1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di dunia. Sirosis hati dan penyakit hati kronis penyebab kematian urutan ke 12 di Amerika Serikat pada tahun 2002, berjumlah 27.257 kematian (9,5 setiap 100.000 populasi), dan predominan pada laki-laki. Pada tahun 2002 World Health Organization (WHO) memperkirakan 783.000 pasien di dunia meninggal akibat SH (WHO, 2011). Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan. Insiden sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi kronis virus hepatitis. Sardjito berkisar 4,1% per tahun Jumlah pasien SH di RS DR dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu Januari 2000- Desember 2002 didapatkan 301 pasien SH (Nurdjanah, 2009). Sirosis hati penyakit irreversibel dan fatal sebagai akibat berbagai macam penyakit kronik hati. Walaupun etiologi tidak sama namun gambaran patofisiologi adalah deposisi yang abnormal dan progresif matrix ekstraselular pada hati, mengakibatkan distorsi stuktur sirkulasi intra dan ekstra hepatik yaitu portal hipertensi, blokade nutrisi dan gangguan fungsi metabolisme dengan kecenderungan perdarahan, pembentukan pembuluh darah intrahepatik baru, dan kolateral sentral portal sehingga darah melangsir kembali ke hepatosit,
2 hepatik encephalopathi dan sekunder gagal ginjal. Enam puluh persen kasus hepatoselular karsinoma berhubungan dengan sirosis hati. Pada saat ini mulai diterima reversibilitas sirosis hati dapat terjadi pada kondisi bilamana penyebab kerusakan hati dapat dihilangkan dengan terapi yang adekuat. Contohnya pada percobaan binatang hubungan matrix ekstraselular dengan tissue inhibitors matrixmetalloproteinase (TIMP) diduga memberi peran terhadap lisis sisa-sisa fiber setelah menghilangkan faktor penyebab dengan terapi sehingga tercapai reversibilitas fibrosis hati. (Okazaki et al., 2005; Mormone e al., 2011) Sirosis hati merupakan suatu penyakit kronis yang mengakibatkan berbagai komplikasi serius sehingga penilaian tingkat keparahan merupakan hal yang penting. Penilaian tingkat keparahan telah banyak dilakukan, di antaranya dengan menggunakan the model for end-stage liver disease (MELD), kombinasi MELD dengan kadar natrium (Na) serum atau MELD-Na dan skor Child-Pugh. Skor MELD pada saat disusun dimaksudkan untuk memprediksi mortalitas sesudah transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS). Banyak ahli memiliki pendapat berbeda-beda tentang kemampuan skor MELD maupun Child-Pugh dalam menilai tingkat keparahan sirosis hati, namun para ahli setuju bahwa skor Child-Pugh merupakan alat bantu yang sederhana dan efektif dan dapat digunakan dalam penilaian pasien bedside. Penilaian tingkat keparahan sirosis menggunakan skor Child-Pugh tidak terlepas dari subyektivutas.
3 Diperlukan biomarker dalam penilaian keparahan sirosis secara obyektif. Penelitian tentang berbagai parameter yang berkaitan dengan penyakit sirosis hati terus dilakukan (Giannini et al., 2002). Penelitian percobaan binatang dan manusia mengindikasikan seiring dengan aktivitas interstitial kolagenolitik menurun pada fibrosis stadium lanjut, maka sebaliknya inhibitor kolagenase ( endogenenous Matrix Metalloproteinases inhibitor) yaitu tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMPs) meningkat (Benyon and Iredale, 2000). Faktor risiko utama pada kronik hepatitis adalah peran dari faktor genetik dan variannya pada fibrosis hati. Polimorfisme terjadi pada gen yang mengkode protein imunoregulator, sitokin proinflamasi, dan faktor fibrogenik mungkin mempengaruhi progresivitas penyakit pada pasien dengan alcohol-induced liver disease, primary biliary cirrhosis, atau hepatitis C kronis. Salah satu faktor genetik polimorfisme gen MMP-1 sebagai kunci dari penurunan MMP-1 pada sirosis hati, merupakan interaksi faktor lingkungan dengan variasi genetik dalam progresi dari fibrosis hati (Bataller and Brenner., 2003). Penelitian Okamoto et al tahun 2005 menetapkan polymorphisme gen MMP-1 1G/2G, MMP-3 5A/6A, MMP-9 C/T didapatkan bahwa matrix metalloproteinase berperan penting dalam progresi fibrosis hati. Pada fase akhir fibrosis yang progresif dari injuri hati (titik akh ir reversibilitas fibrosis hati) didapatkan HSC mitosis (proliferasi) dan
4 apoptosis terhambat terjadi ketidakseimbangan antara fibrogenesis dan fibrolisis, myofibroblast memproduksi secara berlebihan kolagen, sedangkan regulasi MMP-1/3/13 menurun, ekspresi patologis TIMP-1 dan TIMP-2 yang mengakibatkan proliferasi dan inhibisi apoptosis myofibroblast serta limfosit B, bersama-sama dengan jumlah hepatosit makin menurun oleh destruksi kronis (Arthur, 2000). Beberapa penelitian tentang TIMP-1 pada pasien sirosis hati menunjukkan bahwa TIMP-1 dapat menjadi petanda lanjutnya penyakit hati. Penelitian tentang metode non invasif yaitu TIMP-1 menunjukkan bahwa selain mudah dikerjakan, metode ini sangat berguna dalam menilai progresivitas kemunduran fungsi hati. Penelitian ini bertujuan untuk menguji korelasi antara kadar TIMP-1 dengan skor Child-Pugh. I.2. Permasalahan I.2.1. Rumusan Masalah a.sirosis hati merupakan penyakit hati kronis dengan berbagai komplikasi serius yang dapat mengakibatkan kematian. b.tingkat keparahan sirosis hati dinilai dengan skor Child-Pugh dipengaruhi oleh subyektivitas serta tidak konsisten c.diperlukan alat monitoring perjalanan penyakit atau terapi yang non invasif, tepat menggambarkan kondisi
5 progresivitas fibrosis sampai sirosis: yang simple, readily available, reproducible, dan akurat. e.pada SH terjadi injuri berulang terjadi kerusakan hepatosit, sistim bilier dan endotel sehingga menginduksi deposisi matrix ekstraselular, dan aktivasi TIMP-1. I.2.2. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat korelasi antara aktivitas TIMP-1 dengan skor Child-Pugh dalam menilai tingkat keparahan sirosis hati. I.3. Keaslian penelitian Penentuan serial marker biokimia (kombinasi marker) untuk fibrosis hati, meningkatkan evaluasi non-invasive yang dinamik: Penelitian percobaan binatang dan manusia mengindikasikan aktivitas interstitial kolagenolitik menurun pada fibrosis stadium lanjut, sedangkan inhibitor kolagenase ( endogenenous MMP inhibitor) yaitu tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMPs) meningkat (Benyon and Iredale, 2000). Penelitian Nie et al. tahun 2004 mendapatkan ekspresi mrna dan gen TIMP-1 pada injuri hati meningkat lebih dini dan sangat jelas, pada penelitian lain mendapatkan TIMP-1 merupakan faktor promotor yang penting pada proses fibrosis hati, dengan menghambat MMP-1 dalam mendepositkan matrix
6 ekstraselular. Saat ini hanya ekspresi mrna dan gen TIMP-1 dan TIMP-2 ditemukan pada hati dan TIMP-1 meningkat sangat jelas dibandingkan TIMP-2 dalam merefleksikan beratnya fibrosis hati. Korelasi antara derajat penyakit sirosis hati berdasarkan skor Child-Pugh dengan konsentrasi trombopoetin (TPO) serum merupakan penelitin Yuliana dan Wibawa (2008). Jumlah subyek penelitian 39 penderita sirosis hati dengan pasien laki-laki 28 (71.8%) dan perempuan 11 (28.2%), median umur 53 (25 68) tahun. Subyek dengan Child-Turcotte-Pugh kelas A 3 (7.7%), B 18 (46.2%) and C 18 (46.2%). Berdasarkan multivariate linier regression model, tidak didapatkan korelasi antara konsentrasi TPO dengan skor Child-Pugh (p = 0.153) I.4. TUJUAN Untuk mengetahui korelasi antara serum Tissue Inhibitor of Metalloproteinase 1 (TIMP-1) dengan skor Child-Pugh pada pasien Sirosis Hati I.5. Manfaat Bagi pasien : Pemeriksaan marker non-invasif TIMP-1 dalam serum; sederhana dan aplikatif, dapat menunjukkan progresivitas. Ketepatan marker ini dalam mengetahui fibrogenesis hati dapat meningkatkan pilihan dan hasil terapi.
7 Bagi klinisi : Pada fibrosis hati yang progresif, dapat diketahui ketepatan dalam mengelola fibrogenesis hati, serta meningkatkan pilihan dan hasil terapi. Bagi peneliti : Sebagai bukti ilmiah bahwa; MMP-1 berfungsi degradasi matrix ekstraselular, pada fibrosis hati terjadi ketidakseimbangan MMP-1 makin berkurang dapat akibat polimorfisme MMP-1, sedangkan disisi lain TIMP-1 meningkat dalam serum.