BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian hospital malnutrition di luar negeri maupun dalam negeri masih tinggi. Studi epidemiologis di Amerika Latin melaporkan bahwa 50.2% pasien rawat inap menderita malnutrisi (Correia and Campos, 2003), sedangkan dari 25 rumah sakit di Brazil terdapat 27% pasien malnutrisi mengalami komplikasi (Correia and Waitzberg, 2003). Sebuah penelitian menunjukkan terdapat 52% prevalensi malnutrisi pada pasien bedah (Kahokehr et al., 2010). Penelitian lain juga menunjukkan sebanyak 40% pasien ICU mengalami malnutrisi (Chakravarty et al., 2013). Prevalensi malnutrisi pada tiga rumah sakit di Indonesia, yaitu RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Jamil Padang, dan RSUD Sanglah Bali sebesar 56,9% (Budiningsari and Hadi, 2004). Prevalensi malnutrisi pada anak balita di RSUP Sanglah Bali sebesar 30,1%, sedangkan pada anak usia 0-18 tahun di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar sebesar 8,9% (Julianty, 2013, Sidiartha, 2008). Malnutrisi terjadi pada 40-60% pasien rawat inap dengan penyakit akut dan pasien yang saat awal masuk tanpa masalah gizi sering menunjukkan penurunan status gizi dalam kurun waktu tiga minggu (DeBruyne et al., 2008). Tingginya prevalensi malnutrisi yang terjadi di rumah sakit dihubungkan dengan ketidakmampuan dan kurangnya kesadaran tenaga kesehatan di rumah sakit dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah malnutrisi (Bavelaar et al., 2008), dan karena pelayanan gizi yang tidak tepat akibat aktivitas klinis yang tidak sesuai dengan standar (Kondrup et al., 2002). Terdapat sebanyak 40% pasien tidak dikenali status gizinya karena tidak diskrining saat masuk rumah sakit, sehingga pasien tidak memperoleh asuhan gizi sesuai kebutuhannya (Kondrup et al., 2002). Penurunan status gizi selama di rumah sakit meningkatkan risiko komplikasi penyakit 2.7 kali, memperpanjang lama rawat 6,3 sampai 11,9 1
2 kali dan biaya perawatan 1,8 kali (Naber et al., 1997, Budiningsari and Hadi, 2004) Terapi diet yang berkualitas yang dilakukan oleh tim asuhan gizi rumah sakit dapat meningkatkan asupan gizi, status gizi, dan memperpendek lama rawat pasien di rumah sakit (Chasbullah, 2008, Sumapradja et al., 2011). Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) merupakan suatu model baru dari asuhan gizi yang terdiri dari 4 langkah yang berurutan dan saling berkaitan, yaitu pengkajian gizi diagnosis gizi, intervensi gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi (Mcneil et al., 2008). PAGT merupakan struktur yang sistematis dan konsisten yang membantu ahli gizi untuk membuat keputusan dengan berpikir kritis dalam upaya meningkatkan kualitas pemberian asuhan gizi yang aman dan efektif dalam menangani masalah gizi sehingga masalah gizi pasien dapat diatasi (Lacey and Pritchett, 2003, Sumapradja et al., 2011). Ahli gizi merupakan seseorang yang memiliki kemampuan berfikir secara kritis untuk mendiagnosis masalah gizi serta merekomendasikan perawatan gizi untuk mengatasi masalah gizi pasien (Sandrick, 2002). Selain itu, ahli gizi memerlukan kepercayaan diri dalam menerapkan pengetahuannya, sehingga dapat memberikan kekuatan dan kemampuan untuk menggunakan bakatnya. Dukungan yang diberikan terhadap tenaga medis juga dapat meningkatkan kepercayaan diri membuat diagnosis (Hagbaghery et al., 2004). Beberapa penelitian medis menunjukkan bahwa kepercayaan diri yang tinggi berhubungan dengan kinerja yang lebih baik (Sergeev et al., 2012, Davis et al., 2005). Kualitas pelayanan ahli gizi dapat dinilai melalui kinerja yang dicapai dan ketaatan dalam melakukan proses terstandar, yaitu PAGT (Sumapradja et al., 2011). Hal tersebut dapat ditetapkan kepada ahli gizi dalam melakukan PAGT sehingga ahli gizi merasa mampu dan percaya diri mengatasi masalah gizi yang berdampak positif terhadap outcome pasien.
