BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan mayoritas penduduk yang beragama Islam, Indonesia menjadi pasar yang potensial dalam pengembangan keuangan syariah. Namun demikian, hingga saat ini market share perbankan syariah baru mencapai 5% dari total perbankan nasional (finance.detik.com). Saat ini sudah mulai berkembang adanya bank-bank yang kegiatan operasionalnya menggunakan prinsip syariah. Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Indonesia memiliki keunggulan struktur pengembangan keuangan syariah adalah regulasinya dimana kewenangan mengeluarkan fatwa keuangan syariah terpusat pada suatu lembaga independen yaitu Dewan Syariah Nasional dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/ keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Pengembangan perbankan syariah pada dasarnya bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum terlayani jasa perbankan konvensional karena 1
2 keyakinan khususnya bahwa bunga bank haram. Jasa bank menjadi alternatif bagi masyarakat yang ingin memperoleh kegiatan perbankan yang bebas dari unsur riba yang selama ini dikembangkan oleh bank konvensional. Apalagi setelah dikeluarkannya fatwa dari MUI yang mengatakan bunga bank termasuk dalam riba. Di samping itu pengembangan perbankan syariah juga bertujuan dalam rangka restrukturisasi perbankan untuk peningkatan ketahanan sistem perbankan serta meningkatkan keragaman jasa dan produk perbankan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan operasional perbankan syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1992, sudah hampir 24 tahun bank syariah muncul untuk bersaing dengan sistem yang selama ini menjadi satu-satunya pemain di ranah perbankan yaitu conventional system. Bank syariah sendiri baru diatur secara formal sejak diamandemen UU No 7 tahun 1992 dengan UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan dan UU No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mengatur tentang pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Kemudian disah Undangundang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Sejak saat itu mulailah bank syariah berkembang dengan pesatnya. Perkembangan perbankan syariah meningkat tajam terutama dilihat dari peningkatan jumlah bank atau kantor yang menggunakan prinsip syariah (Nurhayati, 2011). Pada Tabel 1.1 berikut ini terdapat urutan bank umum syariah berdasarkan tahun berdiri di Indonesia. Bank Syariah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat sejak tahun 1999 hingga saat ini. Dalam perkembangannya sejak Bank Muamalat Indonesia terbentuk, industri perbankan syariah di Indonesia semakin
3 berkembang. Meskipun hingga tahun 2004 Bank Umum Syariah di Indonesia hanya berjumlah tiga buah, pada saat ini industri perbankan syariah semakin marak, dengan perkembangan pesat dimulai pada tahun 2008. Tabel 1.1 Urutan Bank Umum Syariah berdasarkan Tahun Berdiri di Indonesia No Urut Nama Bank Tahun Berdiri 1 PT. Bank Muamalat Indonesia 1991 2 Bank Syariah Mandiri 1999 3 Bank Syariah Mega Indonesia 2004 4 Bank BRISyariah 2008 5 PT. Bank Syariah Bukopin 2008 6 Bank Panin Syariah 2009 7 B.P.D. Jawa Barat Banten Syariah 2010 8 PT. Bank Victoria Syariah 2010 9 PT. BCA Syariah 2010 10 Bank BNI Syariah 2010 11 PT. Maybank Syariah Indonesia 2010 12 PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah 2014 Sumber: Bank Indonesia (data diolah kembali) Meningkatnya jumlah bank dan kantor perbankan syariah yang beroperasi di Indonesia memberikan dampak yang positif bagi perkembangan industri perbankan syariah. Peningkatan ini memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia untuk dapat menikmati layanan dari perbankan syariah. Hal ini didukung dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah sehingga perkembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Untuk dapat mengetahui perkembangan
