6 POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI WILAYAH DESA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI PEDESAAN : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Membangun pemahaman dan skill praja tentang potensi sumber daya manusia di pedesaan Metode : Praktek (mempraktekkan, diskusi, dan tugas terstruktur) mengidentifikasi potensi sumber daya manusia di desa 6.1. IDENTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI PEDESAAN Kebanyakan ahli ekonomi berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi di negara-negara berkembang dan terbelakang dianggap sebagai hambatan bagi perkembangan ekonomi. Menurut M.L. Jhingan (1986) bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat memperberat tekanan terhadap lahan, dan menyebabkan pengangguran. Masalah penyediaan pangan, sarana dan prasarana bagi rakyat cenderung mengalihkan pengeluaran negara dari aktiva produktif. Penyediaan fasilitas pendidikan dan sosial secara memadai 63
akan sulit terpenuhi. Bahan pangan, barang-barang konsumsi, dan peralatan modal perlu diimpor guna memenuhi permintaan dan kebutuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat menekan pendapatan perkapita, menurunkan standar kehidupan dan tingkat pembentukan modal. Di Indonesia tingkat pertumbuhan penduduk masih tergolong tinggi, yaitu sekitar 2,15 persen per tahun. Sebelum tahun 1980-an tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia sekitar 4,63 persen per tahun. Tingkat pertumbuhan penduduk berhasil ditekan dari 4,63 persen menjadi 2,15 persen adalah merupakan buah keberhasilan dari penerapan Program Keluarga Berencana (KB). Namun, tingkat pertumbuhan 2,15 persen masih tergolong tinggi dan harus diturunkan lagi. Jika tidak, maka kondisi ini akan memberikan tekanan yang semakin berat terhadap pembangunan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan perkapita dan standar kehidupan atau kesejahteraan penduduk. Penduduk Indonesia mayoritas berdomisili di wilayah pedesaan dengan mata pencaharian utama bertumpu pada sektor pertanian dalam arti luas. Dilihat dari struktur umur, persentase jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 37,5 persen berada di bawah umur 15 tahun, 58,8 persen berada pada kisaran umur 15-64 tahun, dan 3,7 persen pada umur 64 tahun ke atas. Struktur penduduk pada umur 15-64 tahun digolongkan usia produktif. Struktur penduduk usia di bawah 15 tahun dan diatas 64 tahun tergolong penduduk usia tidak produktif, disebut sebagai beban tanggungan. Beban tanggungan adalah merupakan beban yang menjadi tanggungan penduduk usia produktif terhadap penduduk yang tidak produktif (Arsyad, L., 1992). Semakin tinggi angka kelahiran, maka struktur penduduk di bawah usia 15 tahun semakin besar. Hal ini akan 64
berdampak pada semakin besarnya beban tanggungan. Beban tanggungan yang besar akan menghambat perkembangan ekonomi. Karena pendapatan yang diperoleh oleh penduduk usia produktif akan lebih besar dikeluarkan untuk keperlun pemenuhan kebutuhan anggota keluarga yang tidak produktif. Sehingga surplus pendapatan yang seharusnya ditabungkan atau diinvestasikan bagi perkembangan ekonomi menjadi semakin kecil. Investasi-investasi yang diperlukan untuk meningkatkan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi sulit terpenuhi. Sebetulnya, jika kita amati secara lebih kritis, maka dapat kita katakan bahwa manusia bukanlah sekedar sumber daya, akan tetapi sebagai individu yang hidup pada diri manusia melekat multi aspek yang bersifat dinamis, baik aspek non-fisik, non-material, dan aspek manusiawi yang kompleks. Sumber daya manusia dapat dipandang dari segala aspek potensi yang dimilikinya merupakan sumber daya utama dalam pembangunan, termasuk pembangunan di wilayah pedesaan. Manusia memiliki kemampuan intelektual dan manejerial yang bersumber dari akal dan budi. Semua pola tindak manusia bersumber dan lahir dari akal dan budi. Sumaatmadja, N. (2005) mengemukakan bahwa manusia baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, mampu melepaskan diri dari keterbatasan-keterbatasan baik keterbatasan naluri maupun keterbatasan fisikbiologisnya. Manusia mampu meninggalkan keterbatasan menjadi peluang yang mempertinggi derajatnya sebagai makhluk hidup yang berbeda dengan makhluk hidup lainnya, seperti manusia tidak bisa terbang, tetapi bisa menciptakan pesawat untuk menjelajah angkasa, manusia tidak bisa hidup dalam air, tetapi 65
