ANALISIS EPIDEMIOLOGIK TERHADAP KELAMBU BERINSEKTISIDA SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA PADA BALITA DI KABUPATEN BANGKA ETIH SUDARNIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EPIDEMIOLOGIK TERHADAP KELAMBU BERINSEKTISIDA SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA PADA BALITA DI KABUPATEN BANGKA ETIH SUDARNIKA"

Transkripsi

1 ANALISIS EPIDEMIOLOGIK TERHADAP KELAMBU BERINSEKTISIDA SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA PADA BALITA DI KABUPATEN BANGKA ETIH SUDARNIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Epidemiologik terhadap Kelambu Berinsektisida Sebagai Alat Pencegah Malaria pada Balita di Kabupaten Bangka adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Mei 2010 Etih Sudarnika NIM. B

3 ABSTRACT ETIH SUDARNIKA. Epidemiological Analysis to Long Lasting Insecticidal Nets for Protecting Malaria in Children Under Five Years Old in Bangka District. Under Direction of MIRNAWATI SUDARWANTO, ASEP SAEFUDDIN, UMI CAHYANINGSIH, and UPIK KESUMAWATI HADI. Malaria is one of the priorities in public health problems in Indonesia since it was having high mortality in pregnant women and children under five years old. Permethrin treated long lasting insecticidal net (LLIN) is one of LLINs approved by WHO Pesticide Evaluation Scheme for the prevention of malaria and other vector-borne diseases. However several investigations showed that most permethrin in the LLIN remained within the net fibers where it was unavailable to contact and kill mosquitoes without heat-assisted regeneration as originally recommended by the manufacturer. The objective of this study was to determine the association between heat assisted regeneration treatment in permethrin treated LLINs and malaria risk for children under five years old in the field condition. The research is conducted in one year, duration from September 2007 to August 2008 in Bangka District, Bangka Belitung Province. Research activity was consist of three parts which were, 1) bed nets utilization surveys every three months; 2) malaria incidence measurement and 3) matched case control study 2:1 to determine the association between heat assisted regeneration of LLINs and malaria case of children under five years old. Intervention was heating of LLINs after washing and control was not heating the LLINs. Bed nets washing were done in every three months. Data was analyzed using generalized estimating equations and conditional logistic regression models. Results showed that no significant difference in LLINs utilization and washing between intervention and control area. Annual parasite insidence (API) in Bangka District was 1.28%, namely 1.23% for people more than 5 years old and 1,62% for children under five years old. Malaria incidence rate was not significant different between intervention and control area. Odds for malaria in group which are not used, not washed, not heated, and not routinely heated the LLINs is two time higher (OR = 1.97; CI 95%: ) compared with group which routinely heated their LLINs. Covariate which were associated with risk of malaria in children under five years old was the wall material. Concrete was better than woodboard with OR = 1.77 (CI 95%; ). Keyword: conditional logistic regression, generalized estimating equations, heat assisted regeneration, matched case control study, Olyset, Permethrin treated LLINs.

4 4 RINGKASAN ETIH SUDARNIKA. Analisis Epidemiologik terhadap Kelambu Berinsektisida Sebagai Alat Pencegah Malaria pada Balita di Kabupaten Bangka. Dibimbing oleh MIRNAWATI SUDARWANTO, ASEP SAEFUDDIN, UMI CAHYANINGSIH, dan UPIK KESUMAWATI HADI. Malaria merupakan satu di antara masalah kesehatan masyarakat yang penanganannya di Indonesia masih menjadi prioritas karena angka kematian yang relatif tinggi pada bayi, balita, ibu hamil dan orang dewasa. Diperkirakan sekitar 45% masyarakat Indonesia bertempat tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular malaria. Kabupaten Bangka di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan satu di antara wilayah di Indonesia yang merupakan daerah endemis malaria. Balita merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit malaria. Malaria pada anak-anak berakibat lebih fatal dibandingkan dengan orang dewasa. Akibat malaria pada anak-anak yang berusia lebih tua hampir sama dengan pada orang dewasa, tetapi untuk bayi dan balita akibatnya lebih fatal. Balita yang terserang malaria dapat menderita anemia yang berakibat terlambatnya perkembangan psikomotor dan berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya. Balita juga mudah terkena cerebral malaria dan berakibat kematian. Satu di antara upaya pencegahan malaria adalah dengan meminimalkan kontak antara manusia dengan vektornya yaitu nyamuk melalui pemakaian kelambu. Kelambu berinsektisida tahan lama atau dikenal dengan Long Lasting Insecticidal Nets (LLIN) merupakan cara yang efektif untuk pencegahan malaria, karena selain sebagai penghalang secara fisik terhadap nyamuk, aktifitas insektisida yang terkandung di dalamnya dapat membunuh nyamuk, dan efek repellent dari insektisida yang dapat mengusir nyamuk. Kelambu berinsektisida tahan lama (long-lasting insecticide treated nets /LLIN) yang mengandung insektisida permetrin adalah satu di antara jenis LLIN yang disetujui oleh WHO Pesticide Evaluation Scheme untuk pencegahan malaria dan penyakit lainnya yang ditularkan oleh vektor. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan insektisida yang terdapat di benang kelambu tidak mampu membunuh nyamuk tanpa dilakukan perlakuan pemanasan (heat assisted regeneration) terhadap LLIN tersebut sebagaimana telah direkomendasikan sebelumnya oleh perusahaan yang memproduksinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perlakuan pemanasan pada LLIN terhadap kasus malaria pada balita pada kondisi lapangan. Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun, yaitu dari September 2007 sampai Agustus 2008 di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga bagian yaitu 1) survei pemakaian kelambu yang dilakukan setiap tiga bulan sekali, 2) pengukuran insidensi malaria (annual parasite incidence/api) dan 3) studi kasus kontrol berpadanan untuk mengetahui hubungan antara perlakuan pemanasan pada LLIN terhadap kasus malaria pada balita. Perlakuan adalah pemanasan terhadap LLIN setelah pencucian, yaitu dengan cara membungkus kelambu yang telah dicuci dengan plastik hitam dan menjemurnya di bawah sinar matahari selama kurang lebih 4 sampai 6 jam, baru kemudiannya memasangnya. Adapun kontrol adalah cara pencucian biasa, yaitu

5 LLIN dicuci dan dikeringkan dengan diangin-angin, kemudian dipasang. Pencucian kelambu dilakukan setiap tiga bulan sekali. Kelompok perlakuan dan kontrol dibagi berdasarkan wilayah kerja puskesmas. Terdapat 11 puskesmas di Kabupaten Bangka, masing-masing puskesmas dikelompokan ke dalam 3 strata berdasarkan tingkat insidensi malaria di masing-masing wilayah pada awal penelitian. Ketiga strata serta puskesmas pada masing-masing strata tersebut adalah: 1) rendah: Puskesmas Petaling dan Batu Rusa, 2) sedang: Puskesmas Pemali, Bakam, Puding Besar dan Riau Silip, 3) tinggi: Belinyu, Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru dan Kenanga. Kemudian pada masing-masing strata dipilih puskesmas secara acak untuk dimasukkan ke dalam wilayah perlakuan atau kontrol. Wilayah perlakuan terdiri dari 6 puskesmas, yaitu Sungai Liat, Sinar Baru, Bakam, Petaling, Puding Besar dan Gunung Muda. Wilayah kontrol terdiri dari 5 puskesmas, yaitu Pemali, Belinyu, Riau Silip, Batu Rusa dan Kenanga. Sebelum dilakukan intervensi perlakuan, terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yaitu Pelatihan pemeriksaan Plasmodium dengan menggunakan mikroskop untuk petugas laboratorium serta edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Survei penggunaan kelambu dilakukan untuk mengetahui tingkat penggunaan kelambu, serta pencucian dan pemanasannya pada setiap rumah tangga di wilayah perlakuan maupun wilayah kontrol. Survei dilakukan pada awal penelitian dan selanjutnya dilakukan setiap tiga bulan sekali selama setahun, sehingga secara total dilakukan empat kali survei. Pemilihan sampel pada kegiatan survei dilakukan dengan penarikan contoh acak bertingkat, yaitu dengan metode probability proporsional to size (PPS). Unit penarikan contoh pada survei dasar adalah rumah tangga yang memiliki LLIN, sedangkan pada tiga survei berikutnya adalah rumah tangga yang memiliki balita atau ibu hamil. Wawancara dilakukan dengan menggunakan lembaran kuesioner pada survei dasar dan menggunakan Personal Digital Assistant (PDA) pada 3 survei berikutnya. Data dianalisis dengan menggunakan Generalized Estimating Equations (GEE) untuk sebaran binomial. Pengumpulan data kasus malaria dilakukan secara berkala setiap bulan dengan mengambil data dari catatan pemeriksaan laboratorium (log book) di setiap puskesmas di Kabupaten Bangka. Definisi kasus malaria adalah orang yang dinyatakan positif setelah melalui pemeriksaan parasit Plasmodium di laboratorium. Data dianalisis dengan menggunakan GEE untuk sebaran Poisson. Studi kasus kontrol berpadanan 2:1 dilakukan untuk mengkaji asosiasi antara perlakuan pemanasan dan kasus malaria pada balita. Pemadanan dilakukan berdasarkan wilayah tempat tinggal dan umur. Definisi kasus adalah balita yang menderita malaria selama studi longitudinal berlangsung, adapun kontrol adalah balita yang tidak menderita malaria selama studi longitudinal berlangsung. Besaran contoh yang diteliti adalah 138 kasus dan 276 kontrol. Data dianalisis dengan Model Regresi Logistik Bersyarat (Conditional Logistic Regression Model). Jumlah LLIN yang dimiliki masyarakat selama periode penelitian menunjukkan peningkatan, demikian juga dengan tingkat pemakaian, pencucian serta pemanasannya. Tingkat pemakaiannya pada golongan rentan masih terlihat rendah. Secara umum tingkat pemakaiannya pada balita adalah sekitar 63,1% sampai 75,8%, sedangkan pada ibu hamil sekitar 36,0% sampai 53,6%.

6 6 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN menunjukkan nilai yang semakin meningkat dari survei I sampai survei IV. Di wilayah perlakuan persentase keluarga yang mencuci LLIN pada survei I adalah sebesar 37,6 %, dan terus meningkat sampai 86,1% pada survei IV. Di daerah kontrol, persentase keluarga yang mencuci LLIN adalah 35,1% pada survei I, dan 84,5% pada survei IV. Adapun untuk pencucian LLIN secara teratur, pada survei I terdapat 10,3% keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan 12,5% keluarga di derah kontrol. Pada akhir penelitian persentase tersebut menunjukkan peningkatan yang berarti yaitu menjadi 59,8% di daerah perlakuan dan 55,5% di daerah kontrol. Partisipasi masyarakat di daerah perlakuan dalam pemanasan LLIN setelah pencucian juga menunjukkan peningkatan, yaitu partisipasinya mencapai 75,2% pada akhir penelitian. Analisis GEE menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam tingkat pemakaian LLIN, pencucian dan pencucian secara teratur di antara wilayah perlakuan dan kontrol. Selama kurun waktu penelitian, angka annual parasite incidence (API) di Kabupaten adalah 1,28%, yaitu 1,62% untuk balita dan 1,23% untuk penduduk yang berusia di atas lima tahun. Tingkat insidensi malaria di wilayah perlakuan pemanasan terhadap LLIN dan wilayah kontrol tidak berbeda nyata. Odds kasus malaria pada kelompok yang tidak menggunakan LLIN, tidak mencuci, tidak memanaskan dan tidak memanaskan LLIN secara teratur adalah dua kali lebih besar (OR=1.97; SK 95%: 1,13-3,45) dibandingkan dengan kelompok yang memanaskan LLIN secara teratur. Kovariat yang berasosiasi dengan kasus malaria pada balita adalah bahan dinding rumah, yaitu rumah yang berdinding tembok lebih baik dalam mencegah malaria dibandingkan dengan berdinding kayu dengan OR = 1,77 (SK 95%; 1,02 3,08). Kata kunci: regresi logistik bersyarat, Generalized Estimating Equations, Heat assisted regeneration, kajian kasus kontrol berpadanan, Olyset, LLIN, permetrin.

7 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB yang wajar. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 8 ANALISIS EPIDEMIOLOGIK TERHADAP KELAMBU BERINSEKTISIDA SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA PADA BALITA DI KABUPATEN BANGKA ETIH SUDARNIKA Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Sains Veteriner SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

9

10 10 Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. drh. Rr. Sri Utami Handayani, MS Dr. Anang Kurnia, SSi, MSi Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Lukman Hakim Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi

11 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada September 2007 sampai Agustus 2008 ini adalah mengenai kemampuan kelambu berinsektisida tahan lama dalam pencegahan malaria, dengan judul Analisis Epidemiologik terhadap Kelambu Berinsektisida Sebagai Alat Pencegah Malaria pada Balita di Kabupaten Bangka. Disertasi ini memuat tiga bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang telah dan akan diajukan ke jurnal ilmiah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto, Bapak Dr. Ir. H. Asep Saefuddin, MSc., Ibu Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS., dan Ibu Dr. drh. Hj. Upik Kesumawati Hadi, MS. yang telah memberikan bimbingan dan banyak memberikan saran. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ditjen DIKTI, KEMENDIKNAS yang telah memberikan beasiswa pendidikan S3 di IPB. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada UNICEF yang telah mendanai penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan disampaikan juga kepada Centers for Diseases Control and Prevention, Atlanta, USA; sub direktorat malaria, direktorat P2B2, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI; Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka atas kerjasamanya dalam penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada William A. Hawley Ph. D, Thomas Burkot, Ph. D dan Jodi Vanden Eng, M.Sc. dr. Endang Sumiwi dan dr. Eka Jusuf Singka yang telah banyak membantu dari mulai pembuatan proposal, perancangan, pelaksanaan, pendanaan, sampai analisis data penelitian. Terima kasih diucapkan pula kepada Prof. Sastry G. Pantula dan Dr. Daowen Zhang dari North Carolina State University yang telah membantu dalam analisis data penelitian. Terima kasih disampaikan juga kepada Dr. drh. Rr. Sri Utami Handayani, MS, Dr. Anang Kurnia, SSi, MSi, Dr. Lukman Hakim dan Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi yang telah memberikan masukan dan saran pada ujian tertutup dan terbuka. Terima kasih dan penghargaan kepada seluruh tim penelitian: Bapak Dr. FX. Koesharto, Ibu Dr. drh. Dwijayanti Gunandini, MS, Ibu Dr. drh. Susi Soviana, MS, drh. Sugiarto, Bapak drg. Mulyono Susanto,MHSM (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka), dr. Rosila, Bapak Bahuri Zainudin, SKM, dan Ibu Farida Bey, MSc, para Kepala puskesmas, petugas laboratorium di puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Bangka, penanggung jawab program malaria di puskesmas, petugas surveilans puskesmas, petugas puskesmas pembantu, para bidan desa, kepala dusun dan seluruh kader posyandu di Kabupaten Bangka. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, alm. Mama, suami dan anak-anak, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2010 Etih Sudarnika

12 12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 21 Agustus 1968 sebagai anak sulung dari pasangan Entang Muchtar dan Latifah. Program sarjana ditempuh di Jurusan Statistika, FMIPA IPB, lulus pada tahun Pada tahun 1995 penulis diterima di Program Studi Statistika pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Sains Veteriner Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari DITJEN DIKTI Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada mata kuliah Statistika dan Epidemiologi. Penulis adalah anggota Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia (AEVI) dan Ikatan Statistikawan Indonesia. Karya ilmiah berjudul Pendeteksian Wilayah Hotspot dalam Surveilans Malaria di Kabupaten Bangka, Indonesia telah disajikan pada Muktamar of Indonesian Muslim Society in America di Atlanta, USA pada bulan Desember Sebuah artikel berjudul Tingkat Insidensi Malaria di Kabupaten Bangka sedang menunggu penerbitan di Jurnal Veteriner, Denpasar Bali, edisi Desember Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

13 xi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan. 3 TINJAUAN PUSTAKA Malaria 5 Vektor Penyakit Malaria.. 8 Malaria pada Golongan Rentan 10 Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (Long-Lasting Insecticidal 11 Nets/LLINs). Perlakuan Pemanasan pada LLIN. 12 PENGGUNAAN KELAMBU BERINSEKTISIDA TAHAN LAMA SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA DI KABUPATEN BANGKA, INDONESIA Abstrak 15 Abstract 16 Pendahuluan 16 Metode 18 Hasil 21 Pembahasan 35 Kesimpulan. 38 Daftar Pustaka. 39 TINGKAT INSIDENSI MALARIA PADA BALITA DI WILAYAH PERLAKUAN PEMANASAN PADA KELAMBU BERINSEKTISIDA DAN WILAYAH KONTROL DI KABUPATEN BANGKA Abstrak 43 Abstract 44 Pendahuluan 44 Metode 46 Hasil 49 Pembahasan 52 Kesimpulan. 57 Daftar Pustaka. 57 PENGARUH PEMANASAN PADA KELAMBU BERINSEKTISIDA TAHAN LAMA TERHADAP RISIKO MALARIA PADA BALITA DI KABUPATEN BANGKA: KAJIAN KASUS KONTROL Abstrak 61 Abstract 62 Pendahuluan 62 Metode 63 Hasil 66 xiv xv

14 xii Pembahasan 71 Kesimpulan. 74 Daftar Pustaka. 74 PEMBAHASAN UMUM KESIMPULAN DAN SARAN. 83 DAFTAR PUSTAKA 85 LAMPIRAN 91

15 xiii DAFTAR TABEL Halaman 1 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun Jumlah responden pada setiap survei Distribusi jumlah LLIN yang dimiliki keluarga Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pemakaian LLIN di daerah perlakuan dan kontrol... 5 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN di daerah perlakuan dan kontrol 30 6 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan kontrol... 7 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian LLIN di daerah perlakuan dan kontrol... 8 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan kontrol... 9 Jumlah keluarga yang melakukan pemanasan LLIN Jumlah keluarga yang melakukan pemanasan LLIN secara teratur Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat insidensi malaria pada balita di daerah perlakuan dan kontrol Penggunaan, pencucian dan pemanasan LLIN Informasi keadaan rumah, lingkungan, dan alat proteksi nyamuk responden Tipe Plasmodium Nilai odds ratio dalam penggunaan, pencucian dan pemanasan LLIN Nilai odds ratio untuk kovariat

16 xiv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta penyebaran malaria di dunia Peta endemisitas malaria di Indonesia tahun Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun Tingkat pemakaian LLIN oleh keluarga Jumlah anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN Distribusi balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN Distribusi anggota keluarga yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol... 8 Persentase balita yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol... 9 Persentase ibu hamil yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol 10 Tingkat insidensi malaria di puskesmas Kabupaten Bangka pada Juni 2007 sampai dengan Juli Tingkat insidensi malaria pada balita di setiap puskesmas Tingkat insidensi malaria pada balita per bulan di setiap puskesmas Tingkat insidensi malaria pada balita di wilayah perlakuan dan kontrol. 14 Struktur pertanyaan berhirarki pada kuesioner penggunaan kelambu Diagram pohon alur pertanyaan dan hipotesis Diagram Venn frekuensi prilaku penggunaan kelambu responden (a) kelompok kasus, (b) kelompok kontrol

17 xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kuesioner survey penggunaan kelambu Kuesioner kajian kasus kontrol berpadanan Program SAS untuk analisis data survey penggunaan kelambu Program SAS untuk analisis data tingkat insidensi malaria Program SAS untuk analisis data kajian kasus kontrol berpadanan Paper publikasi I: Acceptability and Utilization of Long Lasting Insecticidal Nets to Protect Malaria in Bangka District, Indonesia.. 7 Paper publikasi II: Malaria Incidence Rate of Children Under five Years Old in Intervention Area of Heat Assisted Regeneration for Permethrin Treated Long Lasting Insecticidal Nets and Control Area in Bangka District 8 Paper publikasi III: Effect of Heat Assisted Regeneration on Permethrin Treated Long Lasting Insecticidal Nets to Risk of Malaria in Children Under Five Years Old in Bangka District: A Case Control Study

18

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan satu di antara masalah kesehatan masyarakat yang masih menjadi prioritas program kesehatan di Indonesia, karena penyakit ini memiliki angka kesakitan yang cukup tinggi pada bayi, balita, ibu hamil dan orang dewasa. Menurut Peta Endemisitas Malaria di Indonesia tahun 2008 hampir separuh populasi Indonesia atau diperkirakan sekitar 45% masyarakat Indonesia bertempat tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular malaria (Depkes RI 2009). Angka annual malaria incidence (AMI) di Indonesia pada tahun 2007 adalah 19,67 per 1000 penduduk dengan case fatality rate (CFR) sebesar 0,57% (Depkes RI 2008). Kabupaten Bangka di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan satu di antara wilayah di Indonesia yang merupakan daerah endemis malaria. Angka AMI pada tahun 2007 adalah 29,3 per 1000 penduduk (Depkes RI 2008). Ibu hamil dan balita merupakan golongan yang rentan terhadap penyakit malaria. Dampak infeksi malaria pada wanita hamil lebih berat dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Dampak malaria pada wanita hamil bervariasi tergantung kepada tingkat epidemisitas malaria di daerah tersebut. Perempuan dewasa yang tinggal di daerah yang memiliki penularan malaria yang stabil memiliki imunitas alami yang cukup terhadap malaria meskipun pada saat hamil. Dampak utama malaria pada wanita hamil adalah terjadi anemia (kekurangan hemoglobin), adanya parasit pada plasenta, berat badan lahir rendah (BBLR), keguguran (abortus), persalinan prematur (37 minggu), gangguan perkembangan dan kematian janin. Wanita dewasa yang tinggal di daerah-daerah yang memiliki penularan malaria yang tidak stabil tidak memiliki imunitas alami yang cukup terhadap malaria, sehingga malaria yang diderita akan parah dan dapat mengakibatkan kematian. Janin yang dikandung dapat tertular/terkena infeksi malaria, tetapi angka kejadiannya sangat jarang, diperkirakan kurang dari 7% (UNICEF dan RBM 2007). Adapun dampaknya pada balita juga cukup fatal dan menyebabkan kematian. Balita tidak memiliki kekebalan alami yang cukup terhadap parasit sehingga mereka sangat rentan terhadap malaria. Infeksi yang parah terhadap

20 2 balita dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Menurut UNICEF dan RBM 2007, malaria merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita. Malaria meruapakan penyebab kematian 1 dari 10 kematian balita di dunia, dan 1 dari 5 kematian balita di Afrika. Satu di antara upaya pencegahan malaria adalah dengan meminimalkan kontak antara manusia dengan vektornya malaria yaitu nyamuk melalui pemakaian kelambu. Pemakaian kelambu yang berinsektisida merupakan cara yang efektif yaitu selain sebagai penghalang secara fisik terhadap nyamuk, aktivitas insektisida yang terkandung di dalamnya juga dapat membunuh nyamuk. Jenis kelambu berinsektisida tahan lama atau dikenal dengan istilah longlasting insecticidal nets (LLIN) adalah kelambu yang mengandung insektisida yang dicampurkan atau dibalutkan ke benangnya dan memiliki daya tahan terhadap berkali-kali pencucian. Kelambu tersebut harus tetap memiliki aktivitas biologik sebagai proteksi personal sepanjang masa pemakaiannya. Ada dua jenis LLIN yang disetujui oleh WHO, yaitu Olyset yang berbahan polietilen dan mengandung insektisida permetrin, dan PermaNet yang berbahan poliester dan mengandung insektisida deltametrin (Guillet 2004, Kulkarni 2006, Shaw 2006, Coticelli 2007). LLIN telah disebarkan di Indonesia oleh Departemen Kesehatan dan UNICEF sejak bulan September Jenis LLIN yang diteliti pada penelitian ini adalah LLIN yang berinsektisida permethrin dan berbahan poliester. Telah banyak dilakukan penelitian untuk mengevaluasi LLIN ini yang secara umum menyatakan bahwa LLIN ini cukup efektif dalam upaya pencegahan malaria dibandingkan dengan kelambu berinsektisida konvensional. Tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Kenya menyatakan bahwa LLIN berinsektisida permetrin ini kehilangan aktivitas biologiknya dengan cepat meskipun konsentrasi insektisida yang terkandung dalam benang kelambunya masih cukup tinggi (Lindblade et al. 2005). Pada awalnya perusahan yang memproduksi LLIN berinsektisida permetrin ini merekomendasikan untuk melakukan pemanasan setiap setelah dicuci dengan cara memasukkannya ke dalam kantung plastik dan menjemurnya di bawah terik matahari. Namun

21 3 kemudian dilaporkan bahwa LLIN ini akan mengalami pemanasan secara otomatis dalam jangka waktu 15 hari pada kondisi iklim tropis (WHOPES 2001). Proses pemanasan untuk meningkatkan kembali aktivitas insektisida dalam kelambu tersebut disebut heat-assisted regeneration, yang pada studi ini diberi istilah pemanasan kelambu. Studi epidemiologik mengenai pembandingan antara penggunaan LLIN berinsektisida permetrin yang dipanaskan secara rutin dengan yang dicuci biasa (tanpa pemanasan) belum dilakukan, sehingga seberapa besar efektivitas kedua jenis perlakuan tersebut pada kondisi lapangan belum diketahui. Tujuan Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan proteksi terhadap vektor malaria antara LLIN berinsektisida permetrin yang diberi perlakuan pemanasan (heat-assisted regeneration) dan yang dijemur biasa (diangin-angin) terhadap kasus malaria pada balita. Adapun tujuan lain yang ingin diperoleh adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kasus malaria pada balita. 2. Membandingkan insidensi malaria pada balita di antara daerah perlakuan (melakukan pemanasan) dan kontrol (tidak melakukan pemanasan). 3. Memperoleh nilai Annual Parasite Incidence (API) pada balita di Kabupaten Bangka yang akurat melalui sistem pemantauan berkala. 4. Mengukur besarnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap penggunaan kelambu berinsektisida, pencucian dan pemanasannya di daerah perlakuan maupun kontrol. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam penanggulangan malaria di Indonesia khususnya di Kabupaten Bangka melalui informasi data lapangan, model statistika dan epidemiologik yang dihasilkan.

22 4

23 TINJAUAN PUSTAKA Malaria Malaria adalah penyakit menular yang disebarkan melalui vektor (vectorborne infectious disease) yang menyebar di daerah tropis dan subtropis seperti di beberapa bagian wilayah di Amerika, Asia dan Afrika. Diduga sekitar 3 milyar orang, atau hampir setengan dari populasi dunia tinggal di daerah yang berisiko untuk tertular malaria. Malaria adalah penyakit endemik di 107 negara tropis dan subtropis, dengan sub-saharan Afrika merupakan wilayah dengan kasus tertinggi. Diperkirakan sekitar 350 juta sampai 500 juta penderita malaria setiap tahunnya, dan menyebabkan kematian hampir 1 juta jiwa. Lebih dari 80% dari yang mati tersebut, yaitu sekitar jiwa per tahun adalah anak balita di Afrika (UNICEF 2007). Peta penyebaran malaria di dunia disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Peta penyebaran malaria di dunia (Greenwood 2004). Pada awalnya malaria dianggap diakibatkan oleh udara yang buruk (mal = buruk, aria = udara). Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium dan biasanya ditularkan melalui inokulasi sporozoit secara subkutan oleh nyamuk Anopheles. Penularan melalui tranfusi darah yang mengandung trofozoit jarang terjadi. Bagi pecandu narkoba, penularan bisa terjadi melalui kontaminasi karena pemakaian alat suntik secara bersama-sama. Pada beberapa wanita malaria adalah asimtomatik, yaitu parasit tidak ditemukan pada sampel darah tetapi titer terhadap

24 6 antibodi malaria tinggi. Frekuensi infeksi transplasental pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang non-imun lebih tinggi dibandingkan dengan yang imun, sehingga meskipun sering terjadi infeksi secara besar-besaran pada plasenta pada wanita yang tinggal di daerah tertular malaria, namun insidensi kongenital malaria adalah rendah. Selama beberapa bulan pertama setelah kelahiran, inokulasi malaria pada bayi jarang terjadi karena transfer anti bodi melalui susu ibu dan plasenta. Namun kemudian malaria dapat menyerang secara hebat dan berakibat fatal (Hall 1980). Species plasmodia yang menginfeksi manusia adalah Plasmodium falciparum (malignant tertian), P. vivax (benign tertian), P. malariae (quartan malaria) dan P. ovale. P. falciparum meruapkan penyebab mayoritas malaria di Afrika dan merupakan penyebab utama malaria yang berat serta mengakibatkan kematian. Bentuk resting P. vivax dan P. ovale berdiam di hati (hypnozoites) dan dapat kambuh kembali beberapa bulan setelah serangan pertama. Malaria ditularkan oleh beberapa species nyamuk Anopheles betina yang berbeda-beda prilakunya (Greenwood 2005). Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), di Indonesia diperkirakan sekitar 45% masyarakat bertempat tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular malaria. Pada tahun 2008 tercatat angka kesakitan malaria di Indonesia adalah sebesar 15, 05 per 1000, dan angka kematian akibat malaria (case fatality rate/ CFR) adalah sebesar 0,01%. Angka ini jauh lebih rendah dari situasi pada tahun 2000, yaitu angka kesakitan malaria sebesar 51,6 per 1000, serta CFR sebesar 2,69%. Meningkatnya jumlah penderita malaria dan terjadinya kejadian luar biasa malaria sangat berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu: a) adanya perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat perindukan nyamuk penular malaria; b) mobilitas penduduk yang cukup tinggi; c) perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang dari musim kemarau; d) krisis ekonomi yang berkepanjangan memberikan dampak pada daerah-daerah tertentu dengan adanya masyarakat yang mengalami gizi buruk sehingga lebih rentan untuk terserang malaria; e) tidak efektifnya pengobatan karena terjadi Plasmodium falciparum resisten klorokuin dan meluasnya daerah resisten; f) menurunnya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap upaya penanggulangan malaria secara terpadu.

25 7 Di Indonesia daerah endemis malaria dibagi menjadi : 1) endemis tinggi adalah Annual Parasite Incidence (API) di atas 5 per penduduk yaitu di Propinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara (Kabupaten Nias dan Nias Selatan), dan Nusa Tenggara Timur, 2) endemis sedang adalah API berkisar antara di atas 1 5 per penduduk yaitu di Propinsi Aceh (Kabupaten Siemeuleu), Bangka Belitung, Kepulauan Riau (Kabupaten Lingga), Jambi (Kabupaten Batang Hari, Merangin, dan Sorolangun), Kalimantan Tengah (Kabupaten Sukamara, Kota Waringin Barat, Mura), Sulawesi Tengah (Kabupaten Toli-toli, Banggai, Banggai Kepulauan, Poso), Sulawesi Tenggara (Kabupaten Muna), Nusa Tenggara Barat (Sumbawa Barat, Dompu, Kabupaten Bima, dan Sumbawa), Jawa Tengah (Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas, Pekalongan dan Sragen), Jawa Barat (Sukabumi, Garut, dan Ciamis), 3) endemis rendah adalah API 0-1 per penduduk, diantaranya sebagian Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. 4) non endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria (daerah pembebasan malaria) atau API = 0, yaitu provinsi DKI Jakarta, Bali, Kepulauan Riau (Barelang Binkar). Peta endemisitas malaria di Indonesia disajikan pada Gambar 1 (DEPKES RI 2009). Gambar 2 Peta endemisitas malaria di Indonesia tahun 2008 (DEPKES RI 2009).

26 8 Gejala yang ditimbulkan pada penderita malaria ringan adalah penderita pucat karena kurang darah, pada anak-anak terjadi diare, badan terasa lemah, mual/muntah, tidak ada nafsu makan, demam menggigil berkala dan sakit kepala. Adapun pada penderita malaria berat adalah hilangnya kesadaran, panas tinggi, muntah, urine berwarna teh pekat, tidur terus, diam saja, kejang-kejang, kuning pada mata, nafas cepat, pingsan dan pada kasus yang parah dapat mengakibatkan koma. Penularan malaria dapat dikurangi dengan cara mencegah gigitan nyamuk, yaitu dengan tidur menggunakan kelambu dan menggunakan repelen serangga. Cara lain untuk mengurangi penularannya adalah dengan penyemprotan insektisida di dalam rumah dan mengalirkan air yang tergenang yang merupakan tempat perindukan nyamuk (Kakkilaya 2006). Vektor Penyakit Malaria Pembedahan kelenjar ludah (konfirmasi saliva) dan uji elisa adalah dua cara yang dipakai untuk memastikan nyamuk yang menjadi vektor penyakit malaria. Sampai dengan tahun 2007 jumlah vektor penyakit malaria yang tercatat di Subdit Pengendalian Vektor, Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Depkes RI, dan diambil dari berbagai sumber adalah sebanyak 25 spesies (Ditjen PP&PL 2009). Penyebaran vektor malaria di Indonesia disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 1 (Ditjen PP&PL 2007; Ditjen PP&PL 2008). Hasil survei vektor malaria yang dilakukan oleh Subdit Pengendalian Vektor, Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang di Kabupaten Lembata pada tahun 2008 adalah ditemukan 8 spesies nyamuk Anopheles, yaitu Anopheles subpictus, Anopheles minimus, Anopheles barbirostris, Anopheles sundaicus, Anopheles letifer, Anopheles umbrosus, dan Anopheles vagus (Ditjen PP&PL 2009).

27 9 Gambar 3 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun Tabel 1 Penyebaran vektor malaria di Indonesia tahun 2007 No. Spesies Wilayah 1 An. aconitus Jawa 2 An. balabacensis Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Tengah 3 An. bancrofti Jawa Tengah, Jawa Timur 4 An. barbirostris Nusa Tenggara Timur 5 An. farauti Papua 6 An. flavisrostris Sulawesi 7 An. koliensis Papua 8 An. letifer Kalimantan Tengah, Bangka 9 An. leucosphyrus Papua 10 An. karwari Papua 11 An. ludlowi Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur 12 An. maculatus Jawa 13 An. minimus Sulawesi 14 An. nigerrimus Kalimantan 15 An. punctulatus Papua 16 An. sinensis Nias 17 An. subpictus Jawa 18 An. sundaicus Jawa 19 An. vagus Nusa Tenggara Timur 20 An. umbrosus Nusa Tenggara Timur 21 An. tesselatus Nias 22 An. parangensis Sumatera Utara 23 An. kochi Sumatera Utara 24 An. annularis Sumatera Utara 25 An. peditaeniatus Sumatera

28 10 Malaria pada Golongan Rentan Ibu hamil dan balita merupakan golongan yang rentan terhadap penyakit malaria. Dampak infeksi malaria pada wanita hamil lebih berat dibanding wanita tidak hamil. Malaria pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia, bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi lahir prematur, kematian ibu, keguguran dan kematian pada saat lahir (Brabin 1983; Luxemburger et al. 2001; Guyatt et al. 2004; Wort et al. 2006; Gamble et al. 2009). McGregor (1987) mengatakan bahwa ketahanan ibu hamil terhadap malaria tergantung kepada jumlah kelahiran dan pengalaman keterpaparannya terhadap malaria yang membentuk imunitas di tubuhnya. Pada ibu hamil yang belum pernah atau sedikit sekali terpapar malaria akan menderita malaria yang cukup parah dan berakibat fatal seperti kematian, keguguran, kematian janin dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Tingkat keparahan seperti ini hampir sama kejadiannya pada setiap ibu hamil. Adapun pada ibu hamil yang tinggal di daerah endemis malaria, tingkat keparahannya tergantung kepada jumlah kelahiran. Ibu hamil yang mengandung pertama kali menunjukkan tingkat parasitemia yang tinggi, tingkat morbiditas tinggi (tetapi tidak ada kematian) dan melahirkan bayi dengan BBLR. Sedangkan pada ibu hamil yang sebelumnya pernah melahirkan anak tingkat keparahannya lebih rendah dan memiliki tingkat ketahanan yang tinggi terhadap malaria. Hasil penelitian Nosten et al. (1999) pada malaria P. vivax di daerah perbatasan Thailand bagian barat juga menunjukkan bahwa penderita pada umumnya adalah pada ibu hamil dengan kehamilan pertama. Akibat yang ditimbulkan adalah anemia dan BBLR dan tidak berasosiasi terhadap kelahiran prematur serta kematian janin. Malaria pada anak-anak berakibat lebih fatal dibandingkan dengan orang dewasa. Lebih dari 1-3 juta jiwa anak-anak di seluruh dunia meninggal dunia akibat malaria setiap tahunnya. Akibat malaria pada anak-anak yang berusia lebih tua hampir sama dengan pada orang dewasa, tetapi untuk bayi dan balita akibatnya lebih fatal. Adapun dampaknya pada balita adalah dapat menyebabkan

29 11 anemia, cerebral malaria dan menyebabkan kematian (Newton 1996; Lines 1997; Fischer 2002). Idro et al. (2006) menunjukkan hasil penelitian di Uganda bahwa semakin tinggi intensitas penularan malaria di suatu wilayah maka semakin banyak persentase anak yang menderita anemia dan berkurangnya kesadaran akibat malaria, tetapi malaria tidak menyebabkan kesulitan pernafasan. Penelitian lain yang juga dilakukan Idro et al. (2005) di Wilayah Barat Daya Uganda menunjukkan bahwa gejala malaria yang umum balita adalah demam, muntah dan batuk. Gejala lainnya adalah lemah (45.1%), kesulitan bernafas (29.4%) dan anemia (19.6%). Adapun hepatomegaly dan splenomegaly jarang ditemukan. Malaria lebih banyak terjadi pada orang dewasa daripada balita dan manifestasinya bervariasi tergantung kepada usia. Dari hasil penelitian malaria pada 290 orang anak di Ghana, Frank et al. (2004) melaporkan bahwa gejala malaria yang umum pada anak-anak adalah anemia (55%), lemah (33%), sulit bernafas (23%) dan lemahnya kesadaran (19%). Umur berpengaruh terhadap tingkat keparahannya. Case fatality rate (CFR) pada anak-anak adalah 11,2%. Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (Long-Lasting Insecticidal Nets/LLINs) Long-lasting insecticidal nets (LLINs) adalah kelambu yang mengandung insektisida yang dicampurkan atau dibalutkan ke benangnya dan memiliki daya tahan terhadap berkali-kali pencucian serta tetap memiliki aktivitas biologik sebagai proteksi personal sepanjang masa pemakaiannya. Masa pemakaian LLIN adalah sekitar tiga tahun untuk kelambu poliester dan 5 tahun untuk polietilen. LLIN yang direkomendasikan oleh World Health Organization Pesticide Evaluation Scheme (WHOPES) saat ini memiliki aktivitas biologik sekurangkurangnya sampai 20 kali pencucian pada kondisi laboratorium dan tiga tahun pemakaian pada kondisi lapangan (Guillet 2004, Kulkarni 2006). WHO telah merekomendasikan dua jenis LLIN yang pada saat ini telah dikomersialkan, yaitu Olyset, yang diproduksi di China oleh Sumitomo Chemical Company, Jepang dan dibawah perjanjian transfer teknologi antara Sumitomo dan A to Z Textile Mills di Tanzania. Olyset disetujui oleh WHO

30 12 pada tahun Olyset berbahan polietilen dan mengandung permetrin yang dicampurkan ke dalam benangnya yang setiap saat dapat bermigrasi ke permukaan benang untuk mengganti residu yang hilang akibat pencucian. LLINs lain yang direkomendasikan WHO adalah PermaNet, yang diproduksi oleh Vestergaard Frandsen di Thailand dan Vietnam. PermaNet berbahan poliester dan mengandung deltametrin yang dibalutkan ke benangnya. Deltamethrin yang terkandung di benang tahan terhadap pencucian. PermaNet disetujui oleh WHO pada tahun 2003 (Guillet 2004, Kulkarni 2006, Shaw 2006, Coticelli 2007). Perlakuan Pemanasan pada LLIN Berbagai studi telah dilakukan untuk mengevaluasi Kelambu Olyset, sebagai satu di antara kelambu yang direkomendasikan oleh WHO sebagai alat untuk memproteksi dari vektor malaria. Sreehari et al. (2007) telah melakukan studi di India, dan memperoleh hasil bahwa penggunaan kelambu Olyset nets dapat mereduksi indoor resting density nyamuk An. culicifacies dan juga mereduksi masuknya nyamuk ke rumah dimana Olyset digunakan. Dari penelitian Sharma et al. (2009) di 22 desa di Orissa India, diperoleh hasil bahwa penggunaan Olyset dapat mereduksi 65% - 70% insidensi malaria dibandingkan dengan daerah kontrol. Dari hasil survey lintas seksional diperoleh nilai prevalensi malaria turun 45,7% pada kelompok yang menggunakan kelambu Olyset, sementara terjadi kenaikan 33,3% sampai 51% di daerah kontrol. Dari hasil uji yang dilakukan oleh N Guessan et al. (2001) di Côte d Ivoire, di suatu kawasan yang vektornya memiliki resistensi yang tinggi terhadap permethrin, diperoleh bahwa efikasi kelambu Olyset tidak berubah setelah dipakai selama tiga tahun terus menerus. Hasil setelah pemakaian secara terus menerus selama 7 tahun di Tanzania menunjukkan bahwa 9/10 kelambu masih efektif (KD 60 menit lebih dari 95 %), meskipun tanpa heat regeneration (Tami et al. 2004). 97 % penduduk masih menggunakan kelambu secara rutin dan 62 % kelambu masih dalam keadaan baik.

