PANCASILA: Akar Kemandirian Bangsa 1 Oleh: CHANDRA DINATA 2 Email: chand.dinata@gmail.com Sejarah panjang yang dilalui oleh bangsa Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dunia, tak dapat dipungkiri bahwa itu merupakan wujud dari patriotisme rakyat. Sikap patriotik tersebut tercermin dalam cita-cita bangsa yang disatukan dalam satu wadah yakni Pancasila. Oleh founding father cita-cita tersebut dijadikan sebagai pondasi kehidupan berbangsa dan sekaligus sebagai tujuan bernegara, sama halnya dengan pandangan-pandangan dalam ideology besar dunia. Dalam pidato lahirnya Pancasila, Bung Karno menyebutkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara dan landasan filosofis negara. Dengan demikian, lahirnya Pancasila bukan sekedar untuk menyaingi ideology besar dunia, melainkan sebagai sintesis dari semua pemahaman berlawanan yang dipadukan dan diyakini dapat membawa rakyatnya menuju sejahtera (walfare state). Tulisan ini akan mengeksplorasikan peran penting Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mencapai kesejahteraan bersama. Pancasila Sebagai Arah; Sebuah Penegasan Konseptualisasi Pancasila dijelaskan oleh Bakry (1994: 35) bahwa system filsafat yang terkandung dalam Pancasila bersifat praktis dan dapat digunakan langsung sebagai pedoman kehidupan berbangsa untuk mencapai tatanan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. System filsafat praktis tersebut menjadi pandangan hidup dan sekaligus menjadi dasar dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita luhur founding father bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, Pancasila diyakini sebagai satu kebenaran yang bertolak pada falsafah kehidupan menjadikan Pancasila sebagai satu ideologi. Pancasila dikatakan sebagai satu ideologi dalam sebuah negara seperti yang dikatakan oleh Soepomo dalam ensiklopedi Pancasila bahwa Pancasila (Westra: 1995, 273) yang diletakkan sebagai pandangan hidup berbangsa merupakan kombinasi pemikiran para ilmuan tentang negara berdasar pada teori perseorangan, 1 Tulisan ini disampaikan sebagai stimulant diskusi dalam Seminar Nasional dengan tajuk Telaah Pancasila Sebagai Bangunan Dasar Politik Indonesia pada tanggal 29 November 2013 2 Pegiat Kegiatan Sosial
teori golongan, dan teori integralistik. Selanjutnya Soepomo menjelaskan bahwa negara didirikan bukanlah untuk kepentingan satu kelompok ataupun satu golongan tertentu melainkan adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat sebagai satu persatuan (integralistik). Untuk itu Pancasila dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembentukan negara dengan paham integralistik yang mencakup azas kekeluargaan dalam kebersamaan dan religius. Perjalanan yang ditempuh dalam upaya menjadikan Pancasila sebagai sebuah falasafah negara yang diyakini kebenarannya sehingga mengkristal sebagai jati diri Bangsa Indonesia melampai garis batas ( klimaks ) sehingga secara konseptual Pancasila merupakan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pancasila sebagai upaya untuk mengembangkan wawasan ke-nusantaraan, dan juga sebagai doktrin bagi warga negara untuk bertindak. Dalam pergaulan (individu hingga lintas negara), Pancasila mampu memberikan ruang etika didalamnya. Karena Pancasila merupakan sebuah nilai yang sarat dengan makna. Oleh sebab itulah yang menjadikan Negara Indonesia lain dengan negara lainnya. Secara sederhana, Pancasila mudah untuk diterapkan karena sesuai dengan karakter masyarakat Bangsa Indonesia. Secara historis perumusan Pancasila memiliki spirit pemersatu seluruh elemen masyarakat yang beragam (heterogen). Diera awal kemerdekaan, Pancasila merupakan sebuah ideologi nasional dengan menempatkan makna yang terkandung dalam kelima sila Pancasila didalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) sebagai satu konsep praktis untuk dijalankan oleh negara, dan kemudian dibentuk satu