ISSN : 2302 1590 E-ISSN : 2460 190X ECONOMICA Journal of Economic and Economic Education Vol.5 No.2 (151-157 ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT Oleh Nilmadesri Rosya, Putri Meliza Sari, Yosi Eka Putri Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP- PGRI Sumbar Jl. Gunung Pangilun No.1, Padang Sumatera Barat Email : nilmadesrirosya@yahoo.co.id submited: 2016.06.20 reviewed: 2016.06.22 accepted: 2017.11.14 http://dx.doi.org/10.22202/economica.2017.5.2.627 ABSTRACT The purpose of this research are to know and analysis influence inflation, the money supply, interest rates, government spending, consumption and exchange rate on aggregate demand in West Sumatra. The form of time series data from the first quarter of 2000 - the fourth quarter of 2010. This study uses a double linear regression model analysis tool with the Ordinary Least Square method ( OLS ). The results showed that inflation, money supply, interest rates, government spending and consumption have a significant effect on aggregate demand in West Sumatra. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, pengeluaran pemerintahkonsumsi dan kurs terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat. Data berbentuk time series dari kuartal 1 tahun 2000 kuartal IV tahun 2010. Penelitian ini menggunakan alat analisis model persamaan Regresi Linear Berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, pengeluaran pemerintah dan konsumsi berpengaruh signifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat. Keywords : Aggregate Demand, inflation, money supply, interest rate, government spending, and Consumption 2017 Prodi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI, Padang
PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian sehingga barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah atau terjadi peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Terjadinya peningkatan atau penurunan dalam aktivitas perekonomian mengindikasikan terjadinya peningkatan dan penurunan dalam proses produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara/daerah. Oleh karena itu, perekonomian dapat dijadikan salah satu indikator keberhasilan ekonomi suatu daerah. Terjadinya peningkatan perekonomian berarti telah terjadi penyerapan tenaga kerja dan juga menunjukkan adanya kegairahan ekonomi karena perekonomiannya bergerak dan berekspansi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut. Permintaan agregat atau aggregat demand adalah jumlah total dari barangbarang yang diminta dalam suatu perekonomian. Permintaan agregat menjelaskan hubungan antara jumlah output yang diminta pada tingkat harga agregat, sehingga permintaan agregat menunjukkan jumlah barang dan jasa yang ingin dibeli orang pada setiap tingkat harga. Nilmadesri, Jurnal Kajian Ekonomi, Juli 2013, Vol. II, No. 03 II, no. 03 (2013): 66 84. Model permintaan agregat (Aggregate Demand/AD) sering kali digunakan untuk membantu menganalisis fluktuasi ekonomi dalam jangka pendek. Model AD ini merupakan turunan dari model IS-LM, dimana pada model IS-LM menggunakan asumsi bahwa tingkat harga bersifat konstan. Kurva permintaan agregat pada dasarnya melambangkan jumlah dari seluruh barang dan jasa yang diminta dalam suatu perekonomian pada tiap tingkat harga. Artinya, jika hal lain tetap sama, penurunan tingkat harga keseluruhan dalam perekonomian cenderung meningkatkan jumlah barang dan jasa yang diminta. Fluktuasi dalam keseluruhan perekonomian bisa berasal dari perubahan permintaan agregat. Para ekonom menyebut perubahan dalam permintaan agregat ini sebagai guncangan (shock) terhadap perekonomian. Guncangan yang menggeser kurva permintaan agregat disebut guncangan permintaan (demand shock). Guncangan yang mempengaruhi komponen permintaan agregat dapat berasal dari variabel moneter domestik maupun luar negeri. Variabel moneter tersebut antara lain berupa jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi maupun nilai tukar. Internal Monetary Shock atau guncangan pada variabel moneter domestik tersebut bisa berupa adanya perubahan kebijakan oleh otoritas moneter, seperti kebijakan moneter ekspansif atau kontraktif, yang dapat berpengaruh terhadap timbulnya money supply shock dan interest rate shock. Selain itu adanya inflation shock, turut berpengaruh terhadap penerapan kebijakan moneter yang diambil, yaitu apakah bank sentral menerapkan kebijakan moneter ekspansif atau kontraktif. Sehingga adanya shock pada variabel moneter secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap permintaan agregat dan selanjutnya terhadap output. Internal monetary shock dapat menyebabkan penurunan output nasional. Misalnya, adanya kebijakan moneter kontraktif, yaitu penurunan JUB (Jumlah Uang Beredar) akan menyebabkan suku bunga domestik mengalami shock (meningkat) dan menimbulkan konsekuensi pada penurunan output nasional. Kenaikan suku bunga domestik menyebabkan tersendatnya upaya menstimulasi sektor riil perekonomian. Tingginya suku bunga akan menyebabkan masyarakat merelokasi pendapatan ke dalam aset-aset simpanan dan menahan tingkat konsumsi sehingga dana yang tersedia untuk investasi semakin sedikit. Lebih rendahnya tingkat investasi, konsumsi dan pengikisan nilai aset yang terjadi akibat inflasi akan 152
menyebabkan tertekannya permintaan agregat masyarakat, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat. Money supply shock menyebabkan kenaikan output bergerak pada arah yang negatif. Hal ini terjadi karena uang beredar tidak lagi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, namun justru menimbulkan inflasi. Adanya kenaikan pada JUB yang diikuti oleh tingkat suku bunga menyebabkan output turun. Selanjutnya, tingginya tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap kenaikan output. Hal ini karena inflasi berpengaruh terhadap keputusan konsumsi masyarakat, pemerintah maupun bisnis. Dimana konsumsi adalah salah satu komponen penyusun permintaan agregat. Sehingga bila inflasi naik, maka akan menurunkan daya beli masyarakat. Ketika secara agregat tingkat konsumsi berkurang, maka output juga akan berkurang. Bila pergeseran agregat demand ini terus berlanjut dan menyebabkan sektor bisnis menjadi lemah, maka akan menyebabkan perekonomian mengalami resesi. Indonesia yang memenuhi kriteria small and open economy, menyebabkan setiap goncangan eksternal (eksternal monetary shock) yang terjadi dalam perekonomian dunia akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Adanya external monetary shock atau guncangan pada variabel moneter luar negeri bisa berupa exchange rate shock, yaitu perubahan sistem nilai tukar yang dianut maupun pergerakan nilai tukar domestik terhadap mata uang asing. Adanya guncangan pada nilai tukar bisa disebabkan oleh pertumbuhan jumlah uang beredar yang tinggi sehingga menyebabkan inflasi, konsekuensi dari inflasi yang tinggi adalah mata uang akan mengalami depresiasi (Mankiw, 2003:132). Jika diperhatikan data yang dirilis Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, pada tahun 2006 permintaan agregat mengalami peningkatan sebesar 6,14 persen, sedangkan inflasi mengalami penurunan sebesar -60,67 persen. Pengeluaran pemerintah ikut mengalami peningkatan perkembangan sebesar 17,37 persen sejalan dengan peningkatan permintaan agregat. Akan tetapi, jumlah uang beredar mengalami penurunan perkembangan sebesar 9,09 persen. Meningkatnya jumlah uang beredar tidak serta merta membuat rupiah terapresiasi karena pada tahun tersebut rupiah mengalami depresiasi sebesar -1,83 persen. Pada tahun 2009 permintaan agregat mengalami penurunan sebesar 4,16 persen, penurunan permintaan agregat diduga karena terjadinya penurunan tingkat inflasi sebesar 2,05 persen. Akan tetapi, ketika permintaan agregat turun sebesar 4,16 persen pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan sebesar 16,20 persen dan jumlah uang beredar juga mengalami peningkatan sebesar 15,49 persen. Meningkatnya jumlah uang beredar cenderung terjadi karena rendahnya tingkat suku bunga dan nilai tukar tukar rupiah mengalami penurunan. Pada tahun 2009 tersebut suku bunga mengalami peningkatan sebesar 24,06 persen dan nilai