nama tersebut merupakan nama marga atau keluarga sekutu komplementer. (4) Nama Persekutuan Komanditer harus didahului dengan frase Persekutuan Komanditer atau CV. (5) Dalam surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan, barang cetakan, dan akta dalam hal Persekutuan Komanditer menjadi pihak, harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Persekutuan Komanditer. (6) Pihak lain dapat memakai nama dari suatu Persekutuan Komanditer yang bubar, jika ditentukan dalam akta Persekutuan Komanditer. (7) Dalam hal akta Persekutuan Komanditer tidak mengatur pemakaian nama Persekutuan Komanditer yang telah bubar, nama Persekutuan Komanditer boleh dipakai oleh pihak lain jika disetujui: a. seluruh sekutu dari Persekutuan Komanditer yang bubar; atau b. ahli waris sekutu komplementer, dalam hal nama Persekutuan Komanditer yang bubar tersebut memakai nama sekutu komplementer yang telah meninggal dunia. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemakaian Nama Persekutuan Komanditer diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 70 Akta Perjanjian Persekutuan Komanditer memuat sekurang-kurangnya: a. nama lengkap, tempat tinggal, kewarganegaraan, dan pekerjaan para sekutu perseorangan atau nama, tempat kedudukan, dan status badan hukum bagi sekutu yang berbadan hukum; b. nama Persekutuan Komanditer; 16 / 42

17 c. tempat kedudukan Persekutuan Komanditer; d. kegiatan usaha Persekutuan Komanditer; e. saat dimulai dan berakhirnya; f. pemasukan sekutu; g. cara pembagian laba dan beban kerugian Persekutuan Komanditer; dan h. hak, kewajiban, dan tanggung jawab sekutu. Pasal 71 Setiap perubahan ketentuan dalam akta Persekutuan Komanditer harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pasal 72 Dalam hal seorang sekutu komplementer keluar dari Persekutuan Komanditer dan Persekutuan Komanditer dilanjutkan, maka sekutu yang bersangkutan tetap bertanggung jawab atas kewajiban Persekutuan Komanditer sebelum sekutu yang bersangkutan keluar. Pasal 73 (1) Setiap masuknya sekutu baru harus disetujui oleh para sekutu yang ada dan dinyatakan dalam akta perubahan yang dibuat secara notariil. (2) Sekutu baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya bertanggung jawab atas perikatan yang dibuat setelah yang bersangkutan menjadi sekutu. (3) Dalam hal masuknya sekutu komplementer ke dalam persekutuan komanditer, maka yang bersangkutan bertanggung jawab penuh secara tanggung renteng. Pasal 74 Sekutu komanditer bertanggung jawab tidak melebihi bagian pemasukannya dalam persekutuan atas kerugian persekutuan dan tidak berkewajiban untuk mengembalikan bagian keuntungan yang pernah diterimanya. Pasal 75 (1) Sekutu komanditer tidak berwenang melakukan pengurusan persekutuan terhadap pihak ketiga. (2) Dalam hal sekutu komanditer melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara pribadi, maka sekutu komanditer bertanggung jawab penuh terhadap pihak ketiga sebagaimana sekutu komplementer. Pasal / 42

