BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

EFIKASI KELAMBU BERINSEKTISIDA SETELAH PENCUCIAN BERULANG TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kejadian kematian ke dua (16%) di kawasan Asia (WHO, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

PEMBAHASAN UMUM. surveilans aktif longitudinal dengan interval setiap dua minggu. Terdapat penurunan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

GAMBARAN CAKUPAN PROGRAM KELAMBUNISASI DALAM MENCEGAH KEJADIAN MALARIA DI DESA TUNGGULO KECAMATAN LIMBOTO BARAT KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2012.

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

M.Arie w. FKM Undip. M. Arie W, FKM Undip

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (Kemenkes, gejala malaria pada tahun 2013 (WHO, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

KEGUNAAN SURVEILANS TUJUAN SUMBER INFORMASI 15/11/2013. PENGERTIAN (Surveilans Malaria)

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap derajat kesehatan masyarakat. macam penyakit menular yang seringkali berakibat kematian.

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYUMBA PROVINSI SULAWESI TENGAH

TINGKAT KEMATIAN Anopheles vagus YANG TERPAPAR INSEKTISIDA PERMETHRIN 2% (W/W) DI DALAM SERAT BENANG KELAMBU

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULl1AN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

IDENTIFIKASI NYAMUK ANOPHELES SP DEWASA DI WILAYAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS MALARIA KECAMATAN BONTO BAHARI BULUKUMBA

STUDI KOMPREHENSIF PENINGKATAN KASUS / KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN RESERVOIR

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

EFIKASI KELAMBU BERINSEKTISIDA PERMANET VESTERGAARD - FRANDSEN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBERANTASAN MALARIA DI DARAH ENDEMIS BUKIT MANOREH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Insidens Malaria dengan Ketersediaan Unit Pelayanan Kesehatan di Kecamatan Bayah, Provinsi Banten pada Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

PENGKAJIAN BIONOMIK NYAMUKANOPHELES SEBAGAI PENDEKATAN UNTUK MENGENDALIKAN POPULASINYA DALAM UPAYA MENANGGULANGI MALARIA

Penelitian. Vol. 4, No. 3, Juni Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Hal :

BAB I PENDAHULUAN. segala umur. 1.5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Faktor

Bio-assay Test on the Result of Indoor Residual Spraying (IRS) Application in Malaria Disease Control

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah untuk melindungi segenap

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium.

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

SKRIPSI ANALISIS SPASIAL KASUS MALARIA DI KELURAHAN PAYA SEUNARA KECAMATAN SUKAKARYA KOTA SABANG PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008

ANALISIS EPIDEMIOLOGIK TERHADAP KELAMBU BERINSEKTISIDA SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA PADA BALITA DI KABUPATEN BANGKA ETIH SUDARNIKA

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS KOELODA KECAMATAN GOLEWA KABUPATEN NGADA PROVINSI NTT

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di seluruh dunia. Penyakit malaria masih endemis di daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya sangat luas di dunia. Menurut laporan tahunan WHO, diperkirakan 3,3 miliar penduduk dunia berisiko terinfeksi malaria, terdapat 198 juta kasus positif malaria dengan kematian sebesar 584.000 kasus. Angka insiden ini telah turun sebesar 47 % secara global sejak tahun 2000 (WHO, 2014). Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap malaria. Penyakit ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama khususnya daerah dengan endemis malaria di luar pulau Jawa. Berdasarkan laporan Kemenkes tahun 2014 terdapat 252.027 kasus malaria, 79 % kasus diantaranya berasal dari wilayah timur Indonesia seperti Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Maluku Utara (Kemenkes, 2015). Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Berdasarkan API dilakukan stratifikasi wilayah dimana API <1 endemis rendah (LCI), API 1-5 endemis sedang (MCI) dan API >5 endemis tinggi (HCI). API di Indonesia ditargetkan dapat menurunkan angka kesakitan dari 2 menjadi 1 per 1000 penduduk (Soedarto, 2011) Berdasarkan stratifikasi API, Provinsi Sulawesi Barat termasuk daerah dengan endemisitas rendah (API <1 ), penurunan API tahun 2011-2014 sangat signifikan dari 2,22 menjadi 0,25, hal ini dapat dilihat pada gambar berikut : 1

A P I 2 2,5 2,22 2 1,5 1,23 1 0,5 0,4 0,25 0 2011 2012 2013 2014 T A H U N Gambar 1. Annual Parasite Incidence (API) di Provinsi Sulawesi Barat Berdasarkan API Kabupaten Majene termasuk daerah dengan endemisitas malaria rendah (API <1 ), jumlah kasus malaria berfluktuatif dari tahun ke tahun sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Kasus Malaria di Kabupaten Majene Prov. Sulawesi Barat Tahun Kasus Malaria API 2009 687 4,6 2010 103 0,7 2011 77 0,5 2012 145 0,9 2013 111 0,7 2014 90 0,6 Sumber : Profil Dinkes Majene tahun 2014 Tabel 1 menunjukkan kasus malaria tertinggi di Kabupaten Majene terjadi pada tahun 2009 sebanyak 687 kasus, disebabkan tingginya kasus malaria import yang tersebar dibeberapa kecamatan dan terjadinya kejadian luar biasa (KLB) malaria di Desa Sambabo Kecamatan Ulumanda. Desa Sambabo termasuk bagian dari wilayah kerja Puskesmas Salutambung dan merupakan daerah endemis malaria di Kabupaten Majene. Tingkat endemisitas malaria Desa Sambabo berdasarkan API dapat dilihat pada gambar berikut :

A P I 20 15 16 14,1 3 10 7,8 7,9 5 0 2011 2012 2013 2014 T A H U N Gambar 2. Annual Parasite Incidence (API) di Desa Sambabo Kab. Majene Gambar 2 menunjukkan API Desa Sambabo dari tahun 2011-2014 sangat tinggi mencapai 16 (HCI >5 ), yang menunjukkan tingginya tingkat insiden malaria di Desa ini. Berbagai hal yang menyebabkan Desa Sambabo menjadi daerah endemis malaria adalah karena memiliki mobilitas penduduk yang relatif tinggi ke daerah endemis malaria, belum efektifnya peran lintas sektor serta adanya habitat perkembangbiakan yang mendukung keberadaan nyamuk Anopheles spp. Pengendalian penyakit malaria di Desa Sambabo telah dilakukan secara komprehensif meliputi upaya promotif, preventif dan kuratif yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah terjadinya KLB malaria. Salah satu upaya preventif tersebut adalah dengan meminimalkan kontak langsung manusia dengan nyamuk yakni dengan penggunaan kelambu berisektisida. Berdasarkan laporan P2 Malaria Dinkes Majene kelambu berinsektisida telah didistribusikan selama empat tahun terakhir dengan cakupan, tahun 2011 sebanyak 7009 unit, tahun 2012 sebanyak 853 unit, tahun 2013 sebanyak 905 unit dan tahun 2014 sebanyak 656 unit. Kriteria pendistribusian kelambu berinsektisida oleh Kemenkes dan Global Fund (GF-Malaria) adalah kelambu rutin / integrasi untuk ibu hamil dan bayi sedangkan pada distribusi massal di daerah endemis masing-masing kepala keluarga mendapatkan satu buah kelambu berinsektisida.