31 13 Bahkan 51% mengatakan mereka akan membeli kelambu Olyset baru karena yang ada sudah terlalu tua. Malima et al. (2008) juga melakukan penelitian mengenai kelambu Olyset di Tanzania. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kelambu Olyset yang baru memiliki tingkat mortalitas yang tinggi yaitu 73,9% terhadap An. funestus dan 62,7% terhadap An. gambiae. Kelambu Olyset yang telah berusia 7 tahun mengakibatkan 58,9% mortalitas terhadap An. funestus dan 40,0% terhadap An. gambiae. Selama 7 tahun pemakaian tingkat mortalitas nyamuk akibat kelambu Olyset hanya turun 20 35%. Pada awalnya perusahan yang memproduksi Olyset (LLIN yang digunakan pada penelitian ini) merekomendasikan untuk memanaskan LLIN ini setiap setelah dicuci dengan cara memasukkannya ke dalam kantung plastik dan menjemurnya di bawah terik matahari. Namun kemudian dilaporkan bahwa LLIN ini akan dipanaskan secara otomatis dalam jangka waktu 15 hari pada kondisi iklim tropis (WHOPES 2001). Lindblade et al. (2005) memperoleh hasil bahwa Olyset kehilangan aktivitas biologiknya dengan cepat meskipun konsentrasi insektisida dalam benang kelambunya cukup tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa pencucian tidak menyebabkan berkurangnya konsentrasi insektisida tetapi masalahnya adalah pada bio-availablity dari insektisida yang terdapat pada permukaan benang. Gimnig et al. (2005) melakukan studi efikasi LLIN setelah pencucian berkali-kali dengan membandingkan enam LLIN, yaitu dua jenis yang sudah direkomendasikan WHO, dua jenis LLIN yang masih dalam pengajuan dan dua jenis kelambu yang diberi perlakuan insektisida secara konvensional dan tahan terhadap pencucian. Hasil yang diperoleh adalah PermaNet 1.0 merupakan kelambu yang paling tahan terhadap pencucian dengan mortalitas nyamuk lebih dari 50% setelah 20 kali pencucian (melalui WHO cone bioassays test). Kelambu Dawa (jenis yang masih dalam pengajuan ijin ke WHO) juga menunjukkan adanya aktivitas daya tahan setelah beberapa kali pengujian, tetapi memiliki variasi yang besar pada retensi insektisida dan aktivitas biologik. Kelambukelambu yang lain, termasuk Olyset kehilangan aktivitas biologiknya lebih dari

32 14 90% setelah enam kali pencucian. Setelah 20 kali pencucian, semua jenis kelambu kehilangan lebih dari 50% dari konsentrasi kandungan insektisida pertamanya kecuali Olyset. Setelah 20 kali pencucian kemudian semua kelambu diberi perlakuan pemanasan (heat-assisted regeneration) selama 4 jam pada suhu 60 0 C untuk mengetahui apakah aktivitas biologik masih dapat dibangkitkan melalui perlakuan pemanasan. Hasilnya menunjukkan hanya Olyset yang efektif kembali setelah dilakukan pemanasan dengan peningkatan tingkat mortalitas dan knock down menjadi lebih dari 90%. Tetapi jika dipanaskan pada suhu 30 0 C atau 35 0 C, kelambu Olyset yang sudah dicuci tiga kali tidak menunjukkan aktivitas biologiknya setelah 12 minggu pemakaian. Namun demikian dari hasil penelitian Jeyalakshmi et al. (2006) menyatakan bahwa kelambu Olyset memberikan hasil yang lebih baik dari pada kelambu berinsektisida konvensional sampai 5 kali pencucian (batas maksimum pemakaian untuk kelambu berinsektisida konvensional) meskipun tanpa perlakuan pemanasan. Juga Vythilingam et al. (1996) telah melakukan pengujian di laboratorium dengan membandingkan kelambu Olyset terhadap polietilen monofilamen dan nylon multifilamen yang telah dicampur dengan permethrin. Ketiga jenis kelambu tersebut dicuci dengan air saja serta dengan air dan sabun. Hasil percobaan menunjukkan bahwa setelah pencucian sebanyak 15 kali dengan air, mortalitas nyamuk Anopheles maculatus adalah 95% untuk kelambu Olyset, 83% untuk nylon dan 26% untuk polietilen. Mortalitas nyamuk Aedes aegypti adalah 100% untuk kelambu Olyset, 91.7% untuk nylon dan 81.7% untuk polietilen. Setelah pencucian sebanyak 4 kali dengan air dan sabun, mortalitas nyamuk Anopheles maculatus adalah 86.7% untuk kelambu Olyset, 80.3% untuk nylon dan 3.3% untuk polietilen. Mortalitas nyamuk Aedes aegypti adalah 90.3% untuk kelambu Olyset, 50% untuk nylon dan 5% untuk polietilen.

33 PENGGUNAAN KELAMBU BERINSEKTISIDA TAHAN LAMA SEBAGAI ALAT PENCEGAH MALARIA DI KABUPATEN BANGKA, INDONESIA ACCEPTABILITY AND USE OF LONG LASTING INSECTICIDAL NETS TO PROTECT MALARIA IN BANGKA DISTRICT, INDONESIA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penggunaan, pencucian dan pemanasan kelambu berinsektisida tahan lama (long Lasting Insecticidal Nets/LLIN) di masyarakat di Kabupaten Bangka, Indonesia. Penelitian dilaksanakan selama satu tahun, yaitu dari September 2007 sampai Agustus Sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya pemakaian LLIN untuk pencegahan malaria dilakukan terus menerus selama periode penelitian. Survei penggunaan LLIN dilakukan secara berkala setiap 3 bulan. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa jumlah LLIN yang dimiliki masyarakat selama periode penelitian menunjukkan peningkatan, demikian juga dengan tingkat pemakaian, pencucian serta pemanasannya. Tingkat pemakaiannya pada golongan rentan masih terlihat rendah. Secara umum tingkat pemakaiannya pada balita adalah sekitar 63,1% sampai 75,8%, sedangkan pada ibu hamil sekitar 36,0% sampai 53,6%. Penelitian ini merupakan bagian data pendukung dari penelitian utama yang berjudul the Protective Efficacy of Olyset Nets in Bangka District. Pada penelitian ini wilayah penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu wilayah perlakuan pemanasan (heat assisted regeneration) terhadap LLINs dan wilayah kontrol, yang tidak melakukan pemanasan terhadap LLINs. Analisis generalized estimating equations (GEE) untuk sebaran binomial menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam tingkat pemakaian LLINs serta pencuciannya di antara wilayah perlakuan dan kontrol. Kata Kunci: generalized estimating equations, LLIN, Olyset, perlakuan pemanasan, permetrin.

34 16 ABSTRACT This research was done to determine the utilization, washing and heat assisted regeneration treatment of long lasting insecticidal nets (LLINs) in Bangka District Indonesia. Research was conducted in one year period from September 2007 to August Socialization and education of importance of LLINs utilization was maintained during the research period. LLINs utilization was periodically surveyed every 3 months. The result showed that amount of LLINs owned by people during the research period was increase, as well as the utilization, washing and heat assisted regeneration treatment. However the utilization rate in vulnerable group were still low. In general, utilization rate for children under five years old was ranging from 63.1% to 75.8%; for pregnant women were ranging from 36.0% to 53.6%. This research was part of supporting data for the main research entitled the Protective Efficacy of Olyset Nets in Bangka District. This research divided study area into two areas, namely treatment area (where the heat assisted regeneration on LLINs after washing was applied) and control area (where the heat assisted regeneration on LLINs after washing was not applied). General Estimating Equations (GEE) for binomial distribution showed no difference in utilization and washing rate for LLINs between treatment and control area. Keywords: generalized estimating equations, heat assisted regeneration, Olyset, permethrin treated LLINs. PENDAHULUAN Malaria merupakan satu di antara masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang upaya penurunan kasusnya terkait dengan komitmen internasional dalam Millenium Development Goals (MDGs)(Hunt 2007). Sebagai satu di antara negara yang turut meratifikasi MDGs maka Indonesia melakukan upaya-upaya yang disepakati bersama dalam komitmen tersebut, termasuk berupaya keras menurunkan angka kasus malaria (Stalker 2007). Diperkirakan sekitar 45% masyarakat Indonesia bertempat tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular malaria. Angka Annual Malaria Incidence (AMI) di Indonesia pada tahun 2007 adalah 19,67 per 1000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,57% (DEPKES RI 2008). Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan satu di antara wilayah di Indonesia yang merupakan daerah endemis malaria. Angka AMI di provinsi tersebut pada tahun 2007 adalah 29,3 per 1000 penduduk (DEPKES RI 2008). Berbagai upaya dilakukan dalam usaha pencegahan malaria. Satu di antaranya adalah dengan meminimalkan kontak antara manusia dengan vektornya

35 17 yaitu nyamuk melalui pemakaian kelambu. Kelambu yang digunakan adalah kelambu yang berinsektisida tahan lama, atau dikenal dengan istilah long-lasting insecticidal nets (LLIN). LLIN merupakan cara yang efektif untuk pencegahan malaria, karena selain sebagai penghalang secara fisik terhadap nyamuk, aktivitas insektisida yang terkandung di dalamnya juga dapat membunuh nyamuk. LLIN adalah kelambu yang mengandung insektisida yang dicampurkan atau dibalutkan ke benangnya dan memiliki daya tahan terhadap berkali-kali pencucian. Kelambu tersebut harus tetap memiliki aktivitas biologik sebagai proteksi personal sepanjang masa pemakaiannya. Ada dua jenis LLIN yang disetujui oleh WHO, yaitu Olyset yang berbahan polietilen dan mengandung insektisida permetrin, dan PermaNet yang berbahan poliester dan mengandung insektisida deltametrin (Guillet et al. 2001, Kulkarni 2006, Shaw 2006, Coticelli 2007). Pemakaian LLIN secara konsisten dapat mereduksi transmisi malaria sampai 90% (Gimnig et al. 2003). Pada tahun 2006, UNICEF bekerjasama dengan Departemen Kesehatan RI memperkenalkan LLIN ini di Indonesia. Di Kabupaten Bangka tercatat sejumlah LLIN telah didistribusikan ke masyarakat. Jenis LLIN yang diberikan adalah jenis yang berbahan polietilen dan mengandung insektisida permetrin. Prioritas penerimanya adalah ibu hamil dan balita, kecuali di daerah-daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi maka seluruh keluarga menerima kelambu tersebut. Distribusi LLIN pertama di Kabupaten Bangka adalah bersamaan dengan program vaksinasi campak masal. Distribusi selanjutnya adalah pada saat ibu hamil atau balita memeriksakan diri ke Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas), puskesmas pembantu (pustu) atau Poliklinik Bersalin Desa (polindes). LLIN yang berbahan polietilen dan mengandung insektisida permetrin ini merupakan teknologi baru di Indonesia, sehingga tingkat penerimaannya oleh masyarakat belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penggunaan LLIN di masyarakat di Kabupaten Bangka, khususnya pada kelompok ibu hamil dan balita.

36 18 METODE Kabupaten Bangka memiliki sebelas wilayah kerja puskesmas, kelompok perlakuan dan kontrol dibagi berdasarkan wilayah kerja puskesmas. Wilayah perlakuan adalah yang melakukan pemanasan terhadap LLIN setelah pencucian, dan wilayah kontrol adalah yang tidak melakukan pemanasan terhadap LLIN setelah pencucian. Sebelum dikelompokan ke dalam wilayah perlakuan dan kontrol, masingmasing puskesmas dikelompokan ke dalam tiga strata berdasarkan tingkat insidensi malaria di masing-masing wilayah pada awal penelitian. Maksud dilakukannya stratifikasi berdasarkan insidensi malaria adalah agar tingkat insidensi malaria pada awal penelitian adalah sama, baik di wilayah perlakuan maupun kontrol. Ketiga strata tersebut adalah: 1) rendah: meliputi Puskesmas Petaling dan Batu Rusa, 2) sedang: meliputi Puskesmas Pemali, Bakam, Puding Besar dan Riau Silip, 3) tinggi: meliputi Puskesmas Belinyu, Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru dan Kenanga. Kemudian pada masing-masing stratifikasi dipilih puskesmas secara acak untuk dimasukkan ke dalam wilayah perlakuan atau kontrol. Wilayah perlakuan terdiri dari 6 puskesmas, yaitu Petaling, Bakam, Puding Besar, Sungai Liat, Sinar Baru, dan Gunung Muda. Wilayah kontrol terdiri dari 5 puskesmas, yaitu Batu Rusa, Pemali, Riau Silip, Belinyu, dan Kenanga. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penggunaan LLIN untuk memproteksi gigitan nyamuk penyebab malaria. Wilayah Penelitian Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka, Indonesia dengan luas lebih kurang Ha dengan jumlah penduduk jiwa atau kepadatannya adalah 80 jiwa/km 2. Tingkat pendidikan penduduk pada umumnya adalah tamat Sekolah Dasar (36%), tidak tamat SD sebesar 27%, tamat SLTP sebesar 18%, tamat SLTA sebesar 14%, Tamat universitas sebesar 1,5%, dan sisanya adalah tidak sekolah (3,5%). Sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani, nelayan, karyawan dan buruh tambang timah dan pedagang.

37 19 Kabupaten Bangka beriklim tropis dengan variasi curah hujan pada tahun 2007 antara 18,5 hingga 394,7 mm setiap bulan dengan curah hujan terendah pada Bulan Agustus. Suhu udara bervariasi antara 26,2 0 C hingga 28,3 0 C. Adapun kelembaban bervariasi antara 71 hingga 88%, rata-rata intensitas penyinaran matahari adalah antara 18,0 sampai 66,1%, dan tekanan udara antara 1009,1 hingga 1011,1 mb. Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah, sekitar 25% merupakan daerah rawa, dan 4% merupakan daerah pegunungan. (BPS dan BAPEDA Kab. Bangka 2007). Rancangan Penelitian Survei dilakukan pada awal penelitian dan selanjutnya dilakukan setiap tiga bulan sekali selama setahun, sehingga secara total dilakukan empat kali survei. Sampel yang telah terpilih tidak dipilih lagi pada survei berikutnya. Untuk menandainya maka setelah selesai wawancara enumerator menempelkan stiker di pintu atau kaca jendela rumah responden sehingga tampak jelas. Pemilihan contoh pada kegiatan survei dilakukan dengan penarikan contoh bertingkat (multistage sampling), dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pada setiap puskesmas dipilih 3 sampai 4 desa/kelurahan dengan metode probability proporsional to size (PPS) jika di wilayah kerja puskesmas tersebut terdapat lebih dari 3 desa/kelurahan, dan dilakukan survei di semua desa/kelurahan jika terdapat kurang dari atau sama dengan 3 desa/kelurahan. Kemudian dari masing-masing desa/kelurahan terpilih dipilih 3 dusun/lingkungan secara acak jika terdapat lebih dari 3 dusun/lingkungan, dan dilakukan survei di semua dusun/lingkungan jika terdapat kurang dari atau sama dengan 3 dusun/lingkungan. Dari masing-masing dusun/lingkungan dipilih 5 sampai 6 rumah tangga secara acak sehingga dari setiap puskesmas diperoleh 50 responden dan ditargetkan total 550 responden dari keseluruhan puskesmas untuk setiap survei. Jumlah responden pada setiap survei disajikan pada Tabel 2. Pada setiap responden dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Unit penarikan contoh pada survei dasar adalah rumah tangga yang memiliki LLIN, sedangkan pada tiga survei berikutnya adalah rumah tangga yang

38 20 memiliki balita atau ibu hamil. Wawancara dilakukan dengan menggunakan lembaran lembaran kuesioner pada survei dasar dan menggunakan personal digital assistant (PDA) pada 3 survei berikutnya. Tabel 2 Jumlah responden pada setiap survei Survei Satuan Penarikan Contoh Alat #KK # orang # LLIN # Bumil # Balita I KK yang memiliki LLIN lembar kuesioner II KK yang memiliki bumil atau PDA balita III KK yang memiliki bumil atau PDA balita IV KK yang memiliki bumil atau balita PDA Keterangan: KK = Kepala keluarga Bumil = Ibu hamil Sosialisasi dan Penyuluhan Selama periode penelitian dilakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui cara pemakaian LLIN yang benar dan menyadari manfaatnya, serta prioritas penggunaannya bagi balita dan ibu hamil. Bagi masyarakat di wilayah perlakuan diberikan informasi tambahan mengenai pemanasan LLIN, agar masyarakat di wilayah tersebut mengerti aplikasi dan manfaat perlakuan pemanasan pada LLIN setelah dicuci. Informasi lain yang diberikan pada penyuluhan adalah mengenai cara penularan malaria, tanda-tanda malaria dan cara pencegahannya. Kegiatan edukasi pada tahap pertama dilakukan melalui pelatihan kepada kader posyandu yang dilakukan oleh instruktur dari Institut Pertanian Bogor, Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka. Selanjutnya para kader diminta untuk menyosialisasikannya kepada seluruh masyarakat pada saat kegiatan bulanan di posyandu, kegiatan-kegiatan pengajian atau pertemuan warga lainnya. Kegiatan sosialisasi selanjutnya dilakukan secara berkala setiap bulan terhadap petugas-petugas puskesmas, pustu, bidan desa, pemerintah daerah setempat, kepala dusun serta para kader. Sosialisasi dilakukan oleh petugas dari

39 21 Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka. Sosialisasi tersebut terus menerus dilakukan selama penelitian berlangsung (1 tahun). Analisis Statistika Banyak di antara responden yang memiliki lebih dari satu LLIN, sehingga di antara satu LLIN dengan lainnya di dalam satu rumah tangga tidak saling bebas. Dengan demikian, untuk membandingkan tingkat penggunaan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol maka data dianalisis dengan menggunakan Generalized Estimating Equations (GEE) (Hardin et al. 2003) yang dikoreksi oleh peubah tingkat prevalensi dan periode survei. Pengolahan data menggunakan Statistical Analysis Software (SAS v9.2, SAS Institute, Inc., Cary, NC, USA). HASIL Kepemilikan LLIN Keluarga yang berhak menerima LLIN adalah yang memiliki balita atau ibu hamil, kecuali di wilayah dengan tingkat endemisitas malaria yang tinggi maka seluruh keluarga menerima LLIN. Di daerah dengan tingkat endemisitas malaria yang tinggi, jumlah LLIN yang dimiliki setiap keluarga bervariasi tergantung jumlah anggota keluarganya. Jumlah LLIN yang dimiliki setiap keluarga di Kabupaten Bangka dapat dilihat pada Tabel 3. Unit penarikan contoh pada survei dasar adalah rumah tangga yang memiliki LLIN, sedangkan pada tiga survei berikutnya adalah rumah tangga yang memiliki balita atau ibu hamil. Karena perbedaan unit penarikan contoh tersebut maka pada survei I tampak semua keluarga memiliki LLIN, padahal sebenarnya tidak demikian. Dengan mengabaikan survei I, dari Tabel 3 tampak bahwa hampir 90% keluarga yang memiliki balita atau ibu hamil memiliki minimal 1 LLIN, dan sebagian besar hanya memiliki 1 LLIN. Jumlah LLIN yang dimiliki paling banyak adalah 6 kelambu.

40 22 Tabel 3 Distribusi jumlah LLIN yang dimiliki keluarga Jumlah Survei I Survei II Survei III Survei IV LLIN Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 0 0 0, ,5 40 7, , , , , , , , , , ,3 12 2,1 11 2,0 3 0, ,6 2 0,4 1 0,2 3 0, , ,2 Total keluarga yang , , ,1 memiliki LLIN Total responden Pemakaian LLIN Meskipun memiliki beberapa LLIN, tetapi tidak semua keluarga memakai LLIN atau seluruh LLIN yang dimilikinya. Gambar 7 menyajikan tingkat penggunaan LLIN oleh keluarga responden di Kabupaten Bangka. Persentase (%) Survei I Survei II Survei III Survei IV Survei Tidak memakai LLIN Memakai 1 LLIN Memakai 2 LLIN Memakai 3 LLIN Memakai 4 LLIN Gambar 4 Tingkat pemakaian LLIN oleh keluarga.

41 23 Pada Gambar 4 terlihat bahwa terdapat lebih dari 10% keluarga yang tidak memakai LLIN yang mereka miliki. Sekitar 75% keluarga memakai sebuah LLIN di rumahnya, dan sekitar 15% keluarga yang menggunakan lebih dari 1 LLIN. Berbagai macam alasan yang dikemukakan responden mengenai tidak digunakannya LLIN. Alasan yang paling umum adalah mereka takut terhadap insektisida yang terkandung di dalam LLIN. Alasan lainnya adalah merasa panas dan tidak nyaman, kesulitan memasang dan sebagai cadangan bagi yang memiliki lebih dari 1 LLIN. Penduduk yang tinggal di daerah perkotaan pada umumnya lebih enggan menggunakan LLIN dibandingkan dengan penduduk di pedesaan. Alasan penduduk kota enggan menggunakan LLIN adalah ukuran kelambu yang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran tempat tidur mereka, bentuk/modelnya yang tidak menarik, sulit memasangnya karena pada umumnya tempat tidur mereka tidak mempunyai alat untuk memasangkan kelambu, serta mereka pada umumnya lebih senang menggunakan alat proteksi nyamuk lain seperti anti nyamuk bakar, semprot dan elektrik. Selain diketahui tingkat penggunaan LLIN yang digunakan, pentingnya juga diketahui sebaran jumlah anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN pada setiap keluarga. Hal itu penting diketahui untuk melihat seberapa besar peranan LLIN digunakan sebagai alat proteksi terhadap nyamuk di dalam suatu keluarga. Gambar 5 menyajikan jumlah anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN.

42 Tidak ada Persentase (%) Survei I Survei II Survei III Survei IV 1 orang 2 orang 3 orang 4 orang 5 orang 6 orang 7 orang 8 orang Survei Gambar 5 Jumlah anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN. Dari Gambar 5 tampak bahwa secara umum pada setiap survei, persentase terbesar (sekitar 33,1% - 38,9%) adalah sebanyak 3 orang dalam satu keluarga yang tidur menggunakan LLIN. Hal yang menarik juga adalah persentase keluarga yang tidak ada satupun orang yang tidur menggunakan LLIN dalam keluarga tersebut juga cukup tinggi, yaitu berkisar antara 10,8% sampai 32,7%. Tingkat Pemakaian LLIN pada Kelompok Rentan Balita dan ibu hamil merupakan kelompok yang rentan terhadap malaria. Malaria pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia, bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi lahir prematur, kematian ibu, keguguran dan kematian pada saat lahir (Brabin 1983; Luxemburger et al. 2001; Guyatt et al. 2004; Wort et al. 2006; Gamble et al. 2009). Adapun dampaknya pada balita adalah dapat menyebabkan anemia, cerebral malaria dan menyebabkan kematian (Newton 1996; Lines 1997; Fischer 2002). Oleh karena itu maka pencegahan penularan malaria pada ibu hamil dan balita merupakan prioritas yang utama.

43 25 Persentase (%) 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% I II III IV Survei Balita Ibu Hamil Gambar 6 Distribusi balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN. Gambar 6 menyajikan distribusi balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN di Kabupaten Bangka. Dari Gambar 6 tersebut terlihat bahwa tidak semua balita dan ibu hamil tidur menggunakan LLIN. Persentase balita yang tidur menggunakan LLIN berkisar antara 63% sampai 76%. Adapun untuk ibu hamil persentasenya lebih rendah, yaitu 36% sampai 54%. Alasan tidak menggunakan LLIN ketika tidur pada balita yang paling banyak adalah karena ketakutan orang tua terhadap kandungan insektisida yang terkandung dalam LLIN akan meracuni anak mereka. Alasan lainnya adalah sudah menggunakan alat proteksi terhadap nyamuk yang lain. Adapun alasan yang paling umum pada ibu hamil yang tidak menggunakan LLIN pada saat tidur adalah karena panas jika tidur menggunakan kelambu. Tingkat Penggunaan LLIN di Daerah Perlakuan dan Kontrol Distribusi jumlah anggota keluarga serta balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9.

44 Persentase (%) I II III IV Survei Daerah perlakuan Daerah kontrol Gambar 7 Distribusi anggota keluarga yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol. Dari Gambar 7 tampak bahwa distribusi persentase anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN hampir sama, baik di daerah perlakuan maupun kontrol. Dari hasil survei tampak bahwa kurang dari 70% anggota keluarga yang tidur menggunakan LLIN di Kabupaten Bangka. Adapun persentase balita dan ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol disajikan pada Gambar 8 dan Gambar 9. Dari gambar tersebut tampak bahwa persentase balita yang tidur menggunakan LLIN hampir sama besarnya, baik di daerah perlakuan maupun kontrol. Adapun untuk persentase ibu hamil yang tidur menggunakan LLIN, di daerah perlakuan lebih kecil persentasenya dibandingkan dengan daerah kontrol. Kecuali pada survei ke- 2, persentasenya lebih besar di daerah perlakuan dibandingkan dengan daerah kontrol.

45 27 Persentase (%) I II III IV Survei Daerah Perlakuan Daerah Kontrol Gambar 8 Persentase balita yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol. Persentase (%) I II III IV Survei Daerah perlakuan Daerah kontrol Gambar 9 Persentase ibu hamil yang menggunakan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol. Uji statistika untuk membandingkan tingkat penggunaan LLIN di daerah perlakuan dan kontrol adalah dengan menggunakan Generalized Estimating Equations (GEE) untuk sebaran binomial.

46 28 Faktor-faktor yang diperhitungkan kedalam model selain perlakuan pemanasan adalah tingkat prevalensi malaria di wilayah kerja puskesmas, yaitu terbagi atas 3 kategori: rendah, sedang dan tinggi. Faktor tingkat prevalensi malaria ini dipertimbangkan sebagai faktor stratifikasi pada saat pemilihan daerah perlakuan dan kontrol pada awal studi. Faktor lainnya adalah periode survei, yang terdiri dari 4 periode survei. Hasil uji statistika disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pemakaian LLIN di daerah perlakuan dan kontrol Peubah Koefisien Regresi dan odds ratio Selang Kepercayan 95% Batas Bawah Batas Atas Nilai P Perlakuan vs kontrol -0,0726 0,1043 0,1318 0,4863 0,930 1,110 1,141 Prevalensi rendah vs tinggi 1,5247 0,177 1,8717 <0,0001* 4,594 1,194 6,499 Prevalensi sedang vs tinggi 1,1567 0,1241 1,3999 <0,0001* 3,179 1,132 4,055 Survei I vs IV 0,6212 0,1581 0,9311 <0,0001* 1,861 1,171 2,537 Survei II vs IV -0,4302 0,1338-0,168 0,0013* 0,650 1,143 0,845 Survei III vs IV 0,1758 0,1405 0,4511 0,2108 1,192 1,151 1,570 * Menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05 Dari Tabel 4 tampak bahwa tidak ada perbedaan tingkat penggunaan LLIN antara daerah perlakuan maupun kontrol. Hal menarik yang diperoleh dari analisis tersebut adalah daerah dengan prevalensi malaria rendah dan sedang memiliki tingkat pemakaian LLIN yang lebih tinggi dari pada daerah dengan prevalensi malaria tinggi. Daerah dengan tingkat malaria rendah memiliki tingkat penggunaan LLIN e 1,5247 atau 4,59 kali lebih besar dengan selang kepercayaan (SK) 95% (1,19-6,50) dibandingkan dengan daerah dengan prevalensi malaria tinggi. Adapun daerah dengan prevalensi malaria sedang memiliki tingkat penggunaan LLIN 3,18 (SK 95%; 1,13-4,05) kali lebih besar dibandingkan dengan daerah dengan prevalensi malaria tinggi.

47 29 Daerah yang memiliki prevalensi tinggi di Kabupaten Bangka adalah daerah-daerah pantai, yang umumnya adalah daerah perkotaan. Adapun daerahdaerah yang memiliki prevalensi rendah pada umumnya adalah daerah perkebunan, yang pada umumnya merupakan daerah pedesaan. Penduduk perkotaan pada umumnya enggan menggunakan LLIN dibandingkan dengan penduduk pedesaan. Masyarakat perkotaan enggan menggunakan LLIN karena ukuran LLIN yang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran tempat tidur mereka, tidak cocok dengan model tempat tidur, sulit memasangnya, dan model LLIN yang kurang menarik. Kesadaran masyarakat dalam menggunakan LLIN meningkat seiring dengan periode waktu. Hal itu terlihat dengan adanya peningkatan penggunaan LLIN dengan bertambahnya periode survei. Dari Tabel 4 terlihat bahwa koefisien regresi pada survei II dibandingkan dengan survei IV bernilai negatif yang berarti bahwa tingkat penggunaan LLIN pada survei II lebih kecil dibandingkan dengan survei IV. Pencucian LLIN Pada awal penelitian dilakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mencuci LLIN setiap tiga bulan sekali. Jangka waktu tiga bulan sekali didasarkan atas hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa LLIN menunjukkan aktivitas biologis yang rendah, yaitu tingkat kematian kurang dari 50% setelah kira-kira dipakai selama 3 bulan di lapangan (Lindblade et al. 2005). Hasil penelitian Gimnig et al. (2005) pada percobaan di laboratorium juga menyatakan bahwa LLIN yang sudah dicuci tiga kali dan dipanaskan pada suhu 30 0 C dan 35 0 C tidak menunjukkan aktivitas biologiknya setelah 12 minggu pemakaian. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk mencuci kelambunya setiap 3 bulan sekali dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas biologiknya setelah pencucian dengan pemanasan (daerah perlakuan) dan tanpa pemanasan (daerah kontrol). Berikut ini akan diuraikan mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam mencuci kelambu di daerah perlakuan maupun kontrol.

48 30 Tabel 5 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN di daerah perlakuan dan kontrol Jumlah Survei I Survei II Survei III Survei IV kelambu dicuci Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol ,4% 64,9% 32,2% 35,7% 22,4% 18,6% 13,9% 15,5% ,1% 31,5% 60,0% 55,7% 66,2% 67,1% 74,1% 73,3% ,7% 2,4% 7,0% 7,8% 11,4% 13,5% 12,0% 9,1% ,7% 1,2% 0,7% 0,9% 0,0% 0,8% 0,0% 1,3% ,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,9% Total keluarga yang mencuci LLIN 37,6% 35,1% 67,8% 64,3% 77,6% 81,4% 86,1% 84,5% Total keseluruhan Dari Tabel 5 tampak bahwa persentase keluarga yang mencuci LLIN menunjukkan nilai yang semakin meningkat dari survei I sampai survei IV. Di wilayah perlakuan persentase keluarga yang mencuci LLIN pada survei I adalah sebesar 37,6 %, dan terus meningkat sampai 86,1% pada survei IV. Demikian juga di daerah kontrol, persentase keluarga yang mencuci LLIN adalah 35,1% pada survei I, dan 84,5% pada survei IV. Hal itu menunjukkan hasil kerja keras yang baik dari para petugas dinas kesehatan, puskesmas dan para kader dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Peningkatan persentase juga dapat dilihat pada Tabel 6 yaitu persentase keluarga yang mencuci kelambu secara teratur. Pada survei I terdapat 10,3% keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan 12,5% keluarga di derah kontrol. Pada akhir penelitian persentase tersebut menunjukkan peningkatan yang berarti yaitu menjadi 59,8% di daerah perlakuan dan 55,5% di daerah kontrol.

49 31 Tabel 6 Jumlah keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan kontrol Jumlah kelambu dicuci teratur Survei I Survei II Survei III Survei IV Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol ,7% 87,5% 67,0% 69,1% 58,3% 49,8% 40,2% 44,5% ,2% 10,5% 28,7% 27,8% 37,6% 36,7% 51,5% 48,6% ,8% 1,6% 3,4% 2,6% 4,1% 13,1% 8,3% 5,5% ,4% 0,4% 0,8% 0,4% 0,0% 0,4% 0,0% 0,5% Total keluarga yang mencuci LLIN teratur 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,9% % 12.5% 31.9% 30.9% 41.5% 50.2% 59.8% 52.6% Total Tabel 7 menunjukkan hasil analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian kelambu di daerah perlakuan maupun kontrol. Dari Tabel tersebut tampak tidak ada perbedaan tingkat pencucian LLIN antara daerah perlakuan maupun kontrol. Seperti halnya pada penggunaan LLIN, hal yang juga menarik adalah daerah dengan prevalensi malaria rendah dan sedang memiliki tingkat pencucian LLIN yang lebih tinggi dari pada daerah dengan prevalensi malaria tinggi. Daerah dengan tingkat malaria rendah memiliki tingkat pencucian LLIN e 0,3842 atau 1,47 kali lebih besar dengan selang kepercayaan (SK) 95% (1,09-1,98) dibandingkan dengan daerah dengan prevalensi malaria tinggi. Adapun daerah dengan prevalensi malaria sedang memiliki tingkat pencucian LLIN 1,81 (SK 95%; 1,39-2,37) kali lebih besar dibandingkan dengan daerah dengan prevalensi malaria tinggi.

50 32 Tabel 7 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian LLIN di daerah perlakuan dan kontrol Peubah Koefisien Regresi dan Odds Ratio Selang Kepercayan 95% Batas Bawah Batas Atas Nilai P Perlakuan vs kontrol 0,0159-0,2169 0,2486 0,8938 1,016 0,805 1,282 Prevalensi rendah vs tinggi 0,3842 0,0831 0,6854 0,0124* 1,468 1,087 1,985 Prevalensi sedang vs tinggi 0,596 0,3309 0,8612 <0,0001* 1,815 1,392 2,366 Survei I vs IV -3,4515-3,9014-3,0016 <0,0001* 0,032 0,020 0,050 Survei II vs IV -1,7414-2,2107-1,2722 <0,0001* 0,175 0,110 0,280 Survei III vs IV -1,2433-1,7209-0,7658 <0,0001* * Menunjukkan berbeda nyata pada α=0.05 0,288 0,179 0,465 Pada periode survei, terlihat adanya peningkatan dalam pencucian kelambu dengan bertambahnya periode survei. Survei I menunjukkan tingkat pencucian kelambunya 0,03 (SK 95%; 0,02-0,05) kali dibandingkan dengan survei IV, survei II 0,18 (SK 95%; 0,11-0,28) kali dibandingkan dengan survei IV, dan survei III 0,29 (SK 95%; 0,18-0,46) kali dibandingkan dengan survei IV, atau dengan kata lain Survei IV menunjukkan tingkat pencucian kelambunya 33,3 (SK 95%; 20-50) kali dibandingkan dengan survei I; 5,6 (SK 95%; 3,6 9,1) kali dibandingkan dengan survei II; dan survei 3,4 (SK 95%; ) kali dibandingkan dengan survei III. Tabel 8 menyajikan hasil analisis GEE untuk tingkat pencucian LLIN secara teratur.

51 33 Tabel 8 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat pencucian LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan kontrol Peubah Koefisien Regresi dan Odds ratio Selang Kepercayan 95% Batas Bawah Batas Atas Nilai P Perlakuan vs kontrol 0,0001-0,2263 0,2265 0,9992 1,000 0,797 1,254 Prevalensi rendah vs tinggi 0,509 0,2099 0,8081 0,0009* 1,664 1,234 2,244 Prevalensi sedang vs tinggi 1,1408 0,8779 1,4037 <0,0001* 3,129 2,406 4,070 Survei I vs IV -1,6458-2,043-1,2486 <0,0001* 0,193 0,130 0,287 Survei II vs IV -0,8238-1,1215-0,5261 <0,0001* 0,439 0,326 0,591 Survei III vs IV -0,399-0,6798-0,1181 0,0054* 0,671 0,507 0,889 * Menunjukkan berbeda nyata pada α=0.05 Dari Tabel 8 tampak bahwa pada tingkat pencucian secara teratur tidak ada perbedaan antara daerah perlakuan maupun kontrol. Pada tingkat pencucian secara teratur terlihat adanya pengaruh tingkat prevalensi malaria terhadap tingkat pencucian. Keluarga yang tinggal di daerah dengan prevalensi malaria rendah memiliki tingkat pencucian LLIN secara teratur e 0,5090 atau 1,66 kali lebih besar dengan selang kepercayaan (SK) 95% (1,23-2,24) dibandingkan dengan daerah dengan prevalensi malaria tinggi. Adapun daerah dengan prevalensi malaria sedang memiliki tingkat pencucian LLIN 3,13 (SK 95%; 2,41-4,07) kali lebih besar dibandingkan dengan daerah dengan prevalensi malaria tinggi. Pengaruh yang signifikan juga tampak pada periode survei. Pada Tabel 8 terlihat adanya peningkatan dalam pencucian kelambu secara teratur dengan bertambahnya periode survei. Survei I menunjukkan tingkat pencucian kelambunya 0,19 (SK 95%; 0,13-0,29) kali dibandingkan dengan survei IV, survei II 0,44 (SK 95%; 0,33-0,59) kali dibandingkan dengan survei IV, dan survei III 0,67 (SK 95%; 0,51-0,89) kali dibandingkan dengan survei IV. Dengan kata lain Survei IV menunjukkan tingkat pencucian LLIN 5,3 (SK 95%; 3,4 7,7) kali

52 34 dibandingkan dengan survei I, sebesar 2,3 (SK 95%; 1,7 3,0) kali dibandingkan dengan survei II, dan 1,1 (SK 95%; 1,5-2,0) kali dibandingkan dengan survei III. Pemanasan LLIN Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanasan LLIN dalam meningkatkan aktivitas biologiknya setelah pencucian. Untuk itu maka seluruh keluarga yang memiliki kelambu di daerah perlakuan diberi sosialisasi untuk memanaskan LLIN setelah dicuci dan diangin-angin sebentar (sampai airnya turun). Pemanasan kelambu dilakukan dengan cara memasukkan kelambu yang telah dicuci ke dalam pelastik hitam dan menjemurnya di bawah terik matahari selama 4-6 jam. Wilayah kerja puskesmas yang merupakan daerah perlakuan adalah Puskesmas Sungai Liat dan Puskesmas Sinar Baru di Kecamatan Sungai Liat, Puskesmas Bakam di Kecamatan Bakam, Puskesmas Petaling di Kecamatan Mendo Barat, Puskesmas Puding Besar di Kecamatan Puding Besar, dan Puskesmas Gunung Muda di Kecamatan Belinyu. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pemanasan LLIN maka dilakukan survei setiap tiga bulan sekali. Tabel 9 Jumlah Keluarga yang Melakukan Pemanasan LLIN Jumlah Survei I Survei II Survei III Survei IV kelambu dipanaskan Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol ,0% 100,0% 46,7% 100,0% 45,0% 100,0% 24,8% 99,5% ,0% 0,0% 47,1% 0,0% 48,0% 0,0% 63,9% 0,5% ,0% 0,0% 5,7% 0,0% 7,0% 0,0% 11,3% 0,0% ,0% 0,0% 0,4% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% Total keluarga yang memanaskan LLIN 0,0% 0,0% 51,5% 0,0% 54,8% 0,0% 75,2% 0,4% Total Tabel 9 menunjukkan jumlah keluarga yang memanaskan kelambu yang mereka miliki. Dari tabel tersebut terlihat bahwa partisipasi masyarakat menunjukkan peningkatan, dan pada akhir survei persentase partisipasinya mencapai 75,2%.

53 35 Hasil yang sama juga tampak pada peubah pemanasan secara teratur setiap mencuci kelambu. Pada Tabel 10 terlihat bahwa tingkat partisipasinya juga menunjukkan peningkatan. Di akhir survei terdapat hampir 60% masyarakat di daerah perlakuan yang memanaskan LLIN secara teratur. Tabel 10 Jumlah Keluarga yang Melakukan Pemanasan LLIN Secara Teratur Jumlah kelambu Survei I Survei II Survei III Survei IV dipanaskan teratur Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol ,0% 100,0% 65,9% 100,0% 63,1% 100,0% 40,6% 99,5% ,0% 0,0% 30,3% 0,0% 33,9% 0,0% 51,1% 0,5% ,0% 0,0% 3,4% 0,0% 3,0% 0,0% 8,3% 0,0% ,0% 0,0% 0,4% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% Total keluarga yang memanaskan LLIN teratur 0,0% 0,0% 33,0% 0,0% 36,5% 0,0% 59,4% 0,4% Total PEMBAHASAN Dari hasil survei yang dilakukan sebanyak 4 kali selama 1 tahun periode penelitian tampak bahwa kepemilikan LLIN di Kabupaten Bangka sudah cukup baik, yaitu mencapai di atas 85% pada akhir penelitian (Tabel 3), tetapi yang juga harus diperhatikan adalah jumlah LLIN yang didistribusikan per keluarga. Dari Gambar 4 tampak bahwa pada umumnya penduduk hanya menggunakan 1 LLIN per keluarga, dan LLIN lainnya disimpan untuk cadangan. Tentu hal itu akan menghambat kepemilikan LLIN selanjutnya, yaitu banyak ibu-ibu yang hamil baru setelah periode distribusi kelambu dan balita-balita yang baru lahir atau penduduk yang baru pindah ke Kabupaten Bangka tidak mendapatkan LLIN karena persediaan LLIN sudah habis. Mereka itu adalah kelompok yang merupakan prioritas utama dalam menggunakan LLIN, sementara di sisi lain masih banyak LLIN yang tidak terpakai. Hal ini merupakan tantangan bagi

54 36 petugas puskesmas dan para kader bekerjasama dengan kepala daerah setempat, agar dapat mengambil kembali LLIN yang tidak dipakai dan menyalurkannya kepada keluarga yang memerlukan. Meskipun kepemilikannya sudah cukup baik namun tingkat pemakaian LLIN masih kurang memuaskan. Dari hasil survei tampak bahwa persentase keluarga yang menggunakan minimal 1 LLIN yang dimilikinya adalah berkisar antara 67,3% - 81,1% (Gambar 5, dengan mengabaikan survei I). Dari persentase tersebut, tidak seluruh anggota keluarga tidur menggunakan LLIN. Dari Gambar 7 terlihat bahwa tingkat pemakaiannya secara umum dari keseluruhan penduduk masih sangat rendah, yaitu berkisar antara 46.2% sampai 65.1%. Persentase penggunaan LLIN yang rendah secara masal mengurangi tingkat proteksi LLIN tersebut terhadap malaria (Maxwell et al. 2002; Hawley et al. 2003a; Teklehaimanot et al. 2007). LLIN selain memiliki fungsi sebagai proteksi terhadap individu, juga yang tidak kalah pentingnya adalah proteksi terhadap komunitas. LLIN adalah satu di antara cara efektif dan efisien dalam mencegah malaria. terutama pada kelompok yang rentan, yaitu ibu hamil dan balita. Telah banyak penelitian membuktikan bahwa pemakaian LLIN dapat mereduksi prevalensi malaria dan parasitemia pada balita (Holtz et al. 2002; Koram et al. 2003; Sharma et al. 2009), mencegah penularan malaria, memperlambat median waktu pertama kali terjadinya parasitemia, mengurangi penderita anemia akibat malaria, serta mengurangi kematian balita akibat malaria (Fegan et al. 2007; Eisele et al. 2005; Phillips-Howard et al. 2003a; Phillips-Howard et al. 2003b; ter Kuile et al. 2003a; ter Kuile et al. 2003b). Demikian juga kegunaannya pada ibu hamil. Penelitianpenelitian telah membuktikan bahwa pemakaiannya pada ibu hamil dapat meningkatkan rataan bobot bayi yang dilahirkan, mereduksi jumlah bayi yang lahir dengan bobot badan rendah, mereduksi kelahiran prematur, mereduksi terjadinya placental parasitaemia, serta mereduksi jumlah penderita anemia akibat malaria selama kehamilan (Hawley et al. 2003b; ter Kuile et al. 2003b; Gamble et al. 2007).

55 37 Dari hasil survei tampak bahwa tingkat pemakaian LLIN pada ibu hamil dan balita masih sangat rendah, yaitu pada balita berkisar 63.1% %, dan pada ibu hamil berkisar antara 36.0% %. Sebagian besar alasan tidak menggunakan LLIN pada saat tidur pada balita adalah karena orang tua khawatir terhadap kandungan insektisida dalam LLIN dapat meracuni balita. Alasan lainnya adalah mereka sudah menggunakan obat nyamuk bakar atau alat proteksi nyamuk lainnya. Adapun alasan yang umum pada ibu hamil adalah mereka merasa panas apabila tidur menggunakan LLIN. Sebagian kecil lainnya beralasan seperti alasan tidak memakai pada balita yaitu mereka sudah menggunakan obat nyamuk bakar atau alat proteksi nyamuk lainnya. Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah dan petugas kesehatan untuk meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pencegahan malaria dan pemakaian LLIN khususnya bagi kelompok rentan, yaitu ibu hamil dan balita. Dari hasil penelitian tampak bahwa baik pada wilayah perlakuan maupun kontrol memiliki tingkat penggunaan LLIN yang sama (Tabel 4). Demikian juga dengan tingkat pencucian dan pencucian LLIN secara teratur (Tabel 7 dan Tabel 8). Informasi ini merupakan informasi yang baik, karena dengan demikian faktor tingkat penggunaan dan pencucian LLIN bukan merupakan faktor yang mempengaruhi luaran penelitian. Hal yang menarik dari hasil analisis generalized estimating equations (GEE) pada Tabel 4, Tabel 7 dan Tabel 8 adalah bahwa terdapat perbedaan tingkat pemakaian, pencucian dan pencucian secara teratur terhadap LLIN pada wilayah dengan tingkat prevalensi yang berbeda. Hal ini merupakan informasi bagi pemerintah dan petugas kesehatan di Kabupaten Bangka untuk meningkatkan dan memprioritaskan edukasi di daerah-daerah dengan tingkat prevalensi malaria tinggi dan sedang. Edukasi yang diberikan pemerintah dan petugas kesehatan memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Hal ini terlihat pada hasil analisis GEE yang menunjukkan bahwa tingkat pemakaian, pencucian dan pemanasan LLIN meningkat seiring dengan periode survei.

56 38 KESIMPULAN Jumlah LLIN yang dimiliki masyarakat selama periode penelitian menunjukkan peningkatan, demikian juga dengan tingkat pemakaian, pencucian serta pemanasannya. Tingkat pemakaiannya pada golongan rentan masih terlihat rendah. Secara umum tingkat pemakaiannya pada balita adalah sekitar 63,1% sampai 75,8%, sedangkan pada ibu hamil sekitar 36,0% sampai 53,6%. Jumlah keluarga yang mencuci LLIN menunjukkan nilai yang semakin meningkat dari survei I sampai survei IV. Di wilayah perlakuan persentase keluarga yang mencuci LLIN pada survei I adalah sebesar 37,6 %, dan terus meningkat sampai 86,1% pada survei IV. Di daerah kontrol, persentase keluarga yang mencuci LLIN adalah 35,1% pada survei I, dan 84,5% pada survei IV. Adapun untuk pencucian LLIN secara teratur, pada survei I terdapat 10,3% keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan 12,5% keluarga di derah kontrol. Pada akhir penelitian persentase tersebut menunjukkan peningkatan yang berarti yaitu menjadi 59,8% di daerah perlakuan dan 55,5% di daerah kontrol. Partisipasi masyarakat di daerah perlakuan dalam pemanasan LLIN setelah pencucian juga menunjukkan peningkatan, yaitu partisipasinya mencapai 75,2% pada akhir penelitian. Analisis generalized estimating equations (GEE) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam tingkat pemakaian LLIN serta pencuciannya di antara wilayah perlakuan dan kontrol. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh petugas laboratorium puskesmas di Kabupaten Bangka. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka dan Depkes RI yang telah mendukung penelitian ini sepenuhnya, serta kepada UNICEF yang telah mendanai penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada CDC Atlanta yang telah membantu dari mulai disain penelitian, pelaksanaam sampai analisis data. Juga ucapan terima

57 39 kasih disampaikan kepada seluruh peneliti yang telah bekerja sama dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [BPS Kabupaten Bangka] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka Bangka Dalam Angka Bangka: BPS dan BAPEDA Kab. Bangka. Brabin BJ An analysis of malaria in pregnancy in Africa. Bulletin ofthe World Health Organization, 61(6): Coticelli P WHOPES and Its Impact on Long-lasting Insecticidal Net availability. Africa Fighting Malaria Occasional Paper. April 23, [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: DEPKES RI. Eisele TP, Macintyre K, Yukich J, Ghebremeskel T Interpreting household survey data intended to measure insecticide-treated bednet coverage: results from two surveys in Eritrea. Malaria J 2006, 5(36): 1 8. Fegan GW, Noor AM, Akhwale EW, Cousens S, Snow RW Eff ect of expanded insecticide-treated bednet coverage on child survival in rural Kenya: a longitudinal study. The Lancet 370: Fischer PR Bialek R Prevention of Malaria in Children. TRAVEL MEDICINE 34: Gamble C., Ekwaru PJ, Garner P, ter Kuile FO Insecticide-Treated Nets for the Prevention of Malaria in Pregnancy: A Systematic Review of Randomised Controlled Trials. PLoS Medicine 4(3): Gamble CL, Ekwaru JP, ter Kuile FO Insecticide-Treated Nets for Preventing Malaria in Pregnancy (Review). Liverpool: JohnWiley & Sons, Ltd. Gimnig JE, Vulule JM, Lo TQ, Kamau L, Kolczak MS, Phillips-Howard PA, Mathenge EM, ter Kuile FO, Nahlen BL, Hightower AW, Hawley WA, Impact of permethrin-treated bed nets on entomologic indices in an area of intense year round malaria transmission. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Guillet P Overview of LLIN technologies. Meeting on development, production and distribution of Long Lasting Insecticidal Nets (LLINs). Johannesburg, South Africa September Guyatt HL and Snow RW Impact of Malaria during Pregnancy on Low Birth Weight in Sub-Saharan Africa. Clin. Microbiol. Rev. 17:

58 40 Hawley WA, Phillips-Howard PA, ter Kuile FO, Terlouw DJ, Vulule JM, Ombok M, Nahlen BL, Gimnig JE, Kariuki SK, Kolczak MS, Hightower AW, 2003a. Community-wide effects of permethrin-treated bed nets on child mortality and malaria morbidity in Western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Hawley WA, ter Kuile FO, Steketee RS, Nahlen BL, Terlouw DJ, Gimnig JE, Shi YP, Vulule JM, Alaii JA, Hightower AW, Kolczak MS, Kariuki SK, Phillips-Howard PA. 2003b. Implications of the Western Kenya permethrintreated bed net study for policy, program implementation, and future research. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Hardin JW, Hilbe JM Generalized Estimating Equations. Chapman & Washington DC: Hall/CRC. Holtz TH, Marum LH, Mkandala C, Chizani N, Roberts JM, Macheso A, Parise ME, Kachur SP Insecticide-treated bednet use, anaemia, and malaria parasitaemia in Blantyre District, Malawi. Trop Med Int Health 7(3): Hunt P Poverty, Malaria and the right to health Exploring the connections. UN CHRONICLE 4: Koram KA, Owusu-Agyei S, Fryauff DJ, Anto F, Atuguba F, Hodgson A, Hoffman SL, Nkrumah FK Seasonal profiles of malaria infection, anaemia, and bednet use among age groups and communities in northern Ghana. Trop Med Int Health 8(9): Kulkarni M Update on Long Lasting Insecticidal Nets (LLINs). Malaria Matters 15:1-2. Lines Jo Severe malaria in children and transmission intensity. The Lancet 350: 813. Luxemburger C, McGready R, Kham A, Morison L, Cho T, Chongsuphajaisiddhi T, White NJ, Nosten F Effects of malaria during pregnancy on infant mortality in an area of low malaria transmission. Am J Epidemiol 154(5): Mathenge EM, Gimnig JE, Kolczak M, Ombok M, Irungu LW, Hawley WA Effect of permethrin-impregnated nets on exiting behavior, blood feeding success, and time of feeding of malaria mosquitoes (Diptera: Culicidae) in Western Kenya. J Me. Entomol 38(4): Maxwell CA, Msuya E, Sudi M, Njunwa KJ, Carneiro IA, Curtis CF Effect of community-wide use of insecticide-treated nets for 3 4 years on malarial morbidity in Tanzania. Trop Med Int Health 7(12): Newton CRJC. Cerebral malaria in children J Child Neurol 11:257 Phillips-Howard PA, Nahlen BL, Alaii JA, ter Kuile FO, Gimnig JE, Terlouw DJ, Kachur SP, Hightower AW, Lal AA, Schoute E. Oloo A, Hawley WA. 2003a. The Efficacy of permethrin-treated bed nets on child mortality and morbidity in Western Kenya I. Development of infrastructure and description of study site. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): 3-9.

59 41 Phillips-Howard PA, Nahlen BL, Kolczak MS, Hightower AW, ter Kuile FO, Alaii JA, Gimnig JE, Arudo J, Vulule JM, Odhacha A, Kachur SP, Schoute E, Rosen DH, Sexton JD, Oloo AJ, Hawley WA, 2003b. Efficacy of permethrin-treated bed nets in the prevention of mortality in young children in an area of high perennial malaria transmission in western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Sharma SK, Tyagi PK, Upadhyay AK, Haque MA, Mohanty SS, Raghavendra K, Dash AP Efficacy of permethrin treated long-lasting insecticidal nets on malaria transmission and observations on the perceived side effects, collateral benefits and human safety in a hyperendemic tribal area of Orissa, India. Acta Tropica 112: Shaw WD. Long-Lasting Insecticide Treated Nets: A Success In Technology Transfer. Malaria Matters 2006:15:3-4. Stalker P Let Speak Out for MDGs: Achieving the Millennium Development Goals in Indonesia. Jakarta: BAPPENAS and UNDP. Teklehaimanot A., Sachs JD, Curtis C Malaria control needs mass distribution of insecticidal bednets. The Lancet 369: ter Kuile FO, Terlouw DJ, Kariuki SK, Phillips-Howard PA, Mirel LB, Hawley WA, Friedman JF, Shi YP, Kolczak MS, Lal AA, Vulule JM, Nahlen BL, 2003a. Impact of permethrin-treated bed nets on malaria, anemia, and growth in infants in an area of intense perennial malaria transmission in Western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): ter Kuile FO, Terlouw DJ, Phillips-Howard PA, Hawley WA, Friedman JF, Kolczak MS, Kariuki SK, Shi YP, Kwena AM, Vulule JM, Nahlen BL, 2003b. Impact of permethrin-treated bed nets on malaria and all cause morbidity in young children in an area of intense perennial malaria transmission in Western Kenya: cross-sectional survey. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Wort UU, Hastings I, Mutabingwa TK, Brabin BJ The impact of endemic and epidemic malaria on the risk of stillbirth in two areas of Tanzania with different malaria transmission Patterns. Malaria Journal 5(89): 1 10.

60 42

61 TINGKAT INSIDENSI MALARIA PADA BALITA DI WILAYAH PERLAKUAN PEMANASAN PADA KELAMBU BERINSEKTISIDA DAN WILAYAH KONTROL DI KABUPATEN BANGKA MALARIA INCIDENCE RATE OF CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD IN INTERVENTION AREA OF HEAT ASSISTED REGENERATION FOR PERMETHRIN TREATED LONG LASTING INSECTICIDAL NETS AND CONTROL AREA IN BANGKA DISTRICT ABSTRAK Kelambu berinsektisida tahan lama (long lasting insecticidal nets/llin) merupakan satu di antara cara efektif untuk pencegahan malaria terhadap balita. LLIN berinsektisida permetrin adalah satu di antara jenis LLIN yang direkomendasikan penggunaannya oleh WHO. Beberapa penelitian membuktikan bahwa jenis LLIN tersebut memerlukan perlakuan pemanasan (heat assisted regeneration) setelah pencucian untuk meningkatkan kembali aktivitas biologik insektisida yang terkandung di dalamnya. Studi ini bertujuan membandingkan tingkat insidensi malaria pada balita di wilayah perlakuan pemanasan pada LLIN setelah pencucian dan wilayah kontrol, yang tidak melakukan pemanasan. Data kasus malaria diambil dari catatan laboratorium di seluruh puskesmas di Kabupaten Bangka dari Juni 2007 sampai Juli Data dianalisis dengan generalized estimating equations untuk sebaran Poisson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa annual parasite incidence pada balita di Kabupaten Bangka adalah 1,62%, yaitu 1,84% di wilayah perlakuan dan 1,42% di wilayah kontrol. Tingkat insidensi malaria pada balita tidak berbeda nyata di antara wilayah perlakuan dan kontrol. Kata kunci: annual parasite incidence, generalized estimating equations, Olyset, perlakuan pemanasan, permethrin treated LLIN.

62 44 ABSTRACT Long lasting insecticidal nets (LLINs) is one effective way to prevent malaria for children under five years old. Permethrin treated LLINs is one type of LLINs which is recommended by WHO. Several studies have shown that these types of LLINs requiring heat assisted regeneration after washing to enhance the biological activity of insecticide that contained in the LLINs fibers. This study aimed to compare the incidence rates of malaria in children under five years old who live in the intervention area (where the heat assisted regeneration on LLINs after washing was applied) and control area (where the heat assisted regeneration on LLINs after washing was not applied). Data of malaria cases was collected from laboratory log book at all health centers in Bangka District, in the period of June June 2007 until July Data were analyzed with generalized estimating equations for Poisson distribution. The results showed that the annual parasite incidence in children under five years old in Bangka District was 1.62%, namely 1.84% in treatment areas and 1.42% in control areas. There was not significantly different between the treatment and control areas. Keywords: generalized estimating equations, heat assisted regeneration, incidence rate, Olyset, permethrin treated LLINs PENDAHULUAN Indonesia merupakan satu di antara negara endemis malaria. Indonesia terletak di daerah tropis dengan curah hujan tinggi, topografi yang berawa dan penduduk yang dekat dengan lingkungan menyebabkan siklus kehidupan nyamuk vektor malaria yang melibatkan manusia dapat berlangsung dengan baik. Menurut peta endemisitas malaria di Indonesia tahun 2007 diperkirakan sekitar 45% masyarakat Indonesia bertempat tinggal di lokasi yang berisiko untuk tertular malaria. Satu di antara wilayah di Indonesia yang yang merupakan daerah endemis malaria adalah Kabupaten Bangka di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Wilayah tersebut dikategorikan sebagai wilayah endemis sedang untuk malaria dengan angka annual malaria incidence (AMI) 29,3 per 1000 penduduk pada tahun 2007 (DEPKES RI 2008). Pemakaian kelambu berinsektisida tahan lama (long lasting insecticidal nets/llin) merupakan satu di antara cara efektif untuk pencegahan malaria terhadap balita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian LLIN sebagai alat proteksi malaria pada balita di wilayah endemis malaria dapat mereduksi prevalensi malaria dan parasitemia pada balita (Holtz et al. 2002; Koram et al. 2003; Sharma et al. 2009a), mencegah penularan malaria, memperlambat terjadinya parasitemia, mengurangi penderita anemia akibat malaria, serta mengurangi kematian balita akibat malaria (Fegan et al. 2007;

63 45 Eisele et al. 2005; Phillips-Howard et al. 2003a; Phillips-Howard et al. 2003b; ter Kuile et al. 2003a; ter Kuile et al. 2003b). Pada tahun 2006, Departemen Kesehatan RI memperkenalkan LLIN ini di wilayah endemis malaria di seluruh Indonesia. Di Kabupaten Bangka tercatat sejumlah LLIN telah didistribusikan ke masyarakat. Jenis LLIN yang diberikan adalah yang bermerek dagang Olyset, yaitu LLIN berbahan polietilen dan mengandung insektisida permetrin yang diproduksi oleh Sumitomo Chemical Company, Jepang. Perusahaan pembuat Olyset sebelumnya telah merekomendasikan bahwa LLIN ini memerlukan perlakuan pemanasan setelah pencucian, yaitu dengan cara membungkusnya dengan kantung plastik dan menjemurnya di bawah terik matahari. Namun kemudian dilaporkan bahwa LLIN ini akan mengalami proses pemanasan secara spontan dalam waktu 15 hari jika dipakai pada suhu tropis (WHOPES 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Olyset menunjukkan aktivitas biologik yang baik meskipun telah dicuci berkali-kali tanpa melakukan pemanasan (Vythilingam et al. 1996; Tami et al. 2004; Jeyalakshmi et al. 2006; Sharma et al. 2009b). Tetapi penelitian lain menunjukkan bahwa suhu kamar (suhu di bawah 60 0 C) tidak mampu memanaskan Olyset secara spontan sehingga dapat meningkatkan kembali aktivitas biologik insektisida yang terkandung di dalamnya (N Guessan et al. 2001; Gimnig et al. 2005; Lindblade et al. 2005). Belum banyak informasi mengenai pengaruh pemanasan terhadap LLIN ini pada penerapannya di lapangan. Penelitian berlangsung dari bulan September 2007 sampai Agustus Studi ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat insidensi malaria yang digambarkan dengan angka annual parasite incidence (API) pada balita di wilayah perlakuan pemanasan dan wilayah kontrol.

64 46 METODE Wilayah Penelitian Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka, Indonesia dengan luas lebih kurang ha dengan jumlah penduduk jiwa atau kepadatannya adalah 80 jiwa/km 2. Kabupaten Bangka beriklim tropis dengan variasi curah hujan antara 18,5 dan 394,7 mm setiap bulan dengan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Suhu udara bervariasi antara 26,2 0 C dan 28,3 0 C. Adapun kelembaban bervariasi antara 71 dan 88%, rata-rata intensitas penyinaran matahari adalah antara 18,0 dan 66,1%, dan tekanan udara antara 1009,1 dan 1011,1 mb. Sektor pertambangan merupakan satu di antara sektor andalan kabupaten ini karena hampir seluruh wilayah Bangka terdapat bahan tambang seperti timah dan bahan tambang lainnya dengan cadangan yang relatif masih besar. Dengan demikian maka hampir di setiap tempat terdapat bekas tambang yang telah ditinggalkan yang berbentuk lubang-lubang besar tempat genangan air yang tentu saja merupakan tempat yang potensial bagi perindukan nyamuk. Topografi daerahnya bervariasi, yaitu terdiri dari 4% daerah berbukit dan yang lainnya adalah daerah dataran rendah dengan 25% dari wilayahnya adalah daerah rawa (BPS Kabupaten Bangka 2007). Penetapan Wilayah Perlakuan dan Kontrol Kelompok perlakuan dan kontrol dibagi berdasarkan wilayah kerja puskesmas. Masing-masing puskesmas dikelompokan ke dalam 3 strata berdasarkan tingkat prevalensi malaria di masing-masing wilayah pada awal penelitian. Maksud dilakukannya stratifikasi berdasarkan prevalensi malaria adalah agar tingkat prevalensi malaria pada awal penelitian adalah sama, baik di wilayah perlakuan maupun kontrol. Ketiga strata tersebut adalah: 1) prevalensi rendah, meliputi puskesmas Petaling dan Batu Rusa, 2) prevalensi sedang: meliputi puskesmas Pemali, Bakam, Puding Besar dan Riau Silip, 3) prevalensi tinggi, meliputi puskesmas Belinyu, Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru dan Kenanga. Kemudian pada masing-masing stratifikasi dipilih puskesmas secara acak untuk dimasukkan ke dalam wilayah perlakuan atau kontrol. Wilayah

65 47 perlakuan terdiri dari 6 puskesmas, yaitu Sungai Liat, Sinar Baru, Bakam, Petaling, Puding Besar dan Gunung Muda. Wilayah kontrol terdiri dari 5 puskesmas, yaitu Pemali, Belinyu, Riau Silip, Batu Rusa dan Kenanga. Perlakuan dalam penelitian ini adalah pemanasan (heat assisted regeneration) terhadap LLIN setelah pencucian, yaitu dengan cara membungkus kelambu yang telah dicuci dengan plastik hitam dan menjemurnya di bawah sinar mata hari selama kurang lebih 4 sampai 6 jam, baru kemudiannya memasangnya. Adapun kontrol adalah cara pencucian biasa, yaitu LLIN dicuci dan dikeringkan dengan diangin-angin, kemudian dipasang. Pencucian kelambu dilakukan setiap tiga bulan sekali. Persiapan Penelitian Sebelum dilakukan intervensi perlakuan, terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yaitu pelatihan pemeriksaan Plasmodium dengan menggunakan mikroskop untuk petugas laboratorium serta edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Pelatihan pemeriksaan Plasmodium dengan menggunakan mikroskop diberikan kepada petugas laboratorium di puskesmas, puskesmas pembantu (pustu) dan rumah sakit di Kabupaten Bangka. Pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas laboratorium dalam penetapan kasus malaria dengan menggunakan mikroskop. Petugas juga diberi pelatihan mengenai sistem pencatatan dan pelaporan kasus malaria. Pemerintah Daerah Provinsi Bangka Belitung menyediakan mikroskop baru untuk seluruh puskesmas dan pustu yang tenaganya telah dilatih, serta untuk Laboratorium di Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka. Kegiatan edukasi pada tahap pertama dilakukan melalui pelatihan kepada kader posyandu. Selanjutnya para kader diminta untuk menyosialisasikannya kepada seluruh masyarakat pada saat kegiatan bulanan di pos pelayanan terpadu (posyandu), kegiatan-kegiatan pengajian atau pertemuan warga lainnya. Materi sosialisasi dan edukasi meliputi: 1) cara memasang kelambu, 2) pentingnya menggunakan kelambu, 3) mencuci kelambu setiap tiga bulan sekali, 4) prioritas penggunaannya untuk ibu hamil dan balita, 5) tanda-tanda malaria dan 6) cara

66 48 penularan malaria. Khusus untuk kelompok perlakuan ditambah dengan materi 7) cara memanaskan kelambu. Kegiatan sosialisasi selanjutnya dilakukan secara berkala setiap bulan terhadap petugas-petugas puskesmas, pustu, bidan desa, pemerintah daerah setempat, kepala dusun serta para kader. Sosialisasi tersebut terus menerus dilakukan selama penelitian berlangsung (1 tahun). Setiap tiga bulan dilakukan survei untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam penelitian ini. Pengumpulan Data Pengumpulan data kasus malaria dilakukan secara berkala setiap bulan dengan mengambil data dari catatan pemeriksaan laboratorium (log book) di setiap puskesmas di Kabupaten Bangka. Definisi kasus malaria adalah orang yang dinyatakan positif setelah melalui pemeriksaan parasit Plasmodium di laboratorium. Data kasus hasil pemeriksaan klinis dan rapid diagnontic test tidak dicatat sebagai kasus. Jika di suatu puskesmas ditemukan kasus penderita malaria yang berasal dari wilayah kerja puskesmas lain, maka data kasus tersebut dimasukkan ke dalam kasus di puskesmas tempat penderita tersebut berdomisili. Data yang diambil meliputi 1) data demografi (umur, gender dan alamat) dan 2) data hasil diagnosis dan jenis Plasmodium. Data yang dikumpulkan adalah data kasus malaria dari Juni 2007 sampai Juli Data populasi balita di setiap wilayah puskesmas diambil dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka. Analisis Data Untuk membandingkan tingkat insidensi malaria di daerah perlakuan dan kontrol maka data dianalisis dengan menggunakan Generalized Estimating Equations (GEE) untuk sebaran Poisson yang dikoreksi dengan peubah tingkat prevalensi dan bulan pengamatan (McCullagh et al. 1989). Pengolahan data menggunakan Statistical Analysis Software (SAS v9.2, SAS Institute, Inc., Cary, NC, USA). Pembuatan peta dilakukan dengan menggunakan ArcGIS version (ESRI, Redlands, CA, USA).

67 49 HASIL Tingkat Insidensi di Seluruh Wilayah Kerja PUSKESMAS Kabupaten Bangka dengan keadaan ekologinya yang dikelilingi laut, daerah rawa, banyak perkebunan kelapa sawit dan bekas tambang timah liar yang tidak terurus menjadikan wilayah ini potensial sebagai tempat berkembang biak nyamuk Anopheles. Selama kurun waktu penelitian, tingkat insidensi malaria pada balita yang digambarkan dengan angka annual parasite incidence (API) di Kabupaten Bangka adalah 1,28%, yaitu 1,08% di wilayah perlakuan dan 1,51% di wilayah kontrol. Tingkat insidensi malaria pada balita bervariasi menurut wilayah kerja puskesmas dan waktu pengamatan. Tingkat insidensi malaria selama periode monitoring Juni 2007 sampai Juli 2008 di 11 wilayah puskesmas tersaji pada Gambar 10. Gradasi warna menunjukkan semakin tingginya nilai insidensi malaria dengan semakin gelapnya warna. Nilai API pada balita adalah 1,62%, dengan perincian 1,84% di wilayah perlakuan dan 1,42% di wilayah kontrol. Nilai API tertinggi adalah di wilayah puskesmas Sinar Baru yaitu 9,52%. Adapun di wilayah puskesmas lainnya baik wilayah perlakuan maupun kontrol kisaran tingkat insidensinya hampir sama yaitu 0,46% sampai 3,72% di wilayah perlakuan, dan 0,38% sampai 3,51% di wilayah kontrol. Nilai API pada penduduk dengan kelompok umur di atas lima tahun adalah sebesar 1,23%, yaitu 0,97% di daerah perlakuan dan 1,52% di daerah kontrol.

68 50 Belinyu 3.51 Gunung Muda 3.72 Bakam 1.34 Puding Besar 2.15 Petaling 0.46 Riau Silip 0.38 Sinar Baru 9.52 Sungailiat 0.65 Pemali Kenanga Batu Rusa 1.27 Legenda: Legend Gambar 10 Tingkat insidensi malaria di puskesmas di Kabupaten Bangka pada Juni 2007 sampai dengan Juli Fluktuasi tingkat insidensi malaria pada balita di setiap puskesmas selama satu tahun dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Tingkat insidensi malaria pada balita di wilayah kerja puskesmas Sinar Baru merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan puskesmas lainnya. Fluktuasinya jelas terlihat pada Gambar 11 dan warna yang selalu gelap pada Gambar 12. Sebelum November 2007 belum ada suplai aliran listrik di puskesmas tersebut. Karena tidak ada aliran listrik untuk mengoperasikan mikroskop di laboratorium, maka pemeriksaan slide darah tidak dilakukan untuk semua pasien yang dicurigai menderita malaria sehingga kasus tampak rendah.

69 51 Tingkat Insidensi Malaria (%) 1.40% 1.20% 1.00% 0.80% 0.60% 0.40% 0.20% 0.00% Bulan Sungai Liat Sinar Baru Bakam Petaling Puding Besar Gunung Muda Pemali Belinyu Riau Silip Batu Rusa Kenanga Gambar 11 Tingkat insidensi malaria pada balita di setiap puskesmas. Legenda: Gambar 12 Tingkat insidensi malaria pada balita per bulan di setiap puskesmas.

70 52 PEMBAHASAN Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kasus malaria lebih banyak ditemukan di daerah pantai dibandingkan dengan daerah pegunungan. Hasil studi entomologi terhadap larva dan nyamuk dewasa menunjukkan bahwa larva dan nyamuk Anopheles ditemukan di daerah Air Jukung dan Matras, keduanya terletak di Kelurahan Sinar Baru, serta di Jelitik, daerah pelabuhan di Kelurahan Sungai Liat. Jenis Anopheles yang ditemukan adalah species Anopheles sundaicus dan Anopheles letifer. Wilayah kerja puskesmas Sinar Baru hanya meliputi satu kelurahan yaitu Kelurahan Sinar Baru. Luas cakupan wilayahnya paling kecil dibandingkan dengan wilayah kerja puskesmas yang lain yang meliputi satu kecamatan (Gambar 10). Sebagian besar wilayahnya merupakan daerah pantai, rawa dan banyak terdapat tambang timah dan bekas tambang timah. Keadaan iklim, topografi dan lingkungannya sangat mendukung perkembangbiakan nyamuk malaria. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah mengenai angka tingkat insidensi malaria pada balita di wilayah tersebut yang begitu ekstrim dibandingkan dengan wilayah lainnya yang memiliki tipe wilayah yang hampir sama dengan Sinar Baru, misalnya wilayah kerja puskesmas Kenanga. Beberapa faktor dipertimbangkan merupakan penyebab tingginya angka insidensi malaria di Sinar Baru. Pertama adalah cakupan wilayah kerja yang kecil. Karena wilayah yang kecil, maka kondisinya relatif homogen dibandingkan dengan wilayah kerja puskesmas yang lain. Hampir semua tempat merupakan hotspot malaria. Adapun di wilayah lain yang lebih luas, hotspot malaria hanya di beberapa tempat sehingga secara relatif tingkat insidensinya akan menjadi rendah. Cakupan wilayah yang kecil juga memungkinkan masyarakat menjadi lebih mudah untuk mengakses puskesmas. Keadaan itu menyebabkan hampir semua kasus malaria pada balita tercatat di log book puskesmas. Pada setiap wilayah kerja puskesmas terdapat pustu. Prosedur pemeriksaan malaria di Kabupaten Bangka mengharuskan setiap pasien yang dicurigai menderita malaria untuk diambil sediaan darahnya dan dibawa ke puskesmas untuk diperiksa di laboratorium. Tetapi karena jarak tempuh yang jauh dari pustu ke puskesmas, di

71 53 beberapa wilayah prosedur tersebut tidak berjalan dengan baik sehingga tidak semua penderita malaria tercatat di log book yang ada di puskesmas. Hal ini terjadi terutama di puskesmas-puskesmas yang wilayah kerjanya luas. Cakupan wilayah yang kecil juga memudahkan dalam pembinaan masyarakat, dengan demikian kesadaran masyarakat untuk segera memeriksakan diri ke puskesmas jika sakit juga lebih tinggi. Faktor lain yang penting adalah kemampuan petugas pemeriksa Plasmodium dengan mikroskop (microscopist). Meskipun pada awal penelitian dilakukan pelatihan yang intensif terhadap terhadap petugas laboratorium untuk memeriksa Plasmodium dengan mikroskop, tetapi pembinaan yang terus menerus dan pelatihan penyegaran diperlukan untuk meningkatkan kemampuan mereka. Sistem cross check berkala juga perlu dilakukan agar diketahui tingkat kesalahan pada saat pemeriksaan Plasmodium dengan mikroskop. Tingkat Insidensi di Wilayah Perlakuan dan Kontrol Nilai tingkat insidensi malaria yang tinggi di puskesmas Sinar Baru tentu mempengaruhi tingkat insidensi secara keseluruhan di wilayah perlakuan. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 13 yang menggambarkan fluktuasi tingkat insidensi di wilayah perlakuan dan kontrol. Dari Gambar 13 tampak bahwa tingkat insidensi malaria pada balita di wilayah perlakuan dan kontrol hampir sama jika data puskesmas Sinar Baru tidak diikutsertakan. Hasil analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat insidensi malaria pada balita di daerah perlakuan dan kontrol disajikan pada Tabel 11. Di dalam model GEE tersebut, disertakan juga kovariat tingkat prevalensi, bulan pengamatan dan rataan umur, karena kovariat-kovariat tersebut juga mempengaruhi tingkat insidensi malaria. Dari hasil analisis tampak bahwa tingkat insidensi malaria pada balita tidak berbeda nyata di antara daerah perlakuan maupun kontrol.

