BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi sistem penganggaran telah berjalan sejak disahkan paket. undang-undang keuangan negara yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 17

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan daerah adalah seluruh kegiatan yang meliputi

BAB 5 KONKLUSI DAN REKOMENDASI. Keberhasilan pengelolaan anggaran pemerintah daerah dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya. rangka bentuk tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. disahkan untuk periode satu tahun merupakan bentuk investasi pemerintah dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB 1 INTRODUKSI. Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Standar Belanja (ASB) sudah diperkenalkan pertama kali kepada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian. Sebagai alat perencanaan mengindikasikan target yang harus

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan di Indonesia sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sektor publik merupakan alat ( instrument) akuntabilitas atas

BAB I PENDAHULUAN. konteks penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan. penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2015 merupakan tahun pertama implementasi akuntansi berbasis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan daerah yang diawali dengan bergulirnya UU Nomor

BAB I PENDAHULUAN. awalnya hanya didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 23.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memasuki era otonomi daerah lebih mendasar daripada berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

SAMBUTAN PENYERAHAN LAPORAN HASIL EVALUASI AKUNTABILITAS KINERJA PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA WILAYAH II

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 menjadi tonggak sejarah dalam pengelolaan Keuangan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

PENDAHULUAN. Indonesia sejak orde lama sampai sekarang telah menerapkan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan ini merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung mencerminkan arah

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB 1 PENDAHULUAN. akuntabilitas adalah transparansi (UNDP, 2008). Hal ini sejalan dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

PENDAHULUAN. menyusun rencana keuangan tahunan yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah berjalan sejak tahun 1999-an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Bab 1. Pendahuluan. baik. Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia sampai dengan saat ini telah memasuki tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. buruk terhadap kinerja suatu Pemerintah Daerah (Pemda).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kesatuan yang utuh (Mahmudi, 2011). Menurut Mardiasmo (2009), keilmuan jika memenuhi tiga karakteristik dasar, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan. Negara merupakan salah satu undang-undang yang dibentuk dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sistem penganggaran telah berjalan sejak disahkan paket undang-undang keuangan negara yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun 2004, dan UU Nomor 15 Tahun 2004. Aspek utama dari reformasi anggaran yaitu perubahan tata pengelolaan keuangan dari pendekatan anggaran tradisional (line-item budgeting) menjadi anggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting). Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 disebutkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja harus dilaksanakan dengan memanfaatkan sebaik mungkin dana yang tersedia. Hal tersebut dimaksudkan untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006, asas umum pengelolaan keuangan daerah yaitu keuangan daerah dikelola secara tertib, taat peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Kemanfaatan untuk masyarakat tersebut mengandung arti bahwa keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Halim (2008, hal.5) menjelaskan bahwa kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan anggaran daerah harus lebih menerapkan konsep value for money atau konsep 3E 1

2 (Ekonomis, Efisien, dan Efektif). Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk selalu menerapkan prinsip 3E tersebut dalam mencari, memanfaatkan, maupun menggunakan dananya. Ritonga (2010, hal. 24) juga menjelaskan bahwa anggaran berbasis kinerja sangat menekankan konsep value for money yaitu ekonomis, efisien, dan efektif. Dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pengeluaran pemerintah yang mendukung tercapainya tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat tercermin dalam belanja modal. Belanja modal mempunyai hubungan langsung sebagai penggerak sektor riil perekonomian. Halim (2014, hal. 95) menjelaskan bahwa stimulus yang sangat diharapkan dapat membantu pertumbuhan perekonomian ialah belanja barang dan belanja modal pemerintah. Pelaksanaan belanja modal tersebut untuk peningkatan pelayanan publik oleh pemerintah, yaitu dalam bentuk kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, air bersih, transportasi, dan infrastruktur. Halim (2014, hal. 97) menjelaskan bahwa penilaian keberhasilan pelaksanaan anggaran dapat dilakukan dengan menilai pada tingkat penyerapan anggarannya. Penilaian yang dimaksud yaitu membandingkan antara realisasi anggaran dan total anggarannya pada akhir tahun di sebuah entitas. Pelaksanaan anggaran yang ideal dapat ditandai dengan penyerapan anggaran yang tinggi disertai dengan output dan outcome yang optimal. Dalam anggaran berbasis kinerja, penyerapan anggaran sebenarnya bukan merupakan tolok ukur penilaian suatu kegiatan. Namun, penyerapan anggaran belanja masih menjadi fokus pemerintah dalam pelaksanaan