18 (1) Dalam akta Persekutuan Komanditer dapat ditentukan bahwa sekutu komanditer ditugaskan sebagai pengawas persekutuan. (2) Dalam akta persekutuan komanditer dapat ditentukan bahwa sekutu komplementer dapat melakukan tindakan pengurusan tertentu setelah mendapat persetujuan lebih dahulu dari sekutu komanditer. (3) Penugasan sekutu komanditer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengikat perikatan yang dibuat oleh sekutu komplementer. (4) Perikatan yang buat oleh sekutu komplementer tanpa mengindahkan pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap sah dan mengikat persekutuan komanditer. (5) Perikatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tanggung jawab dari sekutu komplementer. Bagian Ketiga Pembubaran Persekutuan Komanditer dan Likuidasi Pasal 77 Persekutuan Komanditer bubar karena: a. hal-hal yang diatur dalam perjanjian; b. dengan musnahnya barang atau diselesaikannya usaha yang menjadi tujuan persekutuan; c. kesepakatan para sekutu; d. keluarnya seorang sekutu atau lebih, sehingga persekutuan hanya tinggal seorang sekutu ; e. meninggalnya seorang sekutu, sehingga persekutuan tinggal seorang sekutu ; f. kepailitan seorang atau beberapa orang sekutu, sehingga persekutuan hanya tinggal seorang sekutu; g. seorang sekutu berada di bawah pengampuan; atau h. putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pasal 78 (1) Persekutuan Komanditer yang didirikan untuk jangka waktu tertentu, sebelum jangka waktu tersebut lewat, tidak dapat dituntut pembubarannya oleh seorang Sekutu Komanditer atau Sekutu Komplementer kecuali dengan alasan yang sah. (2) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. seorang Sekutu Komanditer atau Sekutu Komplementer tidak memenuhi kewajibannya; b. karena sakit terus menerus dan tidak mampu melaksanakan pekerjaannya; dan c. alasan lain yang didasarkan atas putusan hakim. Pasal 79 (1) Dalam hal Persekutuan Komanditer bubar, Sekutu Komplementer yang berwenang mengurus harus melakukan likuidasi atas nama persekutuan, kecuali jika ditentukan lain dalam anggaran dasar atau jika rapat Sekutu Komplementer yang dihadiri oleh para Sekutu Komplementer sepakat memutuskan mengangkat pihak ketiga sebagai likuidator. 18 / 42

19 (2) Dalam hal kata sepakat tidak tercapai diantara para Sekutu Komplementer, maka Pengadilan Negeri dapat menentukan likuidator, dengan mengindahkan kepentingan para sekutu dari persekutuan. (3) Dalam hal likuidator bukan sekutu komplementer, maka likuidator itu menjalankan tugasnya bertindak sebagai Sekutu Komplementer yang berkuasa penuh untuk mengurus persekutuan. Pasal 80 (1) Likuidator dapat meminta kekayaan Sekutu Komplementer, jika kekayaan persekutuan tidak mencukupi untuk membayar semua utang persekutuan. (2) Dalam hal setelah likuidasi terdapat sisa kekayaan persekutuan, maka sisa tersebut dibagikan kepada para sekutu seimbang dengan pemasukan masing-masing. Pasal 81 (1) Apabila tidak diperjanjikan lain, setelah likuidasi dan pembagian, buku-buku dan surat-surat persekutuan komanditer disimpan oleh sekutu komplementer yang dipilih dengan kesepakatan dalam rapat yang dihadiri oleh para sekutu komplementer, atau yang ditunjuk oleh pengadilan negeri jika tidak tercapai kata sepakat. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi hak para sekutu untuk memeriksa buku dan surat tersebut. BABV KEWAJIBAN PENDAFTARAN Pasal 82 (1) Para sekutu firma wajib mendaftarkan akta perjanjian Persekutuan Firma dalam Daftar yang disediakan untuk itu di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Persekutuan Firma. (2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diajukan permohonannya oleh Sekutu Firma atau kuasanya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendirian. (3) Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum. (4) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan biaya yang besarnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Persyaratan, Tata Cara Pendaftaran, Bentuk dan Isi Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 83 Sekutu Firma wajib mendaftarkan akta perjanjian Persekutuan Firma dalam daftar perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Pasal / 42

