BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya sangat luas di dunia. Menurut laporan tahunan WHO, diperkirakan 3,3 miliar penduduk dunia berisiko terinfeksi malaria, terdapat 198 juta kasus positif malaria dengan kematian sebesar 584.000 kasus. Angka insiden ini telah turun sebesar 47 % secara global sejak tahun 2000 (WHO, 2014). Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap malaria. Penyakit ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama khususnya daerah dengan endemis malaria di luar pulau Jawa. Berdasarkan laporan Kemenkes tahun 2014 terdapat 252.027 kasus malaria, 79 % kasus diantaranya berasal dari wilayah timur Indonesia seperti Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Maluku Utara (Kemenkes, 2015). Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Berdasarkan API dilakukan stratifikasi wilayah dimana API <1 endemis rendah (LCI), API 1-5 endemis sedang (MCI) dan API >5 endemis tinggi (HCI). API di Indonesia ditargetkan dapat menurunkan angka kesakitan dari 2 menjadi 1 per 1000 penduduk (Soedarto, 2011) Berdasarkan stratifikasi API, Provinsi Sulawesi Barat termasuk daerah dengan endemisitas rendah (API <1 ), penurunan API tahun 2011-2014 sangat signifikan dari 2,22 menjadi 0,25, hal ini dapat dilihat pada gambar berikut : 1
A P I 2 2,5 2,22 2 1,5 1,23 1 0,5 0,4 0,25 0 2011 2012 2013 2014 T A H U N Gambar 1. Annual Parasite Incidence (API) di Provinsi Sulawesi Barat Berdasarkan API Kabupaten Majene termasuk daerah dengan endemisitas malaria rendah (API <1 ), jumlah kasus malaria berfluktuatif dari tahun ke tahun sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Kasus Malaria di Kabupaten Majene Prov. Sulawesi Barat Tahun Kasus Malaria API 2009 687 4,6 2010 103 0,7 2011 77 0,5 2012 145 0,9 2013 111 0,7 2014 90 0,6 Sumber : Profil Dinkes Majene tahun 2014 Tabel 1 menunjukkan kasus malaria tertinggi di Kabupaten Majene terjadi pada tahun 2009 sebanyak 687 kasus, disebabkan tingginya kasus malaria import yang tersebar dibeberapa kecamatan dan terjadinya kejadian luar biasa (KLB) malaria di Desa Sambabo Kecamatan Ulumanda. Desa Sambabo termasuk bagian dari wilayah kerja Puskesmas Salutambung dan merupakan daerah endemis malaria di Kabupaten Majene. Tingkat endemisitas malaria Desa Sambabo berdasarkan API dapat dilihat pada gambar berikut :
A P I 20 15 16 14,1 3 10 7,8 7,9 5 0 2011 2012 2013 2014 T A H U N Gambar 2. Annual Parasite Incidence (API) di Desa Sambabo Kab. Majene Gambar 2 menunjukkan API Desa Sambabo dari tahun 2011-2014 sangat tinggi mencapai 16 (HCI >5 ), yang menunjukkan tingginya tingkat insiden malaria di Desa ini. Berbagai hal yang menyebabkan Desa Sambabo menjadi daerah endemis malaria adalah karena memiliki mobilitas penduduk yang relatif tinggi ke daerah endemis malaria, belum efektifnya peran lintas sektor serta adanya habitat perkembangbiakan yang mendukung keberadaan nyamuk Anopheles spp. Pengendalian penyakit malaria di Desa Sambabo telah dilakukan secara komprehensif meliputi upaya promotif, preventif dan kuratif yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah terjadinya KLB malaria. Salah satu upaya preventif tersebut adalah dengan meminimalkan kontak langsung manusia dengan nyamuk yakni dengan penggunaan kelambu berisektisida. Berdasarkan laporan P2 Malaria Dinkes Majene kelambu berinsektisida telah didistribusikan selama empat tahun terakhir dengan cakupan, tahun 2011 sebanyak 7009 unit, tahun 2012 sebanyak 853 unit, tahun 2013 sebanyak 905 unit dan tahun 2014 sebanyak 656 unit. Kriteria pendistribusian kelambu berinsektisida oleh Kemenkes dan Global Fund (GF-Malaria) adalah kelambu rutin / integrasi untuk ibu hamil dan bayi sedangkan pada distribusi massal di daerah endemis masing-masing kepala keluarga mendapatkan satu buah kelambu berinsektisida.