72 % Tingkat insidensi malaria (%) 0.25% 0.20% 0.15% 0.10% 0.05% 0.00% Jun 07 Jul 07 Agust 07 Sep 07 Okt 07 Nov 07 Des 07 Bulan Jan 08 Feb 08 Mar 08 Apr 08 Mei 08 Jun 08 Jul 08 Wilayah perlakuan (termasuk Sinar Baru) Wilayah perlakuan (tidak termasuk Sinar Baru) Wilayah kontrol Gambar 13 Tingkat insidensi malaria pada balita di wilayah perlakuan dan kontrol. Tingkat insidensi malaria pada balita di wilayah perlakuan pemanasan terhadap LLIN dan kontrol tidak berbeda nyata pada penelitian ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Olyset menujukkan aktivitas biologik yang baik meskipun telah dicuci berkali-kali tanpa melakukan pemanasan (Vythilingam et al. 1996; Tami et al. 2004; Jeyalakshmi et al. 2006; Sharma et al. 2009b). Tetapi penelitian lain menunjukkan bahwa suhu kamar (suhu di bawah 60 o C) tidak mampu mengaktifkan insektisida yang ada di dalam benang Olyset secara spontan sehingga dapat meningkatkan kembali aktivitas biologik insektisida yang terkandung di dalamnya (N Guessan et al. 2001; Gimnig et al. 2005; Lindblade et al. 2005). Terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan mempengaruhi hasil penelitian ini. Faktor pertama adalah tidak semua pemilik LLIN di daerah perlakuan melakukan pemanasan terhadap LLIN yang mereka miliki. Dari survei yang dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali menunjukkan bahwa sampai survei yang terakhir (9 bulan setelah intervensi), persentase penduduk yang memanaskan LLIN adalah 75,2%, dan hanya 59,4% yang memanaskan LLIN secara rutin setiap mencuci LLIN. Pada survei ke-3 (6 bulan setelah intervensi),

73 55 hanya 55% yang memanaskan LLIN, dan hanya 36,9% yang memanaskan secara rutin (Tabel 9 dan Tabel 10). Tabel 11 Analisis GEE untuk melihat perbedaan tingkat insidensi malaria pada balita di daerah perlakuan dan kontrol Peubah Koefisien Regresi Selang Kepercayaan 95% Batas Bawah Batas Atas Nilai P Perlakuan vs kontrol Prevalensi Rendah vs Tinggi Prevalensi Sedang vs Tinggi Jun'07 vs Jul' <.0001 Jul'07 vs Jul' Agust'07 vs Jul' <.0001 Sep'07 vs Jul' <.0001 Okt'07 vs Jul' Nov'07 vs Jul' <.0001 Des'07 vs Jul' Jan'08 vs Jul' Feb'08 vs Jul' Mar'08 vs Jul' Apr'08 vs Jul' <.0001 Mei'08 vs Jul' <.0001 Jun'08 vs Jul' Rataan umur <.0001 * Menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05 Faktor lain adalah tingkat penggunaan LLIN pada balita yang relatif masih rendah, baik di wilayah perlakuan maupun kontrol, yaitu berkisar antara 63,1% - 75,8% (Tabel 3). Rendahnya cakupan pemakaian LLIN menyebabkan rendahnya dampak LLIN terhadap tingkat insidensi malaria. Teklehaimanot et al. (2007) mengatakan bahwa LLIN memiliki fungsi penting, baik sebagai alat proteksi individu terhadap nyamuk juga memiliki fungsi proteksi terhadap komunitas. Fungsi proteksi terhadap komunitas meliputi: 1) mereduksi populasi nyamuk dalam komunitas karena adanya kandungan insektisida di dalamnya; 2) memperpendek masa hidup nyamuk; 3) cakupan pemakaiannya secara masal memungkinkan gigitan nyamuk beralih dari manusia ke hewan, dan mereduksi penularan dari manusia ke manusia.

74 56 Telah banyak penelitian membuktikan bahwa tingkat cakupan pemakaian yang tinggi adalah penting untuk memaksimalkan pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat. Binka et al. (1998) menunjukkan bahwa mortalitas akibat malaria pada balita di perkampungan yang tidak menggunakan kelambu yang berinsektisida (kelompok kontrol) meningkat dengan semakin meningkatnya jarak anatara perkampungan tersebut ke perkampungan terdekat yang menggunakan kelambu berinsektisida. Gimnig et al. (2003) menunjukkan bahwa terjadi pengurangan populasi nyamuk di perkampungan yang penduduknya tidak banyak menggunakan kelambu berinsektisida tetapi berlokasi dekat dengan perkampungan yang semua penduduknya menggunana kelambu berinsektisida. Hawley et al. (2003) juga telah menunjukkan bahwa penduduk yang tidak memakai kelambu berinsektisida, yang tinggal pada jarak 300 meter dari wilayah penduduk yang menggunakan kelambu berinsektisida dengan tingkat cakupan yang tinggi menerima proteksi terhadap nyamuk yang sama besar dengan penduduk yang tinggal di wilayah yang menggunakan kelambu berinsektisida. Penelitian lain di daerah pesisir Kenya juga menunjukkan bahwa tingkat penderita malaria klinis pada balita yang tinggal di rumah yang jarang menggunakan kelambu berinsektisida tetapi tinggal di perkampungan yang sebagian besar penduduknya menggunakan kelambu berinsektisida adalah lebih rendah dibandingkan dengan yang tinggal di perkampungan yang tidak menggunakan kelambu berinsektisida (Howard et al. 2000). Maxwell et al. (2002) mendapatkan bahwa terjadi penurunan angka kesakitan malaria yang tinggi pada anak berusia 6 bulan dan 2 tahun yang tinggal di wilayah dengan cakupan pemakaian kelambu insektisida yang tinggi meskipun penduduk tersebut tidak menggunakan kelambu berinsektisida atau atau kelambu berinsektisida yang digunakan sudah robek. Hal itu disebabkan oleh adanya kombinasi pengaruh dari pengaruh komunitas kelambu berinsektisida dan perlindungan personal terhadap balita.

75 57 KESIMPULAN Selama kurun waktu penelitian, annual parasite incidence (API) pada balita di Kabupaten Bangka adalah 1,62%, dengan perincian API di wilayah perlakuan dan kontrol berturut-turut adalah 1,84% dan 1,42%. Tingkat insidensi malaria (API) di wilayah perlakuan pemanasan terhadap LLINs dan wilayah kontrol tidak berbeda nyata. Beberapa informasi lain seperti tingkat kemampuan petugas pemeriksa Plasmodium dengan mikroskop, tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap PUSKESMAS di daerah perlakuan maupun kontrol, dan pengujian bioassay terhadap LLINs diperlukan untuk mendukung hasil penelitian ini. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh petugas laboratorium PUSKESMAS di Kabupaten Bangka. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka dan Depkes RI yang telah mendukung penelitian ini sepenuhnya, serta kepada UNICEF yang telah mendanai penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada CDC Atlanta yang telah membantu dari mulai disain penelitian, pelaksanaam sampai analisis data. Juga ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh peneliti yang telah bekerja sama dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Binka FN, Indome F, Smith T, Impact of spatial distribution of permethrinimpregnated bed nets on child mortality in rural northern Ghana. Am J Trop Med Hyg 59: [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: DEPKES RI. Eisele TP, Macintyre K, Yukich J, Ghebremeskel T Interpreting household survei data intended to measure insecticide-treated bednet coverage: results from two surveis in Eritrea. Malaria Journal 5(36): 1 8. Fegan GW, Noor AM, Akhwale EW, Cousens S, Snow RW Eff ect of expanded insecticide-treated bednet coverage on child survival in rural Kenya: a longitudinal study. The Lancet 370:

76 58 Gimnig JE, Kolczak MS, Hightower AW, Vulule JM, Schoute E, Kamau L, Phillips-Howard PA, ter Kuile FO, Nahlen BL, Hawley WA Effect of permethrin-treated bed nets on the spatial distribution of malaria vectors in western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Gimnig JE, Lindblade KA, Mount DL, Atieli FK, Crawford S, Wolkon A, Hawley WA. Dotson EM Laboratory Wash Resistance of Long-lasting Insecticidal Nets. Trop Med Int Health: 10 (10): Hawley WA, Phillips-Howard PA, ter Kuile FO, Terlouw DJ, Vulule JM, Ombok M, Nahlen BL, Gimnig JE, Kariuki SK, Kolczak MS, Hightower AW, Community-wide effects of permethrin-treated bed nets on child mortality and malaria morbidity in Western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Holtz TH, Marum LH, Mkandala C, Chizani N, Roberts JM, Macheso A, Parise ME, Kachur SP Insecticide-treated bednet use, anaemia, and malaria parasitaemia in Blantyre District, Malawi. Trop Med Int Health 7(3): Howard SC, Omumbo J, Nevill C, Some ES, Donnelly CA, Snow RW, Evidence for a mass community effect of insecticide-treated bednets on the incidence of malaria on the Kenyan coast. Trans R Soc Trop Med Hyg 94: Jeyalakshmi T, Shanmugasundaram R, Murthy B Comparative efficacy and Persistency of Permethrin in Olyset Net and Conventionally Treated Net Againts Aedes Aegypti and Anopheles Stephensi. J Amer Mosquito Control Assoc 22(1): Koram KA, Owusu-Agyei S, Fryauff DJ, Anto F, Atuguba F, Hodgson A, Hoffman SL, Nkrumah FK Seasonal profiles of malaria infection, anaemia, and bednet use among age groups and communities in northern Ghana. Trop Med Int Health 8(9): Lindblade KA, Dotson EM, Hawley WA. Bayoh N, Williamson J, Mount D, Olang G, Vulule J, Slutsker L, Gimnig J Evaluation of long-lasting Insecticide-treated bed nets after 2 years of household use. Trop Med Int Health 10 (11): Maxwell CA, Msuya E, Sudi M, Njunwa KJ, Carneiro IA, Curtis CF Effect of community-wide use of insecticide-treated nets for 3 4 years on malarial morbidity in Tanzania. Trop Med Int Health 7(12): McCullagh P and Nelder JA Generalized Linear Models 2 nd ed. London: Chapman and Hall.

77 59 N Guessan R, Darriet F, Doannio JM, Chandre F & Carnevale P Olyset Net efficacy against pyrethroid-resistant Anopheles gambiae and Culex quinquefasciatus after 3 years field use in Coˆ te d Ivoire. Med Vet Entomol 15, Phillips-Howard PA, Nahlen BL, Alaii JA, ter Kuile FO, Gimnig JE, Terlouw DJ, Kachur SP, Hightower AW, Lal AA, Schoute E. Oloo A, Hawley WA. 2003a. The Efficacy of permethrin-treated bed nets on child mortality and morbidity in Western Kenya I. Development of infrastructure and description of study site. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): 3-9. Phillips-Howard PA, Nahlen BL, Kolczak MS, Hightower AW, ter Kuile FO, Alaii JA, Gimnig JE, Arudo J, Vulule JM, Odhacha A, Kachur SP, Schoute E, Rosen DH, Sexton JD, Oloo AJ, Hawley WA, 2003b. Efficacy of permethrin-treated bed nets in the prevention of mortality in young children in an area of high perennial malaria transmission in western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Sharma SK, Tyagi PK, Upadhyay AK, Haque MA, Mohanty SS, Raghavendra K, Dash AP. 2009a. Efficacy of permethrin treated long-lasting insecticidal nets on malaria transmission and observations on the perceived side effects, collateral benefits and human safety in a hyperendemic tribal area of Orissa, India. Acta Tropica 112: Sharma SK, Upadhyay AK, Haque MA, Tyagi PK, Mohanty SS, Raghavendra K, Dash AP. 2009b. Field Evaluation of Olyset Nets: A Long-Lasting Insecticidal Net Against Malaria Vectors Anopheles culicifacies and Anopheles fluviatilis in a Hyperendemic Tribal Area of Orissa, India. J Med Entomol 46(2): Tami A, Mubyazi G, Talbert A, Mshinda H, Duchon S, Lengeler C Evaluation of OlysetTM insecticide-treated nets distributed seven years previously in Tanzania. Malaria Journal 3(19):1-9. Vythilingam I, Pascua BP, Mahadevan S Assessment of A New Type of Permethrin Impregnated Mosquito Net. Journal of Bioscience 7(1): Teklehaimanot A., Sachs JD, Curtis C Malaria control needs mass distribution of insecticidal bednets. The Lancet 369: ter Kuile FO, Terlouw DJ, Kariuki SK, Phillips-Howard PA, Mirel LB, Hawley WA, Friedman JF, Shi YP, Kolczak MS, Lal AA, Vulule JM, Nahlen BL, 2003a. Impact of permethrin-treated bed nets on malaria, anemia, and growth in infants in an area of intense perennial malaria transmission in Western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4):

78 60 ter Kuile FO, Terlouw DJ, Phillips-Howard PA, Hawley WA, Friedman JF, Kolczak MS, Kariuki SK, Shi YP, Kwena AM, Vulule JM, Nahlen BL, 2003b. Impact of permethrin-treated bed nets on malaria and all cause morbidity in young children in an area of intense perennial malaria transmission in Western Kenya: cross-sectional survei. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): [WHOPES] World Health Organization Pesticides Evaluation Scheme Review of Olyset Net and Bifenthrin 10% WP. Report of the 5th WHOPES Working Group Meeting. WHO/CDS/WHOPES/

79 PENGARUH PEMANASAN PADA KELAMBU BERINSEKTISIDA TAHAN LAMA TERHADAP RISIKO MALARIA PADA BALITA DI KABUPATEN BANGKA: KAJIAN KASUS KONTROL EFFECT OF HEAT ASSISTED REGENERATION ON PERMETRIN TREATED LONG LASTING INSECTICIDAL NETS TO RISK OF MALARIA IN CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD IN BANGKA DISTRICT: A CASE CONTROL STUDY ABSTRAK Kelambu berinsektisida tahan lama (long-lasting insecticide treated net/llin) yang mengandung insektisida permetrin adalah satu di antara jenis LLIN yang disetujui oleh WHO Pesticide Evaluation Scheme untuk pencegahan malaria dan penyakit lainnya yang ditularkan oleh vektor. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan insektisida yang terdapat di benang kelambu tidak mampu membunuh nyamuk tanpa dilakukan pemanasan terhadap LLIN tersebut sebagaimana telah direkomendasikan sebelumnya oleh perusahaan yang memproduksinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perlakuan pemanasan pada LLIN terhadap risiko malaria pada balita pada kondisi lapangan. Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun, yaitu dari September 2007 sampai Agustus 2008 di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Rancangan penelitian menggunakan kajian kasus kontrol berpadanan 1:2, dengan ukuran contoh sebanyak 138 kasus dan 276 kontrol. Hubungan antara faktor risiko dan kasus malaria dianalisis dengan menggunakan model regresi logistik bersyarat (conditional logistic regression models) yang dilanjutkan dengan uji kontras di antara faktor risiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa odds kasus malaria pada kelompok yang tidak menggunakan LLIN, tidak mencuci, tidak memanaskan dan tidak memanaskan LLIN secara teratur adalah hampir dua kali lebih besar (OR=1,97; SK 95%: 1,13-3,45) dibandingkan dengan kelompok yang memanaskan LLIN secara teratur. Kovariat yang berasosiasi dengan kasus malaria pada balita adalah bahan dinding rumah, yaitu rumah yang berdinding tembok lebih baik dalam mencegah malaria dibandingkan yang berdinding kayu dengan OR = 1,77 (SK 95%; 1,02 3,08). Kata kunci: conditional logistic regression, kajian kasus kontrol berpadanan, Olyset, perlakuan pemanasan, permethrin treated LLIN.

80 62 ABSTRACT Permethrin treated long-lasting insecticide treated nets (LLINs) are one of LLINs approved by the WHO Pesticide Evaluation Scheme for the prevention of malaria and other vector-borne diseases. However several investigations showed that most permethrin in the LLIN remained within the net fibers where it was unavailable to contact and kill mosquitoes without heat-assisted regeneration as originally recommended by the manufacturer. The objective of this study was to determine the association between heat assisted regeneration treatment in permethrin treated LLIN and malaria risk for children under five years old in the field condition. The research was carried out for one year, since September 2007 to August 2008, in Bangka District, Bangka Belitung Province. This research was conducted using matched case control study 1:2. Sample size was 138 cases and 276 controls. Association between risk factors and malaria cases was analyzed using conditional logistic regression model continued by contrast examination between risk factors. Results showed that odds for malaria in group which were not used, not washed, not heated, and not routinely heated the LLIN was two time higher (OR=1.97; CI 95%: ) compared with group which routinely heated their LLIN. Covariate which was associated with risk of malaria in children under five years old was the wall material. Concrete was better than woodboard with OR=1.77 (CI 95%; ). Keywords: conditional logistic regression, heat assisted regeneration, matched case control study, Olyset, permethrin treated LLIN. PENDAHULUAN Kelambu berinsektisida tahan lama atau dikenal dengan long lasting insecticidal nets (LLINs) merupakan cara yang efektif untuk pencegahan malaria, karena selain sebagai penghalang secara fisik terhadap nyamuk, aktivitas insektisida yang terkandung di dalamnya dapat membunuh nyamuk, dan efek repelen dari insektisida yang dapat mengusir nyamuk (Mathenge et al. 2001). LLIN adalah kelambu yang mengandung insektisida yang dicampurkan atau dibalutkan ke benangnya dan memiliki daya tahan terhadap berkali-kali pencucian. Kelambu tersebut harus tetap memiliki aktivitas biologik sebagai proteksi personal sepanjang masa pemakaiannya. Satu di antara dua jenis LLIN yang disetujui oleh WHO, yaitu Olyset yang berbahan polietilen dan mengandung insektisida permetrin. Jenis LLIN tersebut telah disebarkan di Indonesia oleh Departemen Kesehatan dan UNICEF sejak September Telah banyak dilakukan penelitian untuk mengevaluasi penggunaan LLIN yang berinsektisida permetrin ini yang secara umum menyatakan bahwa LLIN ini

81 63 cukup efektif dalam upaya pencegahan malaria dibandingkan dengan kelambu insektisida celup konvensional (N Guessan et al. 2001; Gimnig et al. 2003; Tami et al. 2004; Dabiré et al. 2006; Sreehari et al. 2007; Malima et al. 2008; Hassan et al. 2008; Sharma et al. 2009a, Sharma et al. 2009b). Beberapa penelitian membuktikan bahwa LLIN yang direkomendasikan WHO ini berkurang aktivitas biologiknya setelah 3 kali pencucian (Gimnig et al. 2005; Lindblade et al. 2005). Perusahaan produsen LLIN ini sebelumnya merekomendasikan untuk melakukan pemanasan setelah pencucian terhadap LLIN dengan cara membungkus LLIN yang telah dicuci dengan kantung plastik dan menjemurnya di bawah terik matahari. Namun kemudian dilaporkan bahwa LLIN ini akan mengalami proses pemanasan secara spontan pada kondisi tropis (WHOPES 2001). Gimnig et al. (2005) telah melakukan pengujian di laboratorium dan menyimpulkan bahwa LLIN ini dapat meningkat kembali aktivitas biologiknya setelah dilakukan pemanasan pada suhu 60 0 C selama 4 jam, dan aktivitas biologiknya masih rendah jika dipanaskan pada suhu 30 0 C dan 35 0 C. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemanasan secara spontan tidak terjadi jika dipanaskan pada suhu kamar meskipun di wilayah tropis. Setelah 20 kali pencucian LLIN ini masih mengandung lebih dari 50% konsentrasi insektisida dari konsentrasi awalnya. Belum banyak informasi mengenai pengaruh pemanasan (heat assisted regeneration) pada LLIN ini pada kondisi lapangan. Oleh karena itu maka dilakukan kajian kasus kontrol berpadanan yang bertujuan untuk mengetahui adanya asosiasi antara perlakuan pemanasan (heat assisted regeneration) pada LLIN berinsektida permetrin terhadap risiko malaria pada balita di Kabupaten Bangka. METODE Wilayah Penelitian Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka, Indonesia dengan luas lebih kurang ha dengan jumlah penduduk jiwa atau kepadatannya adalah 80 jiwa/km 2. Kabupaten Bangka beriklim tropis dengan variasi curah hujan antara 18,5 dan 394,7 mm setiap bulan dengan curah hujan

82 64 terendah pada bulan Agustus. Suhu udara bervariasi antara 26,2 0 C dan 28,3 0 C. Adapun kelembaban bervariasi antara 71 dan 88%, rata-rata intensitas penyinaran matahari adalah antara 18,0 dan 66,1%, dan tekanan udara antara 1009,1 dan 1011,1 mb. Sektor pertambangan merupakan satu di antara sektor andalan kabupaten ini karena hampir seluruh wilayah Bangka terdapat bahan tambang seperti timah dan bahan tambang lainnya dengan cadangan yang relatif masih besar. Dengan demikian maka hampir di setiap tempat terdapat bekas tambang yang telah ditinggalkan yang berbentuk lubang-lubang besar tempat genangan air yang tentu saja merupakan tempat yang potensial bagi perindukan nyamuk. Topografi daerahnya bervariasi, yaitu terdiri dari 4% daerah berbukit dan yang lainnya adalah daerah dataran rendah dengan 25% dari wilayahnya adalah daerah rawa (BPS Kabupaten Bangka 2007). Kajian kasus kontrol berpadanan (matched case control study) ini dilakukan di enam wilayah kerja puskesmas, yaitu wilayah kerja Puskesmas Sungai Liat, Sinar Baru, Bakam, Petaling, Puding Besar dan Gunung Muda. Keenam wilayah kerja puskesmas ini merupakan wilayah intervensi, yaitu penduduk yang memiliki LLIN di wilayah tersebut diminta untuk melakukan pemanasan LLIN setelah dicuci yang dilakukan setiap 3 bulan sekali. Sosialisasi diberikan terus menerus selama penelitian berlangsung. Sosialisasi dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan, puskesmas, puskesmas pembantu (pustu), poliklinik bersalin desa (polindes), para kader dan kepala dusun setempat. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi kasus kontrol berpadanan tersarang (nested matched case control study) (Szklo dan Nieto 2000), yaitu studi retrospektif yang dilakukan pada suatu studi longitudinal yang sedang berlangsung. Penelitian dilakukan selama 12 bulan, yaitu dari September 2007 sampai Agustus 2008 di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pemadanan (matching) dilakukan untuk mengendalikan faktor perancu (confounding), dalam hal ini adalah wilayah tempat tinggal dan umur.

83 65 Definisi kasus adalah balita yang menderita malaria selama studi longitudinal berlangsung. Penetapan kasus berdasarkan pemeriksaan laboratorium, sedangkan informasinya diperoleh dari buku catatan laboratorium di puskesmas dan rumah sakit. Adapun definisi kontrol adalah balita yang tidak menderita malaria selama studi longitudinal berlangsung. Masing-masing kasus dipadankan (match) dengan 2 kontrol (1:2). Kontrol adalah balita yang tinggal di puskemas yang sama dan memiliki umur yang hampir sama dengan kasus. Besaran contoh yang diteliti adalah 138 kasus dan 276 kontrol. Data faktor risiko yang dijaring yaitu penggunaan, pencucian dan pemanasan LLIN berinsektisida permetrin. Perlakuan pemanasan pada LLIN adalah memasukkan LLIN yang telah dicuci ke dalam kantong plastik hitam dan kemudian menjemurnya di bawah terik matahari selama 4 sampai 6 jam. Data peubah kovariat yaitu jenis kelamin, intervensi indoor residual spraying (IRS), adanya tambang/bekas tambang timah di sekitar rumah, jenis dinding rumah, adanya kasa penutup ventilasi, dan penggunaan alat proteksi nyamuk selain kelambu. Untuk responden kasus dijaring juga data jenis Plasmodium. Perilaku penggunaan LLIN berinsektisida permetrin pada studi kasus konrol ini menggunakan pertanyaan yang berhirarki yang digambarkan pada Gambar 14. Gambar 14 Struktur pertanyaan berhirarki pada kuesioner penggunaan LLIN. Analisis Statistika Data dianalisis dengan menggunakan model regresi logistik bersyarat (conditional logistic regression models) (Kleinbaum et al. 1982) yang dilanjutkan dengan uji kontras antar faktor risiko yang diamati. Pengolahan data menggunakan Statistical Analysis Software (SAS v9.2, SAS Institute, Inc., Cary, NC, USA). Adapun hipotesis untuk setiap faktor risiko digambarkan dengan diagram pohon pada Gambar 15.

84 66 Gambar 15 Diagram pohon alur pertanyaan dan hipotesis. HASIL Sebaran responden dalam penggunaan, pencucian dan pemanasan LLIN Sebaran responden dalam penggunaan, pencucian dan pemanasan LLIN pada masing-masing kelompok kasus dan kontrol disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Penggunaan, pencucian dan pemanasan LLIN Peubah Kasus (n=138) kontrol (n=276) n % n % Memiliki LLIN Ya , ,80 Tidak 30 21, ,20 Menggunakan LLIN ketika tidur Ya 70 64, ,75 Tidak 38 35, ,25 Mencuci LLIN Ya 56 80, ,88 Tidak 14 20, ,13 Mencuci LLIN secara teratur Ya 36 64, ,60 Tidak 20 35, ,40 Memanaskan LLIN Ya 34 60, ,52 Tidak 22 39, ,48 Memanaskan LLIN secara teratur Ya 23 67, ,05 Tidak 11 32, ,95 Tabel 12 menunjukkan bahwa besarnya persentase responden yang memiliki, menggunakan dan mencuci LLIN berinsektisida permetrin hampir sama

85 67 baik pada kelompok kasus maupun kontrol. Perbedaan persentase tampak pada peubah memanaskan kelambu, yaitu kelompok kontrol memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan kelompok kasus. Informasi mengenai data jenis kelamin, rumah dan lingkungan rumah, serta penggunaan alat proteksi nyamuk selain kelambu pada responden kasus dan kontrol disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Informasi keadaan rumah, lingkungan, dan alat proteksi nyamuk responden Kovariat Kasus (n=138) Kontrol (n=276) n % n % Jenis kelamin Perempuan 69 50, ,5 Laki-laki 69 50, ,5 Puskesmas Sungai Liat 44 31, ,8 Sinar Baru 45 32, ,2 Bakam 9 6, ,0 Petaling 13 9, ,8 Puding Besar 7 5,1 13 9,4 Gunung Muda 20 14, ,7 IRS Ya 13 9, ,8 Tidak , ,2 Penggunaan obat anti nyamuk bakar Ya 85 61, ,5 Tidak 53 38, ,5 Penggunaan obat anti nyamuk semprot Ya 16 11,6 27 9,8 Tidak , ,2 Penggunaan obat anti nyamuk elektrik Ya 16 11, ,4 Tidak , ,6 Adanya tambang/bekas tambang timah Ya 22 15, ,8 Tidak , ,2 Adanya kasa penutup ventilasi Ya 35 25, ,5 Tidak , ,5 Bahan dinding rumah Tembok 89 65, ,8 Kayu 41 29, ,2 Lainnya 7 5,1 8 2,9

86 68 Pada Tabel 13 terlihat bahwa untuk peubah penggunaan obat anti nyamuk bakar, obat anti nyamuk semprot, adanya tambang timah di sekitar rumah, dan adanya kasa penutup pada ventilasi rumah, memiliki distribusi persentase yang hampir sama baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Dari data yang diperoleh tampak bahwa sebagian besar responden menggunakan obat anti nyamuk bakar, tidak ada tambang/bekas tambang timah di sekitar rumah mereka, ventilasi rumah tidak dilengkapi kasa penutup. Perbedaan tampak pada intervensi IRS, yaitu pada kelompok kontrol lebih banyak responden yang di rumahnya pernah dilakukan IRS pada kurun satu tahun terakhir dibandingkan kelompok kasus. Demikian juga untuk bahan dinding rumah, yakni persentase responden yang rumahnya berdinding tembok pada kelompok kontrol lebih besar daripada pada kelompok kasus. Table 13 menunjukkan jenis Plasmodium yang menginfeksi balita. Dari tabel tersebut tampak bahwa sebagian besar penderita terinfeksi oleh Plasmodium vivax atau menderita malaria tertiana ringan. Tabel 14 Tipe Plasmodium Tipe Plasmodium Jumlah Persentase Plasmodium vivax ,6 Plasmodium falciparum 35 24,4 Mix 0 0 Total Pengaruh Pemanasan pada Kelambu terhadap Risiko Malaria Diagram Venn yang menggambarkan frekuensi responden yang menggunakan, mencuci dan memanaskan kelambu pada kelompok kasus dan kontrol disajikan pada Gambar 16. Adapun hasil analisis dengan menggunakan model regresi logistik bersyarat (conditional logistic regression models) disajikan pada Tabel 15 and Tabel 16.

87 69 (a) (b) Keterangan: A=Tidak punya/tidak menggunakan, B=Tidak mencuci, C,D,E,F=Mencuci, D=Mencuci secara teratur, E=Memanaskan tidak teratur, F=Memanaskan secara teratur Gambar 16 Diagram Venn frekuensi perilaku penggunaan LLIN responden (a) kelompok kasus, (b) kelompok kontrol. Dari diagram Venn pada Gambar 16 tampak bahwa persentase responden yang memanaskan kelambu adalah 34/56 (61%) pada kelompok kasus dan 95/131 (73%) pada kelompok kontrol. Sedangkan responden yang memanaskan kelambu secara rutin adalah 23/56 (41%) pada kelompok kasus dan 77/131 (59%) pada kelompok kontrol. Tabel 15 Nilai odds ratio dalam penggunaan, pencucian dan pemanasan LLIN Model Tidak melakukan pemanasan vs kadangkadang melakukan pemanasan Tidak melakukan pemanasan vs melakukan pemanasan dengan teratur Tidak melakukan pemanasan & kadangkadang melakukan pemanasan vs melakukan pemanasan dengan teratur Tidak menggunakan & tidak mencuci & Tidak melakukan pemanasan vs kadangkadang melakukan pemanasan Tidak menggunakan & tidak mencuci & Tidak melakukan pemanasan vs melakukan pemanasan dengan teratur Odds Selang Kepercayaan 95% Nilai P Ratio Batas Bawah Batas Atas 0,98 0,37 2,62 0,9673 2,11 1,02 4,34 0,0438* 2,13 1,09 4,16 0,027* 0,89 0,38 2,06 0,7849 1,91 1,10 3,33 0,0218* Tidak menggunakan & tidak mencuci & Tidak melakukan pemanasan & kadangkadang melakukan pemanasan vs melakukan pemanasan dengan teratur 1,97 1,13 3,45 0,0173* * Menunjukkan berbeda nyata pada α=0.05

88 70 Pada Tabel 15 tampak bahwa faktor yang mempengaruhi penurunan kasus malaria pada balita adalah memanaskan LLIN secara teratur (P < 0,05). Memanaskan LLIN secara teratur adalah senantiasa melakukan pemanasan terhadap LLIN setiap mencucinya. Nilai odds ratio keluarga yang tidak menggunakan, tidak mencuci, tidak memanaskan dan memanaskan LLIN tidak secara teratur adalah 1,97 (SK 95%; 1,13 3,45) dibandingkan dengan yang memanaskan LLIN secara teratur. Hal ini berarti bahwa odds terjadinya malaria pada keluarga yang tidak menggunakan, tidak mencuci, tidak memanaskan dan memanaskan permetrin treated LLIN tidak secara teratur adalah dua kali dibandingkan dengan yang memanaskan permetrin treated LLIN secara teratur. Tabel 16 Nilai odds ratio untuk kovariat Model Odds Ratio Selang Kepercayaan 95% Batas Bawah Batas Atas Nilai P Tidak ada aplikasi IRS vs Ada aplikasi IRS 2,27 0,99 5,20 0,0517 Tidak menggunakan obat anti nyamuk bakar vs menggunakan obat anti nyamuk bakar 1,36 0,83 2,21 0,2197 Tidak menggunakan obat anti nyamuk aerosol vs menggunakan obat anti nyamuk aerosol 0,80 0,39 1,63 0,5352 Tidak menggunakan obat anti nyamuk elektrik vs menggunakan obat anti nyamuk elektrik 1,58 0,81 3,07 0,1816 Tidak terdapat tambang timah dekat rumah vs terdapat tambang timah dekat rumah 0,97 0,50 1,87 0,9174 Tidak terdapat kasa penutup ventilasi rumah vs terdapat kasa penutup ventilasi rumah 1,01 0,57 1,81 0,9664 Dinding rumah: kayu vs tembok 1,77 1,02 3,08 0,0438* Dinding rumah: bahan lain vs tembok 1,87 0,65 5,43 0,2492 * Menunjukkan berbeda nyata pada α=0.05 Pada Tabel 16 tampak bahwa dinding rumah merupakan faktor penting bagi pencegahan malaria. Rumah yang berdinding tembok dapat memproteksi kejadian malaria hampir sebesar 2 kali dibandingkan dengan yang berdinding kayu. Hal ini terlihat dari nilai odds ratio yaitu 1,77 (SK 95%; 1,02 3,08).

89 71 PEMBAHASAN LLIN yang digunakan pada penelitian ini adalah LLIN yang terbuat dari polietilen dan mengandung insektisida permetrin. Insektisida dicampurkan dengan bijih benang pada saat pembuatan benang kelambu. Insektisida yang ada di dalam benang akan bermigrasi ke permukaan benang sehingga konsentrasi insektisida pada permukaan benang kelambu senantiasa dapat dipertahankan. Mencuci LLIN adalah hal yang penting dalam perawatan LLIN, karena debu dan kotoran yang menempel akan menghambat aktivitas biologik insektisida pada permukaan benang LLIN. Pada penelitian lapangan yang dilakukan terhadap LLIN berinsektisida permetrin yang telah dipakai selama tiga tahun di Côte te d'ivoire menunjukkan bahwa kelambu Olyset yang sangat kotor memiliki aktivitas biologik yang rendah dibandingkan dengan kelambu Olyset yang sedikit kotor (N Guessan et al. 2001). Namun demikian pencucian dan penjemuran dapat menurunkan bahkan menghilangkan konsentrasi insektisida pada permukaan benang kelambu, sehingga menurunkan aktivitas biologik LLIN tersebut. Dari hasil penelitian N Guessan et al. (2001) diperoleh hasil bahwa kelambu Olyset yang dicuci memiliki aktivitas biologik yang rendah dibandingkan dengan kelambu Olyset yang sedikit kotor. Lindblade et al. (2005) melakukan penelitian evaluasi terhadap berbagai LLIN. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa setelah pemakaian selama dua tahun di lapangan Olyset kehilangan aktivitas biologiknya dengan cepat meskipun konsentrasi insektisida dalam benang kelambunya cukup tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa pencucian tidak menyebabkan berkurangnya konsentrasi insektisida tetapi masalahnya adalah pada bio-availability dari insektisida yang terdapat pada permukaan benang. Pada awalnya perusahan yang memproduksi Olyset (LLIN yang digunakan pada penelitian ini) merekomendasikan untuk memanaskan LLIN ini setiap setelah dicuci dengan cara memasukkannya ke dalam kantung plastik dan menjemurnya di bawah terik matahari. Dilaporkan kemudian bahwa LLIN ini akan dipanaskan secara otomatis dalam jangka waktu 15 hari pada kondisi iklim tropis (WHOPES 2001).