20 Dalam hal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 belum dilakukan, maka Persekutuan Firma oleh pihak ketiga dianggap: a. menjalankan segala jenis usaha; b. didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan jangka waktunya; dan c. para sekutu firma berwenang melakukan perbuatan hukum dan dapat mewakili atas nama Persekutuan Firma. Pasal 85 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal 83 berlaku juga bagi setiap perubahan dalam Akta Perjanjian Persekutuan Firma dan perpanjangan jangka waktu Persekutuan Firma. Pasal 86 (1) Para Sekutu Komplementer wajib mendaftarkan Akta Perjanjian Persekutuan Komanditer dalam Daftar yang disediakan untuk itu di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Persekutuan Komanditer. (2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diajukan permohonannya oleh sekutu komplementer atau kuasanya dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendirian. (3) Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum. (4) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan biaya yang besarnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Persyaratan, Tata Cara Pendaftaran, Bentuk, dan Isi Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 87 Sekutu Komplementer wajib mendaftarkan akta Persekutuan Komanditer dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Pasal 88 Dalam hal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 belum dilakukan, maka Persekutuan Komanditer oleh pihak ketiga dianggap : a. menjalankan segala jenis usaha; b. didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan jangka waktunya; dan c. para sekutu komplementer berwenang melakukan perbuatan hukum dan dapat mewakili atas nama Persekutuan Komanditer. Pasal 89 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 berlaku juga bagi setiap perubahan dalam perjanjian dan perpanjangan jangka waktu Persekutuan Komanditer. 20 / 42

21 BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 90 (1) Akta pendirian Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer yang telah disahkan atau anggaran dasar yang perubahannya telah disetujui sebelum Undang-Undang ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. (2) Akta pendirian Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer yang belum disahkan atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui pada saat berlakunya Undang-Undang ini, harus disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini. (3) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku, semua persekutuan yang didirikan dan telah disahkan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, harus telah disesuaikan dengan Undang-Undang ini. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: Pasal 91 a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847:23) yang mengatur Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer; b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie, Staatsblad 1847:23) yang mengatur Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 92 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang mengatur mengenai Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 93 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, 21 / 42

22 Pada Tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. AMIR SYAMSUDDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR / 42

23 RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN.. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER I. UMUM Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional diperlukan berbagai sarana penunjang, antara lain berupa tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi. Salah satu tatanan hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi adalah ketentuan di bidang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum yang pada saat ini Usaha Perseorangan belum ada pengaturannya sedangkan Badan Usaha Bukan Badan Hukum masih didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang mengatur Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer. Dengan lahirnya Undang-Undang tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum sebagai bagian integral dari dunia usaha nasional diharapkan Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pembangunan sehingga tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya dapat tercapai. Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum merupakan badan usaha yang tidak mempunyai kedudukan sebagai badan hukum yang dipergunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhannya dengan mengadopsi peraturan-peraturan yang mengaturnya yaitu berdasarkan sistem hukum perdata barat sebagaimana tercantum dalam dua kodifikasi yang sampai sekarang masih berlaku yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Oleh karena itu sesuai dengan sistem hukum perdata yang berlaku serta asas hukum yang diakui yaitu adanya kebebasan berkontrak para pihak tetap mempunyai kebebasan mengatur tentang apa yang berlaku bagi mereka para pendiri baik secara internal maupun eksternal. Meskipun demikian kebebasan mengatur sendiri tetap dalam batas-batas tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak melanggar norma kesopanan dan kesusilaan, dan tidak melanggar ketertiban umum. Ketentuan yang mengatur tentang kegiatan Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada pada saat ini oleh karena ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang- Undang Hukum Dagang tidak mengatur hal-hal yang sangat penting dalam kegiatan Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum, antara lain yaitu ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Usaha Perseorangan, hak dan kewajiban para sekutu, serta kewajiban pendaftaran dan kewajiban memberitahukan kegiatan usaha berakhir. Selain itu, dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang ekonomi, maka sudah saatnya apabila ketentuan-ketentuan tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum diatur dalam suatu undang-undang yang baru, dengan tetap mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun / 42

24 Di dalam Undang-Undang ini diatur tentang Usaha Perseorangan dan persekutuan yang bertujuan mencari keuntungan bersama dan mendayagunakan pemasukan para sekutu yaitu Persekutuan Perdata (Maatschap), Persekutuan Firma (Fa), dan Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap). Di dalam Persekutuan Komanditer terdapat dua jenis sekutu yang berlainan sifat dan tugasnya, yaitu: sekutu komplementer atau yang lazimnya disebut sekutu aktif atau sekutu pengurus/kerja dan sekutu komanditer atau lazimnya disebut sekutu diam atau sekutu pasif. Di dalam Undang-Undang ini juga diatur pembagian kewenangan antara para sekutu berkenaan dengan pengurusan persekutuan (beheren) secara intern. Adapun yang dimaksud pengurusan adalah kewenangan melakukan segala macam perbuatan yang lazimnya termasuk kegiatan persekutuan seharihari, dengan memperhatikan maksud dan tujuan persekutuan yang bersangkutan. Dengan demikian ruang lingkup kewenangan pengurusan tersebut dibatasi oleh jenis persekutuan yang bersangkutan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (3) Pasal 3 Yang dimaksud dengan tanggal kemudian yang ditentukan dalam akta Notaris adalah tanggal sebelum atau setelah akta perjanjian persekutuan ditandatangani. Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 24 / 42

25 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Cukup jelas Pasal 10 Yang dimaksud dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawab sekutu adalah baik intern antar para sekutu maupun ekstern terhadap pihak ketiga. Pasal 11 Yang dimaksud dengan setiap perubahan adalah termasuk perpanjangan jangka waktu Persekutuan Perdata. Pasal / 42

26 Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) Ayat (8) Ayat (9) Ayat (10) Mengingat bahwa pemasukan (inbreng) merupakan sifat hakiki dari Persekutuan, maka orang yang tidak memasukkan uang, barang, tenaga, Keahlian, dan/atau klien/langganan bukan merupakan sekutu. Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) orang pendiri dan salah satu pendiri tidak memasukkan uang, barang, tenaga, keahlian, dan/atau klien/langganan maka tidak ada persekutuan. Dalam pengertian klien/langganan termasuk juga keuntungan tambahan yang diperoleh karena nama baik (goodwill). Yang dimaksud dengan rincian adalah uraian yang menerangkan mengenai jenis atau macam, jumlah, status, tempat kedudukan apabila barang tidak bergerak, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut dengan demikian tidak boleh disebut secara umum, misalnya sekutu menyatakan memasukkan seluruh barang bergerak miliknya. Huruf a Huruf b Cukup Jelas. Yang dimaksud dengan pemanfaatan atas barang adalah pemanfaatan atas barang secara langsung dan/atau hasil yang diperoleh dari pemanfaatan barang tersebut. Yang dimaksud dengan milik bersama dari semua sekutu yang tidak dapat dibagi (gebonden mede eigendom) adalah bahwa semua sekutu tidak dapat menuntut agar barang milik bersama tersebut dibagi di antara para sekutu. Yang dimaksud dengan barang yang tidak dapat didaftarkan atas nama persekutuan misalnya hak atas tanah yang tunduk pada hukum agraria yang berlaku, walaupun barang tersebut dicatat atas nama para sekutu, tetapi barang tersebut adalah untuk kepentingan persekutuan. Oleh karena penyerahan hak milik yang dimaksud pada ayat ini adalah untuk kepentingan persekutuan guna mencapai maksud dan tujuan persekutuan, maka barang tersebut sekalipun tercatat atas nama para sekutu tetapi tidak karena hukum menjadi jaminan bagi perikatan pribadi sekutu sehingga tidak dapat disita oleh kreditor pribadi sekutu. 26 / 42

27 Pasal 13 Pasal 14 Yang dimaksud dengan sesuai yang diperjanjikan adalah para sekutu dapat memperjanjikan dalam akta perjanjian Persekutuan Perdata, bahwa tidak semua hasil yang diperoleh dari tenaga dan/atau keahliannya dimasukkan ke dalam Persekutuan Perdata untuk dibagi. Pasal 15 Pasal 16 Ayat (3) Pasal 17 Yang dimaksud dengan Akta Perjanjian Persekutuan Perdata termasuk juga perubahan atas akta persekutuan yang dibuat secara sah. Yang dimaksud dengan pemasukan masing-masing sekutu adalah pemasukan awal maupun pemasukan kemudian. Perubahan bagian dari setiap sekutu dapat terjadi antara lain karena adanya pemasukan kemudian yang dihasilkan sekutu berdasarkan penilaian terhadap kualitas kinerja sekutu, keahlian, kepuasan pelanggan, dan kerjasama dengan sekutu lainnya, atau karena tambahan pemasukan dan/atau perubahan jumlah sekutu. Pasal / 42

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer I. Pengantar Dalam perekonomian Indonesia, badan usaha terbanyak adalah badan usaha berbentuk

Lebih terperinci

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum I. Pengantar Dalam perekonomian Indonesia, badan usaha terbanyak adalah badan usaha berbentuk Usaha Kecil

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama [ ] disingkat [ ], dalam bahasa Inggris disebut [ ] disingkat [ ], untuk selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut "Yayasan" berkedudukan di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN Klasifikasi Perusahaan Jumlah Pemilik 1. Perusahaan Perseorangan. 2. Perusahaan Persekutuan. 1. 2. Status Pemilik 1. Perusahaan Swasta. 2. Perusahaan Negara (BUMN). 1. 2. Bentuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN Klasifikasi Perusahaan Jumlah Pemilik 1. Perusahaan Perseorangan. 2. Perusahaan Persekutuan. Status Pemilik 1. Perusahaan Swasta. 2. Perusahaan Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UU 28-2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris;

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris; POKOK-POKOK PERBEDAAN ANTARA UU NO. 1 TAHUN 1995 DENGAN UU NO. 40 TAHUN 2007 1. Penyederhanaan anggaran dasar PT Pada prinsipnya, dalam anggaran dasar PT yang baru tidak menyalin apa yang sudah diatur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah AKTA PENDIRIAN YAYASAN "..." Nomor :... Pada hari ini,..., tanggal... 2012 (duaribu duabelas) pukul... Waktu Indonesia Barat. Berhadapan dengan saya, RUFINA INDRAWATI TENGGONO, Sarjana Hukum, Notaris di

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2004 KESRA. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah.Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan ANGGARAN DASAR SAAT INI ANGGARAN DASAR PERUBAHAN PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan PASAL 3 MAKSUD DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jabatan Notaris. Perserikatan Perdata. Persyaratan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jabatan Notaris. Perserikatan Perdata. Persyaratan. No.93, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jabatan Notaris. Perserikatan Perdata. Persyaratan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan)

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan) UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan) BAB I KETENTUAN UMUM 5 Pasal 1 Ketentuan umum (16 butir) 5 Pasal 2 Tujuan perseroan 6 Pasal 3 Tanggungawab pemegang saham 7 Pasal 4

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer 2013 Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer Oleh: Indira Widyanita Nurul Suaybatul Uliyatun Nikmah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Persekutuan Firma (Fa) 1. Pengertian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK

Lebih terperinci

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 KEMENKUMHAM. Perseroan Terbatas. Permohonan. Perubahan. Anggaran Dasar. Penyampaian Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 412/BL/2010 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara. No.392, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.17, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. PERSEROAN. Pengesahan. Badan Hukum. Perubahan. Anggaran Dasar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M.HH-02.AH.01.01 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM PERSEROAN, PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk 1. DASAR PENYUSUNAN Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi disusun berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33 /POJK.04/2014 tgl 8

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M-01-HT.01-10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Balai Harta Peninggalan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp63-2008.htm

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp63-2008.htm 1 of 11 11/6/2008 9:33 AM Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Mail Email: admin@legalitas.org. PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, No.336, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Perseroan Terbatas. Pengumuman. Berita Negara. Tambahan Berita Negara. Prosedur. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.AH.01.01 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.163, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA OJK. Dana Pensiun. Pembubaran. Likuidasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5555) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Data PT. Penyampaian. Prosedur. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci