BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pendapatan masih menjadi indikator utama tingkat kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya. Perkembangan tingkat pendapatan masyarakat dapat dilihat dari tingkat pendapatan perkapita atau pendapatan rata-rata per penduduk. Dengan mengetahui pendapatan perkapita suatu negara, kita akan mengetahui tingkat perkembangan kesejahteraan masyarakatnya. Kesejahteraan masyarakat berusaha ditingkatkan oleh pemerintah lewat pembangunan. Dengan pembangunan di berbagai sektor, diharapkan akan meningkatkan output berkualitas dalam bentuk barang dan jasa. Perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan sarana dan prasarana yang mendukung misalnya transportasi. Transportasi merupakan salah satu unsur yang penting dalam mendukung kegiatan dan perputaran roda pembangunan nasional khususnya kegiatan dalam bidang perekonomian seperti kegiatan perdagangan dan kegiatan industri. Kawasan kota merupakan tempat kegiatan penduduk dengan segala aktivitasnya. Sarana dan prasarana diperlukan untuk mendukung aktivitas kota (Bintoro, 1989). Perkembangan jaringan jalan raya, peningkatan kondisi ekonomi masyarakat dan tingginya persaingan untuk menguasai lahan di pusat kota menyebabkan perpindahan penduduk ke kawasan pinggiran kota. Perkembangan perumahan di daerah pinggiran dengan pola menyebar menyebabkan sulitnya memenuhi kebutuhan pelayanan angkutan kota serta 1
2 sarana dan prasarana perkotaan lainnya. Hal ini mendorong penggunaan kendaraan pribadi secara berlebihan dan berkembangnya moda angkutan kota berkapasitas kecil, merupakan suatu bentuk penyesuaian terhadap permintaan yang ada (Riyanto, 1998). Ditinjau dari aspek pergerakan penduduk, kecenderungan bertambahnya penduduk perkotaan yang tinggi menyebabkan makin banyaknya jumlah pergerakan baik di dalam maupun ke luar kota. Hal ini memberi konsekuensi logis yaitu perlu adanya keseimbangan antara sarana dan prasarana khususnya di bidang angkutan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang mobilitas penduduk dalam melaksanakan aktivitasnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pelayanan jasa angkutan ini yaitu dengan penyediaan pelayanan angkutan kota. Mengingat bahwa pelayanan angkutan kota merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi terutama untuk kota-kota besar dengan kepadatan penduduk yang tinggi (Susantoro & Parikesit, 2004). Perencanaan trayek dengan penataan rute yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti kemacetan. Kebutuhan terhadap sarana transportasi yaitu angkutan yang cepat, murah, aman, dan nyaman juga makin berkembang. Kemudian permintaan tenaga kerja merupakan sebuah daftar berbagai alternatif kombinasi tenaga kerja dengan input lainnya yang tersedia dan berhubungan dengan tingkat gaji (Ananta, 1993). Angkutan kota mengangkut penumpang dalam jumlah banyak dalam satu kali perjalanan, sehingga tujuan utama keberadaan angkutan kota adalah memberikan pelayanan angkutan yang aman, cepat, murah, dan nyaman bagi masyarakat. Angkutan kota, mengangkut masyarakat dari suatu tempat ke tempat lain dalam wilayah kota dengan menggunakan mobil penumpang umum yang terikat pada trayek tetap dan teratur (Setijowarno dan Frazila, 2001).
3 Kota Makassar sebagai sentral kawasan Indonesia timur dengan kepadatan 1,5 juta jiwa membutuhkan peran angkutan kota dalam menunjang mobilitas warga untuk melakukan aktivitasnya. Kebutuhan angkutan kota penduduk di dalam wilayah Kota Makassar dilayani oleh angkutan kota jenis mobil penumpang (pete-pete). Dalam upaya memberikan pelayanan kepada pengguna jasa angkutan kota, saat ini telah dioperasikan pelayanan angkutan kota, yang terbagi dalam 17 trayek rute dimana pada semua rute menjadikan pusat kota sebagai tujuan akhir, karena kawasan pusat kota merupakan pusat kegiatan perdagangan dan jasa serta perkantoran (Wati, 2012). Angkutan kota bisa dikatakan cukup berkembang karena kebanyakan penduduk memerlukan angkutan kota untuk bekerja, berbelanja, berwisata, maupun untuk memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi lainnya. Kepadatan penduduk di dalam suatu kota mempengaruhi permintaan angkutan kota karena kawasan berkepadatan tinggi secara ekonomis dapat dilayani oleh angkutan kota (Wati, 2012). Kota Makassar sebagai kota yang berkembang tidak lepas dari masalah transportasi, kemacetan dan ketidaknyamanan berlalu lintas sebagaimana kota-kota besar lainnya di Indonesia. Hal ini merupakan akibat dari perkembangan ekonomi masyarakat yang menyebabkan peningkatan mobilitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam mendukung mobilitas masyarakat Kota Makassar pada umumnya menggunakan saran transportasi yaitu angkutan kota/angkutan umum yang biasa disebut pete-pete, jenis mikrolet dengan kapasitas angkut 8-10 penumpang. Menurut data Dinas Perhubungan Kota Makassar tahun 2011, jumlah angkutan umum (pete-pete) yang beroperasi di Makassar adalah 4113 unit dengan 17 rute, dan tidak memiliki ijin trayek sebanyak 800 unit. Rasio antara
4 angkutan umum (pete-pete) dengan penumpang tidak berimbang ini membuat persaingan angkutan umum (pete-pete) menjadi sangat ketat sehingga perilaku agresif pengemudi menjadi hal yang wajar. Angkutan kota menyerap banyak tenaga kerja di dalamnya. Ada yang sebagai pemilik, supir asli dan supir pengganti, sehingga 80% dalam 1 angkutan kota dibawa oleh 3 hingga 4 orang yang bergantian tiap hari. Penyerapan tenaga kerja pada angkutan kota bertujuan untuk mensejahterahkan penduduk utamanya yang bekerja pada angkutan kota, karena dengan adanya angkutan kota maka kebutuhan supir beserta keluarganya dapat terpenuhi dengan baik (Wati,2012). TABEL 1.1 Penyerapan Tenaga Kerja Jasa Angkutan Kota Pete - Pete Periode 1996-2010 (Dalam Jiwa) TAHUN JUMLAH ORANG PERTUMBUHAN 1996 3590 1,52% 1997 3985 1,69% 1998 4518 1,92% 1999 6078 2,58% 2000 7225 3,06% 2001 9293 3,94% 2002 12000 5,09% 2003 12339 5,23% 2004 14256 6,04% 2005 16452 6,98% 2006 17175 7,28% 2007 26385 11,19% 2008 30435 12,90% 2009 31550 13,38% 2010 40565 17,20% Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar, Tahun 2011 Berdasarkan tabel 1.1, jumlah tenaga kerja jasa angkutan kota petepete di Kota Makassar mengalami pertumbuhan yang signifikan tiap tahun. Dari tahun 1996-2010 penyerapan tenaga kerja mencapai sekitar 40565 orang. Hal
5 ini disebabkan permintaan masyarakat akan jasa angkutan kota yang menunjukkan peningkatan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Idris (2012) tentang interaksi sosial sopir pete-pete di Unhas diketahui bahwa rata-rata pendapatan sopir pete-pete sebesar Rp. 50,000,- sampai dengan Rp. 120.000,- per hari. Sehingga dapat dikatakan alasan utama menjadi supir angkutan dikarenakan pada tingkat penghasilan yang dianggap memadai. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mengambil judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Sopir Angkutan Kota (Pete- Pete) di Kota Makassar. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Apakah pengalaman kerja, jam kerja, penetapan tarif dan jarak tempuh mempunyai pengaruh signifikan terhadap pendapatan sopir pete-pete di Kota Makassar? 2. Apakah terdapat pengaruh signifikan kepemilikan mobil pete-pete terhadap pendapatan sopir pete-pete di Kota Makassar? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya pengaruh pengalaman kerja, jam kerja, penetapan tarif dan jarak tempuh terhadap pendapatan sopir pete-pete di Kota Makassar. 2. Untuk mengukur apakah ada perbedaan signifikan kepemilikan mobil pete-pete terhadap pendapatan sopir pete-pete di Kota Makassar.
6 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis Kegunaan praktis dalam penelitian ini yaitu peneliti mendapatkan tambahan pengetahuan dan wawasan keilmuan, khususnya tentang pendapatan sopir pete-pete serta hal-hal yang berkaitan dengan itu. 1.4.2 Kegunaan Teoritis Secara teoritis kegunaan penelitian ini adalah memberikan gambaran mengenai hubungan pengalaman kerja, jam kerja, penetapan tarif, jarak tempuh serta kepemilikan mobil pete-pete terhadap pendapatan sopir pete-pete di Kota Makassar dan menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang nantinya akan mengadakan penelitian yang relevan di masa yang akan datang.