BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II KERANGKA TEORETIS. Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat. Analisis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Terry (2006), manajemen adalah sebuah proses yang melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pengetahuan kepada anak didik (Maksum, 2016). pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

Riset Per iila il k O u rgan isas

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan guna menunjang setiap aktivitas organisasi. Sumber daya manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

Bisma, Vol 1, No. 4, Agustus 2016 KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT SIME INDO AGRO DI SANGGAU

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67) dapat diartikan sebagai identifikasi,

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan salah satu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang disebut Teori Dua Faktor atau Two Factor Theory yang terdiri atas: faktor hygiene, yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. mengoreksi apakah sebelumnya ada peneliti yang pernah menulis

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang dapat diandalkan. SDM memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sangat memerlukan adanya sistem manajemen yang efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Ruky (2001) menyebutkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki peran yang menempatkannya pada posisi dimana ia harus bersikap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 Landasan Teori

Konsep Konsep Motivasi BAHAN AJAR 7

BAB II URAIAN TEORITIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja menurut Martoyo (2004:132) adalah keadaan emosional karyawan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover

BAB I PENDAHULUAN. apabila ditunjang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. serta biaya baru dalam merekrut karyawan baru.

BAB I PENDAHULUAN. era globalisasi yang penuh persaingan. Ritel adalah salah satu cara pemasaran

Pokok Bahasan : Motivasi Sub Pokok Bahasan : Pengertian, Teori Motivasi,Bentuk Motivasi, Jenis Motivasi, Tantangan dan Alat2 Motivasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi

Judul : Pengaruh Konflik Interpersonal dan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Karyawan PT POS Indonesia (Persero) Pusat Denpasar.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

pengaruh variabel bebas (X1, dan X2) adalah besar terhadap adalah kecil terhadap variabel terikat (Y). BAB II URAIAN TEORITIS

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. tidak berdampak pada perpindahan karyawan ( Employee movement ) salah

BAB II LANDASAN TEORI. perilaku seseorang untuk berbuat. Sedangkan motif dapat dikatakan suatu driving force yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini pengelolaan sumber daya manusia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam memberikan kontribusi ke arah pencapaian tujuan perusahaan

BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESA

BAB II LANDASAN TEORI. aktivitas adalah adanya lingkungan kerja yang kondusif. Faktor ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan atau organisasi berusaha meningkatkan serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg mengusulkan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab mempunyai pengaruh

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan faktor dominan dalam penentuan jalannya

II. TINJAUAN PUSTAKA. agara diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Fungsi MSDM. dikelompokkan atas tiga fungsi, yaitu (Husein, 2002) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawannya untuk melakukan jenis-jenis perilaku tertentu. Perilaku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir abad ke-20 sampai awal abad ke-21 ini, sudah tidak asing lagi kita

BAB 2 LANDASAN TEORI

MOTIVASI. Kemampuan manajer dalam memotivasi, mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan bawahan sangat menentukan efektifitas manajer.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai upaya untuk mengidentifikasi sebab-sebab pengunduran diri karyawan.

BAB I PENDAHULUAN. individunya saling menunjang sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. tersebutlah yang membuat para pengusaha sadar akan nilai investasi karyawan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN TEORI. untuk melakukan atau bertindak sesuatu. Keberadaan pegawai tentunya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI. adalah rendahnya tingkat kepuasan kerja (job satisfaction) atau adanya rasa

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR Pengertian Kepemimpinan Entrepreneurial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, koperasi juga merupakan wadah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. Sumber daya yang paling penting

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Literatur. Robbins (2009). Teori Herzberg (1966) dalam Kanungo (1979) membedakan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Tujuan Motivasi. proses sebagai langkah awal seseorang melakukan tindakan akibat