4 Penggunaan kelambu berinsektisida diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat malaria terutama pada kelompok berisiko seperti ibu hamil dan anak-anak. Hal ini menurut WHO (2007) bahwa penggunaan kelambu berinsektisida dibeberapa negara di Afrika telah berhasil menurunkan angka kesakitan malaria rata-rata 50%, menurunkan angka kelahiran bayi dengan berat badan kurang rata-rata 23%, menurunkan angka keguguran pada kehamilan pertama sampai keempat sebesar 33% dan menurunkan angka parasitemia pada plasenta dari seluruh kehamilan sebesar 23%. Efektivitas kelambu berinsektisida ditentukan oleh konsentrasi insektisida yang terkandung di dalam serat kelambu. Konsentrasi insektisida ini dapat menurun ataupun hilang selama pemakaian dan pencucian kelambu oleh masyarakat. Menurut Gimnig et al. (2005), bahwa konsentrasi insektisida pada kelambu berinsektisida setelah pencucian berulang 20 kali berkurang >50% dengan tingkat kematian nyamuk Anopheles gambiae >50%. Residu insektisida di alam dapat mengalami penurunan akibat adanya degradasi insektisida. Berbagai hal yang berpengaruh terjadinya degradasi insektisida tersebut seperti cahaya matahari, hujan, kelembaban dan temperatur yang tinggi. Pencucian kelambu dengan perendaman dan dijemur langsung terpapar sinar matahari dapat menyebabkan terjadinya degradasi insektisida pada kelambu. Hal lain seperti ventilasi yang terlalu lebar dan terbuka dapat mempengaruhi keluar masuknya angin sehingga mempercepat penurunan residu insektisida pada kelambu (Masruchi (1996). Hasil penangkapan nyamuk Anopheles spp di Desa Sambabo dengan spot survey entomologi menunjukkan bahwa jenis Anopheles spp yang dominan

5 tertangkap adalah Anopheles barbirostris. Nyamuk An. barbirostris di Kabupaten Majene belum terkonfirmasi sebagai vektor malaria namun menurut Kemenkes (2011) bahwa An. barbirostris merupakan vektor malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, sehingga dengan mempertimbangkan peranan dan potensinya sebagai vektor malaria serta jumlah nyamuk yang diperlukan dalam pengujian pada kelambu berinsektisida permetrin maka spesies nyamuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah An. barbirostris. Hasil pengujian tentang efektivitas kelambu berinsektisida terhadap mortalitas nyamuk An. barbirostris telah dilakukan dibeberapa daerah endemis malaria di Indonesia seperti penelitian yang dilakukan oleh Sila (2010), di Kota Kupang pada kelambu berinsektisida permetrin menggunakan An. barbirostris dan An. aconitus sebagai nyamuk uji menunjukkan bahwa kelambu berinsektisida permetrin yang baru efektif membunuh 100% nyamuk Anopheles spp, namun terdapat penurunan mortalitas nyamuk An. barbirostris dan An. aconitus setelah pencucian kelambu satu, dua, lima dan sepuluh kali sebesar 4%, 6%, 8% dan 16%. Penggunaan kelambu berinsektisida di Desa Sambabo dari tahun 2011-2014 belum pernah dievaluasi. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas kelambu berinsektisida sehingga dapat memberikan informasi pada program pemberantasan penyakit malaria di Kabupaten Majene. Berdasarkan data dan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi dan mengetahui efektivitas kelambu berinsektisida permetrin yang telah digunakan dan dilakukan pencucian oleh penduduk Desa Sambabo terhadap mortalitas nyamuk Anopheles spp khususnya spesies An. barbirostris.