3 B. Perumusan Masalah 1. Apakah ada perbedaan asupan gizi pasien menurut tingkat kepercayaan diri ahli gizi dalam menerapkan PAGT? 2. Apakah ada perbedaan kinerja ahli gizi menerapkan PAGT menurut tingkat kepercayaan diri ahli gizi? 3. Apakah ada perbedaan asupan gizi pasien menurut kinerja ahli gizi menerapkan PAGT? C. Tujuan Penelitian Tujuan primer penelitian ini ialah untuk mengetahui perbedaan asupan gizi pasien menurut tingkat kepercayaan diri ahli gizi dalam menerapkan PAGT. Tujuan sekunder penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kinerja ahli gizi menerapkan PAGT menurut tingkat kepercayaan diri ahli gizi dan perbedaan asupan gizi pasien menurut kinerja ahli gizi menerapkan PAGT. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini ialah memberikan informasi bagi ahli gizi untuk meningkatkan kualitas pelayanan gizi melalui peningkatan asupan gizi pasien. 2. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian ini ialah menjadikan hasil penelitian ini sebagai dasar ilmiah bidang ilmu dietetik dalam peranan terhadap asupan gizi pasien serta menjadi informasi bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.
4 E. Keaslian Penelitian 1. Utami (2011) melaporkan hasil penelitian yang berjudul Analisis Beban Kerja dan Kinerja Dietisien Dalam Melaksanakan Nutrition Care Process. Penelitian ini menganalisis beban kerja dan kinerja ahli gizi dalam melaksanakan nutrition care process (NCP) di ruang rawat inap RS Hasan Sadikin Bandung (RSHS). Hasilnya adalah ahli gizi RSHS memiliki beban kerja sedang (32.2%), ketepatan ahli gizi dalam melaksanakan NCP tahap pengkajian 38%, diagnosis 37%, intervensi 14%, serta monitoring dan evaluasi 14%. Penilaian kinerja ahli gizi secara kuantitas dikategorikan baik, sedangkan penilaian secara kualitas dikategorikan kurang. Persamaan penelitian adalah menilai kinerja ahli gizi dan desain penelitian cross sectional, sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini tidak menilai tingkat kepercayaan diri ahli gizi. 2. Fayakun (2011) melaporkan hasil penelitiannya yang berjudul Peranan Proses Asuhan Gizi Terstandar Terhadap Asupan Gizi, Status Gizi dan Lama Rawat Pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung Tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan PAGT terhadap asupan zat gizi, status gizi dan lama rawat pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan selama mendapatkan PAGT, asupan gizi dan status gizi meningkat dan berhubungan positif, tetapi perubahan status gizi tidak berhubungan dengan lama rawat inap. Persamaan dengan penelitian ini, yaitu melihat asupan gizi pasien. Perbedaannya ialah bahwa penelitian ini tidak mengukur kinerja ahli gizi dan tingkat kepercayaan diri ahli gizi, jenis penelitian quasi eksperimental dengan disain one group pretest-posttest. 3. Nurlela et al. (2006) melaporkan hasil penelitian yang berjudul Pengaruh Pelatihan Asuhan Gizi Dalam Meningkatkan Kinerja Ahli Gizi Ruang Rawat Inap di RSUD DR. Soetomo Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan gizi terhadap kinerja ahli gizi ruang rawat inap. Hasilnya menunjukkan terdapat peningkatan pegetahuan, sikap, dan kinerja ahli gizi. Kepuasan pasien terhadap hasil kinerja memperoleh hasil
5 yang tidak berbeda. Persamaan penelitian ini, yaitu mengukur kinerja ahli gizi dan outcome pasien, subjek penelitian adalah ahli gizi dan pasien. Perbedaannya ialah bahwa penelitian ini tidak mengukur tingkat kepercayaan diri ahli gizi, jenis penelitian pre-eksperimental dengan disain before after tanpa pembanding. 4. Sergeev et al. (2012) melaporkan hasil penelitian yang berjudul Training Modalities and Self-Confidence Building in Performance of Life-Saving Procedures. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengalaman menggunakan modalitas pelatihan dengan kepercayaan diri dalam prosedur kinerja. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif antara kepercayaan diri dalam prosedur kinerja dengan pengalaman. Persamaan dengan penelitian ini ialah mengukur tingkat kepercayaan diri salah satu tenaga kesehatan. Perbedaannya ialah bahwa penelitian ini tidak mengukur kinerja ahli gizi dan outcome pasien.