4 Penggunaan kelambu berinsektisida diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat malaria terutama pada kelompok berisiko seperti ibu hamil dan anak-anak. Hal ini menurut WHO (2007) bahwa penggunaan kelambu berinsektisida dibeberapa negara di Afrika telah berhasil menurunkan angka kesakitan malaria rata-rata 50%, menurunkan angka kelahiran bayi dengan berat badan kurang rata-rata 23%, menurunkan angka keguguran pada kehamilan pertama sampai keempat sebesar 33% dan menurunkan angka parasitemia pada plasenta dari seluruh kehamilan sebesar 23%. Efektivitas kelambu berinsektisida ditentukan oleh konsentrasi insektisida yang terkandung di dalam serat kelambu. Konsentrasi insektisida ini dapat menurun ataupun hilang selama pemakaian dan pencucian kelambu oleh masyarakat. Menurut Gimnig et al. (2005), bahwa konsentrasi insektisida pada kelambu berinsektisida setelah pencucian berulang 20 kali berkurang >50% dengan tingkat kematian nyamuk Anopheles gambiae >50%. Residu insektisida di alam dapat mengalami penurunan akibat adanya degradasi insektisida. Berbagai hal yang berpengaruh terjadinya degradasi insektisida tersebut seperti cahaya matahari, hujan, kelembaban dan temperatur yang tinggi. Pencucian kelambu dengan perendaman dan dijemur langsung terpapar sinar matahari dapat menyebabkan terjadinya degradasi insektisida pada kelambu. Hal lain seperti ventilasi yang terlalu lebar dan terbuka dapat mempengaruhi keluar masuknya angin sehingga mempercepat penurunan residu insektisida pada kelambu (Masruchi (1996). Hasil penangkapan nyamuk Anopheles spp di Desa Sambabo dengan spot survey entomologi menunjukkan bahwa jenis Anopheles spp yang dominan
5 tertangkap adalah Anopheles barbirostris. Nyamuk An. barbirostris di Kabupaten Majene belum terkonfirmasi sebagai vektor malaria namun menurut Kemenkes (2011) bahwa An. barbirostris merupakan vektor malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, sehingga dengan mempertimbangkan peranan dan potensinya sebagai vektor malaria serta jumlah nyamuk yang diperlukan dalam pengujian pada kelambu berinsektisida permetrin maka spesies nyamuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah An. barbirostris. Hasil pengujian tentang efektivitas kelambu berinsektisida terhadap mortalitas nyamuk An. barbirostris telah dilakukan dibeberapa daerah endemis malaria di Indonesia seperti penelitian yang dilakukan oleh Sila (2010), di Kota Kupang pada kelambu berinsektisida permetrin menggunakan An. barbirostris dan An. aconitus sebagai nyamuk uji menunjukkan bahwa kelambu berinsektisida permetrin yang baru efektif membunuh 100% nyamuk Anopheles spp, namun terdapat penurunan mortalitas nyamuk An. barbirostris dan An. aconitus setelah pencucian kelambu satu, dua, lima dan sepuluh kali sebesar 4%, 6%, 8% dan 16%. Penggunaan kelambu berinsektisida di Desa Sambabo dari tahun 2011-2014 belum pernah dievaluasi. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas kelambu berinsektisida sehingga dapat memberikan informasi pada program pemberantasan penyakit malaria di Kabupaten Majene. Berdasarkan data dan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi dan mengetahui efektivitas kelambu berinsektisida permetrin yang telah digunakan dan dilakukan pencucian oleh penduduk Desa Sambabo terhadap mortalitas nyamuk Anopheles spp khususnya spesies An. barbirostris.
6 B. Perumusan Masalah Dari uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah lama pemakaian mempengaruhi toksisitas kelambu berinsektisida permetrin terhadap nyamuk An. barbirostris di Desa Sambabo Kabupaten Majene? 2. Apakah frekuensi pencucian mempengaruhi toksisititas kelambu berinsektisida permetrin terhadap nyamuk An. barbirostris di Desa Sambabo Kabupaten Majene? 3. Apakah terdapat penurunan konsentrasi insektisida permetrin pada kelambu berinsektisida setelah digunakan dan dilakukan pencucian sebanyak satu, dua dan tiga kali? 4. Apakah terdapat penurunan status kerentanan nyamuk An. barbirostris terhadap insektisida permetrin di Desa Sambabo Kabupaten Majene? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh lama pemakaian kelambu berinsektisida permetrin terhadap An. barbirostris di Desa Sambabo Kabupaten Majene. 2. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi pencucian kelambu pada toksisitas residu permetrin terhadap An. barbirostris di Desa Sambabo Kabupaten Majene. 3. Untuk mengetahui penurunan konsentrasi insektisida permetrin pada kelambu setelah digunakan dan dilakukan pencucian satu, dua dan tiga kali di Desa Sambabo Kabupaten Majene.
7 4. Untuk mengetahui penurunan status kerentanan nyamuk An. barbirostris terhadap insektisida permetrin di Desa Sambabo Kabupaten Majene. D. Keaslian Penelitian Penelitian yang membahas tentang efektivitas kelambu berinsektisida terhadap nyamuk Anopheles spp sudah banyak dilakukan, akan tetapi memiliki subyek, tujuan dan lokasi penelitian yang berbeda-beda. Adapun beberapa penelitian sejenis tentang hal tersebut antara lain telah dilakukan oleh : 1. Jaramillo, et al., 2011, dengan judul penelitian Comparison of the efficacy of long-lasting insecticidal nets PermaNet 2.0 and Olyset against Anopheles albimanus under laboratory conditions. Hasil penelitian ini didapatkan adanya penurunan efikasi kelambu berinsektisida terhadap nyamuk An. albimanus sebesar 60% setelah dilakukan pencucian 20 kali. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada nyamuk Anopheles spp yang digunakan yaitu An. albimanus sedangkan penelitian ini menggunakan An. barbirostris sebagai nyamuk uji. 2. Malima, et al., 2008. An experimental hut evaluation of Olyset nets against anopheline mosquitoes after seven years use in Tanzanian villages. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelambu berinsektisida permetrin (Olyset ) yang baru memiliki tingkat mortalitas terhadap An. funestus sebesar 73,9% dan pada An. gambiae sebesar 62,7%. Kelambu Olyset yang telah berusia 7 tahun efektif membunuh nyamuk An. funestus sebesar 58,9% dan pada An. gambiae sebesar 40%. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada sampel kelambu berinsektisida yang digunakan berusia satu sampai empat tahun dan spesies Anopheles spp yang digunakan serta beda lokasi penelitian.
8 3. Yahya., Astuti, E.P., 2013, dengan judul penelitian Tingkat kematian Anopheles vagus yang terpapar insektisida permethrin 2% (W/W) di dalam serat benang kelambu. Hasil penelitian ini adalah frekuensi pencucian kelambu berpengaruh terhadap mortalitas nyamuk An. vagus. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada jumlah sampel kelambu dan spesies Anopheles spp yang digunakan sebagai nyamuk uji yaitu Anopheles barbirostris serta beda lokasi penelitian. 4. Sila., 2010, dengan judul penelitian Evaluasi Efektivitas kelambu berinsektisida permetrin di daerah endemis malaria Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan kelambu berinsektisida permetrin setelah pencucian sepuluh kali mengalami penurunan efektivitas terhadap nyamuk An. barbirostris dan An. aconitus sebesar 16%. Persamaan dengan penelitian ini adalah dilakukan uji hayati kelambu berinsektisida terhadap nyamuk Anopheles spp. Perbedaannya, penelitian ini menggunakan sampel kelambu berinsektisida permetrin yang telah digunakan sejak tahun 2011 dengan spesies An. barbirostris sebagai nyamuk uji serta beda lokasi penelitian. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk pengembangan ilmu dalam bidang entomologi dan program pengendalian vektor khususnya spesies lokal dari nyamuk Anopheles spp yaitu An. barbirostris serta sebagai evaluasi program pemberantasan penyakit malaria di Kabupaten Majene.