3 APBD. Belanja pemerintah merupakan faktor pendorong utama pertumbuhan perekonomian. Keberhasilan pelaksanaan anggaran memerlukan adanya sebuah pengawasan seperti yang telah diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014. Salah satu bentuk pengawasan keuangan daerah meliputi evaluasi atas pelaksanaan APBD termasuk penyerapannya oleh inspektorat kabupaten/kota. Bahkan, untuk mempercepat penyerapan anggaran dan evaluasi pengawasan realisasi anggaran, pemerintah membentuk Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 20 Tahun 2015. Pembentukan TEPRA merupakan kelanjutan pembentukan Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) yang telah berhasil mengawal penyerapan APBD sejak tahun 2012. Dalam website metrotv.com disebutkan bahwa percepatan penyerapan anggaran masih menjadi fokus pemerintah untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, TEPRA diharapkan dapat menjadi alat guna mempercepat penyerapan anggaran, memastikan APBD tepat sasaran sesuai dengan perencanaan, dan dapat meminimalisir masalah dan hambatan dalam penyerapan anggaran (Ali, 2015). Peran pemerintah daerah ialah mengoptimalkan pengelolaan anggaran daerah agar dapat memberikan manfaat kesejahteraan masyarakat seperti yang telah diamanatkan dalam PP Nomor 58 Tahun 2005. Hal tersebut dapat terlaksana jika pengelolaannya dilakukan secara ekonomis, efektif, dan efisien. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya masih banyak hal yang diharapkan masyarakat terhadap pemerintah untuk peningkatan

4 kesejahteraan belum dapat terpenuhi. Badrudin (2015) menyatakan bahwa sisa realisasi anggaran belanja modal APBD pada tahun anggaran 2015 seluruh kabupaten/kota di Indonesia diperkirakan sebesar 15% sehingga besarnya nilai belanja yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik menjadi belum optimal dalam capaiannya. Permasalahan penyerapan anggaran yang kurang optimal tersebut terjadi karena penyerapan yang selalu rendah pada awal tahun dan akhirnya akan menumpuk pada akhir tahun. Padahal, peraturan daerah tentang APBD telah disahkan sejak akhir Desember tahun sebelumnya sehingga program dan kegiatan seharusnya dapat segera dilaksanakan sejak awal tahun. Kondisi penyerapan anggaran di Indonesia tersebut diistilahkan oleh Bank Dunia yaitu lambat pada awal sampai tengah tahun anggaran namun meningkat tajam memasuki akhir tahun (slow back-loaded) (BPKP, 2011). Lambatnya penyerapan anggaran juga dialami oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul. Gambar di bawah ini menunjukkan persentase realisasi anggaran tahun 2012 sampai dengan triwulan ketiga tahun 2015. 2015 2014 2013 2012 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% 120,00% Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Sumber data: DPPKAD Pemkab Bantul TA 2012 s.d. 2015 (data diolah) Gambar 1.1 Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Kabupaten Bantul Gambar 1.1 di atas menunjukkan realisasi anggaran belanja tahun 2012 sampai dengan triwulan ketiga tahun 2015. Rata-rata realisasi

5 anggaran belanja sampai dengan triwulan ketiga selama empat tahun tersebut yaitu sebesar 58,17%. Hal tersebut berarti anggaran belanja yang akan dicairkan pada triwulan keempat yaitu sebesar 41,83% dari total anggaran belanja jika diasumsikan dapat terserap 100%. Jika rata-rata penyerapan anggaran per bulan sebesar 8,3% sebagai proporsional persentase penyerapan anggaran, kondisi penyerapan anggaran pada triwulan keempat dapat dikatakan akan terjadi penumpukan penyerapan anggaran pada akhir tahun. Penyerapan anggaran yang tidak dapat mencapai target yang seharusnya menunjukkan telah terjadi inefisiensi pengalokasian anggaran dan mengakibatkan hilangnya manfaat belanja yang seharusnya diterima masyarakat (Halim, 2014, hal. 96). Hal tersebut menjadi bertentangan dengan prinsip 3E, asas kemanfaatan untuk masyarakat, dan fungsi-fungsi APBD. Hal serupa masih terjadi berulang pada akhir tahun anggaran 2015. Dalam hal evaluasi penyerapan anggaran tahun 2015 dapat menggunakan dasar ketentuan dalam peraturan perundangan yaitu Permendagri Nomor 37 Tahun 2014. Pada salah satu ketentuannya disebutkan bahwa pemerintah daerah harus memprioritaskan alokasi belanja modal pada APBD 2015 untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana terkait peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Realisasi anggaran belanja modal harus mampu mencapai 100% yang menandakan telah terjadi peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana (Badrudin, 2015).