acuan pelaksanaan yang berbentuk dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Spirit Pancasila dijadikan sebagai pemersatu elemen warga negara untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa untuk menjadikan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Dalam pergeseran otoritas kepemimpinan Bangsa Indonesia dengan beralihnya kekuasaan dari Orde Lama (Orla) ke Orde Baru (Orba), dimasa itu Pancasila ditegaskan bahwa harus mampu menjawab tantangan perubahan zaman. Moerdiono meyebutkan bahwa Pancasila harus ditempatkan sbagai ideologi terbuka dengan alasan bahwa terdapat dinamika kehidupan masyarakat internasional sekaligus dengan dinamika ekonomi global. Oleh sebab itu orientasi pembangunan terencana yang dicanangkan oleh pemerintah (selaku pemegang
otoritas negara) harus mampu menempatkan pancasila sebagai arah kebijakan negara tersebut. Selain itu Moerdiono menyebutkan bahwa telah terjadi kebangkrutan ideologi dunia yang menyebabkan perubahan-perubahan secara mendesak harus dilakukan di Negeri ini. Dengan menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka, pemerintah mampu memberikan warna dalam setiap kebijakan pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah untuk negara. Bergesernya penempatan ideologi Pancasila menjadi ideologi terbuka berarti menempatkan Pancasila sebagai ideologi dengan interprestasi baru yakni kemampuan ideologi Pancasila untuk berinteraksi dengan perubahan-perubahan serta perkembangan zaman sesuai dengan dinamika yang berkembang. Meniti Jalan Baru, Menuju Masyarakat Sejahtera Negara, selaku organisasi masyarakat terbesar dibentuk atas dasar kebersamaan dan persamaan tujuan, memliki otoritas penuh dalam memenej masyarakat yang berada dalam lingkaran otoritasnya. Manajemen negara terhadap masyarakatnya dilakukan oleh otoritas pemerintahan secara structural dan terarah (hirarkis) dalam mekanisme kinerja untuk mencapai tujuan negara (Thoha, 2009). Birokrasi yang diterjemahkan oleh David Beetham (Thoha, 2009:20) bahwa Weeber menerjemahkan birokrasi dengan tiga elemen yang berkembang dalam konsep birokrasi yakni; [1] Birokrasi dipandang sebagai instrument teknis; [2] Birokrasi dipandang sebagai kekuatan independen dalam masyarakat; dan [3] Birokrat tidak mampu memisahkan kepentingan mereka sebagai kelompok masyarakat partikular Dengan demikian, posisi pemerintah dengan birokrasinya menentukan arah negara dalam menjamin segala kebutuhan-kebutuhan dasar warganegaranya. Negara melalui tangan birokrasi selaku mesin penggerak pemerintah merumuskan gagasan terencana dalam mengelola negara sesuai dengan hirarki kekuasaan yang berlaku dalam organisasi. Jadi, kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh Negara senantiasa berpijak pada sistem perpolitikan dengan asas-asas tertentu yang berlaku di Negara tersebut. Dewasa ini yang berkembang dinegara kita sejak era reformasi, secara demokratis hirarki kekuasaan terwujud dalam bentuk pendelegasian wewenang (delegated discretion) (Fukuyama, 2005) pemerintah pusat dan daerah secara otonom mengurusi kebutuhan-kebutuhan dasar warganegara mulai dari ekonomi, politik, sosial hingga budaya. Lebih tajam lagi Fukuyama (2005) mengkritisi bahwa
delegated dicretion memunculkan egosektoral yang ditimbulkan akibat kepentingan individu lebih dominan dari pada menunjukkan kepentingan prinsipal dalam kelas warganegara. Masalah lain yang akan muncul sebagai bentuk kompleksitas masalah yakni otoritas yang bergerak dalam satu arah sebagai komando tidak mampu memberikan pencerahan pada kelas hirarki kekuasaan dibawah yang menimbulkan kekacauan moral para pejabat birokrat seperti penyimpangan kewenangan, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan lain sebagainya menusuk sendi birokrasi pemerintahan yang diakibatkan oleh menguatnya kepentingan individu dalam mengelola negara (Fukuyama, 2005). Masalah yang