manusia bisa menciptakan alat bantu untuk dapat mampu berhari-hari berada dalam air dan sebagainya. Kemampuan manusia yang luar biasa terletak pada akal, pikiran dan kemampuan intelektual yang dianugerahkan sang maha pencipta kepadanya. Dalam konteks sumber daya manusia yang menjadi fokus perhatian bukan sebatas kuantitasnya, tetapi sangat penting juga aspek kualitasnya. Dalam aspek kuantitas, mengacu pada jumlah ketersediaan manusia yang memiliki potensi untuk dapat menjadi sumber daya dalam proses pembangunan dengan tingkat kemampuan yang berada dalam rentang rendah sampai tinggi. Berdasarkan kuantitas, jumlah manusia yang besar belum tentu dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan. Bisa jadi jumlah yang besar kurang berkorelasi positif bagi kemajuan daerah dan desa. Karena lebih banyak menjadi beban pembangunan ketimbang sebagai subjek yang mendorong kemajuan. Memang sumber daya manusia dari aspek kuantitas merupakan modal dasar yang dimiliki untuk pembangunan. Modal dalam artian tersedianya tenaga kerja. Namun, itu saja belum menjamin bagi kemajuan pembangunan. Sebaliknya, aspek kualitas mengacu pada kemampuan atau skill yang dimiliki oleh manusia sebagai sumber daya pembangunan, yang mencerminkan kualitas usaha yang mampu diberikan oleh setiap individu dalam waktu tertentu untuk berkontribusi maksimal dalam proses pembangunan. Hal ini berkaitan dengan manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakat. Mampu bekerja, dalam arti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, bahwa kegiatan tersebut 66
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kedua aspek tersebut sama-sama pentingynya. Jika jumlah yang besar tetapi tidak memiliki kualitas yang baik, maka sumber daya manusia tersebut akan menjadi beban dan penghambat pembangunan. Sebaliknya, jika kualitas sumber daya manusianya baik, akan tetapi jumlahnya sangat terbatas atau sangat kurang dari kebutuhan ideal, maka juga akan mengalami berbagai keterbatasan dalam mempercepat proses pembangunan. Yang diharapkan adalah sumber daya manusia memiliki kualitas yang tinggi dan tersedia dalam jumlah atau kuantitas yang memadai. 6.2. ANGKATAN KERJA DAN PENGANGGURAN DI PEDESAAN Angkatan kerja di desa adalah bagian dari tenaga kerja yang benar-benar mau bekerja memproduksi barang atau jasa di wilayah pedesaan. Sumarsono, S. (2003:115) mengemukakan bahwa angkatan kerja di Indonesia adalah penduduk usia 10 tahun ke atas yang benar-benar mau bekerja. Mereka yang mau bekerja ini terdiri dari kelompok yang benar-benar bekerja dan mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan. Selanjutnya disebutkan bahwa kelompok yang tidak bekerja ini disebut pengangguran yang dikenal dengan pengangguran terbuka atau pengangguran penuh. Selain pengangguran terbuka, ada pula pengangguran terselubung (atau setengan pengangguran). Pengangguran terselubung ini menunjukkan tidak bekerja secara penuh. Dalam arti belum digunakannya semua kemampuan pekerja tersebut atau adanya penghargaan (dalam bentuk upah atau gaji) yang 67