90 72 Gimnig et al. (2005) melakukan studi efikasi LLIN setelah pencucian berkali-kali dengan membandingkan enam LLIN, termasuk Olyset. Hasil yang diperoleh adalah Olyset kehilangan aktivitas biologiknya lebih dari 90% setelah enam kali pencucian. Setelah 20 kali pencucian, semua jenis kelambu kehilangan lebih dari 50% dari konsentrasi kandungan insektisida awal kecuali Olyset. Setelah 20 kali pencucian kemudian Olyset diberi perlakuan pemanasan (heatassisted regeneration) selama 4 jam pada suhu 60 0 C untuk mengetahui apakah aktivitas biologik masih dapat dibangkitkan melalui perlakuan pemanasan. Hasilnya menunjukkan hanya Olyset efektif kembali setelah dilakukan pemanasan dengan peningkatan tingkat mortalitas dan knock down menjadi lebih dari 90%. Tetapi jika dipanaskan pada suhu 30 0 C atau 35 0 C, kelambu Olyset yang sudah dicuci tiga kali tidak menunjukkan aktivitas biologiknya setelah 12 minggu pemakaian. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemanasan secara teratur pada LLIN dapat mencegah penularan malaria pada balita dengan nilai odds ratio 1,97 (CI 95%; 1,13 3,45) dibandingkan dengan tidak menggunakan, tidak mencuci, tidak memanaskan dan tidak memanaskannya secara teratur. Adapun perlakuan pemanasan yang tidak teratur tidak menunjukkan asosiasi yang signifikan. Oleh karena itu untuk memperoleh proteksi yang baik terhadap penularan malaria maka diperlukan pemanasan setiap kali setelah mencuci LLIN, dan jika pemanasan tersebut hanya dilakukan sesekali saja maka efek proteksinya sama saja dengan tidak melakukan pemanasan. Dari data yang tercatat di Stasiun Meteorologi Pangkal Pinang suhu rata-rata di Kabupaten Bangka menunjukkan variasi antara 26,2 0 C dan 28,3 0 C. Tampaknya suhu tersebut tidak cukup untuk melakukan pemanasan secara spontan untuk meningkatkan aktivitas biologik insektisida yang terkandung dalam LLIN sebagaimana hasil penelitian Gimnig et al. (2005). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Olyset memiliki aktivitas biologik yang tinggi meskipun telah mengalami beberapa kali pencucian meskipun tanpa perlakuan pemanasan. Vythilingam et al. (1996) telah melakukan pengujian di laboratorium dengan membandingkan kelambu Olyset terhadap

91 73 polietilen monofilamen dan nylon multifilamen yang telah dicampur dengan permetrin. Ketiga jenis kelambu tersebut dicuci dengan air saja serta dengan air dan sabun. Hasil percobaan menunjukkan bahwa setelah pencucian sebanyak 15 kali dengan air, mortalitas nyamuk Anopheles maculatus adalah 95% untuk kelambu Olyset, 83% untuk nilon dan 26% untuk polietilen. Mortalitas nyamuk Aedes aegypti adalah 100% untuk kelambu Olyset, 91,7% untuk nilon dan 81,7% untuk polietilen. Setelah pencucian sebanyak 4 kali dengan air dan sabun, mortalitas nyamuk Anopheles maculatus adalah 86,7% untuk kelambu Olyset, 80,3% untuk nilon dan 3,3% untuk polietilen. Mortalitas nyamuk Aedes aegypti adalah 90,3% untuk kelambu Olyset, 50% untuk nilon dan 5% untuk polietilen. Penelitian lain yang memberikan kesimpulan yang hampir sama dengan hasil penelitian Vythilingam et al. (1996) adalah penelitian Jeyalakshmi et al. (2006) yang menyatakan bahwa kelambu Olyset memberikan hasil yang lebih baik dari pada kelambu berinsektisida celup konvensional sampai 5 kali pencucian (batas maksimum pemakaian untuk kelambu berinsektisida konvensional). Tami et al. (2004) menunjukkan bahwa setelah pemakaian secara terus menerus selama 7 tahun di Tanzania, 90% kelambu masih efektif (tingkat knock down (KD) selama 60 menit di atas 95 %), meskipun rataan mortalitasnya rendah yaitu sebesar 34%. Sharma et al. (2009b) menyatakan bahwa hasil resistensi akibat pencucian dan bioefikasi kelambu Olyset menunjukkan mortalitas 100% pada An. culicifacies sampai dengan 11 kali pencucian, bahkan mortalitas 100% pada An. fluviatilis sampai 20 kali pencucican. Nilai median knock-down time untuk kedua species ini berturut-turut adalah berkisar antara 4,55 6,00 and 4,45-5,45 menit, selama satu tahun intervensi. Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan rancangan case control study. Tentunya banyak kelemahan dalam studi ini, terutama adanya bias dan peubah perancu (confounding variable) yang mempengaruhi kesimpulan penelitian. Beberapa kovariat turut diperhitungkan dalam pengujian model, dan dari hasil uji statistika tampak bahwa hanya satu kovariat yang berpengaruh signifikan yaitu jenis dinding rumah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dinding rumah tembok memberikan proteksi terhadap malaria yang lebih baik dibandingkan dengan bahan kayu.

92 74 Ukuran contoh juga turut berpengaruh terhadap hasil penelitian. Penelitian ini dilakukan selama satu tahun, dan ditemukan 138 kasus di daerah perlakuan selama penelitian berlangsung. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lama untuk memperoleh ukuran contoh yang optimal, yaitu sebanyak 200 kasus pada penelitian ini, jika diharapkan tingkat kepercayaannya 95% dan kuasa uji 80%. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa odds untuk kasus malaria pada kelompok yang tidak menggunakan LLIN, tidak mencuci, tidak memanaskan dan tidak memanaskan LLIN secara teratur adalah dua kali lebih besar (OR=1.97; SK 95%: 1,13-3,45) daripada odds untuk kelompok yang memanaskan LLIN secara teratur. Kovariat yang berasosiasi dengan kasus malaria pada balita adalah bahan dinding rumah, yaitu rumah yang berdinding tembok lebih baik dalam mencegah malaria dibandingkan yang berdinding kayu dengan OR = 1,77 (SK 95%; 1,02 3,08). UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh petugas laboratorium puskesmas di Kabupaten Bangka. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka dan Depkes RI yang telah mendukung penelitian ini sepenuhnya, serta kepada UNICEF yang telah mendanai penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada CDC Atlanta yang telah membantu dari mulai disain penelitian, pelaksanaam sampai analisis data. Juga ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh peneliti yang telah bekerja sama dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [BPS Kabupaten Bangka] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka Bangka Dalam Angka Bangka: BPS dan BAPEDA Kabupaten Bangka. Coticelli P WHOPES and Its Impact on Long-lasting Insecticidal Net Availability. Africa Fighting Malaria Occasional Paper. April 23, 2007.

93 75 Dabiré RK, Diabaté A, Baldet T, Paré-Toé L, Guiguemdé RT, Ouédraogo JB, Skovmand O Personal protection of long lasting insecticide-treated nets in areas of Anopheles gambiae s.s. resistance to pyrethroids. Malaria J 5(12):1-8. Fischer PR, Bialek R Prevention of Malaria in Children. TRAVEL MEDICINE 34: Gimnig JE, Vulule JM, Lo TQ, Kamau L, Kolczak MS, Phillips-Howard PA, Mathenge EM, ter Kuile FO, Nahlen BL, Hightower AW, Hawley WA Impact of permetrin-treated bed nets on entomologic indices in an area of intense year round malaria transmission. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Gimnig JE, Lindblade KA, Mount DL, Atieli FK, Crawford S, Wolkon A, Hawley WA. Dotson EM Laboratory Wash Resistance of Long-lasting Insecticidal Nets. Trop Med Int Health 10(10): Guillet P. Overview of LLIN Technologies Meeting on Development, Production and Distribution of Long Lasting Insecticidal Nets (LLIN). Johannesburg, South Africa September Hassan SEDH, Malik EFM, Okoued SI, Eltayeb ESM Retention and efficacy of long-lasting insecticide-treated nets distributed in eastern Sudan: a two-step community-based study. Malaria J (85):1-6. Jeyalakshmi T, Shanmugasundaram R, Murthy B Comparative efficacy and Persistency of Permethrin in Olyset Net and Conventionally Treated Net Againts Aedes Aegypti and Anopheles Stephensi. J Amer Mosquito Control Assoc 22(1): Kleinbaum DG, Kupper LL, Morgenstern H Epidemiologic Research, Principles and Quantitative Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Kulkarni M Update on Long Lasting Insecticidal Nets (LLIN). Malaria Matters 15:1-2. Lindblade KA, Dotson EM, Hawley WA. Bayoh N, Williamson J, Mount D, Olang G, Vulule J, Slutsker L, Gimnig J Evaluation of long-lasting Insecticide-treated bed nets after 2 years of household use. Trop Med Int Health 10 (11): Lines Jo Severe malaria in children and transmission intensity. The Lancet 350: 813. Mathenge EM, Gimnig JE, Kolczak M, Ombok M, Irungu LW, Hawley WA Effect of permetrin-impregnated mets on exiting behavior, blood feeding success, and time of feeding of malaria mosquitoes (Diptera: Culicidae) in Western Kenya. J Med Entomol 38(4): Malima RC, Magesa SM, Tungu PK, Mwingira V, Magogo FS, Sudi W, Mosha FW, Curtis CF, Maxwell C, Rowland M An experimental hut evaluation of Olyset nets against Anopheline mosquitoes after seven years use in Tanzanian villages. Malaria J 7(38):1-8. Newton CRJC. Cerebral malaria in children J Child Neurol 11:257

94 76 N Guessan R, Darriet F, Doannio JM, Chandre F, Carnevale P Olyset Net efficacy against pyrethroid-resistant Anopheles gambiae and Culex quinquefasciatus after 3 years field use in Coˆ te d Ivoire. Med Vet Entomol 15, Sharma SK, Tyagi PK, Upadhyay AK, Haque MA, Mohanty SS, Raghavendra K, Dash AP. 2009a. Efficacy of permetrin treated long-lasting insecticidal nets on malaria transmission and observations on the perceived side effects, collateral benefits and human safety in a hyperendemic tribal area of Orissa, India. Acta Tropica 112: Sharma SK, Upadhyay AK, Haque MA, Tyagi PK, Mohanty SS, Raghavendra K, Dash AP. 2009b. Field Evaluation of Olyset Nets: A Long-Lasting Insecticidal Net Against Malaria Vectors Anopheles culicifacies and Anopheles fluviatilis in a Hyperendemic Tribal Area of Orissa, India. J Med Entomol 46(2): Shaw WD Long-Lasting Insecticide Treated Nets: A Success In Technology Transfer. Malaria Matters 15:3-4. Sreehari U, Razdan RK, Mittal PK, Ansaria MA, Rizvi MMA, Dash AP Impact of Olyset Nets on malaria transmission in India. J Vect Borne Dis 44: Szklo M, Nieto EJ Epidemiology Beyond the Basics. Maryland: An Aspen Publication. Tami A, Mubyazi G, Talbert A, Mshinda H, Duchon S, Lengeler C Evaluation of OlysetTM insecticide-treated nets distributed seven years previously in Tanzania. Malaria J 3(19):1-9. Vythilingam I, Pascua BP, Mahadevan S Assessment of A New Type of Permetrin Impregnated Mosquito Net. Journal of Bioscience 7(1): [WHOPES] World Health Organization Pesticides Evaluation Scheme Review of Olyset Net and Bifenthrin 10% WP. Report of the 5th WHOPES Working Group Meeting. WHO/CDS/WHOPES/

95 PEMBAHASAN UMUM Kelambu berinsektisida tahan lama (long-lasting insecticidal nets/llins) yang berinsektisida permetrin dan terbuat dari bahan polietilen yang diteliti ini merupakan LLIN pertama yang disetujui pemakaiannya oleh World Health Organization Pesticide Evaluation Scheme (WHOPES) (Guillet 2004, Kulkarni 2006). Telah banyak penelitian yang membuktikan efektivitas kelambu berinsektisida tahan lama ini dalam memproteksi penularan malaria, baik proteksinya terhadap masyarakat secara umum, maupun pada golongan masyarakat yang rentan yaitu ibu hamil dan balita. Sharma dan kawan kawan telah melakukan penelitian di Sundargarh, Orissa, India pada tahun Penelitian dilakukan di tiga area yang dipilih secara acak, yaitu area yang menggunakan kelambu Olyset, kelambu biasa dan tidak menggunakan kelambu. Tingkat insidensi malaria dalam populasi diukur melalui surveilans aktif longitudinal dengan interval setiap dua minggu. Terdapat penurunan tingkat insidensi malaria sebesar 65 70% di area yang menggunakan kelambu Olyset dibandingkan dengan daerah kontrol. Tingkat serangan Plasmodium falciparum atau jumlah episode per orang per tahun di berbagai kelompok usia yang berbeda juga menunjukkan penurunan yang signifikan di area yang menggunakan kelambu Olyset dibandingkan dengan area yang menggunakan kelambu biasa dan tidak menggunakan kelambu. Prevalensi malaria di area yang menggunakan kelambu Olyset menunjukkan penurunan 45,7%, sedangkan di wilayah yang menggunakan kelambu biasa prevalensinya meningkat 33,3% dan di wilayah yang tidak menggunakan kelambu meningkat 51% (Sharma et al. 2009a). Sreehari dan tim juga melalukan penelitian selama 3 tahun di Gautam Budh Nagar, India. Wilayah penelitian terdiri dari satu desa yang menggunakan kelambu Olyset, satu desa menggunakan kelambu biasa dan satu desa tidak menggunakan kelambu. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa penggunaan kelambu Olyset dapat mengurangi indoor resting density nyamuk An. culicifacies dan juga mereduksi masuknya nyamuk ke dalam rumah yang menggunakan kelambu Olyset. Tidak ada nyamuk yang tertangkap di dalam kelambu Olyset. Terdapat penurunan tingkat paritas nyamuk An. culicifacies

96 78 pada desa yang menggunakan kelambu Olyset dibandingkan dengan dua desa lainnya. Pada desa yang menggunakan kelambu Olyset, tingkat insidensi malaria yang diakibatkan oleh Plasmodium falciparum adalah 1/5026, sedangkan tingkat insidensi di desa tersebut sebelum perlakuan adalah 43/3235. Adapun tingkat insidensinya di desa yang menggunakan kelambu biasa adalah 4/6214 pada saat setelah perlakuan dan 38/3650 pada saat sebelum perlakuan. Tingkat insidensi di desa yang tidak menggunakan kelambu adalah 34/6750 pada saat setelah perlakuan dan 36/3970 pada saat sebelum perlakuan (Sreehari et al. 2007). Ketahanan terhadap pencucian merupakan hal penting untuk kelambu berinsektisida tahan lama. Menurut WHOPES, kelambu berinsektisida sekurangkurangnya harus tahan terhadap 20 kali pencucian (Guillet 2004, Kulkarni 2006). Beberapa penelitian membuktikan bahwa kelambu berinsektisida tahan lama yang berinsektisida permetrin dan terbuat dari bahan polietilen yang diteliti ini tahan terhadap beberapa kali pencucian. Vythilingam et al telah melakukan pengujian di laboratorium dengan membandingkan kelambu Olyset terhadap polietilen monofilamen dan nilon multifilamen yang telah dicampur dengan permetrin. Ketiga jenis kelambu tersebut dicuci dengan air saja serta dengan air dan sabun. Hasil percobaan menunjukkan bahwa setelah pencucian sebanyak 15 kali dengan air, mortalitas nyamuk Anopheles maculatus adalah 95% untuk kelambu Olyset, 83% untuk nilon dan 26% untuk polietilen. Mortalitas nyamuk Aedes aegypti adalah 100% untuk kelambu Olyset, 91,7% untuk nilon dan 81,7% untuk polietilen. Setelah pencucian sebanyak 4 kali dengan air dan sabun, mortalitas nyamuk Anopheles maculatus adalah 86,7% untuk kelambu Olyset, 80,3% untuk nilon dan 3,3% untuk polietilen. Mortalitas nyamuk Aedes aegypti adalah 90,3% untuk kelambu Olyset, 50% untuk nilon dan 5% untuk polietilen. Penelitian lain yang memberikan kesimpulan yang hampir sama dengan hasil penelitian Vythilingam et al. (1996) adalah penelitian Jeyalakshmi et al. (2006) yang menyatakan bahwa kelambu Olyset memberikan hasil yang lebih baik dari pada kelambu berinsektisida celup konvensional sampai 5 kali pencucian (batas maksimum pemakaian untuk kelambu berinsektisida konvensional). Tami et al. (2004) menunjukkan bahwa setelah pemakaian secara terus menerus selama 7 tahun di Tanzania, 90% kelambu masih efektif (tingkat knock down (KD)

97 79 selama 60 menit di atas 95 %), meskipun rataan mortalitasnya rendah yaitu sebesar 34%. Sharma et al. (2009b) menyatakan bahwa hasil resistensi akibat pencucian dan bioefikasi kelambu Olyset menunjukkan mortalitas 100% pada An. culicifacies sampai dengan 11 kali pencucian, bahkan mortalitas 100% pada An. fluviatilis sampai 20 kali pencucican. Nilai median knock-down time untuk kedua species ini berturut-turut adalah berkisar antara 4,55 6,00 dan 4,45-5,45 menit, selama satu tahun intervensi. Pada awalnya perusahan yang memproduksi kelambu berinsektisida tahan lama yang berinsektisida permethrin dan terbuat dari bahan polietilen ini merekomendasikan untuk memanaskan LLIN ini setiap setelah dicuci dengan cara memasukkannya ke dalam kantung plastik dan menjemurnya di bawah terik matahari. Namun kemudian dilaporkan bahwa LLIN ini akan dipanaskan secara otomatis dalam jangka waktu 15 hari pada kondisi iklim tropis (WHOPES 2001). Namun demikian beberapa penelitian membuktikan bahwa pemanasan secara spontan pada suhu kamar tidak mampu meningkatkan aktivitas biologik dari insektisida yang terkandung di dalam benang kelambu, meskipun konsentrasinya masih cukup tinggi (N Guessan et al. 2001; Lindblade et al. 2005; Gimnig et al. 2005). Gimnig et al. (2005) memperoleh hasil bahwa peningkatan aktivitas biologik baru terjadi apabila dipanaskan pada suhu 60 0 C. Penelitian dilakukan pada kondisi laboratorium. Penelitian untuk mengkaji pengaruh pemanasan pada kelambu berinsektisida tahan lama yang berinsektisida permetrin pada kondisi lapangan dikaji pada penelitian ini. Penelitian terbagi atas tiga bagian, yaitu 1) survei pemakaian, pencucian dan pemanasan kelambu, yang terdiri dari survei dasar dan tiga sekuensial survei yang dilakukan setiap tiga bulan sekali. 2) pengukuran tingkat insidensi malaria yang dilakukan dengan cara mengumpulkan kasus dari log book di laboratorium di seluruh puskesmas di Kabupaten Bangka. dan 3) kajian kasus kontrol berpadanan untuk membandingkan tingkat penggunaan, pencucian dan pemanasan kelambu berinsektisida tahan lama di antara kasus dan bukan kasus (kontrol).

98 80 Dari data tingkat prevalensi malaria pada awal penelitian yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka, wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Bangka dapat dikelompokan kedalam 3 kelompok berdasarkan tingkat prevalensinya, yaitu 1) wilayah dengan prevalensi rendah yang meliputi Puskesmas Petaling dan Batu Rusa, 2) sedang, meliputi Puskesmas Pemali, Bakam, Puding Besar dan Riau Silip, 3) tinggi, meliputi Puskesmas Belinyu, Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru dan Kenanga. Kemudian pada masingmasing stratifikasi dipilih puskesmas secara acak untuk dimasukkan ke dalam wilayah perlakuan atau kontrol. Wilayah perlakuan terdiri dari 6 puskesmas, yaitu Petaling, Bakam, Puding Besar, Sungai Liat, Sinar Baru, dan Gunung Muda. Wilayah kontrol terdiri dari 5 puskesmas, yaitu Batu Rusa, Pemali, Riau Silip, Belinyu, dan Kenanga. Perlakuan dalam penelitian ini adalah pemanasan (heat assisted regeneration) terhadap LLIN setelah pencucian, yaitu dengan cara membungkus kelambu yang telah dicuci dengan plastik hitam dan menjemurnya di bawah sinar mata hari selama kurang lebih 4 sampai 6 jam, baru kemudiannya memasangnya. Adapun kontrol adalah cara pencucian biasa, yaitu LLIN dicuci dan dikeringkan dengan diangin-angin, kemudian dipasang. Pencucian kelambu dilakukan setiap tiga bulan sekali. Hasil uji Generalized Estimating Equations untuk sebaran binomial pada data dari empat kali survei menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara wilayah perlakuan maupun kontrol di dalam tingkat penggunaan dan pencucian LLIN. Terjadi peningkatan dalam tingkat penggunaan dan pencucian LLIN baik di wilayah perlakuan maupun kontrol. Tingkat pemanasan LLIN di wilayah perlakuan juga meningkat. Hasil survei ini membuktikan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, yaitu tingkat penggunaan dan pencucian adalah sama baik di wilayah perlakuan maupun kontrol. Hasil ini menjamin bahwa perbedaan di dua wilayah hanya pada faktor tingkat pemanasan, yang merupakan perlakuan pada penelitian ini. Dari hasil pengukuran insidensi malaria pada balita diperoleh hasil bahwa tingkat insidensi malaria pada balita di Kabupaten Bangka adalah 1,62%, dengan perincian tingkat insidensi di wilayah perlakuan adalah 1,84% dan di wilayah kontrol adalah 1,42%. Tingkat insidensi tertinggi adalah di wilayah Puskesmas

99 81 Sinar Baru yaitu 9,52%. Adapun di wilayah puskesmas lainnya baik wilayah perlakuan maupun kontrol kisaran tingkat insidensinya hampir sama yaitu 0,46% sampai 3,72% di wilayah perlakuan, dan 0,38% sampai 3,51% di wilayah kontrol. Hasil uji dengan menggunakan generalized estimating equations (GEE) untuk sebaran Poisson diperoleh bahwa tidak ada perbedaan tingkat insidensi malaria pada balita di antara wilayah perlakuan dan kontrol. Terdapat dua penyebab yang dipertimbangkan mempengaruhi hasil penelitian ini. Pertama adalah tidak semua pemilik LLIN di daerah perlakuan melakukan pemanasan terhadap LLIN yang mereka miliki. Dari survei yang dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali menunjukkan bahwa sampai survei yang terakhir (9 bulan setelah intervensi), persentase penduduk yang memanaskan LLIN adalah 75,2%, dan hanya 59,4% yang memanaskan LLIN secara rutin setiap mencuci LLIN. Pada survei ke-3 (6 bulan setelah intervensi), hanya 55% yang memanaskan LLIN, dan hanya 36,9% yang memanaskan secara rutin (Tabel 9 dan Tabel 10). Penyebab kedua adalah tingkat penggunaan LLIN pada balita yang relatif masih rendah, baik di wilayah perlakuan maupun kontrol (Gambar 8), yaitu berkisar antara 63,1% - 75,8%. Rendahnya cakupan pemakaian LLIN menyebabkan rendahnya dampak LLIN terhadap tingkat insidensi malaria. Hasil kajian kasus kontrol berpadanan membuktikan bahwa pemanasan LLIN secara rutin berasosiasi terhadap kasus malaria pada balita dengan nilai odds ratio sebesar 1,97 (SK 95%: 1,13-3,45). Hasil ini menunjukkan bahwa odds terjadinya kasus malaria pada kelompok yang tidak menggunakan, tidak mencuci dan tidak memanaskan LLIN secara rutin adalah 1.97 kali daripada kelompok yang memanaskannya secara rutin. Pemanasan LLIN secara rutin merupakan hal penting untuk meningkatkan aktivitas biologik insektisida yang terkandung di dalam benang kelambu. Suhu udara di Kabupaten Bangka yang berkisar antara 26,2 0 C hingga 28,3 0 C diduga tidak dapat meningkatkan aktivitas biologik sebagaimana yang ditemukan oleh Gimnig et al. (2005). Diperlukan waktu penelitian dan masa intervensi yang lebih panjang sebagai pembanding hasil penelitian ini. Dengan masa intervensi dan waktu penelitian

100 82 yang lebih panjang diharapkan cakupan pemakaian kelambu pada balita semakin meningkat, demikian juga denga tingkat pencucian dan pemanasannya. Waktu penelitian yang lebih panjang juga akan meningkatkan jumlah kasus sehingga akan meningkatkan tingkat akurasi dan presisi hasil penelitian. Hal penting yang menjamin hasil penelitian ini adalah tingkat akurasi pemeriksaan Plasmodium dengan menggunakan mikroskop di laboratorium. Selain ditunjang dengan ketersediaan mikroskop yang baik, kemampuan pemeriksa Plasmodium dengan menggunakan mikroskop juga harus ditingkatkan. Pelatihan-pelatihan penyegaran perlu rutin dilaksanakan, serta cross check berkala terus menerus dilakukan untuk menjamin hasil pemeriksaan. Hal penting lainnya adalah sistem pelaporan dan monitoring kasus malaria. Setiap kasus malaria harus dilaporkan dan tercatat di puskesmas dimana penderita tinggal. Pustu harus rutin melaporkan kasus malaria ke puskesmas di wilayahnya. Demikian juga bagi penderita yang berobat ke rumah sakit, maka pihak rumah sakit harus memberikan surat keterangan bahwa penderita yang bersangkutan menderita malaria dan dilaporkan ke puskesmas tempat penderita berdomisili.

101 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Jumlah LLIN yang dimiliki masyarakat selama periode penelitian menunjukkan peningkatan, demikian juga dengan tingkat pemakaian, pencucian serta pemanasannya. Tingkat pemakaiannya pada golongan rentan masih terlihat rendah. Secara umum tingkat pemakaiannya pada balita adalah sekitar 63,1% sampai 75,8%, sedangkan pada ibu hamil sekitar 36,0% sampai 53,6%. Jumlah keluarga yang mencuci LLIN menunjukkan nilai yang semakin meningkat dari survei I sampai survei IV. Di wilayah perlakuan persentase keluarga yang mencuci LLIN pada survei I adalah sebesar 37,6 %, dan terus meningkat sampai 86,1% pada survei IV. Di daerah kontrol, persentase keluarga yang mencuci LLIN adalah 35,1% pada survei I, dan 84,5% pada survei IV. Adapun untuk pencucian LLIN secara teratur, pada survei I terdapat 10,3% keluarga yang mencuci LLIN secara teratur di daerah perlakuan dan 12,5% keluarga di derah kontrol. Pada akhir penelitian persentase tersebut menunjukkan peningkatan yang berarti yaitu menjadi 59,8% di daerah perlakuan dan 55,5% di daerah kontrol. Partisipasi masyarakat di daerah perlakuan dalam pemanasan LLIN setelah pencucian juga menunjukkan peningkatan, yaitu partisipasinya mencapai 75,2% pada akhir penelitian. Analisis Generalized Estimating Equations (GEE) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam tingkat pemakaian LLIN serta pencuciannya di antara wilayah perlakuan dan kontrol. Selama kurun waktu penelitian, tingkat insidensi malaria di Kabupaten Bangka pada balita adalah 1,62%, dengan perincian tingkat insidensi di wilayah perlakuan dan kontrol berturut-turut adalah 1,84% dan 1,42%. Tingkat insidensi malaria di wilayah perlakuan pemanasan terhadap LLIN dan wilayah kontrol tidak berbeda nyata. Odds kasus malaria pada kelompok yang tidak menggunakan LLIN, tidak mencuci, tidak memanaskan dan tidak memanaskan LLIN secara teratur adalah dua kali lebih besar (OR=1.97; SK 95%: 1,13-3,45) dibandingkan dengan

102 84 kelompok yang memanaskan LLIN secara teratur. Kovariat yang berasosiasi dengan kasus malaria pada balita adalah bahan dinding rumah, yaitu rumah yang berdinding tembok lebih baik dalam mencegah malaria dibandingkan yang berdinding kayu dengan OR = 1,77 (SK 95%; 1,02 3,08). Saran Dari hasil penelitian yang dilakukan maka saran-saran yang diberikan adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan di lokasi lain atau dengan waktu yang lebih panjang sebagai pembanding terhadap hasil penelitian ini. 2. Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat secara terus menerus mengenai pentingnya pemakaian kelambu berinsektisida sebagai upaya pencegahan malaria, terutama pada balita dan ibu hamil. Juga pentingnya mencuci dan memanaskan kelambu setiap tiga bulan satu kali untuk mempertahankan aktifitas insektisida yang terkandung dalam kelambu. 3. Peningkatan kemampuan petugas pemeriksa Plasmodium dengan mikroskop melalui pelatihan penyegaran secara berkala, serta penjaminan hasilnya melalui cross check yang juga dilakukan secara berkala. 4. Peningkatan sistem pencatatan dan pelaporan kasus malaria, terutama dari PUSTU atau POLINDES, sehingga seluruh kasus dapat terpantau dengan baik. 5. Perlu dikonfirmasi dengan penelitian bioassay terhadap LLIN berinsektisida permetrin. 6. Diusulkan rancangan khusus LLIN untuk pemakaian di Indonesia dengan ukuran yang kebih lebar sehingga masyarakat senang menggunakannya karena bentuknya yang menarik.

103 DAFTAR PUSTAKA [BPS Kabupaten Bangka] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka Bangka Dalam Angka Bangka: BPS & BAPEDA Kab. Bangka. Binka FN, Indome F, Smith T, Impact of spatial distribution of permethrinimpregnated bed nets on child mortality in rural northern Ghana. Am J Trop Med Hyg 59: Brabin BJ An analysis of malaria in pregnancy in Africa. Bulletin of the WorldHealth Organization, 61(6): Coticelli P WHOPES and Its Impact on Long-lasting Insecticidal Net availability. Africa Fighting Malaria Occasional Paper. April 23, Dabiré RK, Diabaté A, Baldet T, Paré-Toé L, Guiguemdé RT, Ouédraogo JB and Skovmand O Personal protection of long lasting insecticide-treated nets in areas of Anopheles gambiae s.s. resistance to pyrethroids. Malaria Journal 5(12):1-8. [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: DEPKES RI. [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: DEPKES RI. [Ditjen PP&PL] Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun Jakarta: Depkes RI. [Ditjen PP&PL] Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun Jakarta: Depkes RI. [Ditjen PP&PL] Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun Jakarta: Depkes RI. Eisele TP, Macintyre K, Yukich J, Ghebremeskel T Interpreting household survey data intended to measure insecticide-treated bednet coverage: results from two surveys in Eritrea. Malaria Journal 2006, 5(36): 1 8. Fegan GW, Noor AM, Akhwale EW, Cousens S, Snow RW Eff ect of expanded insecticide-treated bednet coverage on child survival in rural Kenya: a longitudinal study. The Lancet 370: Fischer PR Bialek R Prevention of Malaria in Children. TRAVEL MEDICINE 34: Gamble CL, Ekwaru PJ, Garner P, ter Kuile FO Insecticide-Treated Nets for the Prevention of Malaria in Pregnancy: A Systematic Review of Randomised Controlled Trials. PLoS Medicine 4(3): Gamble CL, Ekwaru JP, ter Kuile FO Insecticide-Treated Nets for Preventing Malaria in Pregnancy (Review). Liverpool: JohnWiley & Sons, Ltd.

104 86 Gimnig JE, Kolczak MS, Hightower AW, Vulule JM, Schoute E, Kamau L, Phillips-Howard PA, ter Kuile FO, Nahlen BL, Hawley WA, Effect of permethrin-treated bed nets on the spatial distribution of malaria vectors in western Kenya. AmJ Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Gimnig JE, Vulule JM, Lo TQ, Kamau L, Kolczak MS, Phillips-Howard PA, Mathenge EM, ter Kuile FO, Nahlen BL, Hightower AW, Hawley WA, Impact of permethrin-treated bed nets on entomologic indices in an area of intense year round malaria transmission. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Gimnig JE, Lindblade KA, Mount DL, Atieli FK, Crawford S, Wolkon A, Hawley WA. Dotson EM Laboratory Wash Resistance of Long-lasting Insecticidal Nets. Trop Med Int Health: 10(10): Greenwood B Between Hope and a Hard Place. Nature 430: Guillet P Overview of LLIN technologies. Meeting on development, production and distribution of Long Lasting Insecticidal Nets (LLINs). Johannesburg, South Africa September Guyatt HL and Snow RW Impact of Malaria during Pregnancy on Low Birth Weight in Sub-Saharan Africa. Clin Microbiol Rev 17: Hall AP Malaria. The J Roy Soc Promot Health 100: Hardin JW, Hilbe JM Generalized Estimating Equations. Chapman & Washington DC: Hall/CRC. Hassan SEDH, Malik EFM, Okoued SI, Eltayeb ESM Retention and efficacy of long-lasting insecticide-treated nets distributed in eastern Sudan: a two-step community-based study. Malaria Journal 7(85):1-6. Hawley WA, Phillips-Howard PA, ter Kuile FO, Terlouw DJ, Vulule JM, Ombok M, Nahlen BL, Gimnig JE, Kariuki SK, Kolczak MS, Hightower AW, 2003a. Community-wide effects of permethrin-treated bed nets on child mortality and malaria morbidity in Western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Hawley WA, ter Kuile FO, Steketee RS, Nahlen BL, Terlouw DJ, Gimnig JE, Shi YP, Vulule JM, Alaii JA, Hightower AW, Kolczak MS, Kariuki SK, Phillips-Howard PA. 2003b. Implications of the Western Kenya permethrin-treated bed net study for policy, program implementation, and future research. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Holtz TH, Marum LH, Mkandala C, Chizani N, Roberts JM, Macheso A, Parise ME, Kachur SP Insecticide-treated bednet use, anaemia, and malaria parasitaemia in Blantyre District, Malawi. Trop Med Int Health 7(3): Howard SC, Omumbo J, Nevill C, Some ES, Donnelly CA, Snow RW, Evidence for a mass community effect of insecticide-treated bednets on the incidence of malaria on the Kenyan coast. Trans R Soc Trop Med Hyg 94:

105 87 Hunt P Poverty, Malaria and the right to health Exploring the connections. UN CHRONICLE 4: Idro R, Bitarakwate E, Tumwesigire S dan John CC Clinical Manifestations Of Severe Malaria In The Highlands Of Southwestern Uganda. Am J Trop Med Hyg 72(5): Idro R, Aloyo J, Mayende L, Bitarakwate E, John CC dan Kivumbi GW Severe Malaria in Children in Areas with Low, Moderate and High Transmission Intensity in Uganda. Trop Med Int Health 11(1): Jeyalakshmi T, Shanmugasundaram R, Murthy B Comparative efficacy and Persistency of Permethrin in Olyset Net and Conventionally Treated Net Againts Aedes Aegypti and Anopheles Stephensi. J Amer Mosquito Control Assoc: 22(1): Kleinbaum DG, Kupper LL, Morgenstern H Epidemiologic Research, Principles and Quantitative Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Koram KA, Owusu-Agyei S, Fryauff DJ, Anto F, Atuguba F, Hodgson A, Hoffman SL, Nkrumah FK Seasonal profiles of malaria infection, anaemia, and bednet use among age groups and communities in northern Ghana. Trop Med Int Health 8(9): Kulkarni M Update on Long Lasting Insecticidal Nets (LLINs). Malaria Matters 15:1-2. Lindblade KA, Dotson EM, Hawley WA. Bayoh N, Williamson J, Mount D, Olang G, Vulule J, Slutsker L, Gimnig J Evaluation of long-lasting Insecticide-treated bed nets after 2 years of household use. Trop Med Int Health 10 (11): Lines Jo Severe malaria in children and transmission intensity. The Lancet 350: 813. Luxemburger C, McGready R, Kham A, Morison L, Cho T, Chongsuphajaisiddhi T, White NJ, Nosten F Effects of malaria during pregnancy on infant mortality in an area of low malaria transmission. Am J Epidemiol 154(5): Malima RC, Magesa SM, Tungu PK, Mwingira V, Magogo FS, Sudi W, Mosha FW, Curtis CF, Maxwell C, Rowland M An experimental hut evaluation of Olyset nets against Anopheline mosquitoes after seven years use in Tanzanian villages. Malaria Journal 7(38):1-8. Mathenge EM, Gimnig JE, Kolczak M, Ombok M, Irungu LW, Hawley WA Effect of permethrin-impregnated nets on exiting behavior, blood feeding success, and time of feeding of malaria mosquitoes (Diptera: Culicidae) in Western Kenya. J Med Entomol 38(4): Maxwell CA, Msuya E, Sudi M, Njunwa KJ, Carneiro IA, Curtis CF Effect of community-wide use of insecticide-treated nets for 3 4 years on malarial morbidity in Tanzania. Trop Med Int Health 7(12): McCullagh P and Nelder JA Generalized Linear Models 2 nd ed. London: Chapman and Hall.

106 88 McGregor IA Thoughts on Malaria in Pregnancy with Consideration of Some Factors Which Influence Remedial Strategies. Parassitologia 29(2-3): Mockenhaupt FP, Ehrhardt S, Burkhardt J, Bosomtwe SY, Laryea S, Anemana SD, Otchwemah RN, Cramer JP, Dietz E, Gellert S dan Bienzle U Manifestation and Outcome of Severe Malaria in Children in Northern Ghana. Am J Trop Med Hyg 71(2): Newton CRJC. Cerebral malaria in children J Child Neurol 11:257 N Guessan R, Darriet F, Doannio JM, Chandre F & Carnevale P Olyset Net efficacy against pyrethroid-resistant Anopheles gambiae and Culex quinquefasciatus after 3 years field use in Coˆ te d Ivoire. Med Vet Entomol 15, Nosten F, McGready R, Simpson JA, Thwai KL, Balkan S, Cho T, Hkirijaroen L, Looareesuwan S dan White NJ Effects of Plasmodium vivax Malaria in Pregnancy. The Lancet 14;354(9178): Phillips-Howard PA, Nahlen BL, Alaii JA, ter Kuile FO, Gimnig JE, Terlouw DJ, Kachur SP, Hightower AW, Lal AA, Schoute E. Oloo A, Hawley WA. 2003a. The Efficacy of permethrin-treated bed nets on child mortality and morbidity in Western Kenya I. Development of infrastructure and description of study site. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): 3-9. Phillips-Howard PA, Nahlen BL, Kolczak MS, Hightower AW, ter Kuile FO, Alaii JA, Gimnig JE, Arudo J, Vulule JM, Odhacha A, Kachur SP, Schoute E, Rosen DH, Sexton JD, Oloo AJ, Hawley WA, 2003b. Efficacy of permethrin-treated bed nets in the prevention of mortality in young children in an area of high perennial malaria transmission in western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Sharma SK, Tyagi PK, Upadhyay AK, Haque MA, Mohanty SS, Raghavendra K, Dash AP. 2009a. Efficacy of permethrin treated long-lasting insecticidal nets on malaria transmission and observations on the perceived side effects, collateral benefits and human safety in a hyperendemic tribal area of Orissa, India. Acta Tropica 112: Sharma SK, Upadhyay AK, Haque MA, Tyagi PK, Mohanty SS, Raghavendra K, Dash AP. 2009b. Field Evaluation of Olyset Nets: A Long-Lasting Insecticidal Net Against Malaria Vectors Anopheles culicifacies and Anopheles fluviatilis in a Hyperendemic Tribal Area of Orissa, India. J Med Entomol 46(2): Shaw WD. Long-Lasting Insecticide Treated Nets: A Success In Technology Transfer. Malaria Matters 2006:15:3-4. Sreehari U, Razdan RK, Mittal PK, Ansaria MA, Rizvi MMA, Dash AP Impact of Olyset Nets on malaria transmission in India. J Vect Borne Dis 44: Szklo M, Nieto EJ Epidemiology Beyond the Basics. Maryland: An Aspen Publication.