melekat dalam bangsa kita, terutama dalam pengelola negara (birokrat) menjadikan fungsi negara dalam memberikan pelayanan kepada warganegaranya menjadi lemah akibat dari keberpihakan birokrat kepada satu kelompok saja. Untuk itu, perlu upaya dan kesadaran yang kuat dari pengelola negara dengan sistem yang berlaku sebagai payung hukum tindakan birokrasi pemerintah dalam mencapai tujuan negara. Pemantauan dan pertanggungjawaban yang akan menghasilkan transparansi birokrasi pemerintahan dalam mengelola segala sumber daya sosial maupun material yang ada. Negara harus menjamin tekelolanya modal sosial yang tersebar diseluruh penjuru kota dan desa disetiap pojok negeri ini (Indonesia), karena negara yang baik adalah negara yang senantiasa memikirkan nasib warganya ketimbang memikirkan nasib kelompoknya sendiri. Menurut hemat penulis, semua itu akan terwujud ketika pemimpin negara memiliki karakter yang kuat dalam seni memimpin. Memecahkan masalah dengan kepala dingin bukan dengan tangan besi. Mengeluarkan kharismatiknya kepada seluruh stakeholder pemerintah agar mampu bergerak dan berpihak kepada rakyat. Dengan demikian, negara berkuasa atas segala hal yang mengancam maupun yang mendorong kemajuan terhadap bangsa. Negara menjamin kepentingan warga negara dengan meknisme kerja birokrasi pemerintahan yang bersih, mengayomi dan berpihak kepada seluruh kepentingan warganegara untuk menuju kemakmuran bersama. Sebuah penegasan terhadap kekuatan negara sebagai the god father, mengayomi masyarakatnya, cepat-tanggap terhadap permasalah yang dihadapi masyarakatnya, serta bijak dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya. Negara dengan kekuatan besar muncul dari dalam dirinya sendiri, bukan dari dorongan pihak asing. Karena ketika negara melaksanakan fungsinya tidak berdasar dari dalam diri, mengharuskan campurtangan asing, maka
negara tersebut akan lemah dalam melaksanakan fungsinya. Sehingga negara tersebut mudah diatur oleh bangsa lain (ketergantungan). Dengan demikian negara tersebut tidaklagi memiliki karakter dalam mengelola negaranya. Oleh sebab itu (Fukuyama, 2005) menegaskan bahwa ketergantungan dalam segala hal akan muncul dari intervensi asing yang akan menyebabkan idependensi kebijakan terganggu. Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya, Pancasila memiliki kekuatan besar dalam membentuk karakter bangsa untuk mencapai tujuannya. Oleh sebab itu etika politik yang berpijak pada nilai-nilai filosofis Pancasila dapat menjadikan individu-individu yang beradab dan peka terhadap segala persoalan. Negara yang dikelola oleh birokrasi pemerintahan akan dapat mewujudkan Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang beradab, berdaulat, dan mandiri dalam segala lini kehidupan. Karena nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Pancasila memiliki daya dorong bagi bangsa ini untuk mencapai tujuannya, membawa masyarakat menjadi sejahtera dengan cara mengelola seluruh sumberdaya alam yang terkandung dibumi pertiwi. Pemerintah yang menjadi panglima dalam menjaga amanah konstitusi harus dijalankannya dengan semangat pancasilais agar tujuan Negara tersebut dapat tercapai. Pancasila harus dijadikan landasan dalam penentuan kebijakan yang dikeluarkan. Selain itu, karakteristik bangsa Indonesia yang beragam mampu diserap oleh nilai-nilai Pancasila karena rumusan Pancasila tersebut merupakan consensus bersama atas pluralism Bangsa Indonesia. Daftar Bacaan Bakry, Noor MS., 1994, Orientasi Filsafat Pancasila, Edisi Revisi, Liberty, Yogyakarta Fukuyama, Francis, 2005, Memperkuat Negara; Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Thoha, Miftah, 2009, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Westra, Pariata, 1995, Ensiklopedi Pancasila; Konsep dan implementasinya, Jilid I, Pusat Penerbitan Balai Pembinaan Administrasi dan Manajemen, Yogyakarta Malang, 29 November 2013