tukar memang mengalami penurunan sebesar -14,41 persen. Konsumsi rumah tangga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan permintaan agregat. Akan tetapi, pada ahun 2007 ketika konsumsi rumah tangga mengalami penurunan perkembangan dari tahun 2006 sebesar 4,11 persen, permintaan agregat mengalami peningkatan perkembangan sebesar 6,34 persen dari tahun sebelumnya Berdasarkan fenomena dan fakta di atas, untuk mengetahui sejauhmana masingmasing variabel mempengaruhi permintaan agregat (AD) di Sumatera Barat, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait factor yang mempengaruhi permintaan agregat di Sumatera Barat. KAJIAN TEORI Model permintaan agregat dimulai dari model IS-LM yang merupakan keseimbangan antara sektor rill dan pasar keuangan. Model IS-LM adalah interprestasi 153
terkemuka dari teori Keynes yang bertujuan untuk menunjukkan apa yang menentukan pendapatan nasional pada tingkat harga tertentu. Model IS-LM juga menunjukkan apa yang menyebabkan pendapatan berubah dalam jangka pendek ketika tingkat harga adalah tetap. Dalam perekonomian terbuka, maka pengeluaran yang direncanakan E, sebagai jumlah konsumsi C, investasi yang direncanakan I, belanja pemerintah G dan NX adalah net-eksport. Sehingga fungsi persamaannya: Y = C + I + G + NX Persamaan di atas merupakan persamaan pengeluaran aktual yang dibentuk dari penjumlahan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net ekspor. Dalam perekonomian terbuka, pengeluaran yang direncanakan sama dengan pengeluaran aktual sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = E E = C + I + G + NX C = f (Y-T) Konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan aktual dikurangi dengan pajak. I = f (r,y) Sedangkan investasi merupakan fungsi dari tingkat suku bunga dan pengeluaran aktual G = G Pengeluaran pemerintah merupakan pertumbuhan dari pengeluaran pemerintah NX = f (e) Dan net ekspor merupakan fungsi dari nilai tukar (kurs), sehingga dari persamaan di atas dapat diperoleh persamaan pengeluaran yang direncanakan sebagai berikut : E = C ( Y T ) + I ( r, Y ) + G + NX(e) E = f (T, G, r, e) Permintaan agregat menggambarkan hubungan antara tingkat harga dan tingkat pendapatan nasional, hubungan tersebut diderivasi dari teori kuantitas uang yang menjelaskan bahwa pada jumlah uang beredar tertentu, tingkat harga yang lebih tinggi akan menunjukkan tingkat pendapatan yang lebih rendah (Froyen, 2002:62). MV = PY Di mana M adalah jumlah uang beredar, V adalah perputaran uang, P adalah tingkat harga dan Y adalah jumlah output. Kenaikan jumlah uang beredar akan menggeser kurva permintaan agregat ke kiri. Namun untuk memahami determinan permintaan agregat secara lengkap kita menggunakan model IS-LM. Pada model IS- LM akan terlihat pendapatan nasional turun ketika tingkat harga naik, dan permintaan agregat miring ke bawah dan apa yang menyebabkan permintaan agregat bergeser. Permintaan agregat miring ke bawah ketika tingkat harga berubah pada model IS- LM, untuk setiap jumlah uang beredar M, tingkat harga P yang lebih tinggi akan mengurangi penawaran keseimbangan uang rill M/P. Penawaran keseimbangan uang rill yang lebih rendah akan menggeser model LM ke atas dan akan mendongkrak tingkat bunga keseimbangan, selanjutnya peningkatan harga akan menurunkan pendapatan. Permintaan agregat menunjukkan hubungan negatif antara pendapatan nasional dan tingkat harga. Dengan kata lain permintaan agregat menunjukkan ekuilibrium yang muncul dalam model IS-LM ketika kita mengubah tingkat harga dan melihat apa yang akan terjadi dengan pendapatan. Semua hal yang merubah pendapatan pada model IS-LM selain perubahan pada tingkat harga menyebabkan pergeseran pada permintaan agregat. Faktor yang menyebabkan pergeseran permintaan agregat bukan hanya kebijakan moneter dan fiskal, tetapi juga guncangan pada pasar barang (IS) dan guncangan pada pasar uang (LM). 154
Model permintaan agregat (aggregate demand) diderivasi dari model IS- LM : M/P = L[r,C(Y T) + I(r,Y) + G + NX(e)] M = P.L[r, C(Y T) + I(r,Y) + G + NX (e)] Maka : P L r M, C Y T r, Y G NX e. P = f (M, r, G, T, e) Sehingga kenaikan tingkat harga sangat dipengaruhi oleh jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, pengeluaran pemerintah dan pajak serta nilai tukar. METODE Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat secara langsung dari badan pusat statistik (BPS), yang meliputi permintaan agregat, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, pengeluaran pemerintah, konsumsi dan kurs di propinsi Sumatera Barat dari tahun 2000-2010. Teknik analisa data menggunakan model analisis regresi linear berganda : Y = α o + α 1 x 1 + α 2 x 2 + α 3 x 3 + α 4 x 4 + α 5 x 5 + α 6 x 6 + µ keterangan Y merupakan variabel permintaan agregat, X 1 = tingkat inflasi, X 2 = Jumlah uang beredar, X 3 = suku bunga, X 4 = pengeluaran pemerintah, X 5 = konsumsi, X 6 = kurs HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil estimasi persamaan permintaan agregat diketahui bahwa Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat secara parsial dengan koefisien estimasi sebesar -0.000687. Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara inflasi terhadap permintaan agregat mengindikasikan bahwasanya permintaan agregat dipengaruhi oleh inflasi. Pengaruh yang negatif ini diakibatkan karena inflasi yang meningkat mengindikasikan bahwa telah terjadi kenaikan harga-harga barang dan jasa. Kenaikan hargaharga barang dan jasa ini telah menyebabkan turun dan rendahnya daya beli rill masyarakat sehingga berakibat terhadap lemah atau turunnya permintaan. Penurunan permintaan masyarakat secara keseluruhan akan berdampak terhadap penurunan permintaan agregat. Sebaliknya, apabila inflasi mengalami penurunan maka harga-harga barang dan jasa juga akan mengalami penurunan. Penurunan harga-harga barang dan jasa ini telah menyebabkan daya beli rill masyarakat menjadi meningkat. Peningkatan ini mendorong terjadinya peningkatan permintaan masyarakat secara agregat. Selanjutnya, jumlah uang beredar mempengaruhi permintaan agregat di Sumatera Barat secara negatif dan signifikan dengan koefisien estimasi sebesar -0.029443. Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara jumlah uang beredar terhadap permintaan agregat mengindikasikan bahwasanya permintaan agregat dipengaruhi oleh jumlah uang beredar. Kondisi ini dikarenakan apabila jumlah uang beredar meningkat maka semakin banyak jumlah uang yang berada ditangan masyarakat. Keadaan ini akan berakibat terhadap naiknya harga-harga barang sehingga mendorong inflasi. Kenaikan inflasi akan menurunkan daya beli sehingga permintaan agregat menurun. Sebaliknya, penurunan jumlah uang beredar akan menurunkan harga-harga barang sehingga inflasi tertekan. Penurunan inflasi ini telah menyebabkan daya beli rill masyasrakat meningkat. Oleh karena itu, permintaan agregat menjadi meningkat. Kemudian suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat dengan koefisien estimasi sebesar 0.003537. Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara suku bunga 155
terhadap permintaan agregat mengindikasikan bahwa permintaan agregat dipengaruhi oleh suku bunga. Hal ini dikarenakan apabila suku bunga mengalami peningkatan maka akan berdampak terhadap penurunan investasi karena suku bunga adalah biaya yang harus ditanggung dari investasi (cost of fund). Oleh karena investasi adalah komponen dari permintaan agregat maka turunnya investasi ini akan mendorong terjadinya penurunan permintaan agregat. Begitu sebaliknya, penurunan suku bunga akan menurunkan biaya dari investasi sehingga investasi meningkat. Meningkatnya investasi ini akan berakibat juga terhadap peningkatan permintaan agregat. Pengeluaran pemerintah mempengaruhi permintaan agregat secara positif dan signifikan dengan koefisien estimasi sebesar 0,328170. Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara pengeluaran pemerintah terhadap permintaan agregat mengindikasikan bahwa permintaan agregat dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah. Hal ini dikarenakan bahwa apabila pengeluaran pemerintah meningkat maka akan terjadi peningkatan terhadap output. Oleh karena pengeluaran itu digunakan untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk berproduksi. Dengan demikian, peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan permintaan agregat yang sekaligus juga salah satu komponen permintaan agregat tersebut. Begitu sebaliknya, penurunan pengeluaran pemerintah akan berimbas terhadap produksi barang dan jasa. Sebab alokasi dana yang dibutuhkan untuk memfasilitasi produksi menjadi turun sehingga berdampak terhadap turunnya produksi. Penurunan produksi ini akan menurunkan permintaan agregat. Arah pengaruh konsumsi terhadap permintaan agregat adalah positif dengan koefisien estimasi sebesar 0,330321. Hal ini dikarenakan bahwa apabila konsumsi masyarakat meningkat maka permintaan terhadap output juga akan meningkat sehingga meningkatkan permintaan agrega. Akan tetapi, kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat. Tidak terdapatnya pengaruh yang signifikan antara kurs terhadap permintaan agregat mengindikasikan bahwa permintaan agregat tidak dipengaruhi oleh kurs. Hal ini disebabkan karena masyarakat Sumatera Barat tidak tergantung terhadap konsumsi barang-barang impor. Sehingga walaupun nilai kurs terdepresiasi yang akan menyebabkan harga barang impor menjadi meningkat dan berdampak terhadap penurunan daya beli serta tidak akan menurunkan permintaan agregat secara signifikan, begitu juga sebaliknya ketika nilai kurs terapresiasi yang akan menyebabkan harga barang impor menjadi turun dan berdampak terhadap peningkatan daya beli masyarakat serta tidak akan meningkatkan permintaan agregat. Kondisi ini mengindikasikan bahwa perekonomian di Sumatera Barat telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya akan barang dan jasa sehingga tidak tergantung terhadap barang-barang impor. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Handayani yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara produk domestic, jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat bunga terhadap permintaan agregat di Indonesia. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori permintaan agregat, bahwasanya permintaan agregat positif dipengaruhi oleh komponenkomponen seperti konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor yang dalam hal ini masing-masing komponen tersebut juga dipengaruhi oleh variabel lain. SIMPULAN Inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, pengeluaran pemerintah dan konsumsi berpengaruh sgnifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat. artinya, kenaikan inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga serta penurunan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan terjadinya penurunan terhadap 156
permintaan agregat. Sebaliknya, penurunan inflasi, jumlah uang beredar dan suku bunga serta peningkatan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan terjadinya kenaikan terhadap permintaan agregat. Sedangkan kurs tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat. SARAN Permintaan agregat di Sumatera Barat dipengaruhi oleh inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, pengeluaran pemerintah, dan konsumsi. Kebijakan fiskal juga dibutuhkan untuk terus meningkatkan permintaan agregat di Sumatera Barat dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah sehingga daya beli dapat terus dijaga dan produksi output nasional terus meningkat. DAFTAR RUJUKAN Badan Pusat Statistik. 2000-2010. Sumbar Dalam Angka. BPS Sumbar: Padang Bank Indonesia. 2000-2010. Kinerja Ekonomi Regional Sumatera Barat. BI: Padang Blanchard, Oliver. 2009. Macroeconomics. Cambridge: Prentice Hall- Internasional Dornbucsh, Rudiger. Stanley Fisher dan Richard Startz. 2008. Makroekonomi. PT Media Global Edukasi: Jakarta Froyen. Richard T. 2002. Macroeconomics: Theories and Policies. New Jersey: Prentice Haal. Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Terjemahan Drs. Ak. Sumarno Zain, MBA. Jakarta : Erlangga. Mankiw, Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi. Erlangga : Jakarta Miskhin, Frederic S. 2009. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuang 157