6 Berdasarkan laporan realisasi anggaran Pemkab Bantul tahun 2015, realisasi anggaran belanja modal pada triwulan ketiga sebesar 52,38%. Hal tersebut menandakan akan terjadi penumpukan penyerapan anggaran belanja modal pada akhir tahun. Sebagai contoh, persentase penyerapan anggaran belanja modal dari total anggaran belanja modal Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sampai dengan akhir Oktober 2015 yaitu pada Dinas Pendidikan Dasar Pemkab Bantul sebagai penyedia layanan pendidikan mencapai 27,86% dan RSUD Panembahan Senopati Pemkab Bantul sebagai penyedia layanan kesehatan mencapai 21,44%. Capaian tersebut jauh mendekati 100%, sedangkan waktu yang tersisa untuk mencapai target penyerapan hanya tinggal dua bulan. Hal tersebut menunjukkan kualitas belanja modal dalam pemenuhan manfaatnya untuk mencapai tujuan pembangunan perekonomian demi kesejahteraan masyarakat belum optimal. Lambatnya realisasi belanja modal masih menjadi persoalan klasik yang berulang setiap tahun. Padahal dari sisi teori, belanja modal menjadi representasi utama belanja yang berkualitas dalam menciptakan dampak investasi dan pembangunan secara nasional (Haryanto, 2015). Terdapat beberapa penelitian mengenai fenomena keterlambatan dan penumpukan penyerapan anggaran yang telah dilakukan yaitu oleh Herriyanto (2012), Milliasih (2012), Solikhin (2014), dan Dyaningsih (2015). Penelitian ini akan dilakukan pada konteks pemerintah daerah yaitu pada Pemerintah Kabupaten Bantul. Penelitian-penelitian sebelumnya tersebut belum ada yang membahas pengawasan dalam penyerapan anggaran

7 belanja. Pengawasan tersebut diperlukan untuk menjamin agar pembelanjaan pengeluaran-pengeluaran daerah berjalan sesuai dengan rencana, aturan-aturan, dan tujuan yang telah ditetapkan (Halim, 2007, hal. 52). Dengan adanya pengawasan apabila ditemukan penyimpangan diharapkan dapat segera dikenali dan ditentukan tindakan koreksi yang diperlukan. Oleh karena itu, penelitian ini memperluas pembahasan dari penelitian-penelitian sebelumnya dengan menyertakan pelaksanaan pengawasan penyerapan anggaran belanja sebagaimana telah diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014. Salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan penyerapan anggaran yang cenderung terakumulasi pada akhir tahun yaitu dengan perumusan sistem pengawasan dan evaluasi pelaksanaan anggaran (Halim, 2014, hal. 96). Penelitian ini juga berusaha mengeksplorasi upaya-upaya pengawasan penyerapan anggaran belanja yang dilakukan Pemkab Bantul untuk percepatan penyerapan anggaran belanja. Masyarakat publik berhak mengetahui baik-buruk penyerapan anggaran dari kinerja pemerintah daerah melalui laporan pengawasan realisasi anggaran tersebut. Kecenderungan penyerapan anggaran belanja yang menumpuk pada akhir tahun masih terjadi berulang hampir di setiap SKPD Pemkab Bantul sehingga secara makro akan berakibat terhadap pertumbuhan perekonomian, inefisiensi kegiatan, serta adanya pemborosan dalam penggunaan dana tanpa memperhatikan hasil. Selain itu, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemkab Bantul sebagai

8 Bendahara Umum Daerah (BUD) menjadi meningkat beban kerjanya pada akhir tahun karena mengejar pencapaian target penyerapan anggaran. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini ialah masih terjadinya kecenderungan penyerapan anggaran belanja yang menumpuk dan meningkat tajam pada akhir tahun di Pemkab Bantul. Pola penyerapan anggaran belanja seperti ini akan mengakibatkan lambatnya pertumbuhan pembangunan ekonomi dan tertundanya manfaat belanja yang seharusnya dapat diterima oleh masyarakat. Realisasi pembelanjaan pengeluaran daerah dapat berjalan sesuai dengan rencana apabila disertai pengawasan keuangan daerah dalam pelaksanaannya. Dengan adanya pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) diharapkan mampu mengawal penyerapan dimulai dari perencanaan di awal tahun guna mencegah penyerapan anggaran yang tiba-tiba meningkat pesat pada akhir tahun (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012). 1.3 Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah yang dijelaskan di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan ialah sebagai berikut. 1) Bagaimana kecenderungan penumpukan penyerapan anggaran belanja pada akhir tahun di Pemkab Bantul? 2) Mengapa terjadi penumpukan penyerapan anggaran belanja pada akhir tahun di Pemkab Bantul?