terlalu kecil untuk pekerjaan yang dilakukannya. Munculnya masalah pengangguran dikarenakan tingkat pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan lapangan kerja yang tidak seimbang. Dimana pertumbuhan angkatan kerja yang relatif cepat sedangkan pertumbuhan lapangan kerja lambat. Ada beberapa bentuk pengangguran (Edward dalam Arsyad, L., 1992), yaitu : (1). Pengangguran terbuka, yaitu pengangguran yang terjadi baik secara sukarela (mereka yang tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik) maupun secara terpaksa (mereka yang mau bekerja tetapi sulit atau belum memperoleh pekerjaan). (2) Setengah menganggur (under-employment), yaitu mereka yang bekerja tetapi lamanya bekerja (hari, minggu atau musiman) kurang dari yang semestinya yang bisa mereka kerjakan. (3) Tampaknya bekerja, tetapi tidak bekerja secara penuh, yaitu mereka yang tidak tergolong pengangguran terbuka dan setengah menganggur. Termasuk dalam golongan ini adalah : a. Pengangguran tidak kentara (disguised unemployment), misalnya petani yang bekerja di ladang sehari penuh, padahal sesungguhnya pekerjaan tersebut tidak memerlukan waktu sehari penuh (mungkin cukup setengah hari dan sebagainya). b. Pengangguran tersembunyi (hidden unemployment), orang yang bekerja tidak sesuai dengan tingkat dan jenis pendidikan serta keterampilannya. Sehingga ia tidak dapat memberikan kemampuan maksimalnya bagi produktivitas pekerjaannya. c. Pensiunan lebih awal (pensiunan dini). Karena terjadi penurunan 68
produksi (karena berbagai sebab) perusahaan mempensiunkan karyawannya lebih awal dari yang semestinya. Karena jumlah tenaga kerja yang overload, perusahaan mempensiun-dinikan karyawan. Di beberapa negara, usia pensiun dipermuda sebagai alat untuk menciptakan peluang bagi yang muda-muda untuk menduduki jabatan diatasnya. Hal-hal tersebut menimbulkan pengangguran bagi banyak orang yang terkena dampak pensiunan dini. d. Tenaga kerja yang lemah (impaired), yaitu mereka yang mungkin bekerja full time, tetapi intensitas kerjanya lemah karena kurang gizi atau penyakitan. e. Tenaga kerja yang tidak produktif, yaitu mereka yang mampu untuk bekerja produktif, tetapi karena sumber daya pendukung pekerjaannya kurang memadai, maka mereka tidak bisa menghasilkan sesuatu dengan baik dan maksimal. Di wilayah pedesaan, pengangguran tidak kentara menjadi masalah yang sampai saat ini belum teratasi dengan baik. Munculnya pengangguran di pedesaan dapat dipicu oleh berbagai sebab, antara lain : Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi; Ketersediaan lapangan kerja yang terbatas; Lahan pertanian yang selama ini menjadi tumpuan, semakin hari luasnya semakin menurun. Bahkan banyak petani yang tidak memiliki lahan pertanian; Rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki anggota masyarakat; Dan lain-lain. 69
6.3. DAFTAR ISIAN POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI DESA 1. JUMLAH PENDUDUK Jumlah Total Jumlah Laki-Laki Jumlah Perempuan Jumlah Kepala Keluarga (KK) 2. JUMLAH MENURUT UMUR 0-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun 36-40 tahun 41-45 tahun 46-50 tahun 51-55 tahun 56-60 tahun Lebih dari 60 tahun 3. PENDUDUK MENURUT PENDIDIKAN Belum Sekolah Usia 7 45 tahun Tidak Pernah Sekolah Pernah Sekolah SD tapi Tidak Tamat Tamat SD dan Sederajat Pernah Sekolah SMP tapi Tidak Tamat Tamat SMP dan Sederajat Pernah Sekolah SMA tapi Tidak Tamat Tamat SMA dan Sederajat Pernah Pendidikan Perguruan Tinggi 70
tapi Tidak Tamat Tamat Perguruan Tinggi : D1 D2 D3 D4 S1 S2 S3 4. PENDUDUK MENURUT MATA PENCAHARIAN Petani Buruh Tani Wiraswasta Pegawai Swasta Buruh Pabrik Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Peternak Nelayan Montir Dokter.... 5. CACAT MENTAL DAN FISIK a. Cacat Mental Idiot Gila Stress.. 71
b. Cacat Fisik Tuna Rungu Tuna Wicara Tuna Netra Lumpuh Sumbing.... 6. USIA KERJA Penduduk Usia 15 60 tahun Ibu Rumah Tangga Penduduk Masih Sekolah Usia 15 60 yang Bekerja Ibu Rumah Tangga yang Bekerja Usia Sekolah yang Bekerja 6.4. LATIHAN 1. Peserta pelatihan melakukan latihan secara berkelompok untuk mengidentifikasi potensi sumber daya manusia di desa. 2. Peserta pelatihan secara individual ditugaskan untuk mencari data dan fakta tentang sumber daya manusia di desa (minimal satu desa) selanjutnya disusun paper tentang kondisi sumber daya manusia di desa tersebut. 72