Djumiko. Kata kunci : ventilasi alami, ventilasi gaya thermal, ventilasi silang, kenyamanan.

dokumen-dokumen yang mirip
KUALITAS PENERANGAN ALAMI BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG. Dwi Suci Sri Lestari

KONDISI KENYAMANAN THERMAL BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG. Dwi Suci Sri Lestari. Abstrak

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

PEMANFAATAN POTENSI ANGIN BAGI VENTILASI ALAMI GEDUNG BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UMS

KARAKTER KENYAMANAN THERMAL PADA BANGUNAN IBADAH DI KAWASAN KOTA LAMA, SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dengan populasi penduduk

TESIS EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN DALAM RUANG PADA KANTOR PT. R.T.C DARI ASPEK TERMAL DAN PENCAHAYAAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Bentuk massa bangunan berdasar analisa angin dan matahari

Pemilihan pohon pada areal lintas berupa pohon jenis palem sebagai pengarah, pohon peneduh diletakan pada area parkir pengunjung, sedangkan.

KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HUNIAN TRADISIONAL TORAJA

STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 2, Agustus 2012 ISSN

berfungsi sebagai tempat pertukaran udara dan masuknya cahaya matahari. 2) Cross Ventilation, yang diterapkan pada kedua studi kasus, merupakan sistem

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik.

Investigasi Ventilasi Gaya-Angin Rumah Tradisional Indonesia dengan Simulasi CFD

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti

BAB III TINJAUAN KHUSUS

Evaluasi Climate Responsive Building Design pada Gedung Perkuliahan di FT UNNES dengan Menggunakan Tabel Mahoney

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB

STASIUN INTERCHANGE MASS RAPID TRANSIT BLOK M DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK DI JAKARTA

PENGALIRAN UDARA UNTUK KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS DENGAN METODE SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

PENGUDARAAN SILANG PADA PENGEMBANGAN RUMAH SEDERHANA. Luqmanul Hakim Mn. Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta

PERLETAKAN JALUSI ADAPTIF PADA KORIDOR

DAFTAR ISI. Lembar pengesahan Abstrak Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... vii Daftar Lampiran...

PENGARUH ANGIN PADA BANGUNAN. 1. Perbedaan suhu yang horisontal akan menimbulkan tekanan.

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

Penerangan Alami Dan Bukaan Bangunan

STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING

KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.2.1 Konsep Pencapaian Menuju Tapak

PENGARUH LUAS BUKAAN TERHADAP KEBUTUHAN PERTUKARAN UDARA BERSIH DALAM RUMAH TINGGAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Penghawaan Alami Pada Unit dan Koridor Rusunami The Jarrdin

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk

SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( )

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR SURYA DI INDONESIA UNTUK PENGKONDISIAN UDARA SEBAGAI ARSITEKTUR HEMAT ENERGI. Djumiko

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENGARUH DESAIN CLERESTORIES TERHADAP KINERJA DAYLIGHT PADA GOR BULUTANGKIS ITS DI SURABAYA GUNA MENDUKUNG KONSEP GREEN BUILDING

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember Penulis

MENGENAL GEREJA BLENDUK SEBAGAI SALAH SATU LAND MARK KOTA SEMARANG

PENGARUH IKLIM DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn Padang, 19 Oktober 2016

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

Perancangan Desain Ergonomi Ruang Proses Produksi Untuk Memperoleh Kenyamanan Termal Alami

BANGUNAN BALAI KOTA SURABYA

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007:

Pengembangan RS Harum

Pengembangan RS Harum

PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Perancangan Wisma Atlet di Kota Malang dengan Penerapan Sistem Ventilasi Alami

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk ruang pemanas, ventilasi dan sistem air-conditioner

Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN

APARTEMEN SUBSIDI DENGAN PENDEKATAN OPTIMALISASI PENGHAWAAN ALAMI DI PULOGADUNG JAKARTA TIMUR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL...