9 3) Bagaimana upaya-upaya pengawasan penyerapan anggaran belanja yang telah dilakukan oleh Pemkab Bantul dalam mewujudkan percepatan penyerapan anggaran? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1) Menganalisis kecenderungan penumpukan penyerapan anggaran belanja pada akhir tahun. 2) Menganalisis faktor-faktor penyebab penumpukan penyerapan anggaran belanja pada akhir tahun. 3) Menganalisis segala tindakan dan upaya pengawasan penyerapan anggaran belanja yang telah dilakukan Pemkab Bantul. 1.5 Motivasi Penelitian Kecenderungan penumpukan penyerapan anggaran pada akhir tahun merupakan fenomena yang masih menjadi permasalahan hampir di seluruh instansi pemerintahan. Penyerapan anggaran belanja yang lebih dominan diserap pada akhir tahun yaitu pada triwulan keempat juga dialami oleh Pemkab Bantul. Selama empat tahun terakhir, Pemkab Bantul masih menghadapi beberapa kendala dalam merealisasikan pengeluaran belanja daerahnya. Penelitian ini akan dilakukan di Pemkab Bantul yang pernah masuk sebagai nominasi penerima penghargaan TEPPA semester I tahun 2014 tingkat kabupaten/kota, mengalami peningkatan nilai akuntabilitas kinerja pada tahun 2014, dan telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sejak tahun 2012. Pencapaian prestasi-prestasi tersebut menunjukkan keberhasilan kinerja Pemkab Bantul dalam mengelola

10 keuangan daerahnya, tetapi permasalahan penumpukan penyerapan anggaran belanja pada akhir tahun masih sering terjadi dan masih terus berulang setiap tahunnya di SKPD-SKPD Pemkab Bantul. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan di Pemkab Bantul dengan harapan dapat memberikan kontribusi solusi dan rekomendasi atas permasalahan tersebut setelah memperoleh pemahaman yang mendalam terkait permasalahan yang terjadi agar kinerja Pemkab Bantul semakin lebih baik. 1.6 Kontribusi Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi berikut ini. 1) Kontribusi Akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak untuk dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian terkait selanjutnya. 2) Kontribusi Praktis. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis bagi pemerintah daerah untuk menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam upaya memperbaiki kinerja pengelolaan keuangan daerah terkait penyerapan anggaran belanja agar dapat tepat waktu dan sesuai dengan perencanaan anggaran yang telah ditetapkan, pengawasan penyerapan anggaran belanja agar realisasi belanja berjalan sesuai dengan rencana, aturanaturan, dan tujuan yang telah ditetapkan, serta tercapainya pembelanjaan pengeluaran daerah yang berkualitas bagi masyarakat. Bagi Pemerintah Pusat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis bagi pemerintah pusat sebagai tambahan masukan dalam menyusun regulasi dan kebijakan terkait percepatan penyerapan

11 anggaran belanja daerah, pengawasan penyerapan anggaran belanja daerah, dan peningkatan realisasi belanja daerah yang berkualitas. 1.7 Proses Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan tahapan-tahapan berikut. Analisis kecenderungan penumpukan penyerapan anggaran belanja Pemkab Bantul Menganalisis data dokumentasi laporan realisasi anggaran belanja dsb Pemkab Bantul TA 2015 dengan analisis varians belanja Wawancara indepth interview dengan SKPD dan Inspektorat SKPD-SKPD yang mengalami penumpukan: Bagaimana kecenderungan penumpukan penyerapan anggaran belanja di SKPD Pemkab Bantul? Mengapa terjadi? Inspektorat: Bagaimana upaya pengawasan dalam percepatan penyerapan anggaran. Analisa Data Kualitatif Validasi Hasil Penelitian Teori, Peraturan, Penelitian Terdahulu Adanya kelemahan-kelemahan penyebab permasalahan Gambar 1.2 Proses Penelitian 1.8 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini menggunakan sistematika yang terdiri atas bagian utama yang mengandung bab-bab sebagai berikut. Bab 1 Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah studi kasus, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, proses penelitian, dan sistematika penulisan.

12 Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab ini berisi landasan teoritis sebagai rerangka berpikir dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan penumpukan penyerapan anggaran belanja pemerintah daerah, pengawasan keuangan daerah, dan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan penelitian ini. Bab 3 Desain Penelitian Bab ini berisi rancangan penelitian studi kasus yang dijabarkan dengan rasionalitas penelitian, jenis penelitian, strategi penelitian, sumber dan teknik pengumpulan data, metode analisis data, dan validitas data. Bab 4 Analisis dan Diskusi Bab ini berisi ringkasan yang lengkap mengenai analisis, cara, dan hasil temuan-temuan penelitian yang terjadi di lapangan. Hal tersebut sebagai hasil dari wawancara maupun pengolahan dokumen yang menunjukkan fakta-fakta yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Pembahasan menjelaskan hasil yang diperoleh secara mendalam. Bab 5 Konklusi dan Rekomendasi Bab ini berisi simpulan yang merupakan jawaban dari tujuan penelitian, solusi dan rekomendasi dari hasil penelitian yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah penelitian, serta keterbatasan penelitian dari segi keilmuan dan efektivitas penelitian untuk menjawab permasalahan yang ada.