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori motivasi Vroom (1964) Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen: 1. Ekspetasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas, 2. Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas mendapatkan outcome tertentu), 3. Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan positif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan. Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan (Kreitner dan Kinicki, 2005). 2.1.2. Teori motivasi Herzberg Teori motivasi Herzberg (1966), teori ini fokus kepada dua macam penghargaan yaitu yang terkait dengan kepuasan kerja (job satisfaction) dan yang terkait dengan ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction). Faktor-faktor yang terkait dengan kepuasan kerja disebut dengan motivator sedangkan yang terkait dengan ketidakpuasan kerja disebut dengan hygiene factors. Hygiene factors terkait dengan konteks dari suatu pekerjaan atau faktor lingkungan. Contohnya adalah keamanan kerja, gaji, kebijakan dan administrasi perusahaan, situasi kerja, dan hubungan antar karyawan dalam perusahaan. Hygiene merupakan faktor ekstrinsik karena terkait dengan perasaan negatif individu terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja mereka. Menurut Herzberg, individu tidak akan mengalami ketidakpuasan kerja apabila

mereka tidak memiliki keluhan terhadap hygiene factors tersebut (Kreitner dan Kinicki, 2005). 2.1.3. Teori motivasi Abraham Maslow Teori ini menyatakan bahwa terdapat 5 hirarki kebutuhan yang dimiliki oleh manusia yang menciptakan motivasi terhadap individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Maslow menyusun kebutuhan manusia kedalam bentuk hirarki dari tingkatan yang paling mendasar hingga ketingkatan tertinggi. Setelah seseorang memenuhi kebutuhan pada tingkatan paling dasar, maka kebutuhan di tingkatan berikutnya akan menjadi semakin penting, sehingga mampu mengarahkan perilaku seseorang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Teori ini juga menyatakan bahwa setelah terpuaskan, maka kebutuhan tersebut tidak lagi menjadi motivator (Kreitner dan Kinicki, 2005). Berikut adalah susunan hirarki kebutuhan menurut Teori Maslow: 1. Kebutuhan fisiologis Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makanan, minum, perumahan, oksigen, tidur, dan sebagaianya. 2. Kebutuhan rasa aman Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaanya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja. 3. Kebutuhan sosial Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan

akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, reaksi bersama dan sebagaianya. 4. Kebutuhan penghargaan Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang. 5. Kebutuhan aktualisasi diri Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya. 2.2. Landasan Konseptual 2.2.1. Turnover Intention Turnover intention merupakan keinginan dari seorang karyawan untuk berpindah dari organisasi satu ke organisasi lainnya (Nelwan, 2008). Turnover dapat berakibat fatal bagi organisasi karena mengalami kekurangan tenaga ahli pada pasar tenaga kerja dan menyebabkan biaya pendidikan yang tinggi bagi karyawan pemula (Igbaria dan Greenhaus, 1992). 2.2.2. Dimensi turnover intention Dimensi turnover intention menurut Novliadi (2007) adalah: 1) Usia Tingkat turnover yang cenderung lebih tinggi pada karyawan berusia muda disebabkan karena mereka memiliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan atau organisasi kerja serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui cara coba-coba tersebut.

2) Lama Kerja Semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnover-nya. Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat. Interaksi dengan usia dan kurangnya sosialisasi awal merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan turnover tersebut. 3) Keterikatan terhadap perusahaan Pekerja yang mempunyai rasa keterikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan, dan arti hidup serta gambaran diri positif. Akibatnya secara langsung adalah menurunnya dorongan diri untuk berpindah pekerjaan dari perusahaan. 2.2.3. Stres Kerja Stres adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints) atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting (Robbins, 2006). Secara lebih khusus, stres terkait dengan kendala dan tuntutan. Kendala adalah kekuatan yang mencegah individu dari melakukan apa yang sangat diinginkan sedangkan tuntutan adalah hilangnya sesuatu yang sangat diinginkan (Robbins, 2006). Stres dapat didefinisikan sebagai suatu respon yang dibawa oleh berbagai peristiwa eksternal dan dapat berbentuk pengalaman positif atau pengalaman negatif (Selye, 1976 dalam Jagaratnam dan Buchanan, 2004: 238). Stres yang dikondisikan sebagai sesuatu yang negatif disebut dengan distress, sedangkan stres yang memberikan dampak positif disebut eustress (Murtiningrum, 2006). Stres dipandang positif karena dengan adanya stres seorang karyawan bisa bekerja dengan lebih baik demi mencapai apa yang diinginkannya, misalnya seorang karyawan yang ingin naik jabatan menjadi manajer, maka ia akan dihadapkan pada beban pekerjaan yang memiliki tingkat stres yang lebih tinggi. Apabila seorang karyawan memandang stres dari sisi

negatif akan menimbulkan dampak yang negatif pula. Stres dapat memiliki dampak yang sangat negatif pada perilaku organisasi dan kesehatan seorang individu. Stres berhubungan secara positif dengan ketidakhadiran, berhentinya karyawan, penyakit jantung koroner, dan infeksi yang disebabkan oleh virus (Frayne & Geringer, 1992 dalam Kreitner & Kinicki, 2005). Schuler dan Jackson (1996) mengemukakan bahwa terdapat empat S penyebab umum stres bagi banyak pekerja adalah Supervisor (atasan), Salary (gaji), Security (keamanan) dan Safety (keselamatan). Aturan-aturan kerja yang sempit, dan tekanan-tekanan yang tiada henti untuk mencapai jumlah produksi yang lebih tinggi adalah penyebab utama stres. Gaji dapat menjadi penyebab stres bila dianggap tidak diberikan secara adil. Para pekerja juga dapat mengalami stres ketika merasa tidak pasti dalam hubungan dengan keamanan pekerjaan. Bagi banyak pekerja, rendahnya keamanan kerja dapat menimbulkan stres, ketakutan akan kecelakaan di tempat kerja dan cedera-cedera. 2.2.4. Dimensi stres kerja Rahim (2012) menyebutkan, stres kerja secara konseptual terdiri dari lima dimensi yaitu: 1. Physical Environment Lingkungan tempat bekerja yang tidak mendukung terselenggaranya proses bekerja yang baik. 2. Role- Conflict Mengindikasikan suatu tingkatan dimana individu mengalami ketidaksesuaian antara permintaan dan komitmen dari suatu peran. 3. Role Ambiguity Mengindikasikan suatu tingkatan dimana kriteria prioritas, harapan, dan evaluasi tidak disampaikan secara jelas kepada pegawai.

4. Role Overload Mengindikasikan suatu tingkatan dimana permintaan kerja melebihi kemampuan pegawai dan sumber daya lainnya, serta suatu keadaan dimana pegawai tidak mampu menyelesaikan beban kerja yang direncanakan. 5. Role Insufficiency Mengindikasikan suatu kondisi dimana pendidikan, training, keterampilan, dan pengalaman pegawai yang tidak sesuai dengan job requirements. 2.2.5. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai macam sikap (attitude) yang dimiliki seorang pegawai (Church, 1992). Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan semakin tinggi tingkat niat untuk bertahan dalam perusahaan (Arnold dan Feldman, 1982). Karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik (Noe et al., 2008). 2.2.6. Dimensi kepuasan kerja Gilmer (1966) dalam bukunya As ad (2004: 114) dimensi kepuasan kerja sebagai berikut : 1) Kesempatan untuk maju Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh kesempatan peningkatan pengalaman dan kemampuan kerja selama bekerja. 2) Keamanan kerja Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan kerja karyawan selama bekerja.

3) Penghasilan Penghasilan lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang yang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang di perolehnya. 4) Manajemen kerja Manajemen kerja yang baik adalah yang memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, sehingga karyawan dapat bekerja dengan nyaman. 5) Kondisi kerja Dalam hal ini adalah tempat kerja, ventilasi, penyinaran, dan tempat parkir terpenuhi. 6) Pengawasan (Supervisi) Bagi Karyawan, Supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turnover. 7) Faktor intrinsik dari pekerjaan Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan. 8) Komunikasi Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pimpinan banyak dipakai untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak pimpinan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan kepuasan kerja. 9) Aspek sosial dalam pekerjaan Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja. 10) Fasilitas Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