II.2. PUSAT KERAJINAN DAN KESENIAN II.2.1 PENGERTIAN PUSAT KERAJINAN DAN KESENIAN II.2.2 FUNGSI PUSAT KERAJINAN DAN KESENIAN II.2.3

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1. Arsitektur Landhuizen sebagai cikal bakal arsitektur Indis...13

OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR)

Gedung Pertemuan di Kabupaten Nganjuk (Studi Pendekatan Sistem Penghawaan Alami)

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

FISIKA BANGUNAN 1 DESIGN STRATEGIES COOLING FOR BUILDING (SISTEM PENDINGIN BANGUNAN) TOPIK:

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar

PENGARUH POLA PENATAAN RUANG RUMAH DERET TERHADAP PENGOPTIMALAN ANGIN

PENCAHAYAAN SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA YANG ERGONOMIS Studi Kasus RSS di Kota Depok Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemeluk tradisi Kadam biasanya disebut dengan Kadampa. Kata Kadampa

PERANCANGAN BANGUNAN TRADISIONAL SUNDA SEBAGAI PENDEKATAN KEARIFAN LOKAL, RAMAH LINGKUNGAN DAN HEMAT ENERGI

DAFTAR PUSTAKA. astudioarchitect.com Arsitektur tropis bangunan tinggi Ken Yeang / High Rise tropical Architecture of Ken Yeang

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan

ANALISA LUASAN LUBANG VENTILASI FACADE TERHADAP LUASAN LANTAI (Studi Kasus Rumah Susun Sier Dan Rumah Susun Grudo Surabaya)

Transkripsi:

KONDISI VENTILASI ALAMI BANGUNAN GEREJA BLENDUK SEMARANG Djumiko Abstrak Salah satu faktor pertimbangan perancangan bangunan dalam konteks hemat energi adalah pemanfaatan faktor faktor iklim seperti matahari dan angin, khususnya untuk penelitian ini menekankan pada pemanfaatan angin untuk ventilasi alami. Tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan kualitas ventilasi alami Bangunan Gereja Blenduk Semarang, sebagai bangunan kuno yang berfungsi sebagai tempat peribadatan. Metode penelitian berpendekatan kombinasi antara penelitian kualitatif dan kuantitatif, kualitatif menggunakan teori sedangkan kuantitatif menggunakan alat ukur anemo meter. Hasilnya untuk ventilasi gaya thermal/ cerobong kurang memenuhi syarat, ventilasi gaya angin/ silang juga kurang memenuhi syarat. Penggunaan kombinasi ventilasi antara gaya thermal dan ventilasi silang hasilnya memenuhi syarat ventilasi alami dan kondisinya nyaman. Kata kunci : ventilasi alami, ventilasi gaya thermal, ventilasi silang, kenyamanan. 1. PENDAHULUAN Penggunaan ventilasi alami merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam desain bangunan, lebih-lebih jika menginginkan penggunaan hemat energi. Maka untuk mewujudkan hemat energi dalam bangunan, salah satunya dapat menerapkan ventilasi alami pada bangunan. Dalam ventilasi alami ada beberapa macam/ jenis, diantaranya ventilasi gaya thermal/ cerobong/ Stack Effect dan gaya angin/ silang/ cross ventilation. Ke dua macam tersebut prinsipnya berbeda, untuk ventilasi gaya thermal/ cerobong aliran udara bergerak vertikal dari bawah ke atas atau sebaliknya karena perbedaan suhu, sedangkan ventilasi gaya angin/ silang aliran udara bergerak secara horizontal melalui lubang-lubang yang tersedia. Untuk mengetahui kondisi ventilasi alami dilakukan penelitian pada bangunan Gereja Blenduk di kota Semarang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kondisi ventilasi alami, ditinjau dari sirkulasi dan distribusi aliran udara dalam ruang, serta faktor- faktor yang perlu dipertimbangkan sebagai persyaratan penggunaan ventilasi alami, seperti luas inlet dan outlet. 2. TINJAUAN KOTA SEMARANG DAN GEREJA BLENDUK 2.1. Kota Semarang Kota semarang, memiliki fungsi dan peran ganda, selain sebagai Kota Madya juga sebagai ibu kota Propinsi Jawa Tengah. a. Batas Fisik Wilayah Administrasi - Utara : Laut Jawa - Selatan : wilayah Kabupaten Demak - Barat : wilayah Kabupaten Kendal - Timur : wilayah Kabupaten Semarang b. Batas Fisik Geografis - Wilayah fisik utara : 6º 50' garis lintang selatan (LS) - Wilayah fisik selatan : 7º 50' garis lintang selatan (LS) - Wilayah fisik barat : 109º 45' garis bujur timur (BT) - Wilayah fisik timur : 110º 30' garis bujur timur (BT)