4 jumlah bank dan kantor perbankan syariah di Indonesia selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 1.2 di bawah ini. Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Perbankan Syariah Tahun 2011-2015 2011 2012 2013 2014 2015 Bank Umum Syariah Jumlah Bank 11 11 11 12 12 Jumlah Kantor 1401 1745 1998 2151 2121 Unit Usaha Syariah Jumlah Bank* 24 24 23 22 22 Jumlah Kantor 336 517 590 320 327 Bank Perkreditan Rakyat Syariah Jumlah Bank 155 158 163 163 161 Jumlah Kantor 364 401 402 439 433 Total Kantor 2101 2663 2990 2910 2881 Ket: *Jumlah Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah Sumber: Statistik Perbankan Syariah, 2015 Pada Tahun 2015 telah tercatat 12 Bank Umum Syariah (BUS), 22 Unit Usaha Syariah (UUS), 161 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dengan jumlah kantor perbankan syariah sebanyak 2881 yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bank syariah dalam perkembangan saat ini dituntut bukan hanya dari segi kuantitas, tetapi juga dari segi kualitas. Dengan berkembangnya kualitas maka bank syariah akan semakin dilirik dan dipilih oleh nasabah. Perkembangan kualitas bank syariah dapat ditinjau dari kemampuan kinerja bank syariah dan kelangsungan usahanya yang dipengaruhi oleh kualitas penanaman dana atau pembiayaan. Semakin baik pembiayaan yang dimiliki oleh bank, maka semakin
5 meningkat pula kinerja bank tersebut. Hal ini berhubungan dengan kepuasan dan kepercayaan nasabah jika suatu bank memiliki kinerja yang amat baik. Oleh karena itu analisis pengaruh pembiayaan terhadap kinerja keuangan bank syariah sangatlah penting untuk dilakukan. Persaingan antar bank syariah yang semakin ketat, secara langsung ataupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap pencapaian profitabilitas bank syariah. Meskipun bank syariah memiliki motivasi lebih daripada sekedar bisnis, kemampuan bank syariah dalam menghasilkan profit menjadi indikator penting keberlanjutan entitas bisnis. Selain itu, kemampuan menghasilkan profit menjadi indikator penting untuk mengukur kemampuan bersaing bank syariah dalam jangka panjang. Hassan, K. dalam Anto (2012), dalam mengukur kinerja bank ada dua faktor yang mempengaruhi profitabilitas, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi produk pembiayaan bank, performance financing, kualitas aset, dan modal. Faktor eksternal meliputi struktur pasar, regulasi perbankan, inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat pertumbuhan pasar. Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat melalui pembiayaan. Dalam pembiayaan ini diambil produk penyaluran dana di bank syariah yang dikembangkan dengan tiga model: yaitu transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli, transaksi pembiayaan
6 yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa, dan transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil (Suwiknyo, 2010:26). Selain menghimpun dana dan menyalurkan dana, bank syariah juga melakukan kegiatan sebagai pemberi layanan jasa seperti jasa transfer, pemindah bukuan, jasa tarikan tunai, dan jasa jasa perbankan lainnya. Diantara beberapa penyaluran pembiayaan yang ada pada bank syariah, terdapat dua pola utama yang saat ini dijalankan oleh bank dalam penyaluran pembiayaan, yakni pembiayaan dengan prinsip jual beli dan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Pendapatan bank sangat ditentukan oleh berapa banyak keuntungan yang diterima dari pembiyaan yang disalurkan. Harahap et al. (2005) menyebutkan bahwa akad yang banyak digunakan dalam pembiayaan pada prinsip jual beli adalah murabahah, salam dan istishna. Sedangkan pada prinsip bagi hasil, akad yang banyak digunakan adalah mudharabah dan musyarakah. Berdasarkan statistik perbankan syariah tahun 2015, akad murabahah mendominasi pembiayaan yang disalurkan bank syariah dan disusul dengan akad mudharabah dan musyarakah. Dengan diperolehnya pendapatan dari pembiayaan yang disalurkan, diharapakan profitabilitas bank akan membaik, yang tercermin dari perolehan laba yang meningkat (Firdaus, 2009). Oleh karena itu, pengelolaan pembiayaan baik pembiayaan jual beli, pembiayaan bagi hasil, maupun jenis pembiayaan lainnya akan sangat mempengaruhi profitabilitas yang diterima bank syariah.
7 Fenomena yang terjadi, sampai saat ini skema pembiayaan murabahah atau jual beli masih menjadi primadona dalam transaksi perbankan syariah. Padahal jika balik kepada dasar perkembangan ekonomi syariah, akad pembiayaan mudharabah atau bagi hasil dirasa yang paling tepat. Masalah masih rendahnya porsi pembiayaan bagi hasil atau dominasi pembiayaan non bagi hasil terutama murabahah pada portofolio pembiayaan bank syariah ternyata merupakan fenomena global, tidak terkecuali di Indonesia. Tahun Tabel 1.3 Pembiayaan Jual Beli, Pembiayaan Bagi Hasil, dan ROA Perbankan Syariah 2011-2015 Pembiayaan Jual beli (Miliar Rupiah) Pembiayaan Bagi Hasil (Miliar Rupiah) ROA (%) 2011 56.691 29.189 1,79 2012 88.380 39.690 2,14 2013 111.147 53.499 2,00 2014 118.004 63.770 0,79 2015 118.455 68.939 0,89 Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2015 (diolah) Berdasarkan table 1.3 di atas menunjukkan bahwa Return On Asset (ROA) dari tahun 2011 sampai dengan 2015 mengalami pertumbuhan dan penurunan yang terjadi setiap tahunnya. Jika dilihat dari perhitungan ROA tahun 2011 yaitu sebesar 1,79 % dan tahun 2012 sebesar 2,14%, maka ROA tahum 2011 menuju ke tahun 2012 mengalami kenaikan. Pada tahun 2012 sampai dengan 2013 ROA mengalami penurunan yaitu pada tahun 2013 nilai ROA sebesar 2,00%. Sama halnya pada tahun 2013 ke tahun 2014 mengalami penurunan dengan nilai ROA tahun 2014 sebesar 0,79% dan tahun 2014 ke 2015 kembali mengalami kenaikan dengan nilai ROA tahun 2015 sebesar 0,89%.
8 Variabel Pembiayaan Jual Beli dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 sebesar 56.691 Miliar Rupiah dan tahun 2012 sebesar 88.380 Miliar Rupiah. Selanjutnya tahun 2013 sebesar 111.147 Miliar Rupiah, tahun 2014 sebesar 118.004 Miliar Rupiah, dan tahun 2015 sebesar 118.455 Miliar Rupiah. Variabel Pembiayaan Bagi Hasil dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 sebesar 29.189 Miliar Rupiah dan tahun 2012 sebesar 39.690 Miliar Rupiah. Selanjutnya tahun 2013 sebesar 53.499 Miliar Rupiah, tahun 2014 sebesar 63.770 Miliar Rupiah, dan tahun 2015 sebesar 68.939 Miliar Rupiah. Jika dilihat dari tingkat kekonsistenan data antara variabel Pembiayaan Jual Beli dengan Return On Asset (ROA), dan Pembiayaan Bagi Hasil dengan Return On Asset (ROA), nilai Pembiayaan Jual Beli dengan ROA dan Pembiayaan Bagi Hasil dengan ROA tidak konsisten. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2012 ke tahun 2013 dan tahun 2013 ke tahun 2014 nilai Pembiayaan Jual Beli dan Pembiayaan Bagi Hasil mengalami kenaikan sedangkan ROA mengalami penurunan. Dari hasil perhitungan nilai PJB dengan ROA dan PBH dengan ROA tersebut maka dapat disimpulkan bahwa antara nilai PJB dengan ROA dan PBH dengan ROA tidak memiliki kekonsistenen data (data tidak konsisten) karena dari tahun ke tahun nilai PJB dan PBH mengalami kenaikan sedanngkan ROA mengalami kenaikan dan penurunan.
9 Berdasarkan penelitian terdahulu, mengindikasikan adanya research gap dari variabel independen yang mempengaruhi ROA perusahaan, adapun kedua variabel tersebut adalah Pembiayaan Jual Beli dan Pembiayaan Bagi Hasil. Variabel pertama adalah pembiayaan jual beli. Semakin tinggi pembiayaan jual beli maka semakin tinggi profitabilitas karena pendapatan bank akan meningkat. Bukti empiris dari Rahman (2012) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan jual beli maka semakin tinggi profitabilitas bank umum yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA). Sedangkan dalam penelitian Riyadi (2014) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan jual beli maka semakin rendah profitabilitas bank umum yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA). Variabel kedua adalah pembiayaan bagi hasil. Semakin besar pembiayaan bagi hasil maka semakin besar profitabilitas, karena pendapatan bank akan meningkat. Dalam penelitiannya Wicaksana (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan mudharabah dan musyarakah maka semakin tinggi profitabilitas bank umum syariah yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA). Sedangkan bukti empiris Sari (2013) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan bagi hasil maka semakin rendah profitabilitas bank umum yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA). Berikut ini terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan profitabilitas perbankan, antara lain:
10 Tabel 1.4 Reseach Gap Penelitian Sebelumnya Variabel Dependen Variabel Independen Pembiayaan Jual Beli ROA Pembiayaan Bagi Hasil Sumber: Berbagai Jurnal Pengaruh Peneliti Sebelumnya Positif Rahman (2012) Tidak Riyadi (2014) Berpengaruh Positif Wicaksana (2011) Negatif Sari (2013) Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini berangkat dari reseach gap, yaitu adanya inkonsistensi penelitian-penelitian terdahulu mengenai Pengaruh Pembiayaan Jual Beli dan Pembiayaan Bagi Hasil Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia. Penelitian ini adalah replika dari penelitian-penelitian sebelumnya dan bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh pembiayaan jual beli dan pembiayaan bagi hasil terhadap profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia. Dari latar belakang, fenomena dan penelitian sebelumnya yang telah dijelaskan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: PENGARUH PEMBIAYAAN JUAL BELI DAN PEMBIAYAAN BAGI HASIL TERHADAP PROFITABILITAS BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA
11 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Pembiayaan Jual Beli pada Bank Umum Syariah di Indonesia. 2. Bagaimana Pembiayaan Bagi Hasil pada Bank Umum Syariah di Indonesia. 3. Bagiamana Profitabilitas pada Bank Umum Syariah di Indonesia. 4. Seberapa besar pengaruh Pembiayaan Jual Beli dan Pembiayaan Bagi Hasil terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia secara Parsial dan Simultan. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang merupakan gambaran nyata mengenai pengaruh Pembiayaan Jual Beli dan Pembiayaan Bagi Hasil terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia. Data dan informasi tersebut digunakan untuk bahan analisis bagi penyusunan karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menempuh sidang sarjana pada program studi akuntansi jenjang S1 Universitas Widyatama. Adapun tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui secara empiris tentang:
12 1. Pembiayaan Jual Beli pada Bank Umum Syariah di Indonesia. 2. Pembiayaan Bagi Hasil pada Bank Umum Syariah di Indonesia. 3. Profitabilitas pada Bank Umum Syariah di Indonesia. 4. Pengaruh Pembiayaan Jual Beli dan Pembiayaan Bagi Hasil terhadap Bank Umum Syariah di Indonesia secara parsial dan simultan. 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak lain yang berkepentingan, antara lain : 1. Bagi Penulis Penulis dapat menambah pengetahuan mengenai perbankan syariah khususnya pembiayaan jual beli dan pembiayaan bagi hasil yang mempengaruhi profitabilitas bank umum syariah di Indonesia. 2. Bagi Perbankan Diharapkan hasil penelitian dapat menjadi masukan sebagai bahan pertimbangan bagi bank-bank di Indonesia, khususnya bank syariah dalam usaha meningkatkan profitabilitas di masa yang akan datang. 3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat memberikan literatur yang berkaitan dengan Jual Beli dan Bagi Hasil, sehingga memicu bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih baik di masa yang akan datang dan menjadi bahan pertimbangan acuan dalam melakukan penelitian.
13 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data yang akan dibahas dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis mengadakan penelitian di Bank Umum Syariah Indonesia periode 2011-2015, dengan waktu dan penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan Desember 2016.