2.3. Hipotesis Penelitian 2.3.1. Pengaruh langsung stres kerja terhadap turnover intention Hermitha (2011), mengidentifikasi 5 jenis konsekuensi dampak stres yang potensial, Salah satunya berdampak jelas pada organisasi adalah Keabsenan, pergantian karyawan (turnover) yang tinggi, rendahnya produktivitas, keterasingan dari rekan sekerja, ketidakpuasan kerja, menurunnya keterikatan dan kesetiaan terhadap organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Klassen (2011) mengemukakan bahwa stres kerja berpengaruh positif terhadap keinginan karyawan untuk keluar, karyawan yang mengalami stres kerja yang berlebihan berimplikasi terhadap turnover intention. Layne et al. (2010), menyatakan terdapat hubungan positif antara stres kerja dengan turnover intention, semakin tinggi tingkat stres yang dialami oleh karyawan akan cenderung meningkatkan keinginan mereka untuk keluar dari organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Mitchell et al. (2014), mengemukakan stres kerja merupakan penyebab utama terjadinya turnover intention bagi karyawan. H 1 : Stres Kerja berpengaruh langsung secara positif terhadap turnover intention agen AJB Bumiputera 1912 Cabang Renon Denpasar. 2.3.2. Pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja Beberapa studi yang dilakukan oleh peneliti yang mengkaji hubungan antara stres dan kepuasan kerja. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seseorang. Sedangkan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Keduanya saling berhubungan seperti yang dikemukakan Robbins (2006), bahwa salah satu dampak stres secara psikologis dapat menurunkan kepuasan kerja karyawan. Robbins (2006) juga berpendapat stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang dikaitkan dengan pekerjaan

menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memang itulah efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stres itu. Kakkos et al. (2010), menemukan keterkaitan antara stres kerja dengan kepuasan kerja, bahwa stres kerja memiliki hubungan yang signifikan negatif dengan kepuasan kerja, dimana tingkat stres yang tinggi menyebabkan kinerja yang merosot secara drastis. H 2 : Stres Kerja berpengaruh secara negatif terhadap kepuasan kerja agen AJB Bumiputera 1912 Cabang Renon Denpasar. 2.3.3. Pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention. Menurut Robbins (2006) dalam bukunya Perilaku Organisasi, dampak kepuasan kerja pada kinerja karyawan meliputi beberapa hal, diantaranya terhadap produktivitas, keabsenan, dan pengunduran diri. Disebutkan pula bahwa kepuasan juga berkorelasi negatif dengan pengunduran diri, namun hubungan tersebut lebih kuat dari apa yang kita temukan untuk keabsenan. Faktor-faktor lain seperti kondisi bursa kerja, harapan-harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan panjangnya masa kerja pada organisasi tertentu merupakan rintangan-rintangan penting bagi keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan seseorang saat ini. Untuk itu banyak perusahaan berupaya keras untuk mempertahankan karyawannya terutama yang berkinerja tinggi bagi mereka, seperti kenaikan upah, pujian, pengakuan, peningkatan peluang promosi, dan seterusnya. Sedangkan sedikit upaya ditempuh organisasi untuk mempertahankan karyawan yang berkinerja buruk. Bahkan mungkin terdapat sedikit tekanan untuk mendorong mereka agar mengundurkan diri. Handoko (2001), menyebutkan bahwa meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor pengaruh lainnya, kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan dan absensi. Foon et al. (2010), menyatakan hubungan negatif antara kepuasan kerja dengan intensi keluar karyawan,

semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan karyawan, semakin rendah keinginan untuk keluar dari organisasi. H 3 : Kepuasan kerja berpengaruh secara negatif terhadap turnover intention AJB Bumiputera 1912 Cabang Renon Denpasar. Berdasarkan tinjauan teoritis dan temuan hasil penelitian yang relevan terkait dengan obyek yang diteliti semua unsurnya saling berhubungan satu dengan yang lainnya dan saling melengkapi. Maka kerangka berfikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka berpikir penelitian Kepuasan Kerja (X2) H 2 H 3 Stres Kerja (X1) H 1 Turnover Intention Sumber : H1 H2 H3 :: Hermitha (2011), Klassen (2011), Layne et al. (2010), Miitchel et al.(2014) :: Robbins (2003), Kakkos et al. (2010) :: Robbins (2003), Handoko (2001), Foon et al. (2010)