c. Kondisi Geografis Secara garis besar kondisi geografis kota Semarang, sebagian merupakan bukit-bukit, sebagian merupakan dataran rendah, dan sebagian lagi daerah pantai. Oleh karenanya, berdasarkan kondisi tersebut, kota KETINGGIAN DARI PERMUKAAN TANAH ( meter) Semarang lajim diklasifikasikan ke dalam tiga zona, ialah Zona Kota Atas, Zona Kota Bawah, dan Zona Pantai. d. Pergerakan Udara Pergerakan udara di kota Semarang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Kecepatan Angin di Kota Semarang MAKSIMUM ( Km/Jam) KECEPATAN ANGIN MINIMUM (Km/Jam) RATA-RATA (Km/Jam) 10 meter 12,40 4,80 8,60 0,5 meter 3,16 1,96 2,56 Sumber : Meteorologi dan Geofisika Semarang 2.2. Bangunan Gereja Blenduk Gereja Blenduk merupakan salah satu bangunan sejarah peninggalan Belanda, dibangun pada abad XVIII. Berlokasi di kawasan kota lama Semarang, pada awalnya merupakan daerah permukiman pertama bagi orang-orang Belanda di Indonesia. Pada perkembangannya, lingkungan ini merupakan asal mula pembentukan kota Semarang sebagaimana kini. Sejak dibangun, gereja ini merupakan tempat peribadatan umat Kristen Protestan, hal ini berkaitan dengan manyoritas bangsa Belanda pada waktu itu adalah pemeluk agama Kristen Protestan. Hingga kini, gereja ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah. Letak bangunan berlokasi di jalan Let. Jen. Suprapto, Semarang. Gereja ini terdiri dari 2 lantai, lantai 1 untuk Ruang Jemaat, sedangkan lantai 2 berupa balkon. Lihat gambar-gambar berikut ini. Bangunan Gereja Blenduk Gambar 1. Lokasi Gereja Blenduk Semarang

Gambar 2. Denah Lantai Satu Gambar 3. Denah Lantai Dua/ Balkon Gambar 4. Tampak Depan Bangunan Gereja Blenduk Semarang 3. VENTILASI ALAMI BANGUNAN 3.1. Sistem Ventilasi Menurut Evans, M (1980:125-131), sistem ventilasi alami bangunan dapat dibagi menjadi dua macam ialah : 1. Ventilasi dengan gaya thermal/ cerobong (stack effect); 2. Ventilasi dengan gaya angin/ tekanan angin/ Silang (cross Ventilation ).

3.2. Ventilasi Dengan Gaya Thermal/ Cerobong (Stack Effect) Ventilasi dengan gaya thermal dapat terjadi bilamana ada perbedaan suhu antara udara luar (exterior) dan dalam (interior), maka perbedaan tekanan yang disebabkan karena perbedaan penyebaran udara dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan ventilasi, tergantung pada perbedaan suhu luar dan dalam, serta perbedaan ketinggian lubang-lubang ventilasi (inlet dan outlet). Lihat gambar di bawah ini. Gambar 5. Ventilasi Dengan Gaya Thermal/ Thermal Stack Effect Sumber : Evan,M (1980 : 125) Dalam ventilasi dengan gaya thermal, ukuran ventilasi persatuan bukaan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : V = 0,177 A h. dt Keterangan : m3/sec/m2 V = Laju aliran udara A = Luas inlet h = Jarak vertical antara inlet dan outlet dt = Perbedaan suhu antara udara dalam dan luar 0,177 = Faktor koreksi Untuk mengetahui kecepatan aliran udara pada ventilasi dengan gaya thermal atau stack effect, dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini.

Gambar 6. Grafik Kecepatan Angin Pada Gaya Thermal Dengan Inlet dan Outlet Sama luas (m/detik) Sumber : Evan, M (1980 :126) Penentuan luas pembukaan pada sistem ventilasi gaya thermal, penentuan luas pembukaan dinding atau lubang ventilasinya dapat dilakukan dengan mempergunakan grafik di bawah ini. Gambar 7. Grafik Penentuan Luas Inlet Yang Dibutuhkan Pada Ventilasi Gaya Thermal/ Ventilasi Cerobong Sumber : Brown, GZ (Terjemahan Onggodiputro, 1987:99) 3.3. Ventilasi Dengan Gaya Angin/ Silang Bilamana ada angin yang menerpa bangunan, maka akan terjadi perbedaan tekanan pada bangunan tersebut. Pada permukaan bangunan yang menghadap arah datangnya angin, tekanan akan berharga positip.

Sedangkan pada dinding belakang, sisi samping dan atap akan mempunyai tekanan yang berharga negatip. Gambar 8. Distribusi Tekanan Udara Pada Bangunan Sumber : Evan, M (1980 :129-130) Aliran udara yang menerpa bangunan menimbulkan daerah tekanan tinggi dan rendah. Bila pada bidang yang berbeda tekanannya masing-masing diberi bukaan, maka akan terjadi aliran udara yang menembus ruang dalam bangunan melalui bukaan tersebut. Pola pergerakan udara di dalam ruang, baik kecepatan maupun arah aliran udara akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : pengaruh overstek, jenis bukaan jendela, ukuran luas jendela, lokasi dan orientasi jendela, serta ketinggian lantai. Lihat pengaruh jenis bukaan jendela dan kedudukan inlet dan outlet pada aliran udara dalam ruang di bawah ini. Gambar 9. Pengaruh Bukaan Jendela Terhadap Aliran Udara Dalam Ruang Sumber : Evan, M (1980 :129-130) Gambar 10. Pengaruh Kedudukan Inlet dan Outlet Terhadap Aliran Udara Sumber : Evan, M (1980 :129-130)

Untuk menentukan besarnya/ luasnya pembukaan atau lubang ventilasi pada sistem ventilasi dengan gaya angin atau ventilasi silang, dilakukan dengan cara menggunakan grafik berikut ini. Gambar 11. Grafik Penentuan Luas Inlet yang Dibutuhkan Pada Ventilasi Gaya Angin/ Ventilasi Silang Untuk menentukan kecepatan angin yang nyaman/ nikmat dalam ruangan terdapat pada batas-batas kecepatan 0,1-0,15 m/sek. Jangan melebihi 0,5 m/sek, atau kurang dari 0,1 m/sek. 4. ANALISIS 4.1. Aliran Udara Dalam Bangunan Gereja Blenduk Persyaratan ventilasi yang baik pada suatu ruang yaitu bilamana dipenuhinya penyediaan udara segar yang cukup jumlahnya, dan pengeluaran udara kotor dengan lancar. Untuk mengetahui kondisi ventilasi yang ada di dalam Gedung Gereja Blenduk, lihat gambar di bawah ini. Gambar 12. Tata Letak Bangunan Gereja Blenduk Terhadap Arah Orientasi Matahari dan Angin Dari gambar di atas, dengan tata letak bangunan dan arah orientasi matahari dan angin yang ada, maka sirkulasi/ aliran udara di dalam bangunan Gereja Blenduk dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 13. Sirkulasi/ Pergerakan Udara Dalam Bangunan Gereja Blenduk Pada Lantai Dasar Gambar 14. Sirkulasi/ Pergerakan Udara Pada Bagian Atas Bangunan Gereja Blenduk

Gambar 15. Sirkulasi/ Pergerakan Udara Pada Potongan Bangunan Gereja Blenduk Dari Prinsip Ventilasi Gaya Thermal dan Tekanan Angin 4.2. Ventilasi Dengan Gaya Thermal/ Cerobong/ Stack Effect Untuk ventilasi dengan gaya thermal dapat terjadi dari udara masuk melalui lubang-lubang yang berbentuk lingkaran dekat lantai dasar, berjumlah 8 buah. Dari lubang tersebut udara kemudian naik ke atas, dan keluar melalui jendela jungkit yang terletak di atas. Jumlah jendela jungkit sebanyak 8 buah. Untuk ventilasi dengan gaya thermal, diasumsikan bilamana seluruh pintu dalam keadaan tertutup. Untuk mengetahui kondisi ventilasi gaya thermal yang ada dapat dilakukan perhitungan dengan cara sebagai berikut: - Luas lantai Gereja Blenduk = 384 m2 - Luas inlet yang ada = 8 x ( π. R² ) = 8 x (3,14.0,4 ) = 4,01 m2 - Luas outlet yang ada = 8 x (1,8 x 1,8 ) = 25,92 m2 Karena lubang outlet berbentuk jendela jungkit, maka diasumsikan luas lubang outlet sebesar 50 %, jadi sebesar = 50% x 25,92 = 12,96 m2. - Panas yang diperoleh dalam ruang gereja diasumsikan sebesar = 25 BTU/hr.sq.ft - Tinggi antara inlet dan outlet sebesar = 12 m (38,4 sqft). Dari data-data di atas, dapat dicari besarnya lubang inlet dan outlet yang dibutuhkan, lihat gambar di bawah ini.

Gambar 16. Aliran Udara Pada Ventilasi Gaya Thermal/ Cerobong/ Stack Effect Semarang Geraja Blenduk Gambar 17. Penentuan Luas Inlet dan Outlet Bangunan Gereja Blenduk Untuk Ventilasi Dengan Gaya Thermal/ Stack Effect Dari grafik di atas, maka luas inlet yang dibutuhkan adalah sebesar = 8 % dari luas lantai, yaitu = 8% x 384 = 30,72 m2. Sedangkan luas inlet yang ada sebesar = 4,01 m2, sehingga belum memenuhi syarat untuk ventilasi gaya thermal. Yaitu masih kurang sebesar = 30,72 4,01 = 26,71 m2. Perhitungan di atas diasumsikan seluruh pintu masuk dalam keadaan tertutup. Jika perhitungan pintu dianggap terbuka, maka luas inlet akan menjadi = 4,01 + 3 (1,8 x 2,2 ) = 15,89 m2. Dengan demikian luas inlet yang ada seluruhnya bilamana dibandingkan dengan luas inlet yang dibutuhkan adalah masih kurang sebesar = 30,72 15,89 = 14,83 m2.

4.3. Ventilasi Dengan Gaya Angin/ Silang Ventilasi dengan gaya angin/ silang terjadi bilamana pintu-pintu dalam keadaan terbuka, sehingga udara akan masuk melalui satu atau dua pintu dan keluar melalui pintu yang lain. Untuk mengetahui kondisi ventilasi dengan gaya angin, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Dari data meterologi Semarang, kecepatan angin yang sebesar ; Kecepatan Minimun = 1,96 Km/jam =1,35 mph Kecepatan Maksimum = 3,16 km/jam = 2,17mph b. Untuk menghitung lubang inlet dan outlet ventilasi silang dengan menggunakan gambar seperti dibawah ini : Gambar 18. Aliran Udara Pada Ventilasi Gaya Angin/ Silang Pada Bangunan Gereja Blenduk Semarang Gambar 19. Grafik Penentuan Luas Inlet untuk Ventilasi Silang dengan Kecepatan Angin Minimum