107 89 Stalker P Let Speak Out for MDGs: Achieving the Millennium Development Goals in Indonesia. Jakarta: BAPPENAS and UNDP. Tami A, Mubyazi G, Talbert A, Mshinda H, Duchon S, Lengeler C Evaluation of OlysetTM insecticide-treated nets distributed seven years previously in Tanzania. Malaria Journal 3(19):1-9. Teklehaimanot A., Sachs JD, Curtis C Malaria control needs mass distribution of insecticidal bednets. The Lancet 369: ter Kuile FO, Terlouw DJ, Kariuki SK, Phillips-Howard PA, Mirel LB, Hawley WA, Friedman JF, Shi YP, Kolczak MS, Lal AA, Vulule JM, Nahlen BL, 2003a. Impact of permethrin-treated bed nets on malaria, anemia, and growth in infants in an area of intense perennial malaria transmission in Western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): ter Kuile FO, Terlouw DJ, Phillips-Howard PA, Hawley WA, Friedman JF, Kolczak MS, Kariuki SK, Shi YP, Kwena AM, Vulule JM, Nahlen BL, 2003b. Impact of permethrin-treated bed nets on malaria and all cause morbidity in young children in an area of intense perennial malaria transmission in Western Kenya: cross-sectional survey. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): [UNICEF] United Nations Children s Fund Malaria and Children. Newyork: UNICEF-RBM. Vythilingam I, Pascua BP, Mahadevan S Assessment of A New Type of Permethrin Impregnated Mosquito Net. Journal of Bioscience 7(1): [WHOPES] World Health Organization Pesticides Evaluation Scheme Review of Olyset Net and Bifenthrin 10% WP. Report of the 5th WHOPES Working Group Meeting. WHO/CDS/WHOPES/ Wort UU, Hastings I, Mutabingwa TK, Brabin BJ The impact of endemic and epidemic malaria on the risk of stillbirth in two areas of Tanzania with different malaria transmission Patterns. Malaria Journal 5(89): 1 10.

108 90

109 LAMPIRAN

110

111 93 Lampiran 1 Kuesioner Survey Penggunaan Kelambu KUESIONER SURVEY PENGGUNAAN KELAMBU Kecamatan Wilayah kerja Puskesmas Wilayah kerja Pustu Nama Enumerator Tanggal Wawancara : : : : :

112 94 1. Nama Responden : Nama Kepala Keluarga : Alamat No. Rumah, RT/RW : Dusun : Desa/Kelurahan : Kecamatan : 4. Nama Posyandu terdekat : Informed consent Saya... dari... Kami sedang melakukan survey mengenai pemakaian kelambu untuk memproteksi nyamuk malaria di Kabupaten Bangka. Kami sangat mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dalam survey ini. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan membantu pemerintah dalam upaya penanggulangan malaria di daerah ini. Survey ini akan memakan waktu tidak lebih dari 30 menit. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga kerahasiaannya. Keikutsertaan dalam survey ini bersifat sukarela, tetapi kami sangat berharap Bapak/Ibu dapat berpartisipasi karena informasi yang Bapak/Ibu berikan sangat berharga. Apakah ada yang ingin ditanyakan berkenaan dengan survey ini? Apakah saya dapat mulai mewawancara Bapak/Ibu sekarang? Tanda tangan pewawancara: Tanggal: Responden setuju untuk diwawancara? Ya Wawancara dilanjutkan Tidak Akhiri wawancara DAFTAR ANGGOTA KELUARGA

113 95 No. Kami ingin mendapatkan informasi mengenai anggota keluarga dan orang-orang yang tinggal di rumah ini. Nama anggota Hubungan Gender Umur Pekerjaan Status Nomor Status tinggal keluarga dan dengan kehamilan Kehamil tamu kepala an keluarga*) Sebutkan nama semua anggota keluarga yang tinggal di rumah ini termasuk pemondok dan tamu yang menginap di sini tadi malam. Dimulai dengan nama kepala keluarga Sebutkan hubungan (nama) dengan kepala keluarga*) Apakah jenis kelaminnya (nama) (laki-laki atau perempuan)? Berapa usia (nama)? (dalam tahun) Apa pekerjaan (nama) **) Untuk wanita dewasa, apakah saat ini (nama) sedang hamil? Jika sedang hamil, saat ini kehamilan keberapa? Apakah (nama) penghuni tetap di rumah ini? Apakah (nama) tinggal di sini malam tadi (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) 01 L P ya tdk/ ya tidak ya tidak tdk tahu L P ya tdk/ ya tidak ya tidak tdk tahu L P ya tdk/ ya tidak ya tidak tdk tahu L P ya tdk/ ya tidak ya tidak tdk tahu L P ya tdk/ ya tidak ya tidak tdk tahu L P ya tdk/ ya tidak ya tidak tdk tahu L P ya tdk/ ya tidak ya tidak tdk tahu L P ya tdk/ ya tidak ya tidak tdk tahu L P ya tdk/ ya tidak ya tidak tdk tahu L P ya tdk/ ya tidak ya tidak tdk tahu *) Kode untuk hubungan dengan kepala keluarga (pertanyaan nomor 7): Hubungan dengan kepala keluarga:

114 96 01 : Kepala keluarga 05 : Orang tua/mertua 09 : Nenek/kakek 02 : Istri 06 : Adik/kakak 10 : Saudara 03 : Anak 07 : Paman/bibi 11 : Pembantu RT 04 : Cucu 08 : Keponakan 12 : Lainnya (sebutkan) **) Kode untuk pekerjaan (pertanyaan no. 10) 01. PNS 05. Pedagang/wiraswasta 09. TNI/Polisi 02. Pekerja tambang 06. Satpam/penjaga malam 10. Pegawai Swasta timah 03. Petani 07. Buruh harian 11. Ibu rumah tangga 04. Nelayan 08. Sopir 12. Lain-lain Untuk meyakinkan bahwa semua anggota keluarga sudah didaftarkan: 1. Apakah ada anggota keluarga lain seperti anak kecil atau bayi yang belum terdaftarkan? 2. Apakah ada orang lain yang bukan anggota keluarga, seperti pembantu rumah tangga, pemondok atau teman yang juga biasa tinggal disini yang belum terdaftarkan? 3. Apakah ada tamu atau orang-orang yang kadang-kadang berkunjung ke tempat anda dan menginap malam tadi yang belum terdaftarkan? Apakah menggunakan lembar tambahan untuk mendaftarkan anggota keluarga: Ya, nomor tabel :... Tidak No. Pertanyaan Kode kategori Skip 15 Apakah di rumah anda terdapat kelambu yang berinsektisida? 16 Berapa banyak kelambu berinsektisida yang anda punyai? 17 Apakah merek kelambu berinsektisida tersebut? 18 Kapankah anda memperoleh kelambu berinsektisida tersebut? Ya tidak Kelambu #1 Kelambu #2 Kelambu #3 Olyset Olyset Olyset Permanet Permanet Permanet Lainnya... Lainnya... Lainnya < 3 bulan yang lalu 3 bulan < 1 tahun yang lalu 1-3 tahun yang lalu >3 th yang lalu < 3 bulan yang lalu 3 bulan < 1 tahun yang lalu 1-3 tahun yang lalu >3 th yang lalu 19 Apakah kelambu Ya Ya Ya < 3 bulan yang lalu 3 bulan < 1 tahun yang lalu 1-3 tahun yang lalu >3 th yang lalu

115 97 berinsektisida tersebut anda pakai ketika tidur? 20 Jika tidak dipakai, apa alasannya? 21 Kapankah anda mulai memakai kelambu berinsektisida tersebut? 22 Sejak anda menggunakan kelambu berinsektisida, pernahkah anda mencucinya? 23 Apakah anda mencucinya secara rutin? Kadang 21 - kadang tidak Takut insektisida yang ada di kelambu Panas Telah menggunakan alat proteksi nyamuk lain Sulit memasangnya Sebagai cadangan Lainnya... (Langsung ke 17 untuk kelambu #2) < 3 bulan yang lalu 3 bulan < 1 tahun yang lalu 1-3 tahun yang lalu >3 th yang lalu Ya Tidak pernah Tidak tahu (langsung ke 27) Ya Tidak Tidak tahu Kadang 21 - kadang tidak Takut insektisida yang ada di kelambu Panas Telah menggunakan alat proteksi nyamuk lain Sulit memasangnya Sebagai cadangan Lainnya... (Langsung ke 17 untuk kelambu #3) < 3 bulan yang lalu 3 bulan < 1 tahun yang lalu 1-3 tahun yang lalu >3 th yang lalu Ya Tidak pernah Tidak tahu (langsung ke 27) Ya Tidak Tidak tahu Kadang 21 - kadang tidak Takut insektisida yang ada di kelambu Panas Telah menggunakan alat proteksi nyamuk lain Sulit memasangnya Sebagai cadangan Lainnya... (Langsung ke 17 untuk kelambu yang lain atau jika tidak ada, langsung ke 38) < 3 bulan yang lalu 3 bulan < 1 tahun yang lalu 1-3 tahun yang lalu >3 th yang lalu Ya Tidak pernah Tidak tahu (langsung ke 27) Ya Tidak Tidak tahu 24 Bagaimana jadwal pencuciannya? 25 Kapan anda terakhir mencuci kelambu yang dipakai? 26 Apa yang anda lakukan setelah mencuci kelambu? (langsung ke 25) >1x dlm 3 bulan 1x dalam 3 bulan 1 x dalam >3 6 bulan 1 x dalam waktu >6 bulan < 1 bulan yang lalu 1 3 bulan yang lalu >3 bulan yang lalu Tidak pernah Dipanaskan dengan cara memasukkan kelambu ke dalam plastik (langsung ke 25) >1x dlm 3 bulan 1x dalam 3 bulan 1 x dalam >3 6 bulan 1 x dalam waktu >6 bulan < 1 bulan yang lalu 1 3 bulan yang lalu >3 bulan yang lalu Tidak pernah Dipanaskan dengan cara memasukkan kelambu ke dalam plastik hitam dan (langsung ke 25) >1x dlm 3 bulan 1x dalam 3 bulan 1 x dalam >3 6 bulan 1 x dalam waktu >6 bulan < 1 bulan yang lalu 1 3 bulan yang lalu >3 bulan yang lalu Tidak pernah Dipanaskan dengan cara memasukkan kelambu ke dalam plastik

116 98 hitam dan menjemurnya hitam dan menjemurnya Dijemur biasa Diangin-angin Lainnya (langsung ke 28 untuk daerah perlakuan* atau ke- 32 untuk yang lainnya) Dijemur biasa Diangin-angin Lainnya (langsung ke 28 untuk daerah perlakuan* atau ke-32 untuk yang lainnya) menjemurnya Dijemur biasa Diangin-angin Lainnya (langsung ke 28 untuk daerah perlakuan* atau ke- 32 untuk yang lainnya) 27 Jika anda tidak mencuci Takut insektisida Takut insektisida Takut insektisida kelambu, apa alasannya? di kelambu hilang di kelambu hilang di kelambu hilang Takut meracuni Takut meracuni Takut meracuni ikan/makhluk lain di kolam/perairan umum Tidak tahu Lupa Tidak sempat/enggan Lainnya (langsung ke 32) ikan/makhluk lain di kolam/perairan umum Tidak tahu Lupa Tidak sempat/enggan Lainnya (langsung ke 32) ikan/makhluk lain di kolam/perairan umum Tidak tahu Lupa Tidak sempat/enggan Lainnya (langsung ke 32) Pertanyaan no khusus untuk daerah perlakuan: Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru, Bakam, Puding Besar dan Petaling 28 Apakah dilakukan pemanasan (heat regeneration: yaitu memasukkannya ke dalam plastik hitam dan menjemurnya di panas mata hari) terhadap kelambu setelah dicuci? 29 Jika ya, apakah dilakukan secara rutin pada setiap mencuci kelambu? 30 Kapankah waktu terakhir kali dilakukan pemanasan (heat regeneration) terhadap kelambu yang digunakan? 31 Jika tidak pernah melakukan pemanasan terhadap kelambu setelah dicuci, apa alasannya? 32 Apakah ada yang tidur memakai kelambu tadi malam? Ya Kadangkadang Tidak pernah Tidak tahu 31 Ya Tidak Tidak tahu < 1 bulan yang lalu 1 3 bulan yang lalu >3 bulan yang lalu Tidak pernah (Langsung ke 32) Tidak praktis Tidak tahu Tidak mau/enggan Lainnya Ya Tidak Tidak tahu Ya Kadangkadang Tidak pernah Tidak tahu 31 Ya Tidak Tidak tahu < 1 bulan yang lalu 1 3 bulan yang lalu >3 bulan yang lalu Tidak pernah (Langsung ke 32) Tidak praktis Tidak tahu Tidak mau/enggan Lainnya Ya Tidak Tidak tahu Ya Kadangkadang Tidak pernah Tidak tahu 31 Ya Tidak Tidak tahu < 1 bulan yang lalu 1 3 bulan yang lalu >3 bulan yang lalu Tidak pernah (Langsung ke 32) Tidak praktis Tidak tahu Tidak mau/enggan Lainnya Ya Tidak Tidak tahu (langsung ke 34) (langsung ke 34) (langsung ke 34)

117 99 33 Siapa yang tidur memakai kelambu tadi malam? Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. Nama No. 34 Mintalah responden untuk memperlihatkan kepada anda kelambu yang mereka pakai. Jika lebih dari 3 buah, gunakan kuesioner tambahan. Kembali ke 16 untuk kelambu berikutnya, atau jika tidak ada kelambu lain lanjutkan ke 34 Diamati Tidak diamati Kembali ke 16 untuk kelambu berikutnya, atau jika tidak ada kelambu lain lanjutkan ke 34 Diamati Tidak diamati Kembali ke 16 kolom pertama pada kuesioner yang baru, atau jika tidak ada kelambu lain lanjutkan ke 34 Diamati Tidak diamati 35 Perhatikan cara memasang kelambu yang dilakukan 36 Bagaimana kondisi kelambu tersebut? Menutupi seluruh bagian tempat tidur Terdapat bagian yang memungkinkan nyamuk masuk Tidak dipasang Lainnya, Tidak ada lubang Terdapat lubang Menutupi seluruh bagian tempat tidur Terdapat bagian yang memungkinkan nyamuk masuk Tidak dipasang Lainnya, Tidak ada lubang Terdapat lubang Menutupi seluruh bagian tempat tidur Terdapat bagian yang memungkinkan nyamuk masuk Tidak dipasang Lainnya, Tidak ada lubang Terdapat lubang No Pertanyaan Kode kategori Skip

118 (Khusus untuk yang tidak memiliki kelambu berinsektisida) Mengapa anda tidak memiliki kelambu berinsektisida? 38 Apakah dilakukan penyemprotan pada rumah dan lingkungan anda dalam kurun maksimal 1 tahun ini? 39 Berapa bulan yang lalu penyemprotan terakhir dilakukan? 40 Siapa yang melakukan penyemprotan? 41 Sebutkan alat pencegah nyamuk lain selain kelambu yang anda gunakan 42 Sebutkan alat pencegah nyamuk lain selain kelambu yang anda gunakan pada malam tadi 43 Apakah anda menggunakannya secara rutin setiap malam? 44 Bagaimana kondisi geografis lokasi tempat tinggalnya? 45 Apakah di sekitar rumah terdapat: a. Tambang/bekas tambang b. Sawah c. Kebun d. Kolam e. Semak-semak f. Kandang 46 Luas rumah: Diberikan kepada orang lain Tidak memperolehnya, baik dari puskesmas, bidan maupun posyandu Sudah rusak Lain-lain, sebutkan... Ya Tidak Tidak tahu bulan yang lalu Pemerintah (Dinas Kesehatan) Perusahaan swasta LSM Swadaya masyarakat Anggota keluarga Lainnya,... Tidak tahu Anti nyamuk bakar Insektisida aerosol Anti nyamuk elektrik Insektisida lotion Lainnya,... Tidak ada 44 Anti nyamuk bakar Insektisida aerosol Anti nyamuk elektrik Insektisida lotion Lainnya,... Tidak ada Ya Tidak Tidak tahu Daerah pegunungan Daerah pantai Daerah rawa Daerah dataran rendah Lainnya,... Ya dk a. Tambang/bekas tambang 1 2 b. Sawah 1 2 c. Kebun 1 2 d. Kolam/kolam mata air 1 2 e. Semak-semak 1 2 f. Kandang m 2 47 Bahan dinding rumah: Tembok Papan Bilik bambu Batu

119 101 Dilapisi wall paper Lainnya Warna cat dinding rumah Warna gelap Warna terang Bermotif/bergambar Tidak dicat 49 Apakah ventilasi rumah Ya dilengkapi kasa nyamuk? Tidak 50 Apakah ada anggota keluarga yang tinggal di rumah ini yang melakukan aktifitas malam hari di luar rumah? 51 Jika ya, siapa saja anggota keluarga yang melakukan aktifitas malam hari di luar rumah? Jenis aktifitas: 01 Bekerja 02 Jalanjalan/bermain 03 Ronda malam 04 Lain-lain (sebutkan) Ya Tidak Tidak tahu Nama & no. aktifitas**) Nama No. Nama No. Nama Jenis 52 No. Nama No. Nama No. 52 Fasilitas kesehatan yang biasa dikunjungi 53 Apakah ada anggota keluarga yang tinggal di rumah ini yang menderita malaria dalam tiga bulan terakhir ini? 54 Sebutkan nama orang yang menderita malaria tersebut dan siapa yang melakukan diagnosa**) **) Yang melakukan diagnosa malaria: 01 Dokter Puskesmas Pustu Praktek dokter Klinik Mantri Polindes Lain2... Ya Tidak Tidak tahu 55 Nama & no. Nama No. Nama No. Yg mendiagnosa**)

120 Bidan 03 Perawat 04 Perkiraan sendiri 05 Lainnya (disebutkan) 06 Tidak tahu Nama No. Nama No. 55 Menurut anda apa yang menyebabkan malaria? 56 Kapan nyamuk malaria berkeliaran dan menggigit manusia? 57 Dimana nyamuk malaria berkembang biak? 58 Apa yang anda lakukan untuk mencegah malaria? a. Menggunakan kelambu b. Menggunakan alat proteksi nyamuk lain selain kelambu (obat anti nyamuk bakar, aerosol, dll) c. Memasang kipas angin d. Tidak melakukan apa-apa 59 Menurut anda, apa kegunaan memakai kelambu berinsektisida: a. Mencegah kontak dengan nyamuk, kutu atau serangga lainnya b. Insektisidanya dapat membunuh nyamuk, kutu atau serangga lainnya c. Tidak tahu Gigitan nyamuk malaria Gigitan nyamuk Tidak tahu Malam hari Sepanjang hari Siang hari Tidak tahu Pada air yang menggenang Di kebun/semak-semak/hutan Tidak tahu Ya Tdk a. Menggunakan kelambu 1 2 b. Menggunakan alat proteksi 1 2 nyamuk lain selain kelambu 1 2 c. Memasang kipas angin 1 2 d. Tidak melakukan apa-apa 1 2 a. Mencegah kontak dengan nyamuk, kutu atau serangga lainnya b. Insektisidanya dapat membunuh nyamuk, kutu atau serangga lainnya c. Tidak tahu Ya Tidak 2 2 2

121 103 Lampiran 2 Kuesioner Kajian Kasus Kontrol Berpadanan KUESIONER STUDI KASUS KONTROL EFIKASI PROTEKSI KELAMBU OLYSET DI KABUPATEN BANGKA Kecamatan Wilayah kerja Puskesmas Wilayah kerja Pustu Nama Enumerator Tanggal Wawancara Tanggal Kunjungan : : : : : :

122 Nama responden : Hubungan dengan anak : *) Kode untuk hubungan dengan anak (pertanyaan nomor 2): Hubungan dengan anak: 01 : Ibu 05 : Nenek 02 : Ayah 06 : Kakek 03 : Kakak 07 : Pembantu RT 04 : Bibi/paman/ua 08 : Lainnya (sebutkan) 3. Nama Anak : Jenis kelamin : L / P*) 5. Tanggal lahir (umur) : Nama Kepala Keluarga : Alamat a. No. Rumah, RT/RW : b. Dusun : c. Desa/Kelurahan : d. Kecamatan : e. Rincian GPS : 8. Nama Posyandu terdekat : Informed Consent Saya... dari... Kami sedang melakukan survey mengenai pemakaian kelambu untuk memproteksi nyamuk malaria di Kabupaten Bangka. Kami sangat mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dalam survey ini. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan membantu pemerintah dalam upaya penanggulangan malaria di daerah ini. Survey ini akan memakan waktu tidak lebih dari 30 menit. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga kerahasiaannya. Keikutsertaan dalam survey ini bersifat sukarela, tetapi kami sangat berharap Bapak/Ibu dapat berpartisipasi karena informasi yang Bapak/Ibu berikan sangat berharga. Apakah ada yang ingin ditanyakan berkenaan dengan survey ini? Apakah saya dapat mulai mewawancara Bapak/Ibu sekarang? Tanda tangan pewawancara: Responden setuju untuk diwawancara? Ya Wawancara dilanjutkan Tanggal:

123 105 Tidak Akhiri wawancara No. Pertanyaan Kode kategori Ski p 1 Apakah di rumah anak ini terdapat kelambu berinsektisida? Ya Tidak 2 Jika ya, apakah merek kelambu berinsektisida tersebut? Olyset Permanet Lainnya Dari mana kelambu yang dipakai diperoleh? Puskesmas Pustu Bidan Posyandu 4 Apakah anak ini tidur menggunakan kelambu berinsektisida? 5 Kapankah anak ini mulai memakai kelambu tersebut? (langsung ke 7) 6 Jika anak tidak tidur memakai kelambu berinsektisida, apa alasannya? 7 Sejak kelambu digunakan, pernahkah kelambu tersebut dicuci? 16 Lainnya,... Ya Kadang-kadang Tidak Tidak tahu 6 < 1 bulan yang lalu 1 3 bulan yang lalu >3 bulan yang lalu Takut insektisida yang ada di kelambu Panas Telah menggunakan alat proteksi nyamuk lain Sulit memasangnya Lainnya... Ya Tidak pernah Tidak tahu 8 Jika ya, apakah kelambu dicuci secara rutin? Ya Tidak Tidak tahu Bagaimana jadwal pencuciannya? >1x dlm 3 bulan 1x dalam 3 bulan 1 x dalam >3 6 bulan 1 x dalam waktu >6 bulan 10 Kapan kelambu yang digunakan terakhir dicuci? (langsung ke 12) 11 Jika kelambu tidak pernah dicuci, apa alasannya? 12 Apakah dilakukan pemanasan (heat regeneration: yaitu memasukkannya ke dalam plastik hitam dan menjemurnya di panas mata hari) terhadap kelambu setelah dicuci? 13 Jika ya, apakah dilakukan secara rutin pada setiap mencuci kelambu? < 1 bulan yang lalu 1 3 bulan yang lalu >3 bulan yang lalu Tidak pernah Takut insektisida di kelambu hilang Takut meracuni ikan/makhluk lain di kolam/perairan umum Tidak tahu Lupa Tidak sempat/enggan Lainnya... Ya Kadang-kadang Tidak pernah Tidak tahu Ya Tidak Tidak tahu 15

124 Kapankah waktu terakhir kali dilakukan pemanasan (heat regeneration) terhadap kelambu yang digunakan? (langsung ke 17) 15 Jika tidak pernah melakukan pemanasan terhadap kelambu setelah dicuci, apa alasannya? (langsung ke 17) 16 (Khusus untuk yang tidak memiliki kelambu berinsektisida) Mengapa anak ini tidak memiliki kelambu berinsektisida? 17 Apakah dilakukan penyemprotan pada rumah dan lingkungan anda dalam kurun maksimal 1 tahun ini? 18 Berapa bulan yang lalu penyemprotan dinding rumah terakhir dilakukan? < 1 bulan yang lalu 1 3 bulan yang lalu >3 bulan yang lalu Tidak pernah Tidak praktis Tidak tahu Tidak mau/enggan Lainnya Diberikan kepada orang lain Tidak memperolehnya, baik dari puskesmas, bidan maupun posyandu Sudah rusak Lain-lain, sebutkan... Ya Tidak Tidak tahu bulan yang lalu 19 Siapa yang melakukan penyemprotan? Pemerintah (Dinas Kesehatan) Perusahaan swasta LSM Swadaya masyarakat Anggota keluarga Lainnya,... Tidak tahu 20 Sebutkan alat pencegah nyamuk lain selain kelambu yang anda gunakan 21 Apakah anda menggunakannya secara rutin setiap malam? 22 Bagaimana kondisi geografis lokasi tempat tinggalnya? 23 Apakah di sekitar rumah terdapat: Tambang/bekas tambang Sawah Kebun Kolam Semak-semak Kandang 24 Luas rumah: Anti nyamuk bakar Insektisida aerosol Anti nyamuk elektrik Insektisida lotion Lainnya,... Tidak ada Ya Tidak Tidak tahu Daerah pegunungan Daerah pantai Daerah rawa Daerah dataran rendah Lainnya,... Ya Tdk Tambang/bekas tambang 1 2 Sawah 1 2 Kebun 1 2 Kolam/kolam mata air 1 2 Semak-semak 1 2 Kandang m Bahan dinding rumah: Tembok Papan Bilik bambu Batu Dilapisi wall paper Lainnya Warna cat dinding rumah Warna gelap Warna terang Bermotif/bergambar Tidak dicat

125 Apakah ventilasi rumah dilengkapi kasa nyamuk? Ya Tidak 28 Apakah anak ini pernah menginap di tempat lain dalam kurun maksimum 1 bulan yang lalu? Ya Tidak 29 Jika ya, sebutkan nama tempat yang dikunjungi... Pertanyaan no. 30 s.d. 31 untuk anak yang positif malaria: 30 Apakah jenis plasmodiumnya: Plasmodium vivax Plasmodium falciparum Plasmodium ovale Mix Lainnya 31 Obat yang diberikan dan dosisnya pada saat terserang malaria Menurut anda apa yang menyebabkan malaria? 33 Kapan nyamuk malaria berkeliaran dan menggigit manusia? Gigitan nyamuk malaria Gigitan nyamuk Tidak tahu Malam hari Sepanjang hari Siang hari Tidak tahu 34 Dimana nyamuk malaria berkembang biak? Pada air yang menggenang Di kebun/semak-semak/hutan Tidak tahu 35 Apa yang anda lakukan untuk mencegah malaria? Menggunakan kelambu Menggunakan alat proteksi nyamuk lain selain kelambu (obat anti nyamuk bakar, aerosol, dll) Memasang kipas angin Tidak melakukan apa-apa 36 Menurut anda, apa kegunaan memakai kelambu berinsektisida: Mencegah kontak dengan nyamuk, kutu atau serangga lainnya Insektisidanya dapat membunuh nyamuk, kutu atau serangga lainnya Tidak tahu Ya Tdk Menggunakan kelambu 1 2 Menggunakan alat proteksi nyamuk lain selain kelambu 1 2 Memasang kipas angin 1 2 Tidak melakukan apa-apa 1 2 Mencegah kontak dengan nyamuk, kutu atau serangga lainnya Insektisidanya dapat membunuh nyamuk, kutu atau serangga lainnya Tidak tahu Ya Apakah kegunaan pemanasan (heat regeneration) setelah mencuci kelambu? Mengaktifkan kembali insektisida yang terkandung di dalam benang kelambu Tidak tahu Mengaktifkan kembali insektisida yang terkandung di dalam benang kelambu Tidak tahu Ya 1 1

126 108

127 109 Lampiran 3 Program SAS untuk Analisis Data Survey Penggunaan Kelambu I. NET USE SURVEY /***************************************************************** * Program: netuse.sas * Author: * Purpose: * * Inputs: Excel File: E:\NCSU\NETUSE\netsurvey * * Created: Nov 13, 2009 * Revisions I: Dec 21, 2009 *****************************************************************/ * ; * ; OPTIONS MACROGEN SYMBOLGEN NODATE; LIBNAME netuse "E:\NCSU\NETUSE\"; %LET netuse = E:\NCSU\NETUSE\; %MACRO getdata(dataset,sheet,name); PROC IMPORT DATAFILE = "&netuse.&dataset..xls" OUT = &name DBMS = EXCEL REPLACE; SHEET = "&sheet"; GETNAMES=YES; RUN; PROC CONTENTS; RUN; %MEND getdata; %getdata(netsurvey111309,analysisfinal, survey); PROC GENMOD DATA=survey DESCENDING; CLASS ID Prev time; MODEL UseNetWhenSleep=treat prev time/dist=bin link=logit; REPEATED SUBJECT=ID/TYPE=EXCH; RUN; PROC GENMOD DATA=survey DESCENDING; CLASS ID Prev time; MODEL NetWashed=treat prev time/dist=bin link=logit; REPEATED SUBJECT=ID/TYPE=EXCH; RUN; PROC GENMOD DATA=survey DESCENDING; CLASS ID Prev time; MODEL RoutineWashed=treat prev time/dist=bin link=logit; REPEATED SUBJECT=ID/TYPE=EXCH; RUN; PROC SORT DATA=survey; BY ID NumNets; RUN; DATA BednetSum;

128 110 SET survey; BY ID NumNets; RETAIN UseCnt WashCnt RwashCnt HeatCnt RheatCnt; IF FIRST.ID THEN DO; UseCnt=0; WashCnt=0; RwashCnt=0; HeatCnt=0; RheatCnt=0; END; IF UseNetWhenSleep=1 THEN UseCnt + 1; IF NetWashed=1 THEN WashCnt + 1; IF RoutineWashed=1 THEN RwashCnt + 1; IF Heated=1 THEN HeatCnt + 1; IF RoutineHeated=1 THEN RheatCnt + 1; IF Last.ID; *KEEP ID UseCnt WashCnt RwashCnt; LABEL UseCnt="# Nets used in household" WashCnt="# Used nets that are washed in Household" RwashCnt="# Used nets that are washed routine in Household" HeatCnt="# Used nets that are heated in Household" RheatCnt="# Used nets that are washed routine in Household" ; RUN; PROC EXPORT DATA=BednetSum OUTFILE="E:\NCSU\NETUSE\bednet" DBMS=EXCEL; RUN;

129 111 Lampiran 4 Program SAS untuk Analisis Data Tingkat Insidensi Malaria II. MALARIA INCIDENCE RATE /***************************************************************** * Program: Malaria Incidence2.sas * Author: Etih Sudarnika * Purpose: Evaluate malaria incidence rates in an Olyset * studyfrom Bangka,Indonesia. Cases were detected from * logbooks of persons presenting with malaria at the * local health centers. There were 11 subdistrict * in the study, 6 intervention and 5 control areas. * Intervention areas encourage households to regenerate * olyset nets whereas control areas did not. * * Inputs: Excel datafile with 1 record per case. Variables of * interest: * PKMID:Health Center * Treatment: group 1=treatment 0=control * Months: month ill * sex_code: 0=Male 1=Female * CUF: 1=age <= 5 years 0= age >5 * * Excel worksheet with census data for the * subdistricts. * * * Created: Nov 18, 2009 * Revisions I: Nov 19, 2009 * Revision II: Jan 11, 2010 *****************************************************************/ * ; * ; OPTIONS MACROGEN SYMBOLGEN NODATE; LIBNAME net "E:\NCSU\MONITORING\"; %LET net = E:\NCSU\MONITORING\; %MACRO getdata(dataset,sheet,name); PROC IMPORT DATAFILE = "&net.&dataset..xls" OUT = &name DBMS = EXCEL REPLACE; SHEET = "&sheet";

130 112 GETNAMES=YES; RUN; PROC CONTENTS; RUN; %MEND getdata; %getdata(incidence,forsas, cases); %getdata(census data,sheet1, census); PROC FORMAT; VALUE treat 1="treatment" 0="control" ; VALUE months 6="6/2007" 7="7/2007" 8="8/2007" 9="9/2007" 10="10/2007" 11="11/2007" 12="12/2007" 13="1/2008" 14="2/2008" 15="3/2008" 16="4/2008" 17="5/2008" 18="6/2008" 19="7/2008" ; VALUE pkm 1="Sungai Liat" 2="Sinar Baru" 3="Bakam" 4="Petaling" 5="Puding Besar" 6="Gunung Muda" 7="Pemali" 8="Belinyu" 9="Riau Silip" 10="Batu Rusa" 11="Kenanga" ; VALUE sex 0="Male" 1="Female" ; VALUE vector 1="Pv" 2="Pf" 3="mix" ; VALUE prev 1="Low" 2="Medium" 3="High" ; RUN;

131 113 DATA cases2; FORMAT month2 months. treatment treat. pkmid pkm. pkm $15. sex_code sex. plasmodium vector. prevalence prev.; SET cases; IF pkmid=1 THEN pkm="sungai Liat"; IF pkmid=2 THEN pkm="sinar Baru"; IF pkmid=3 THEN pkm="bakam"; IF pkmid=4 THEN pkm="petaling"; IF pkmid=5 THEN pkm="puding Besar"; IF pkmid=6 THEN pkm="gunung Muda"; IF pkmid=7 THEN pkm="pemali"; IF pkmid=8 THEN pkm="belinyu"; IF pkmid=9 THEN pkm="riau Silip"; IF pkmid=10 THEN pkm="batu Rusa"; IF pkmid=11 THEN pkm="kenanga"; RUN; DATA census; FORMAT pkm $15.; SET census(rename=(f1=pkm CU5=Popkids)); RUN; PROC SORT DATA=cases2; BY PKM; RUN; PROC SORT DATA=census; BY PKM; RUN; DATA incidence; MERGE cases2 census; BY PKM; IF num=375 THEN sex_code=1; TotPopB=.; IF treatment=0 THEN TotpopB=15927; ELSE IF treatment=1 THEN TotPopB=14306; DROP num date test F5 F6 F7; RUN; DATA kids; SET incidence; IF CUF=0 THEN DELETE; Logpop=log(popkids); format month_code months.; RUN; PROC SORT DATA=kids; BY month_code; RUN; PROC MEANS DATA=kids NWAY NOPRINT n mean; CLASS pkmid month_code treatment prevalence; id popkids logpop; var age; OUTPUT OUT=count(drop=_type freq_) n=n sum=total mean=average; RUN; PROC EXPORT DATA=count OUTFILE="E:\NCSU\MONITORING\count2" DBMS=EXCEL; RUN; %getdata(count3,count, count2); Title "MALARIA INCIDENCE DATA";

132 114 PROC PRINT DATA=count2 (obs=20); RUN; Title "MALARIA INCIDENCE WITHOUT AGE VARIABLE"; PROC GENMOD DATA=count2; CLASS treatment(ref="1") Prevalence month_code; MODEL n=treatment prevalence month_code/dist=poisson link = log offset = logpop scale = pearson; RUN; Title "MALARIA INCIDENCE WITH AGE VARIABLE"; PROC GENMOD DATA=count2; CLASS treatment(ref="1") Prevalence month_code; MODEL n=treatment prevalence month_code average_age/dist=poisson link = log offset = logpop scale = pearson; RUN; %getdata(count3-sb,count, countsb); Title "MALARIA INCIDENCE DATA EXLUDE SINAR BARU HEALTH CENTER"; PROC PRINT DATA=countsb (obs=20); RUN; Title "MALARIA INCIDENCE WITHOUT AGE VARIABLE (EXLUDE SINAR BARU HEALTH CENTER)"; PROC GENMOD DATA=countsb; CLASS treatment(ref="1") Prevalence month_code; MODEL n=treatment prevalence month_code/dist=poisson link = log offset = logpop scale = pearson; RUN; Title "MALARIA INCIDENCE WITH AGE VARIABLE (EXLUDE SINAR BARU HEALTH CENTER)"; PROC GENMOD DATA=countsb; CLASS treatment(ref="1") Prevalence month_code; MODEL n=treatment prevalence month_code average_age/dist=poisson link = log offset = logpop scale = pearson; RUN; Title "GEE MALARIA INCIDENCE WITHOUT AGE VARIABLE"; PROC GENMOD DATA=count2; CLASS treatment(ref="1") Prevalence month_code PKMID; MODEL n=treatment prevalence month_code/dist=poisson link = log offset = logpop scale = pearson; REPEATED SUBJECT=PKMID/TYPE=EXCH; RUN; Title "GEE MALARIA INCIDENCE WITH AGE VARIABLE"; PROC GENMOD DATA=count2; CLASS treatment(ref="1") Prevalence month_code PKMID; MODEL n=treatment prevalence month_code average_age/dist=poisson link = log offset = logpop scale = pearson;

133 115 REPEATED SUBJECT=PKMID/TYPE=EXCH; RUN; %getdata(count3-sb,count, countsb); Title "GEE MALARIA INCIDENCE DATA EXLUDE SINAR BARU HEALTH CENTER"; PROC PRINT DATA=countsb (obs=20); RUN; Title "GEE MALARIA INCIDENCE WITHOUT AGE VARIABLE (EXLUDE SINAR BARU HEALTH CENTER)"; PROC GENMOD DATA=countsb; CLASS treatment(ref="1") Prevalence month_code PKMID; MODEL n=treatment prevalence month_code/dist=poisson link = log offset = logpop scale = pearson; REPEATED SUBJECT=PKMID/TYPE=EXCH; RUN; Title "GEE MALARIA INCIDENCE WITH AGE VARIABLE (EXLUDE SINAR BARU HEALTH CENTER)"; PROC GENMOD DATA=countsb; CLASS treatment(ref="1") Prevalence month_code PKMID; MODEL n=treatment prevalence month_code average_age/dist=poisson link = log offset = logpop scale = pearson; REPEATED SUBJECT=PKMID/TYPE=EXCH; RUN;