6 B. Perumusan Masalah Dari uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah lama pemakaian mempengaruhi toksisitas kelambu berinsektisida permetrin terhadap nyamuk An. barbirostris di Desa Sambabo Kabupaten Majene? 2. Apakah frekuensi pencucian mempengaruhi toksisititas kelambu berinsektisida permetrin terhadap nyamuk An. barbirostris di Desa Sambabo Kabupaten Majene? 3. Apakah terdapat penurunan konsentrasi insektisida permetrin pada kelambu berinsektisida setelah digunakan dan dilakukan pencucian sebanyak satu, dua dan tiga kali? 4. Apakah terdapat penurunan status kerentanan nyamuk An. barbirostris terhadap insektisida permetrin di Desa Sambabo Kabupaten Majene? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh lama pemakaian kelambu berinsektisida permetrin terhadap An. barbirostris di Desa Sambabo Kabupaten Majene. 2. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi pencucian kelambu pada toksisitas residu permetrin terhadap An. barbirostris di Desa Sambabo Kabupaten Majene. 3. Untuk mengetahui penurunan konsentrasi insektisida permetrin pada kelambu setelah digunakan dan dilakukan pencucian satu, dua dan tiga kali di Desa Sambabo Kabupaten Majene.

7 4. Untuk mengetahui penurunan status kerentanan nyamuk An. barbirostris terhadap insektisida permetrin di Desa Sambabo Kabupaten Majene. D. Keaslian Penelitian Penelitian yang membahas tentang efektivitas kelambu berinsektisida terhadap nyamuk Anopheles spp sudah banyak dilakukan, akan tetapi memiliki subyek, tujuan dan lokasi penelitian yang berbeda-beda. Adapun beberapa penelitian sejenis tentang hal tersebut antara lain telah dilakukan oleh : 1. Jaramillo, et al., 2011, dengan judul penelitian Comparison of the efficacy of long-lasting insecticidal nets PermaNet 2.0 and Olyset against Anopheles albimanus under laboratory conditions. Hasil penelitian ini didapatkan adanya penurunan efikasi kelambu berinsektisida terhadap nyamuk An. albimanus sebesar 60% setelah dilakukan pencucian 20 kali. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada nyamuk Anopheles spp yang digunakan yaitu An. albimanus sedangkan penelitian ini menggunakan An. barbirostris sebagai nyamuk uji. 2. Malima, et al., 2008. An experimental hut evaluation of Olyset nets against anopheline mosquitoes after seven years use in Tanzanian villages. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelambu berinsektisida permetrin (Olyset ) yang baru memiliki tingkat mortalitas terhadap An. funestus sebesar 73,9% dan pada An. gambiae sebesar 62,7%. Kelambu Olyset yang telah berusia 7 tahun efektif membunuh nyamuk An. funestus sebesar 58,9% dan pada An. gambiae sebesar 40%. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada sampel kelambu berinsektisida yang digunakan berusia satu sampai empat tahun dan spesies Anopheles spp yang digunakan serta beda lokasi penelitian.

8 3. Yahya., Astuti, E.P., 2013, dengan judul penelitian Tingkat kematian Anopheles vagus yang terpapar insektisida permethrin 2% (W/W) di dalam serat benang kelambu. Hasil penelitian ini adalah frekuensi pencucian kelambu berpengaruh terhadap mortalitas nyamuk An. vagus. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada jumlah sampel kelambu dan spesies Anopheles spp yang digunakan sebagai nyamuk uji yaitu Anopheles barbirostris serta beda lokasi penelitian. 4. Sila., 2010, dengan judul penelitian Evaluasi Efektivitas kelambu berinsektisida permetrin di daerah endemis malaria Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan kelambu berinsektisida permetrin setelah pencucian sepuluh kali mengalami penurunan efektivitas terhadap nyamuk An. barbirostris dan An. aconitus sebesar 16%. Persamaan dengan penelitian ini adalah dilakukan uji hayati kelambu berinsektisida terhadap nyamuk Anopheles spp. Perbedaannya, penelitian ini menggunakan sampel kelambu berinsektisida permetrin yang telah digunakan sejak tahun 2011 dengan spesies An. barbirostris sebagai nyamuk uji serta beda lokasi penelitian. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk pengembangan ilmu dalam bidang entomologi dan program pengendalian vektor khususnya spesies lokal dari nyamuk Anopheles spp yaitu An. barbirostris serta sebagai evaluasi program pemberantasan penyakit malaria di Kabupaten Majene.