Pada grafik di atas untuk kecepatan angin minimum, yaitu sebesar 1,35 mph dan perolehan panas dalam ruang gereja diasumsikan sebesar = 25 BTU/hr.sq.ft. Kebutuhan luas inlet dari grafik di atas menunjukkan sebesar = 13 % dari luas lantai. Untuk kecepatan angin maksimum, yaitu sebesar 2,17 mph, maka luas inlet yang dibutuhkan adalah (lihat gambar dibawah). Gambar 20. Grafik Penentuan Luas Inlet untuk Ventilasi Silang dengan Kecepatan Angin Maksimum Dari grafik di atas, luas inlet yang dibutuhkan adalah sebesar = 8 % dari luas lantai. Jadi luas inlet ventilasi untuk gaya angin/ silang (cross ventilation) sebesar : Luas minimum = 8 % dari luas lantai Luas maksimum = 13 % dari luas lantai. Sedangkan luas inlet yang ada sebesar = Luas lantai = 384 m2 Ventilasi gaya thermal/ cerobong pada bangunan Gereja Blenduk diperoleh : udara masuk melalui lubang berbentuk lingkaran yang berada di dekat lantai dasar berjumlah 8 buah, dan keluar naik ke atas melalui jendela jungkit yang berada di atas berjumlah 8 buah. Sedangkan ventilasi gaya angin/ silang diperoleh : angin masuk melalui 2 pintu dan keluar melalui pintu yang Luas lubang ventilasi = 15,89 m2 (dua buah pintu) = 4,05 %. Dengan demikian luas inlet masih kurang sebesar : Kekurangan minimal = 8% - 4,05 % = 3,95 % atau seluas = 15,16 m2. Kekurangan maksimal = 13 % - 4,05 % = 8,95 % atau sebesar = 34,36 m2. 4.4. Ventilasi Gabungan Antara Gaya Thermal dan Gaya Angin lain dengan gerakan angin secara horisontal. Kemudian ke dua sistem ventilasi tersebut digabungkan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur anemo-meter, pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pada pagi dan siang hari, hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 21. Hasil Pengukuran Kecepatan Angin Pada Pagi Hari Gambar 22. Hasil Pengukuran Kecepatan Angin Pada Siang Hari Dari hasil pengukuran distribusi kecepatan aliran udara di dalam ruang bangunan Gereja Blenduk, dapat dijelaskan seperti di bawah ini.