134

135 117 Lampiran 5 Program SAS untuk Analisis Data Kajian Kasus Kontrol Berpadanan III. MATCHED CASE CONTROL STUDY /***************************************************************** ************** * Program: caco.sas * Author: Etih Sudarnika * * Inputs: Excel datafile * * * Created: Dec 1, 2009 * Revisions I Dec 8, 2009 * Revisions II Dec 9, 2009 * Revision III Dec 10, 2009 * Revision IV Dec 13, 2009 ****************************************************************** *************/ * ; * ; OPTIONS MACROGEN SYMBOLGEN NODATE; LIBNAME cone "E:\NCSU\CASE CONTROL\"; %LET cone = E:\NCSU\CASE CONTROL\; %MACRO getdata(dataset,sheet,name); PROC IMPORT DATAFILE = "&cone.&dataset..xls" OUT = &name DBMS = EXCEL REPLACE; SHEET = "&sheet"; GETNAMES=YES; RUN; PROC CONTENTS; RUN; %MEND getdata; %getdata(caco,cases, cases); %getdata(caco,control, control); PROC FORMAT; VALUE pkm 1="Sungai Liat" 2="Sinar Baru" 3="Bakam" 4="Petaling" 5="Puding Besar" 6="Gunung Muda" 7="Pemali" 8="Belinyu" 9="Riau Silip" 10="Batu Rusa" 11="Kenanga" ;

136 118 VALUE yes 1="yes" 0="no" ; VALUE case 1="cases" 0="control" ; VALUE net 1="1=Not use" 2="2=Not washed" 3="3=Not heated" 4="4=Some time heated" 5="5=Routine heated" ; VALUE netnew 0="otherwise" 1="Routine heated" ; VALUE netheat 1="1=otherwise" 2="2=heated" 3="3=Routine heated" ; VALUE heating 0="otherwise" 1="Heated & Routine heated" ; RUN; DATA cases1; SET cases; match= _n_ ; case=1; RUN; DATA control1; SET control; match = ceil(_n_/2); case=0; DATA main; SET cases1 control1; RUN; DATA main2; SET main; IF havenets=0 or usenetwhensleep=0 then net=1; ELSE IF usenetwhensleep=1 and netwashed=0 then net=2; ELSE IF usenetwhensleep=1 and netwashed=1 and heating=0 then net=3; ELSE IF usenetwhensleep=1 and netwashed=1 and heating=1 and routineheated=0 then net=4; ELSE IF usenetwhensleep=1 and netwashed=1 and heating=1 and routineheated=1 then net=5; DATA main3; SET main2; FORMAT usenetwhensleep yes. netwashed yes. routinewashed yes. heating yes. routineheated yes. PKMID pkm. IRS yes. coil yes. aerosol yes. electric yes. lotion yes. nothing yes. tinmining yes. ricefield yes. garden yes. pond yes. bush yes. cages yes. ventilationnet yes. case case. net net.;

137 RUN; TITLE "MATCHED CASE CONTROL DATA I (FIVE CATEGORIES)"; PROC PRINT DATA=main3 (OBS=10); RUN; PROC FREQ; TABLES match*case*havenets/chisq CMH; RUN; PROC LOGISTIC; MODEL case=havenets; strata match; RUN; PROC FREQ; TABLES match*case*usenetwhensleep/chisq CMH; RUN; PROC LOGISTIC; MODEL case=usenetwhensleep; strata match; RUN; PROC FREQ; TABLES match*case*netwashed/chisq CMH; RUN; PROC LOGISTIC; MODEL case=netwashed; strata match; RUN; PROC FREQ; TABLES match*case*routinewashed/chisq CMH; RUN; PROC LOGISTIC; MODEL case=routinewashed; strata match; RUN; PROC FREQ; TABLES match*case*heating/chisq CMH; RUN; PROC LOGISTIC; MODEL case=heating; strata match; RUN; PROC FREQ; TABLES match*case*routineheated/chisq CMH; RUN; PROC LOGISTIC; MODEL case=routineheated; strata match; RUN; PROC FREQ; TABLES match*case*net/chisq CMH; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main3; CLASS net(ref='5=routine heated'); strata match; MODEL case=net; CONTRAST '3 vs 4' net /ESTIMATE=EXP; CONTRAST '3 vs 5' net /ESTIMATE=EXP; CONTRAST '3&4 vs 5' net /ESTIMATE=EXP; CONTRAST '1&2&3 vs 4' net /ESTIMATE=EXP; CONTRAST '1&2&3 vs 5' net /ESTIMATE=EXP; 119

138 120 CONTRAST '1&2&3&4 vs 5' net /ESTIMATE=EXP; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main3; CLASS net(ref='5=routine heated') IRS coil aerosol electric tinmining ventilationnet housewall(ref='1'); strata match; MODEL case=net IRS coil aerosol electric tinmining ventilationnet housewall; RUN; DATA main4; SET main3; IF net=1 or net=2 or net=3 or net=4 then netnew=0; ELSE IF net=5 then netnew=1; FORMAT netnew netnew.; RUN; TITLE "MATCHED CASE CONTROL DATA II (1=ROUTINE HEATED, 0=OTHERWISE)"; PROC PRINT DATA=main4 (OBS=10); RUN; PROC LOGISTIC DATA=main4; CLASS netnew(ref='routine heated'); strata match; MODEL case=netnew; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main4; CLASS netnew(ref='routine heated') IRS coil aerosol electric tinmining ventilationnet housewall(ref='1'); strata match; MODEL case=netnew IRS coil aerosol electric tinmining ventilationnet housewall; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main4; CLASS netnew(ref='routine heated') IRS coil electric housewall(ref='1'); strata match; MODEL case=netnew IRS coil electric housewall; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main4; CLASS netnew(ref='routine heated') IRS housewall(ref='1'); strata match; MODEL case=netnew IRS housewall; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main4; CLASS netnew(ref='routine heated') IRS; strata match; MODEL case=netnew IRS; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main4; CLASS netnew(ref='routine heated')housewall(ref='1'); strata match; MODEL case=netnew housewall; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main4; CLASS netnew(ref='routine heated')coil; strata match; MODEL case=netnew coil; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main4;

139 121 CLASS netnew(ref='routine heated')electric; strata match; MODEL case=netnew electric; RUN; DATA main5; SET main3; IF net=1 or net=2 or net=3 then netnew2=1; ELSE IF net=4 then netnew2=2; ELSE IF net=5 then netnew2=3; FORMAT netnew2 netheat.; RUN; TITLE "MATCHED CASE CONTROL DATA III (1=OTHERWISE, 2=HEATED, 3=ROUTINE HEATED)"; PROC PRINT DATA=main5 (OBS=10); RUN; PROC LOGISTIC DATA=main5; CLASS netnew2(ref='3=routine heated'); strata match; MODEL case=netnew2; CONTRAST '1 vs 2' netnew2 1-1/ESTIMATE=EXP; CONTRAST '1 vs 3' netnew2 2 1/ESTIMATE=EXP; CONTRAST '2 vs 3' netnew2 1 2/ESTIMATE=EXP; CONTRAST '1&2 vs 3' netnew2 3 3/ESTIMATE=EXP; CONTRAST '1 vs 2&3' netnew /ESTIMATE=EXP; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main5; CLASS netnew2(ref='3=routine heated') IRS coil aerosol electric tinmining ventilationnet housewall(ref='1'); strata match; MODEL case=netnew2 IRS coil aerosol electric tinmining ventilationnet housewall; RUN; DATA main6; SET main3; IF net=1 or net=2 or net=3 then netnew3=0; ELSE IF net=4 or net=5 then netnew3=1; FORMAT netnew3 heating.; RUN; TITLE "MATCHED CASE CONTROL DATA IV (1=HEATED AND ROUTINE, 0=OTHERWISE)"; PROC PRINT DATA=main6 (OBS=10); RUN; PROC LOGISTIC DATA=main6; CLASS netnew3(ref='heated & Routine heated'); strata match; MODEL case=netnew3; RUN; PROC LOGISTIC DATA=main6; CLASS netnew3(ref='heated & Routine heated')irs coil aerosol electric tinmining ventilationnet housewall(ref='1'); strata match; MODEL case=netnew3 IRS coil aerosol electric tinmining ventilationnet housewall; RUN;

140 122

141 123 Lampiran 6 Paper publikasi I ACCEPTABILITY AND UTILIZATION OF LONG LASTING INSECTICIDAL NETS TO PROTECT MALARIA IN BANGKA DISTRICT, INDONESIA Etih Sudarnika 1, Mirnawati Sudarwanto 1, Asep Saefuddin 1, Umi Cahyaningsih 1, Upik Kesumawati Hadi 1, Rita Kusriastuti 2, Jodi Vanden Eng 3, Daowen Zhang 4, William A. Hawley 5 1 Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia; 2 Directorat of Zoonosis, General of Disease Control and Environment Health, Ministry of Health of Indonesia, Jakarta, Indonesia; 3 Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta, Georgia; 4 Departement of Statistics, North Carolina State University; 5 United Nations Children s Fund, Jakarta, Indonesia Correspondence mail to: etih@ipb.ac.id, etih23@yahoo.com. ph./fax.: ABSTRACT This research was done to determine the utilization, washing and heat assisted regeneration treatment of long lasting insecticidal nets (LLINs) in Bangka District Indonesia. Research was conducted in one year period from September 2007 to August Socialization and education of importance of LLINs utilization was maintained during the research period. LLINs utilization was periodically surveyed every 3 months. The result showed that amount of LLINs owned by people during the research period was increase, as well as the utilization, washing and heat assisted regeneration treatment. However the utilization rate in vulnerable group were still low. In general, utilization rate for children under five years old was ranging from 63.1% to 75.8%; for pregnant women were ranging from 36.0% to 53.6%. This research was part of supporting data for the main research entitled the Protective Efficacy of Olyset Nets in Bangka District. This research divided study area into two areas, namely treatment area (where the heat assisted regeneration on LLINs after washing was applied) and control area (where the heat assisted regeneration on LLINs after washing was not applied). General Estimating Equations (GEE) for binomial distribution showed no difference in utilization and washing rate for LLINs between treatment and control area. Keywords: generalized estimating equations, heat assisted regeneration, Olyset, permethrin treated LLINs. INTRODUCTION Malaria is one of the health diseases problems in Indonesia in order to decrease the case retaliate to the international commitment in Millennium Development Goals (Hunt 2007). As one of the ratification country, Indonesia is doing work which already agreed in the commitment, including decreasing the malaria case rate (Stalker 2007). Presumably about 45% of Indonesia people are living in malaria risk contagious area. Annual Malaria Incidence (AMI) in Indonesia in 2007 is 19.67% per 1000 people with Case Fatality Rate (CFR) of 0.57%. Bangka Belitung Province is one of the malaria endemic areas in Indonesia, which have AMI of 29.3 per 1000 people (MoH RI 2008). Some efforts have been done in avoiding malaria transmission. One way is minimizing the contact between human and mosquitoes as the malaria vector, with utilization of bed nets. Long Lasting Insecticidal Nets (LLINs) is an

142 124 effective way to avoid malaria since it act as a physical barrier to mosquitoes, the insecticide has toxic effects on mosquitoes and many insecticides such as permethrin have exito-repellent properties that affect the behavior of mosquitoes by reducing the rate of entry into houses and increasing the rate of early exit from houses (Mathenge et al. 2001). LLINs is bed nets contains insecticide either incorporated into or coated around fibres which resists multiple washes (al least 20) and whose biological activity for personal protection and/or vector control lasts as long as the life of the net itself (e.g. around 3 years for polyester nets, 5 years for polyethylene). There are two types of approved bed nets by WHO, namely Olyset (made from polyethylene with permethrin incorporated) and PermaNet (made from polyester, surface treatet with deltamethrin insectide) (Guillet et al. 2001, Kulkarni 2006, Shaw 2006, Coticelli 2007). The consistency utilization of LLINs can reduce malaria transmission to 90% (Gimnig et al. 2003; ter Kuile 2003). By 2006, UNICEF is cooperating with Department of Health Republic of Indonesia is introducing LLINs in Indonesia. In Bangka district about 60,000 LLINs already distributed to the people. Type of LLINs distributed is made from polyethylene with permethrin incorporated. Priority is given to pregnant women and children under five years old, except for area with high malaria endemicity, which all people are receiving. First stage of distribution is along with measles mass vaccination program, next stage is when the pregnant women or children under five years old check up in local health center, auxiliary health center or village delivery post. LLINs made from polyethylene and permethrin insecticide incorporated is new technology in Indonesia, therefore the acceptance rate is unknown. This research is done to determine the utilization rate of LLINs in Bangka district people, especially in pregnant women and children under five years old. MATERIALS AND METHODS This research is part of supporting data of main research titling The Protective Efficacy of Olyset Nets in Bangka District durating from September 2007 to August Research is done with cooperation from Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University Indonesia, UNICEF, CDC Atlanta, and Bangka District Health Service. The main research is conducted to determine effect of heat assisted regeneration of Olyset bed nets efficacy used in Bangka District. For this the research area is divided into two areas: first is treatment area, doing heat assisted regeneration to LLINs bed nets after washing; second is control area, not doing the heat assisted regeneration to LLINs after washing. Bangka District has 11 local health center work areas. Each treatment group and control group is divided according to local health center work areas, with each local health center is classified into 3 strata based on initial research data malaria prevalence in each area. Classification is conducted so that malaria prevalence is the same for treatment area and control area. The three strata are: 1) Low: local health center of Petaling and Batu Rusa; 2) Medium: local health center of Pemali, Bakam, Puding Besar and Riau Silip; 3) High: local health center of Belinyu, Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru and Kenanga. Then

143 125 selected randomly of health center at each strata for inclusion in the treatment or control areas. Treatment area consists of of local health center of Sungai Liat, Sinar Baru, Bakam, Petaling, Puding Besar and Gunung Muda. Control area consists of of local health center of Pemali, Belinyu, Riau Silip, Batu Rusa and Kenanga. This paper study is to determine acceptability and utilization of bed nets to protect malaria transmission in Bangka District. Study Area Bangka District is located in Bangka Island, Indonesia with acreage of 295,068 Hectares, population of 237,053, population density is 80 people/km 2. Education rate is: finishing Elementary School 36%, not finishing Elementary School 27%, finishing Junior High School 18%, finishing Senior High School 14%, finishing University 1.5% and the rest is not attending school (3.5%). A large portion of population working as farmer, fishermen, tin mine workers and traders. Bangka district climate is tropic with annual rainfall by 2007 is 18.5 to mm, lowest rainfall is in August. Temperature is between 26.2 C to 28.3 C. While humidity is varied between 71% to 88%; sunlight intensity is 18.0 to 66.1%; atmospheric pressure is to mb. Geographical condition of the island is mostly lowlands; 25% are swamp areas and 4% is hilly. Study Design Survey is done in initial period of research, then every three months held until one year, therefore a total of four surveys is conducted. Sampling technique in survey is done with multistage sampling. In each Local health center is chosen 3-4 village with probability proportional to size method if the work area in that local health center is more than 3 villages, but conducted surveys in all villages if there are less than or equal to 3 villages. Then for each village is selected 3 hamlets randomly if it having more than 3 hamlets, but conducted survey in all hamlets if there are less than or equal to 3 hamlets. So for each local health center is having 50 respondents and targeted all of 550 respondents from all local health center for surveying. Total respondent for each survey is listed in Table 1. An interview is held for each respondent with a questionnaire. Unit sample draw for baseline survey is house with LLINs, while on next survey is house having pregnant woman or children five years olds. Interview is done with questionnaire sheet in baseline survey and Personal Digital Assistant (PDA) on the next three surveys. Tabel 1 Total respondent for each survey Survey Sampling Unit Tools #HH # people # net # PW # CUF I HH having LLINs Paper II HH having PW or CUF PDA III HH having PW or CUF PDA IV HH having PW or CUF PDA

144 126 Legend: HH = Households PW = Pregnant Women CUF = Children Under Five years old Public Awareness and Extension During the research period, socializations and extentions was also held for the people so that the community will be familiar with proper utilization of LLIN, realize the benefit, and utilization priority for children and pregnant woman. For people in treatment area, an additional information is given regarding to its application and function of heat assisted regeneration on LLINs after washing. Other information given are malaria transmission, signs of malaria and how to avoid it. Education activity at first stage is done via trainings to volunteers of health posts. Then the volunteers are asked to forward the trainings information during monthly activity and community meetings. The next socialization activity is held each month by the health district officers, staff of local health centers, and midwife to the head of dusun, volunteers and the habitans. Socialization was continuously carried out during the period of study. Statistical Analysis To compare the utilization rate of LLINs in treatment area and control area then the data were analyzed using Generalized Estimating Equations (GEE) (Hardin et al. 2003) adjusting for prevalence level and survey period. Statistical analyses were performed using SAS version 9.2 (SAS Institute, Cary, NC,USA). RESULTS LLINs Ownership and Utilization LLINs were distribute to households which have children under five years old or pregnant woman, except the location which had high rate of malaria endemicity which all households will received LLINs (which varies in amount, related to the households members). LLINs ownership in Bangka District is shown in Table 2. Tabel 2 Distribution amount of LLINs in households ownership Amount of Survey I Survey II Survey III Survey IV LLINs Amount % Amount % Amount % Amount %

145 Total Unit sample for baseline survey is household which have LLINs, while in next three survey is household which owned children under five years old or pregnant woman. Because of this difference in unit sample, in the Survey 1 in showing all households is having LLINs which actually it doesn t. When Survey 1 is neglected, in Table 2 is showing 90% of households having children under five years old or pregnant women is having at least 1 LLINs and majority is having only 1 LLIN. Maximum LLINs owned is 6. LLINs utilization Despite having several LLINs, not every household is using LLINs or all of its LLINs. Table 3 shows utilization rate of LLINs by respondent in Bangka District.

146 128 Tabel 3 Utilization rate of LLINs in households Amount Survey I Survey II Survey III Survey IV of LLINs used Amount % Amount % Amount % Amount % Total Table 3 shows that generally there are more than 10% of households not using their LLINs. About 75% using only one LLINs and about 15% using more than one LLINs. Many reason were told by respondents regarding not using LLINs. Majority are worried about the insecticide contained in LLINs. Others are felt uncomfortable and hot, difficult to hang it and as a reserve for households having more than 1 LLINs. Other than knowing the LLINs utilization rate, it is also important to know distribution trend of number households members using LLINs, this is to see how much LLINs is used as a protection device against mosquitoes. Table 4 is showing number of household member using LLIN. Tabel 4 Number of household member using LLINs Amount Survey I Survey II Survey III Survey IV Count % Count % Count % Count % Total From table 4, it can be seen that generally in each survey, the largest percentage (about 33.1% %) is 3 households members were using LLINs. One interesting fact is percentage of households not using LLINs is quite high, about 10.8% %.

147 129 Survey Percent of Vulnerable Groups Sleeping Under Nets Children under five years old and pregnant women is vulnerable groups to malaria. Malarian in pregnant women can causes anemia, low birth weight, prematurity, maternal mortality, stillbirth and neonatal mortality (Brabin 1983; Luxemburger et al. 2001; Guyatt et al. 2004; Wort et al. 2006; Gamble et al. 2009). When it came to children, the effects are anemia, cerebral malaria and cause of death (Newton 1996; Lines 1997; Fischer 2002). Therefore it is main priority to avoiding malaria on pregnant women and children under five years old. Tabel 5 Distribution of children under five years old and pregnant women using LLINs Survey Amount of children Amount of children using LLINs Percentage of children using LLINs Amount of pregnant women Amount of pregnant women using LLINs Percentage of pregnant women using LLINs I % % II % % III % % IV % % Table 5 is showing distribution of children under five years old and pregnant women using LLINs in Bangka District. From table 5 appear that not all children under five years old and pregnant women sleeping under LLINs. Percentage of infants using LLINs is around 63.1% to 75.8%, meanwhile for pregnant women the percentage is much lower, numbering 36.0% to 53.6%. Level of Application in Treatment Area and Control Area Distribution of households members, children under five years old and pregnant women using LLINs in treatment and control area can be seen in Table 6. Tabel 6 Distribution of households members in using LLINs in treatment and control area Amount of households members Treatment Area Amount of households members LLINs Percentage of members using LLINs Amount of households members Control Area Amount of households members LLINs Percentage of members using LLINs I II III IV From Table 6 shows that distribution of households members using LLINs is almost the same, both in treatment area and in control area. It also shows that less than 70% of households members is using LLINs in Bangka District. While percentage of children under five years old and pregnant women in using LLINs in treatment and control area is showed in Table 7. From Table showed that percentage of children under five years old using LLINs is almost

148 130 Survey I II III IV Amount of Infant equal both in treatment and control area. However for pregnant woman percentage in treatment area looks maller compare to control area. Tabel 7 Percentage of children under five years old and pregnant women in using LLINs in treatment and control area Treatment Area Control Area Treatment Area Control Area Amount Amount of Amount Amount of Amount of Amount of Pregnant of Infant Amount Infant of Pregnant % % % Pregnant Woman using of Infant using Pregnant Woman Woman using LLINs LLINs Woman using LLINs LLINs % Statistical examination used for comparing utilization rate of LLINs in treatment area and control area is generalized estimating equations (GEE) for binomial distribution. Factors that also considered in modeling other than heating treatment is prevalence of malaria in Local health center which divided into 3 categories: low, medium and high. This prevalence factor is considered as stratification factor in choosing treatment area and control area. Other factor is survey period, consist of 4 periods. Statistical examination is shown in Table 8. Tabel 8 GEE Analysis to evaluate utilization rate difference of LLINs in treatment and control area Variable Regression Confidence Interval 95% Coefficient Lower limit Upper limit P Value Treatment vs Control Low Prevalence vs High <0.0001* Medium Prevalence vs <0.0001* High Survey I vs IV <0.0001* Survey II vs IV * Survey III vs IV * significant at α=0.05 From Table 8, it appears that no difference in utilization rate LLINs between treatment and control area. Interesting point gained from analysis is area with low prevalence and medium prevalence are having higher utilization rate compared to high prevalence. Area with low prevalence is have utilization rate LLINs e 1,5247 or 4.59 times higher with confidence interval of 95% ( ) compared to area with high prevalence in malaria. As for area with medium malaria prevalence is having utilization rate LLINs of 3.18 (CI 95%; ) times higher than area with high malaria prevalence. Also with survey period, shows increment in community awareness in using LLINs in line with survey period. From Table 8 shown that regression coefficient in Survey II compared to Survey IV is valued negative which mean that utilization rate of LLINs in Survey II is smaller than that of Survey IV.

149 131 DISCUSSION AND CONCLUSION From result of survey conducted 4 times in 1 year research period showed that possession coverage of LLINs in Bangka District is good, which is reaching >85% at the end of research (Table 1). But is also need to pay attention is amount of LLINs distribution per households. Table 3 is shown that in general people only using 1 bed net per household, and other bed nets is reserved. In turn this will inhibit next LLINs ownership, that is for newly pregnant after bed nets distribution period also newly born babies or new citizen from outside of Bangka District. They are the priority group in using LLINs, on the other hand there are numbers of unused LLINs. This is a challenge to Local health center staff to retain the unused LLINs and redistributed it to those who in need it. As for the ownership is good enough, on the contrary the utilization rate is not satisfying. This is come from survey result, which showed that percentage of households using minimum 1 of several LLINs possessed is ranging 67.3% % (Table 4, in neglection of Survey I). From that percentage, not all households members sleep using LLINs. From Table 6 it is shown that in general utilization rate is still low which ranging from 46.2% to 65.1%. Low percentage of mass utilization of LLINs can reduce the protection level of LLINs to malaria (Maxwell et al. 2002; Hawley et al. 2003a; Tekhleimanot et al. 2007). LLINs have a important function other than as a protection against an individual, that is the protection of the community. The community protections are: 1) reducing mosquito population in community; 2) shortening mosquito lifespan; 3) mass coverage might divert mosquitoes from human to animal biting, thereby reducing human to human transmission. LLINs is one effective and efficient way of preventing malaria. Particularly on vulnerable groups, namely pregnant women and children. Many studies have shown that the use of LLIN can reduce the prevalence of malaria and parasitemia in children (Holtz et al. 2002; Koram et al. 2003; Sharma et al. 2009), prevent the transmission of malaria, delayed the median time-to-first parasitemia, reducing anemia suffer due to malaria, and reducing infant mortality (Fegan et al. 2007; Eisele et al. 2005; Phillips-Howard et al. 2003a; Phillips-Howard et al. 2003b; ter Kuile et. al. 2003a; ter Kuile et. al. 2003b). As well as in pregnant women, many studies have shown that its use in pregnant women may increase the average increased mean birth weight, reduced low birth weight, reduced miscarriages/ stillbirths, reduced placental parasitaemia, and reduced severe malarial anemia during pregnancy, (Hawley et al. 2003b ; ter Kuile et al. 2003b; Gamble et al. 2007). From this study it appears that the utilization of LLINs to pregnant women and children under five years old is still low. Utilization in children under five years old ranged from 63.1% %, and in pregnant women ranged from 36.0% %. Most of the reasons not to use LLINs during sleep in children under five years old is that parents are concerned about the content of insecticide in LLINs can poison children. Another reason is they have to use mosquito coil or other mosquito protection tool. The common reasons in pregnant women is they feel hot when sleeping under LLINs. Some other little say because they already use mosquito coil or other mosquito protection tool. This is a challenge for governments and health workers to improve public education about the

150 132 importance of malaria prevention and the use of LLINs, especially for vulnerable groups, namely pregnant women and children under five years old. This research is supporting research for the primary research that aims to determine the influence of heat-assisted regeneration of protective efficacy of LLINs. The results of this study showed that both the treatment and control areas have the same levels of LLINs utilization (Table 8). This is a good information for the main study, because level of utilization of LLINs is not a factor affecting the outcome of research. The interesting thing about the analysis results of Generalized Estimating Equations (GEE) in Table 8 is that there are differences in LLINs utilization levels in the area with different prevalence rates. This is the important information for the government and health workers in Bangka to improve and prioritize education in areas with high and medium malaria prevalence rates. Education provided by health workers and government showed encouraging results. This can be seen on the results of GEE analysis in Table 8 which shows that the level of LLINs utilization increase with survey period. ACKNOWLEDGEMENT Appreciation is forwarded to Department of Health, Republic of Indonesia which has been fully supporting this research, also to UNICEF which fully funded this research. Also appreciation to CDC Atlanta for its support form initial research design, conduction to data analysis. Other appreciation is also to Bangka District Health Division Board, Bangka Belitung Provincial Health Division Board, staffs of Local health center, volunteer and head of hamlet in Bangka District. Lastly, a word of thanks to all the team members. REFERENCES [BPS Kabupaten Bangka] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka Bangka Dalam Angka Bangka: BPS dan BAPEDA Kab. Bangka. Brabin BJ An analysis of malaria in pregnancy in Africa. Bulletin ofthe World Health Organization, 61(6): Coticelli P WHOPES and Its Impact on Long-lasting Insecticidal Net availability. Africa Fighting Malaria Occasional Paper. April 23, [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: DEPKES RI. Eisele TP, Macintyre K, Yukich J, Ghebremeskel T Interpreting household survey data intended to measure insecticide-treated bednet coverage: results from two surveys in Eritrea. Malaria J 2006, 5(36): 1 8.

151 133 Fegan GW, Noor AM, Akhwale EW, Cousens S, Snow RW Eff ect of expanded insecticide-treated bednet coverage on child survival in rural Kenya: a longitudinal study. The Lancet 370: Fischer PR Bialek R Prevention of Malaria in Children. TRAVEL MEDICINE 34: Gamble C., Ekwaru PJ, Garner P, ter Kuile FO Insecticide-Treated Nets for the Prevention of Malaria in Pregnancy: A Systematic Review of Randomised Controlled Trials. PLoS Medicine 4(3): Gamble CL, Ekwaru JP, ter Kuile FO Insecticide-Treated Nets for Preventing Malaria in Pregnancy (Review). Liverpool: JohnWiley & Sons, Ltd. Gimnig JE, Vulule JM, Lo TQ, Kamau L, Kolczak MS, Phillips-Howard PA, Mathenge EM, ter Kuile FO, Nahlen BL, Hightower AW, Hawley WA, Impact of permethrin-treated bed nets on entomologic indices in an area of intense year round malaria transmission. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Guillet P Overview of LLIN technologies. Meeting on development, production and distribution of Long Lasting Insecticidal Nets (LLINs). Johannesburg, South Africa September Guyatt HL and Snow RW Impact of Malaria during Pregnancy on Low Birth Weight in Sub-Saharan Africa. Clin. Microbiol. Rev. 17:

152 134 Hawley WA, Phillips-Howard PA, ter Kuile FO, Terlouw DJ, Vulule JM, Ombok M, Nahlen BL, Gimnig JE, Kariuki SK, Kolczak MS, Hightower AW, 2003a. Community-wide effects of permethrin-treated bed nets on child mortality and malaria morbidity in Western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Hawley WA, ter Kuile FO, Steketee RS, Nahlen BL, Terlouw DJ, Gimnig JE, Shi YP, Vulule JM, Alaii JA, Hightower AW, Kolczak MS, Kariuki SK, Phillips-Howard PA. 2003b. Implications of the Western Kenya permethrintreated bed net study for policy, program implementation, and future research. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Hardin JW, Hilbe JM Generalized Estimating Equations. Chapman & Washington DC: Hall/CRC. Holtz TH, Marum LH, Mkandala C, Chizani N, Roberts JM, Macheso A, Parise ME, Kachur SP Insecticide-treated bednet use, anaemia, and malaria parasitaemia in Blantyre District, Malawi. Trop Med Int Health 7(3): Hunt P Poverty, Malaria and the right to health Exploring the connections. UN CHRONICLE 4: Koram KA, Owusu-Agyei S, Fryauff DJ, Anto F, Atuguba F, Hodgson A, Hoffman SL, Nkrumah FK Seasonal profiles of malaria infection, anaemia, and bednet use among age groups and communities in northern Ghana. Trop Med Int Health 8(9): Kulkarni M Update on Long Lasting Insecticidal Nets (LLINs). Malaria Matters 15:1-2. Lines Jo Severe malaria in children and transmission intensity. The Lancet 350: 813. Luxemburger C, McGready R, Kham A, Morison L, Cho T, Chongsuphajaisiddhi T, White NJ, Nosten F Effects of malaria during pregnancy on infant mortality in an area of low malaria transmission. Am J Epidemiol 154(5): Mathenge EM, Gimnig JE, Kolczak M, Ombok M, Irungu LW, Hawley WA Effect of permethrin-impregnated nets on exiting behavior, blood feeding success, and time of feeding of malaria mosquitoes (Diptera: Culicidae) in Western Kenya. J Me. Entomol 38(4): Maxwell CA, Msuya E, Sudi M, Njunwa KJ, Carneiro IA, Curtis CF Effect of community-wide use of insecticide-treated nets for 3 4 years on malarial morbidity in Tanzania. Trop Med Int Health 7(12): [MoH RI] Ministry of Health of Republik Indonesia Indonesian Health Profile Jakarta: MOH RI. Newton CRJC. Cerebral malaria in children J Child Neurol 11:257 Phillips-Howard PA, Nahlen BL, Alaii JA, ter Kuile FO, Gimnig JE, Terlouw DJ, Kachur SP, Hightower AW, Lal AA, Schoute E. Oloo A, Hawley WA. 2003a. The Efficacy of permethrin-treated bed nets on child mortality and

153 135 morbidity in Western Kenya I. Development of infrastructure and description of study site. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): 3-9. Phillips-Howard PA, Nahlen BL, Kolczak MS, Hightower AW, ter Kuile FO, Alaii JA, Gimnig JE, Arudo J, Vulule JM, Odhacha A, Kachur SP, Schoute E, Rosen DH, Sexton JD, Oloo AJ, Hawley WA, 2003b. Efficacy of permethrin-treated bed nets in the prevention of mortality in young children in an area of high perennial malaria transmission in western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Sharma SK, Tyagi PK, Upadhyay AK, Haque MA, Mohanty SS, Raghavendra K, Dash AP Efficacy of permethrin treated long-lasting insecticidal nets on malaria transmission and observations on the perceived side effects, collateral benefits and human safety in a hyperendemic tribal area of Orissa, India. Acta Tropica 112: Shaw WD. Long-Lasting Insecticide Treated Nets: A Success In Technology Transfer. Malaria Matters 2006:15:3-4. Stalker P Let Speak Out for MDGs: Achieving the Millennium Development Goals in Indonesia. Jakarta: BAPPENAS and UNDP. Teklehaimanot A., Sachs JD, Curtis C Malaria control needs mass distribution of insecticidal bednets. The Lancet 369: ter Kuile FO, Terlouw DJ, Kariuki SK, Phillips-Howard PA, Mirel LB, Hawley WA, Friedman JF, Shi YP, Kolczak MS, Lal AA, Vulule JM, Nahlen BL, 2003a. Impact of permethrin-treated bed nets on malaria, anemia, and growth in infants in an area of intense perennial malaria transmission in Western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): ter Kuile FO, Terlouw DJ, Phillips-Howard PA, Hawley WA, Friedman JF, Kolczak MS, Kariuki SK, Shi YP, Kwena AM, Vulule JM, Nahlen BL, 2003b. Impact of permethrin-treated bed nets on malaria and all cause morbidity in young children in an area of intense perennial malaria transmission in Western Kenya: cross-sectional survey. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Wort UU, Hastings I, Mutabingwa TK, Brabin BJ The impact of endemic and epidemic malaria on the risk of stillbirth in two areas of Tanzania with different malaria transmission Patterns. Malaria Journal 5(89): 1 10.

154 136

155 137 Lampiran 7 Paper Publikasi II Malaria Incidence Rate of Children Under five Years Old in Intervention Area of Heat Assisted Regeneration for Permethrin Treated Long Lasting Insecticidal Nets and Control Area in Bangka District Etih Sudarnika 1, Mirnawati Sudarwanto 1, Asep Saefuddin 1, Umi Cahyaningsih 1, Upik Kesumawati Hadi 1, Rita Kusriastuti 2, Jodi Vanden Eng 3, Daowen Zhang 4, William A. Hawley 5 1 Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia; 2 Directorat of Zoonosis, General of Disease Control and Environment Health, Ministry of Health of Indonesia, Jakarta, Indonesia; 3 Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta, Georgia; 4 Departement of Statistics, North Carolina State University; 5 United Nations Children s Fund, Jakarta, Indonesia Correspondence mail to: etih@ipb.ac.id, etih23@yahoo.com. ph./fax.: ABSTRACT Long lasting insecticidal nets (LLINs) is one effective way to prevent malaria for children under five years old. Permethrin treated LLINs is one type of LLINs which is recommended by WHO. Several studies have shown that these types of LLINs requiring heat assisted regeneration after washing to enhance the biological activity of insecticide that contained in the LLINs fibers. This study aimed to compare the incidence rates of malaria in children under five years old who live in the intervention area (where the heat assisted regeneration on LLINs after washing was applied) and control area (where the heat assisted regeneration on LLINs after washing was not applied). Data of malaria cases was collected from laboratory log book at all health centers in Bangka District, in the period of June June 2007 until July Data were analyzed with generalized estimating equations for Poisson distribution. The results showed that the annual parasite incidence in children under five years old in Bangka District was 1.62%, namely 1.84% in treatment areas and 1.42% in control areas. There was not significantly different between the treatment and control areas. Keywords: generalized estimating equations, heat assisted regeneration, incidence rate, Olyset, permethrin treated LLINs INTRODUCTION Utilizing LLINs is one of the effective ways to prevent malaria in infants. Several research had shown that the utilization of LLINs as a malaria protection devices in infants in malaria endemic area can reduce malaria prevalence and parasitemia in infants (Holtz et al. 2002; Koram et al. 2003; Sharma et al. 2009), prevent malria contagion, delayed the median time-to-first parasitemia, reduce anemia case caused by malaria and decrease infants death caused by malaria. (Fegan et al. 2007; Eisele et al. 2005; Phillips-Howard et al. 2003a; Phillips- Howard et al. 2003b; ter Kuile et. al. 2003a; ter Kuile et. al. 2003b).

156 138 Indonesia is one of the malaria endemic countries, located in tropical region with high annual rainfall, swamp topography and community lives close to environment is causing the life cycle of mosquito as the malaria vector is running smoothly. According to Malaria Endemicity Map on 2007, estimated that 45% of Indonesia peole is living in risk area of malaria contagious location. One of the malaria endemic area in Indonesia is Bangka District, located in Bangka Belitung Province. This malaria endemic area category is classificated as medium endemic indicated by AMI rate of 29.3 per 1000 people on (MoH RI 2008) In 2006, UNICEF cooperating with Ministry of Health Republic of Indonesia is introducing LLINs. In Bangka District alone is recorded about 60,000 LLINs had been distributed. The distributed LLINs is Olyset brand, made form polyethylene, produced by Sumitomo Chemical Company of Japan. The manufacturers of Olyset, formerly recommended that nets be regenerated after washing by placing the nets in bags in the sun. However, it has been reported that these nets will regenerate spontaneously within 15 days under tropical conditions (WHOPES 2001). Several researches had shown that Olyset was still maintain high biological activity after several washing cycles with no heat assisted regeneration (Vythilingam et al. 1996; Tami et al. 2004; Jeyalakshmi et al. 2006; Sharma et. al. 2009b). However other studies showed that Olyset net is not able to regenerate spontaneously to increase the biological activity under the room temperature (the temperature below 60 o C) (N Guessan et al. 2001; Gimnig et al. 2005; Lindblade et al. 2005). There is not much information available regarding heat regeneration effect on Permethrin treated LLINs application. Faculty of Veterinary Medicine Bogor Agricultural University was cooperating with UNICEF, CDC Atlanta and Bangka District Health Service conducted the study titled The Protective Efficacy of Olyset Nets in Bangka District which intended to recognize impact of heat assisted regeneration to Olyset bed nets efficacy. The research is conducted from September 2007 to August This paper study is act as a supporting research from the previous mentioned research and designed to recognize difference of malaria incidence rate between intervention area (which doing heat assisted regeneration ) and control area.