Kecepatan aliran udara: a. Ruang utama ( ruang tengah): - Luas lantai = 384 m2. - Luas lubang ventilasi = 15,89 m2 ( 8 buah lubang berbentuk lingkaran dan 3 buah pintu). - Kecepatan angin hasil pengukuran sebesar = 0,1 m/s 0,2 m/s. Dengan kecepatan angin dalam ruang utama sebesar 0,1 m/s 0,2 m/s, berarti cukup nyaman. b. Ruang bilik ( ruang pada ujung depan, belakang, samping) - Luas lantai = 25 m2. - Luas lubang ventilasi = 3,96 m2. - Kecepatan angin hasil pengukuran = 0,1 m/s 0,5 m/s. Ini berarti untuk kecepatan 0,1 m/s, berarti cukup nyaman. Sedangkan untuk kecepatan 0,4 0,5 m/s pada ruang bagian depan dan belakang merupakan kecepatan maksimum yang masih dapat ditoleransi. Jika sudah melampaui 0,5 m/s menjadi tidak nyaman. Dengan demikian kecepatan aliran udara di dalam bangunan Gereja Blenduk masuk dalam kategori nyaman. 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ventilasi dengan gaya thermal/ cerobong, luas inlet yang dibutuhkan sebesar 30,72 m2, sedangkan jumlah luas inlet keseluruhan yang ada sebesar 15,89 m2, sehingga kurang luas sebesar 14,83 m2. Akibat luas inlet tidak mencukupi, maka udara yang masuk ke ruang dalam melalui inlet volumenya tidak mencukupi yang dibutuhkan. Jika ventilasi hanya mengandalkan sistem ventilasi gaya thermal, maka tidak memenuhi kondisi yang diinginkan/ tidak nyaman. 2. Ventilasi dengan gaya angin/ silang, luas minimum inlet yang dibutuhkan sebesar 8% dari luas lantai, sedangkan yang ada sebesar 4,05 %, sehingga kurang 3,95 % atau seluas 15,16 m2. Jika hanya mengandalkan ventilasi dengan gaya angin/ silang, maka tidak memenuhi kondisi yang diinginkan/ tidak nyaman. 3. Menggunakan gabungan ventilasi gaya thermal/ cerobong dan gaya angin/ silang, hasilnya kecepatan udara dalam ruang utama sebesar 0,1 0,2 m/s, dengan kecepatan udara sebesar 0,1-0,2 m/s berarti memenuhi persyaratan kecepatan untuk merasa nyaman. Demikian juga untuk ruangruang bilik, kecepatan udara 0,1 0,5 m/s berarti memenuhi persyaratan kecepatan udara nyaman. 5.2. Rekomendasi Untuk mencapai kondisi nyaman dengan menggunakan ventilasi alami pada bangunan Gereja Blenduk, perlu dilakukan penyempurnaan/ perbaikan sebagai berikut : 1. Plafond ruang dalam yang berbentuk dome, dibuat bukaan untuk mengeluarkan udara keluar atap. Jadi udara yang masuk dari bawah (lubang berbentuk lingkaran dan pintu), akan naik ke atas keluar melalui jendela jungkit dan lubang yang berada di puncak dome, sehingga sirkulasi udara menjadi lebih lancar. Lihat gambar di bawah ini.

Gambar 23. Usulan Perbaikan Ventilasi Dengan Membuat Lubang Pada Puncak Plafond Yang Berbentuk Dome. 2. Pintu yang sekarang berupa pintu panil diusulkan panilnya diganti dengan krepyak, agar udara dapat memasuki krepyak tersebut. Lihat gambar berikut ini. Gambar 24. Usulan Perbaikan Pintu Panil Diganti dengan Krepyak 6. DAFTAR PUSTAKA Amirudin, Saleh, Iklim dan Arsitektur di Indonesia, 1969, Bandung, Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Aronim, Jeffrey Ellis, Climate & Architecture, 1953, Progressive Architecture Book, Reinhold Publishing Coorporation, USA. Brown,G.Z.. Matahari, Angin dan Cahaya, 1987, alih bahasa dari buku Sun, Wind and Light, oleh Ir. Aris K.

Onggodiputro, Bandung, Intermatra. Egan, M.D, Concepts In Thermal Comfort, 1975, Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Evans, Martin, Housing, Climate and Comfort, 1980, The Architectural Press Ltd, London. Fry, Maxwell and Jane Drew, Tropical Architecture In The Humid Zone, B.T. Batsfort, London, 1956. Kukreya, CP, Tropical Architecture, Mc. Graw Hill, New Delhitata. Lippsmeier, George, Tropenbau Building In The Tropic, Callwey Verlay, Munchen, 1980. Mangunwijaya, Y.B, Pengantar Fisika Bangunan, 1988, Penerbit Djambatan, Jakarta. Biodata Penulis : Djumiko, alumni S-1 Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang ( 1982), S-2 Teknik Arsitektur pada alur Perancangan Arsitektur Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung (1993), dan pengajar Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan (FT. UTP) Surakarta ( 1986- sekarang).