157 139 RESEARCH METHODS Study Area Bangka District is located in island of Bangka-Indonesia with acreage of 295,068 Hectares, population of 237,053, population density is 80 people/km 2 Bangka district climate is tropic with annual rainfall by 2007 is 18.5 to mm, lowest rainfall is in August. Temperature is between 26.2 C to 28.3 C. While humidity is varied between 71% to 88%; sunlight intensity is 18.0 to 66.1%; atmospheric pressure is to mb. Mining industry is one of prime sector for this district, due to mineral resources in relatively large reserves were found all over the island. There are many illegal minners in Bangka, which were pit digging in mining area, and left a large number of deserted large sized pit everywhere. This condition in turn is a potential breeding place for mosquitoes. Geographical condition of the island is mostly lowlands; 25% are swamp areas and 4% is hilly (Statistical Center Bangka District 2007). Determination of Treatment and Control Areas Bangka District has 11 local health center work areas. Each treatment group and control group is divided according to local health center work areas, with each local health center is classified into 3 strata based on initial research data malaria prevalence in each area. Classification is conducted so that malaria prevalence is the same for treatment area and control area. The three strata are: 1) Low: local health center of Petaling and Batu Rusa; 2) Medium: local health center of Pemali, Bakam, Puding Besar and Riau Silip; 3) High: local health center of Belinyu, Gunung Muda, Sungai Liat, Sinar Baru and Kenanga. Then selected randomly of health center at each strata for inclusion in the treatment or control areas. Treatment area consists of of local health center of Sungai Liat, Sinar Baru, Bakam, Petaling, Puding Besar and Gunung Muda. Control area consists of of local health center of Pemali, Belinyu, Riau Silip, Batu Rusa and Kenanga. Intervention applied in this research is heat regeneration of permethrin treated LLINs after washing, that is wrapping the washed bed nets with black plastic bag, then sun drying it for 4 6 hours, and then install it back. Control is by conventional method, that is washing theppermethrin treated LLINs then drying it up in the air (shade place) and then install it back. Bed nets washing is scheduled every three months. During the research period, socializations and extentions was also held for the people so that the community will be familiar with proper utilization of LLIN, realize the benefit, and utilization priority for children and pregnant woman. Socialization is conducted by District Health Service staffs, Health Center, Auxiliary Health Center, Village Delivery Post, volunteer and head of hamlets. For community in intervention area, additional information is given regarding heat assisted regeneration so that could be understand on application and effect of heat assisted regeneration treatment on LLINs after washing. This socialization is conducted continuously during the the period of study. Net use surveys were

158 140 conducted every 3 month to evaluate community participation level in this research. Data Collection Data collection of malaria case is performed periodically every month by copying the data form laboratory log book in every health centers in Bangka District. Definition of malaria cases are children under five years old is stated who tested positive by examination of Plasmodium parasites in the laboratory. Clinical examination and dignontic rapid test are not recorded as a case. If in one community health center work area is found a case of malaria which originated from other community health center work area, then the case is put in the list of patient domicile address. Data taken is covering: 1) Demography data (age, gender and address) and 2) diagnostic result data and type of Plasmodium. Data gathered is malaria case period of June 2007 to July Population data of children under five years old were taken from Bangka District Health Service. Data Analysis To compare the malaria incidence chindren under five years old intervention area and control area then the data were analyzed using Poisson regression model (McCullagh et al. 1989) adjusting for malaria prevalence level and months of monitoring). Statistical analyses were performed using SAS version 9.2 (SAS Institute, Cary, NC, USA). Mapping is done using ArcGIS version (ESRI, Redlands, CA, USA). RESULTS AND DISCUSSION Incident Rate at All Work Areas of Community Health Center Bangka District with its ecological condition as an island which surrounded by sea, swamp area, plenty palm oil and an abundant of abandoned wild tin mining pit is providing a potential breeding place for malaria mosquitoes. Malaria incidence rate on children under five years old is varied refer to health center work area and surveillance time. Malaria incidence rate during monitoring period from June 2007 to July 2008 in 11 work areas of health center is provided at Figure 1. Darker color gradation is showing increment in malaria incident value. During the research in Bangka District, malaria incidence in infants was 1.62%, with incident details in intervention area and control area were 1.84% and 1.42% respectively. Highest incident rate was in Health Center of Sinar Baru. As for other health center, both for the intervention area and control area is almost the same that is 0.46% % in intervention area and 0.38% % in control area.

159 141 Belinyu 3.51 Gunung Muda 3.72 Riau Silip 0.38 Sinar Baru 9.52 Sungailiat 0.65 Pemali Kenanga Bakam 1.34 Batu Rusa Puding Besar Petaling 0.46 Legend Figure 1 Malaria incidence rate in health center in Bangka District period of June 2007-July Fluctuations of malaria incidence rate on children under five years old in each health center for one year period can be seen in Figure 2 and 3. Malaria incidence rate in children under five years old in Sinar Baru Health Center is the highest compared to other health center. The fluctuations are clearly seen in Figure 2 and dark color is always appeared in Figure 3. Before November 2007 there is no electricity line to the Sinar Baru Health Center, which in turn has no power to operate the microscope in laboratory and blood slide examination cannot be done for malaria suspected people, that caused case was appearing low.

160 142 Figure 2 Malaria incident rate on children under five years old in each community health center. Figure 3 Malaria incident rate in children under five years old per month in each health center.

161 143 Work area of Sinar Baru Health Center is just one village, which also had the smallest area compared to others which had working area in sub-district size (Figure 1 and 3). Large parts of the area consist of beach, swamp and plenty of active tin mines and abandoned tin mines. Climate condition, topography and environment is very supportive for malaria mosquitoes. But the question mark goes to why malaria incidence rate for infants is very extreme compared to other areas which had similar geographical features such as Kenanga Health Center. Few factors considered to causing the high rate on Malaria incidence in Sinar Baru are: small work area coverage, which relatively had a homogenous condition, compared to others work area. In Sinar baru Health Center, almost all area is malaria hotspot. On other wide area, hotspot only found in several places which, will become relatively lower incident rate. Small area coverage also means better accessibility to health center. This condition is causing almost all malaria case in infants are recorded in health center logbook. In every work area the facility also complement with the auxiliary health centers. Malaria examination procedure in Bangka District is require all suspected patient to be taken its blood sample and the slide is taken to the health center and having a laboratory examination. But due to distance from auxiliary health centers to health center, in several areas the procedure did not run well, so not all the malaria patient were logged especially in the vast work areas. Small area coverage also facilitate good education activity, in return community awareness also high when they are feeling ill they will go to health center. Other important factor is microscopist skill in detecting Plasmodium. Even in initial research intensive training had been given, but regular coaching and refreshing training are also needed to increase their capability. Periodical cross check is also important to recognize microscopist errors in performing examination. Incident Rate in Intervention Area and Control Area High incidence rate in Sinar Baru will affect overall incidence rate in intervention area. This affect can be seen in Figure 4 which shows incident rate fluctuation in intervention area and control area. Figure 4 shows that malaria incidence rate in children under five years old in intervention area and control area is almost the same if Sinar Baru data was neglected.

162 144 Figure 4 Malaria incidence rate in children under five years old in intervention area and control area. The result from Poisson regression model to see difference of malaria incidence rate in children under five years old in intervention area and control area is shown in Table 1. In Poisson regression model, also included is covariate prevalence rate and surveillance month, because those covariate is also affecting malaria incidence rate. From analysis, it was showed that malaria incidence rate in children under five years old is not significantly different between intervention area and control area. Tabel 1 Poisson regression model to determine difference in malaria incidence rate in intervention area and control area Variable Regression Coefficient Confidence Interval 95% Lower limit Upper limit P Value Treatment vs control Prevalence low vs High * Prevalence medium vs high * Jun'07 vs Jul' * Jul'07 vs Jul' * Aug'07 vs Jul' * Sep'07 vs Jul' * Oct'07 vs Jul' Nov'07 vs Jul' * Dec'07 vs Jul' Jan'08 vs Jul' Feb'08 vs Jul' Mar'08 vs Jul' Apr'08 vs Jul' May'08 vs Jul' Jun'08 vs Jul' * significant at α=0.05

163 145 Malaria incidence rate in children under five years old in heat regeneration intervention area of LLINs and control area is not significantly different. Some research had shown that Olyset is still maintaining its biological activity after several washing cycles without heat regeneration (Vythilingam et al. 1996; Tami et al. 2004; Jeyalakshmi et al. 2006; Sharma et. al. 2009). On the other research, resulting that in room temperature (temperature below 60 o C) cannot spontaneously regenerate which can re-increase activity of biological insecticide contents (N Guessan et al. 2001; Gimnig et al. 2005; Lindblade et al. 2005). Case control study conducted in Bangka District also showed that a regular heat assisted regeneration to LLINs was giving a better protection from malaria for children under five years old (OR=1.97; CI 95%: ) compared to not regularly doing heat regeneration (Sudarnika 2010, Dissertation Bogor Agricultural University, unpublished). Several factors were considered have influencing outcome of this research. First factor is not all LLINs owners in intervention area were doing heat regeneration. From the three months periodic surveys shows that until the last survey (9 months after intervention), rate of peoples who owned LLINs and did the heat regeneration was 75.2% and only 59.4% which did the heat regeneration routinely after washing. In the second survey (6 months after intervention) only 55% which do the heat regeneration after washing, and only 36.9% who do heat regeneration routinely (Sudarnika 2010, Dissertation Bogor Agricultural University, unpublished). Other factors is utilization rate of LLINs in children under five years old which relatively low both in intervention area and control area, ranging from 63.1% % (Sudarnika 2010, Dissertation Bogor Agricultural University, unpublished). The low rate of LLINs utilization coverage is causes low impact of LLINs to malaria incidence rate. Tekhlemainot et al stated that LLINs have a important function other than as a protection against an individual, that is the protection of the community. The community protections are: 1) reducing mosquito population in community; 2) shortening mosquito lifespan; 3) mass coverage might divert mosquitoes from human to animal biting, thereby reducing human to human transmission. Many research had been done and showed that a high rate on utilization coverage was important to maximizing the effect for community health. Binka et al. showed that mortality rates of children living in control compounds increased with increasing distance from the nearest ITN compound (Binka et al. 1998). Gimnig et al. have shown that mosquito abundance was reduced in compounds lacking ITNs but located close to compounds with ITNs (Gimnig et. Al. 2003). Hawley et al. also showed that people who didn t use ITNs (insecticide-permethrin-treated bed nets) that lived in 300 meter away form people who use ITNs with high rate of utilization is receiving protection as much those who were living in with ITNs (Hawley et al. 2003). Other research in coastal Kenya also showed that rates of severe clinical malaria were lower in children living in houses lacking ITNs but living in villages where most families had nets (Howard et al. 2000). Maxwell et al is founding that highly significant reductions in malarial morbidity for children aged 6 months to 2 years are living in area utilizing bed nets with high rate of ITNs coverage, even several

164 146 people doesn t use the ITNs or ITNs have torn nets. This caused by the combination of of the mass effect of the village s nets on the vector populations and the personal protection to the individual children Several other information is needed to support the result from this research, as skill level of microscopist in detecting Plasmodium, accessibility rate for people to reach health center both in intervention area and control area and bioassay laboratory testing to LLINs. It needs a longer period of time in order to recognize effects of long time intervention. CONCLUSION Malaria Incident Rate in heat regeneration intervention area of LLINs and control area was not significantly different. Some other information such as microscopist skill level in detecting Plasmodium, health centers accessibility rate for surrounding community in intervention area and control area, bioassay laboratory testing to LLINs were needed to support the result of this research. ACKNOWLEDGEMENT Appreciation is forwarded to Community Health Center laboratory staff in Bangka District, Department of Health, Republic of Indonesia which has been fully supporting this research, also to UNICEF which fully funded this research. Also appreciation to CDC Atlanta for its support form initial research design, conduction to data analysis. Other appreciation is also to Bangka District Health Division Board, Bangka Belitung Provincial Health Division Board, staffs of Local Health Center, volunteer and head of dusun in Bangka District. Least but not last is for all researcher involved in this research. REFERENCES Binka FN, Indome F, Smith T, Impact of spatial distribution of permethrinimpregnated bed nets on child mortality in rural northern Ghana. Am J Trop Med Hyg 59: Eisele TP, Macintyre K, Yukich J, Ghebremeskel T Interpreting household survei data intended to measure insecticide-treated bednet coverage: results from two surveis in Eritrea. Malaria Journal 5(36): 1 8. Fegan GW, Noor AM, Akhwale EW, Cousens S, Snow RW Eff ect of expanded insecticide-treated bednet coverage on child survival in rural Kenya: a longitudinal study. The Lancet 370: Gimnig JE, Kolczak MS, Hightower AW, Vulule JM, Schoute E, Kamau L, Phillips-Howard PA, ter Kuile FO, Nahlen BL, Hawley WA Effect of permethrin-treated bed nets on the spatial distribution of malaria vectors in western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4):

165 147 Gimnig JE, Lindblade KA, Mount DL, Atieli FK, Crawford S, Wolkon A, Hawley WA. Dotson EM Laboratory Wash Resistance of Long-lasting Insecticidal Nets. Trop Med Int Health: 10 (10): Hawley WA, Phillips-Howard PA, ter Kuile FO, Terlouw DJ, Vulule JM, Ombok M, Nahlen BL, Gimnig JE, Kariuki SK, Kolczak MS, Hightower AW, Community-wide effects of permethrin-treated bed nets on child mortality and malaria morbidity in Western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Holtz TH, Marum LH, Mkandala C, Chizani N, Roberts JM, Macheso A, Parise ME, Kachur SP Insecticide-treated bednet use, anaemia, and malaria parasitaemia in Blantyre District, Malawi. Trop Med Int Health 7(3): Howard SC, Omumbo J, Nevill C, Some ES, Donnelly CA, Snow RW, Evidence for a mass community effect of insecticide-treated bednets on the incidence of malaria on the Kenyan coast. Trans R Soc Trop Med Hyg 94: Jeyalakshmi T, Shanmugasundaram R, Murthy B Comparative efficacy and Persistency of Permethrin in Olyset Net and Conventionally Treated Net Againts Aedes Aegypti and Anopheles Stephensi. J Amer Mosquito Control Assoc 22(1): Koram KA, Owusu-Agyei S, Fryauff DJ, Anto F, Atuguba F, Hodgson A, Hoffman SL, Nkrumah FK Seasonal profiles of malaria infection, anaemia, and bednet use among age groups and communities in northern Ghana. Trop Med Int Health 8(9): Lindblade KA, Dotson EM, Hawley WA. Bayoh N, Williamson J, Mount D, Olang G, Vulule J, Slutsker L, Gimnig J Evaluation of long-lasting Insecticide-treated bed nets after 2 years of household use. Trop Med Int Health 10 (11): Maxwell CA, Msuya E, Sudi M, Njunwa KJ, Carneiro IA, Curtis CF Effect of community-wide use of insecticide-treated nets for 3 4 years on malarial morbidity in Tanzania. Trop Med Int Health 7(12): [MoH RI] Ministry of Health of Republik Indonesia Indonesian Health Profile Jakarta: MOH RI.

166 148 McCullagh P and Nelder JA Generalized Linear Models 2 nd ed. London: Chapman and Hall. N Guessan R, Darriet F, Doannio JM, Chandre F & Carnevale P Olyset Net efficacy against pyrethroid-resistant Anopheles gambiae and Culex quinquefasciatus after 3 years field use in Coˆ te d Ivoire. Med Vet Entomol 15, Phillips-Howard PA, Nahlen BL, Alaii JA, ter Kuile FO, Gimnig JE, Terlouw DJ, Kachur SP, Hightower AW, Lal AA, Schoute E. Oloo A, Hawley WA. 2003a. The Efficacy of permethrin-treated bed nets on child mortality and morbidity in Western Kenya I. Development of infrastructure and description of study site. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): 3-9. Phillips-Howard PA, Nahlen BL, Kolczak MS, Hightower AW, ter Kuile FO, Alaii JA, Gimnig JE, Arudo J, Vulule JM, Odhacha A, Kachur SP, Schoute E, Rosen DH, Sexton JD, Oloo AJ, Hawley WA, 2003b. Efficacy of permethrin-treated bed nets in the prevention of mortality in young children in an area of high perennial malaria transmission in western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): Sharma SK, Tyagi PK, Upadhyay AK, Haque MA, Mohanty SS, Raghavendra K, Dash AP. 2009a. Efficacy of permethrin treated long-lasting insecticidal nets on malaria transmission and observations on the perceived side effects, collateral benefits and human safety in a hyperendemic tribal area of Orissa, India. Acta Tropica 112: Sharma SK, Upadhyay AK, Haque MA, Tyagi PK, Mohanty SS, Raghavendra K, Dash AP. 2009b. Field Evaluation of Olyset Nets: A Long-Lasting Insecticidal Net Against Malaria Vectors Anopheles culicifacies and Anopheles fluviatilis in a Hyperendemic Tribal Area of Orissa, India. J Med Entomol 46(2): Tami A, Mubyazi G, Talbert A, Mshinda H, Duchon S, Lengeler C Evaluation of OlysetTM insecticide-treated nets distributed seven years previously in Tanzania. Malaria Journal 3(19):1-9. Vythilingam I, Pascua BP, Mahadevan S Assessment of A New Type of Permethrin Impregnated Mosquito Net. Journal of Bioscience 7(1): Teklehaimanot A., Sachs JD, Curtis C Malaria control needs mass distribution of insecticidal bednets. The Lancet 369: ter Kuile FO, Terlouw DJ, Kariuki SK, Phillips-Howard PA, Mirel LB, Hawley WA, Friedman JF, Shi YP, Kolczak MS, Lal AA, Vulule JM, Nahlen BL, 2003a. Impact of permethrin-treated bed nets on malaria, anemia, and growth in infants in an area of intense perennial malaria transmission in Western Kenya. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4):

167 149 ter Kuile FO, Terlouw DJ, Phillips-Howard PA, Hawley WA, Friedman JF, Kolczak MS, Kariuki SK, Shi YP, Kwena AM, Vulule JM, Nahlen BL, 2003b. Impact of permethrin-treated bed nets on malaria and all cause morbidity in young children in an area of intense perennial malaria transmission in Western Kenya: cross-sectional survei. Am J Trop Med Hyg 68 (Suppl 4): [WHOPES] World Health Organization Pesticides Evaluation Scheme Review of Olyset Net and Bifenthrin 10% WP. Report of the 5th WHOPES Working Group Meeting. WHO/CDS/WHOPES/

168 150

169 151 Lampiran 8 Paper publikasi III Effect of Heat Assisted Regeneration on Permethrin Treated Long Lasting Insecticidal Nets to Risk of Malaria in Children Under Five Years Old in Bangka District: A Case Control Study Etih Sudarnika 1, Mirnawati Sudarwanto 1, Asep Saefuddin 1, Umi Cahyaningsih 1, Upik Kesumawati Hadi 1, Rita Kusriastuti 2, Jodi Vanden Eng 3, Daowen Zhang 4, William A. Hawley 5 1 Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia; 2 Directorat of Zoonosis, General of Disease Control and Environment Health, Ministry of Health of Indonesia, Jakarta, Indonesia; 3 Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta, Georgia; 4 Departement of Statistics, North Carolina State University; 5 United Nations Children s Fund, Jakarta, Indonesia Correspondence mail to: etih@ipb.ac.id, etih23@yahoo.com. ph./fax.: ABSTRACT Permethrin treated long-lasting insecticide treated nets (LLINs) are one of LLINs approved by the WHO Pesticide Evaluation Scheme for the prevention of malaria and other vector-borne diseases. However several investigations showed that most permethrin in the LLIN remained within the net fibers where it was unavailable to contact and kill mosquitoes without heat-assisted regeneration as originally recommended by the manufacturer. The objective of this study was to determine the association between heat assisted regeneration treatment in permethrin treated LLIN and malaria risk for children under five years old in the field condition. The research was carried out for one year, since September 2007 to August 2008, in Bangka District, Bangka Belitung Province. This research was conducted using matched case control study 1:2. Sample size was 138 cases and 276 controls. Association between risk factors and malaria cases was analyzed using conditional logistic regression model continued by contrast examination between risk factors. Results showed that odds for malaria in group which were not used, not washed, not heated, and not routinely heated the LLIN was two time higher (OR=1.97; CI 95%: ) compared with group which routinely heated their LLIN. Covariate which was associated with risk of malaria in children under five years old was the wall material. Concrete was better than woodboard with OR=1.77 (CI 95%; ). Keywords: conditional logistic regression, heat assisted regeneration, matched case control study, Olyset, permethrin treated LLIN. INTRODUCTION Malaria was one of the public health problems in Indonesia, which still in high priority list due to relatively high on mortality rate especially in children under five years old and pregnant women. Referring to Malaria Endemicity Map, in 2007 there are estimated around 45% people or almost half of Indonesian population, live in high risk to malaria contagious location. Annual Malaria Incidence (AMI) in Indonesia in 2007 is in 1000 people with Case Fatality Rate (CFR) are 0.57%. Bangka Belitung

170 152 Province is one of the malaria endemic areas. AMI in 2007 is pointing in 29.3 in 1000 people. 1 Infants were fragile group to malaria diseases, in which will have much fatal effect, compare to adults. More than 1-3 million children in the world died caused by malaria every year. Malaria effect to older children is close to that adults have, but for children under five years old were much fatal. Children under five that have had malaria could suffer anemia which, in time delayed its psychomotor development and growing process. Infants also more fragile to cerebral malaria and causes death. 2,3,4 One way is minimizing the contact between human and mosquitoes as the malaria vector, with utilization of bed nets. Long Lasting Insecticidal Nets (LLINs) is an effective way in prevention malaria since it act as a physical barrier to mosquitoes, the insecticide has toxic effects on mosquitoes and many insecticides such as permethrin have exito-repellent properties that affect the behavior of mosquitoes by reducing the rate of entry into houses and increasing the rate of early exit from houses 5. LLINs is bed nets contains insecticide either incorporated into or coated around fibres which resists to multiple washes (al least 20) and whose biological activity for personal protection and/or vector control lasts as long as the life of the net itself (e.g. around 3 years for polyester nets, 5 years for polyethylene). There are two types of approved bed nets by WHO, namely Olyset (made from polyethylene with permethrin incorporated) and PermaNet (made from polyester, surface treatet with deltamethrin insectide) 6,7,8,9. Olyset already distributed in Indonesia by Ministry of Health of Indonesia and UNICEF since September Researches have been made to evaluate insecticidal bednets application, which in general stated the Permethrin treated LLINs are effective enough in order to prevent malaria compared to conventional bednets 10,11,12,13,14,15,16,17,18. On the other hand, several research is showing that Permethrin treated LLINs which recommended by WHO is decreasing its biological activity after 3 washing cycles 19,20. The manufacturers of Permethrin treated LLINs were used in Bangka, formerly recommended that nets be regenerated after washing by placing the nets in bags in the sun. However, it has been reported that these nets will regenerate spontaneously within 15 days under tropical conditions (30 0 C and 80% relative humidity) 21. Gimnig et al. had conducted laboratory test and concluded that Permethrin treated LLINs could be increasing its biological activity after heat regeneration at 60 0 C temperature in 4 hour duration, and its biological activity remain low if heat regeneration was in 30 0 C and 35 0 C. This research showing that spontaneously regeneration cannot be done at room temperature even at tropical area. After 20 washing cycles, Permethrin treated LLINs still contain >50% of its initial insecticide concentration 19. Not much information on heat assisted regeneration of Permethrin treated LLINs on field condition. Based on this situation, a case control study is needed to determine the association between heats assisted regeneration treatment in Permethrin treated LLINs and malaria risk for children under five years old in Bangka District.

171 153 RESEARCH METHODS This research is a part of supporting study to longitudinal study about The Protective Efficacy of Olyset Nets in Bangka District. Research conduction on cooperation between Faculty of Veterinary Medicine - Bogor Agricultural University, UNICEF, CDC Atlanta and Health Division Bangka District. Area of research is divided into two parts according to work area of Community Health Center, namely intervention area which doing the heat assisted regeneration on LLINs after washing and control area which not doing heat assisted regeneration on LLINs after washing. During the research period, socializations and extentions was also held for the people so that the community will be familiar with proper utilization of LLIN, realize the benefit, and utilization priority for children and pregnant woman. Socialization is conducted by District Health Service staffs, Health Center, Auxiliary Health Center, Village Delivery Post, volunteer and head of hamlets. For community in intervention area, additional information is given regarding heat assisted regeneration so that could be understand on application and effect of heat assisted regeneration treatment on LLINs after washing. This socialization is conducted continuously during the the period of study. Net use surveys were conducted every 3 month to evaluate community participation level in this research. Case control study is done in intervention area (which doing the heat assisted regeneration) that is health center working area of Sungai Liat, Sinar Baru, Petaling, Puding Besar and Gunung Muda. Study area Bangka District is located in island of Bangka-Indonesia with acreage of 295,068 Hectares, population of , population density is 80 people/km2 Bangka district climate is tropic with annual rainfall by 2007 is 18.5 to mm, lowest rainfall is in August. Temperature is between 26.2 C to 28.3 C. While humidity is varied between 71% to 88%; sunlight intensity is 18.0 to 66.1%; atmospheric pressure is to mb. Mining industry is one of prime sector for this district, due to mineral resources in relatively large reserves were found all over the island. There are many illegal minners in Bangka, which were pit digging in mining area, and left a large number of deserted large sized pit everywhere. This condition in turn is a potential breeding place for mosquitoes. Geographical condition of the island is mostly lowlands; 25% are swamp areas and 4% is hilly 22.

172 154 Study design Research design is based on nested matched case control study is a retrospective study in current longitudinal study 23. The study duration is 12 months from September 2007 to September 2008, located in Bangka District, Bangka Belitung Province. Matching is done to control confounding factors, in this case is living area and ages. Case is children under five years old which have malaria during the longitudinal study. Cases confirmed by laboratory examination, while the information about the cases was taken from laboratory log book in Health Center and Hospital. Control is children under five years old not having malaria during longitudinal study. Each case is matched with 2 controls (1:2). Controls are children under five years old who lives in same Health Center working area and nearly similar age of those in case. Sample values studied are 138 cases and 276 controls. Risk factors data are using, washing and heating of Permethrin treated LLINs. Heat assisted regeneration treatment is to put washed bed nets into a black plastic bag, then have it sun dried for 4-6 hours. Covariates data are sex, indoor residual spraying (IRS), presence of local tin mines near house, wall types, presence of ventilation nets, and utilization of mosquito prevention devices beside LLINs. For respondent cases were also asked about Plasmodium types data. Utilization behavior on LLINs with permethrin insecticide in this case control study is using hierarchical questions as in Figure 1 below. Have bed nets? If Yes Utilize bed nets? If Yes Wash bed nets? If Yes Routinely wash? Heating bed nets? If Yes Heating routinely? Figure 1 Hierarchical structured questions on bed nets utilization questionnaires. Statistical Analysis Data was analyzed using conditional logistic regression models continued by contrast examination between risk factors 24. Processing data is using SAS (Statistical Analysis Software v9.2, SAS Institute, Inc., Cary, NC, USA). Hypothetic for each risk factor were defined in tree diagram in Figure 2 below.

173 155 reason reason reason reason No Have bed nets? H0: OR=1 H1: OR 1 Yes No Have bed nets? H0: OR=1 H1: OR 1 Yes No Wash bed nets? H0: OR=1 H1: OR 1 Yes No Yes No Heating bed nets? H0: OR=1 H1: OR 1 Yes Heating routinely? H0: OR=1 H1: OR 1 Wash routinely? Figure 2 Tree diagram questionnaire and hypothetical flow. RESULT Respondent Distribution Distribution of utilization, washing and regenerating of Permethrin treated LLINs in cases respondent group and controls shown in Table 1. Table 1 Utilization, washing and heating of permethrin treated LLINs Variables Have Permethrin treated LLINs Cases (n=138) Controls (n=276) n % n % Yes % % No % % Utilizing Permethrin treated LLINs while sleeping Washing Permethrin treated LLINs Washing Permethrin treated LLINs regularly Yes % % No % % Yes % % No % % Yes % % No % % Heating Permethrin treated LLINs after washing Heating Permethrin treated LLINs regularly Yes % % No % % Yes % % No % % Table 1 shows that percentage value of respondent having, utilizing and washing Permethrin treated LLINs bednets are almost the same for cases group and controls group. Difference in heating bednets variable are shows that controls group has a higher percentage than cases group.

174 156 Information on sex type, house and environment, utilization on mosquito protection device other than bed nets on Case and Control respondent are shown in Table 2. Table 2 Information on house, environment, mosquito protection device on respondent Covariate Cases (n=138) Controls (n=276) n % n % Sex type Female Male Public Health Center Area Sungai Liat Sinar Baru Bakam Petaling Puding Besar Gunung Muda IRS Yes No Utilization of coils Yes No Utilization of aerosol Yes No Utilization of electric Yes No Presence of tin mines / ex-mines Yes No Presence of ventilation nets Yes No Wall material Concrete Wood board Others In Table 2 shown that for variance utilization of coils, utilization of aerosol, utilization of electric, presence of tin mines around the house and presence of house ventilation nets were having almost equal distribution percentage for case group and control group. From given data shows that mostly respondent utilizing coils were not having any tin mines / ex-mines in their surrounding and house ventilations were not using nets.

175 157 Differences is present in IRS intervention, that is on control group respondent houses were applying IRS in the last one-year were higher compared to case group. Also for the wall material, that is percentage of houses using concrete wall were higher on control group compared to case group. Table 3, shows that Plasmodium which infected children under five years old. From table, describing that most of patients were infected by Plasmodium vivax. Tabel 3 Plasmodium Types Plasmodium Types Amount Percentage Plasmodium vivax % Plasmodium falciparum % Mix 0 0% Total % Venn diagram defines frequency of respondent that utilize, wash and heating permethrin treated LLINs on Case and Control group on Figure 2, whilst analysis result using conditional logistic regression models were in Table 4 and Table 5. (a) (b) Legend: A = Not having / Not using, B = Not washing, C, D, E, F = Washing, D = Washing regularly, E = Not regularly heating, F = Regularly heating Figure 3 Venn diagram on frequency of permethrin treated LLINs utilizing behavior of respondents; (a) case group (b) control group In Venn diagram in Figure 3 is showing respondent percentage that heating permethrin treated LLINs are 34/56 (61%) in case group and 95/131 (73%) in control group. While respondent that regularly heating permethrin treated LLINs is 23/56 (41%) in case group and 77/131 (59%) in control group.

PEMBAHASAN UMUM. surveilans aktif longitudinal dengan interval setiap dua minggu. Terdapat penurunan tingkat

PEMBAHASAN UMUM. surveilans aktif longitudinal dengan interval setiap dua minggu. Terdapat penurunan tingkat PEMBAHASAN UMUM Kelambu berinsektisida tahan lama (long-lasting insecticidal nets/llins) yang berinsektisida permetrin dan terbuat dari bahan polietilen yang diteliti ini merupakan LLIN pertama yang disetujui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya sangat luas di dunia. Menurut laporan tahunan WHO, diperkirakan 3,3 miliar penduduk dunia berisiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan dalam bidang kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria umumnya menyerang daerah tropis (Cina daerah Mekong, Srilangka, India, Indonesia, Filipina) dan subtropis (Korea Selatan, Mediternia Timur, Turki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kejadian kematian ke dua (16%) di kawasan Asia (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kejadian kematian ke dua (16%) di kawasan Asia (WHO, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Malaria masih menjadi salah satu penyebab kematian di dunia. Menurut laporan WHO, kejadian malaria di dunia telah mengalami penurunan. Sebanyak 57 negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang dominan di daerah tropis dan sub tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 penduduk dunia menderita malaria dan lebih dari

Lebih terperinci

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Malaria Sudah diketahui sejak jaman Yunani Kutukan dewa wabah disekitar Roma Daerah rawa berbau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Parasit Genus Plasmodium terdiri dari 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data) Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 4, Desember 2013 Hal : 175-180 Penulis : 1. Junus Widjaja 2. Hayani Anastasia 3. Samarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria masih menjadi masalah kesehatan di daerah tropis dan sub tropis terutama Asia dan Afrika dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Patel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue atau disingkat DBD merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus DBD di dunia pada tahun 2010

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria masih mendominasi masalah kesehatan di masyarakat dunia, menurut laporan WHO tahun 2009 ada 109 negara endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit Malaria merupakan infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies Plasmodium penyebab malaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa dari genus Plasmodium. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk mendapatkan sumber daya tersebut, pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ sub-tropis, negara berkembang maupun negara maju. Pada tahun 2012, diperkirakan ada 207 juta kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau invertebrata lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang mengancam jiwa dan banyak menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta penduduk di dunia terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Malaria Key facts Malaria adalah penyakit yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Setiap 30 detik seorang anak meninggal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian Kabupaten Intan Jaya, adalah kabupaten yang baru berdiri pada tahun 2009, dan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten sebelumnya

Lebih terperinci

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date Project Status Report Presenter Name Presentation Date EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Epidemiologi Malaria Pengertian:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Masa balita merupakan usia penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini, anak masih rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi menjadi 109 genus

Lebih terperinci

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANA RARA KECAMATAN LOLI KABUPATEN SUMBA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit parasit tropis yang penting didunia dan masih merupakan masalah utama didunia. Malaria adalah penyebab kematian nomor 4 di dunia setelah infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakannya serta menjadikannya

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, I. PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, hidup di wilayah endemis malaria dengan sekitar 250 juta orang terinfeksi malaria untuk tiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala umumnya muncul 10 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plasmodium merupakan penyebab infeksi malaria yang ditemukan oleh Alphonse Laveran dan perantara malaria yaitu nyamuk Anopheles yang ditemukan oleh Ross (Widoyono, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah klien serta semakin luas penyebarannya.

Lebih terperinci

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014 872 Artikel Penelitian Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014 Hans Everald 1, Nurhayati 2, Elizabeth Bahar 3 Abstrak Pengobatan malaria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi parasit yaitu Plasmodium yang menyerang eritrosit.malaria dapat berlangsung akut maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian

Lebih terperinci

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012 Gambaran Infeksi di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012 Nugraheni Maraelenisa Letelay 1, Ellya Rosa Delima 2 1. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara

Lebih terperinci

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya sampai saat ini masih tetap menjadi salah satu penyakit menular yang berisiko menyebabkan tingginya angka kesakitan serta masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan timbulnya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk dan sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan (membunuh) lebih dari satu juta manusia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di berbagai negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World Malaria Report 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit campak merupakan penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang World Malaria Report (2011) menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah kasus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria menjadi salah satu perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar 350-500 juta orang terinfeksi dan lebih dari satu juta kematian setiap tahun, terutama di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria tersebar hampir di seluruh dunia yaitu antara garis 60 lintang utara dan 40 lintang selatan, meliputi

Lebih terperinci

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di negara berkembang maupun di negara yang sudah maju di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria menjadi salah satu perhatian

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL Malaria : penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang hidup & berkembang biak dalam sel darah manusia Ditularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus. BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk keperedaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang serius dan fatal yang disebabkan oleh parasit protozoa genus plasmodium yang ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT,

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT, PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT, BAHAN ANTI NYAMUK DAN KEBIASAAN KELUAR RUMAH MALAM HARI TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI DESA LOBU DAN LOBU II KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak

Lebih terperinci

Keywords: Characteristics, Malaria Parasites Positive, RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Keywords: Characteristics, Malaria Parasites Positive, RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DENGAN PARASIT POSITIF YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. M. YUNUS KOTA BENGKULU TAHUN 2012 Dwi Putri 1, Sori Muda 2, Hiswani 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I., 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi. Malaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIAK KOTA PAPUA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIAK KOTA PAPUA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIAK KOTA PAPUA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2011 Angga Cesar Batubara, 2013. Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS WOLAANG KECAMATAN LANGOWAN TIMUR MINAHASA Trifena Manaroinsong*, Woodford B. S Joseph*,Dina V Rombot** *Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA

PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA TEMA : BEBAS MALARIA INVESTASI BANGSA SUKADANA, 25 APRIL 211 PROGRAM INTENSIFIKASI MALARIA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KAYONG UTARA A. LATAR BELAKANG Malaria merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah salah satu penyakit menular paling umum dan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Malaria disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium, yang ditularkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013 Artikel Article : Hubungan Antara Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Pencegahan Dengan Kejadian Malaria Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Kema Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2013 : The Relation Between

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari tiga dasawarsa, derajat kesehatan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan angka kematian bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium. Parasit ini hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara tropis maupun subtropis. Penyakit ini dapat menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Penyakit

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PENYAKIT MALARIA SERTA PEMERIKSAAN SAMPEL DARAH MASYARAKAT PERUMAHAN ADAT DI KECAMATAN KOTA WAIKABUBAK KABUPATEN SUMBA BARAT - NTT SKRIPSI Oleh Thimotius

Lebih terperinci

DEFINISI KASUS MALARIA

DEFINISI KASUS MALARIA DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.

Lebih terperinci

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Insidensi DBD di seluruh dunia telah meningkat tajam dalam beberapa dekade terakhir. Lebih dari 2,5 miliar orang atau 40% penduduk dunia beresiko untuk terkena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Di daerah endemis, puncak kejadian leptospirosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang penting dalam ilmu kedokteran karena lebih dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang meninggal

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik BAB I Pendahuluan A. latar belakang Di indonesia yang memiliki iklim tropis memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik dan dapat berfungsi sebagai vektor penyebar penyakitpenyakit seperti malaria,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012 ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012 Janice Surjana, 2014 Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg.,skm. Pembimbing II : Budi Widyarto Lana,

Lebih terperinci

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Frisca Kalangie* Dina V. Rombot**, Paul A. T. Kawatu* * Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2010-2014 difokuskan pada delapan fokus prioritas, salah satunya adalah pengendalian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci