BAB I PENDAHULUAN. Peran strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebagai lembaga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

Optimalisasi Fungsi Legislasi DPRD Melalui Pembentukan Peraturan Daerah Yang Berkualitas

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN LEGISLASI DAERAH BAHAN CERAMAH OLEH PROF. DR. SADU WASISTIONO,MSI

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan

PERAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. OLEH : SRI HARININGSIH, SH.,MH

BAB 5 PENUTUP. Pembaruan hukum..., Richo Wahyudi, FH UI, Universitas Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 09 TAHUN 2010

PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDASARI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN *

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

INFO SHEET PROLEGNAS DAN PROLEGNAS PRIORITAS 2010

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

HARMONISASI PERATURAN DAERAH DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA. (Analisis Urgensi, Aspek Pengaturan, dan Permasalahan) 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS TERHADAP FUNGSI REPRESENTASI ANGGOTA DPD DALAM PENINGKATAN PEMBANGUNAN DI DAERAHNYA (YOGYAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

Catatan Terhadap Peraturan DPR tentang Keterbukaan Informasi Publik di DPR RI Oleh: Ronald Rofiandri *

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERBA SERBI PROLEGA (Program Legislasi Aceh)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2000 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2000 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

DUKUNGAN KEBIJAKAN LEMBAGA LEGISLATIF DALAM MENINGKATKAN SINERGISITAS PUSAT-DAERAH DALAM PEMBANGUNAN KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

PANDANGAN BADAN LEGISLASI TERHADAP HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG. Oleh: Ignatius Moeljono *

BAB I PENDAHULUAN. UU) dan kekuasaan yudikatif (menyelenggarakan keadilan guna menegakkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN BUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebagai lembaga perwakilan yang mempunyai kewenangan merancang, merumuskan dan mengesahkan Undang-undang. Pada prinsipnya ditetapkannya kekuasaan membentuk Undang-Undang dari DPR merupakan wewenang atribusi yang diberikan oleh Pasal 21 UUD 1945 1, yang sebelumnya dipegang oleh Presiden (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 lama) 2. Akibatnya beban untuk membentuk Undang- Undang yang diwujudkan dalam fungsi legislasi DPR menjadi tanggung jawab sepenuhnya DPR. Dengan kata lain perubahan UUD 1945 telah mendudukkan posisi DPR sebagai lembaga utama pembentuk Undang-Undang. DPR merupakan salah satu manifestasi dari prinsip kedaulatan rakyat. Rakyat melalui wakilwakilnya di lembaga ini membuat hukum dan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif. DPRD berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD adalah mitra sejajar dengan pemerintah daerah. DPRD dalam melaksanakan tugasnya, dibekali dengan` tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Fungsi legislasi adalah suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak pemangku kepentingan (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan 1 UUD 1945 Pasal 21 Anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan UU. 2 UUD 1945 Pasal 5 ayat (1) Presiden berhak mengajukan rancangan UU kepada DPR. 1

dilaksanakan. Fungsi legislasi mempunyai arti yang sangat penting untuk menciptakan keadaan masyarakat yang diinginkan maupun sebagai pencipta keadilan sosial bagi masyarakat. Fungsi penganggaran DPRD merupakan penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bersama-sama pemerintah daerah. Fungsi penganggaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan daya saing. Fungsi pengawasan DPRD adalah pengawasan politik dan kebijakan yang bertujuan untuk memelihara akuntabilitas publik, terutama lembaga-lembaga yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kebijakan dan program pemerintahan serta pembangunan di daerah. (Wasistiono dan Wiyoso, 2009). Penempatan fungsi Legislasi yang pertama memang sangat memberi arti bahwa fungsi Legislasi merupakan fungsi yang sangat penting karena fungsi Legislasi merupakan fungsi yang dibuat untuk mengoperasionalkan fungsi-fungsi lainnya yaitu fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan. Fungsi Legislasi sangat berpengaruh terhadap keseluruhan kinerja DPRD. Dewan Perwakilan Rakyat sangat diperbincangkan selama ini. Banyak fenomena yang terjadi di lembaga legislatif sehingga kinerja belum maksimal baik di DPR Pusat maupun di DPR tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hampir setiap hari media massa menyajikan perihal tentang buruknya kinerja, perilaku bahkan aturan-aturan yang dijalankan oleh anggota DPR. Banyak prilaku-prilaku yang menyimpang dilakukan oleh DPR sehingga citra buruk melekat pada lembaga tersebut. Kondisi lembaga Legislatif baik di pusat maupun di daerah saat ini sedang menghadapi 2

banyak masalah. Mulai dari tiga fungsi lembaga yakni legislasi yang tidak tepat sesuai kebutuhan masyarakat, pengawasan, penganggaran yang kurang maksimal. Eksistensi lembaga DPRD di era otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 diharapkan dapat menyeimbangkan kekuatan terhadap pihak eksekutif daerah dengan cara menjalankan tiga fungsinya secara optimal, yakni fungsi perwakilan, fungsi legislasi dan fungsi pengawasan. Dalam tataran empirik ketiga fungsi tersebut belum berjalan secara maksimal karena terkendala oleh berbagai faktor misalnya kemampuan Sumber Daya Manusia dan maupun pengatutan kelembagaan secara internal DPRD. Menurut Pasal 1 butir keempat UU Nomor 32 Tahun 2004 bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal tersebut menunjukkan bahwa DPRD mempunyai kedudukan yakni sebagai wakil rakyat dan sebagai unsur penyelanggara pemerintahan daerah. Kedua kedudukan tersebut dalam prakteknya mempersulit posisi anggota DPRD. (Wasistiono, Wiyoso, 2009:43). Selain itu, DPRD hampir selalu dijadikan obyek atau bahkan dapat dikatakan diproyekkan karena kapasitas dan kapabilitas anggota-anggota DPRD untuk melaksanakan fungsi-fungi dan tugas-tugasnya belum menjadi dasar dalam evaluasi kelembagaan dan pengembangan program. (Agung Susanta 2004:13) Menurut Sudi Prayitno, salah satu persoalan serius yang menjadi catatan khusus Departemen Dalam Negeri terhadap kinerja pemerintah daerah dewasa ini adalah masih banyaknya produk-produk hukum daerah berupa peraturan daerah (perda) yang bermasalah. Sejak tahun 2008, Depdagri setidaknya telah 3

membatalkan 973 dari 3.000 perda bermasalah, sedangkan 250 lainnya dalam proses pembatalan (Kompas, 16/07/2008). Pada tahun yang sama, Depdagri sempat menyatakan bahwa separoh dari perda yang ada di Indonesia bermasalah (Media Indonesia, 16/07/2008). Bahkan, pada saat ini, tepat setahun usia pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono, masih terdapat ribuan perda yang tumpang tindih (Kompas, 20/10/2010). Sebagai produk daerah, perda yang bermasalah tentu bukan hanya menjadi tanggung jawab eksekutif (kepala daerah) untuk merevisi dan/atau menggantinya, tetapi juga legislatif (anggota DPRD). Persoalan menjadi makin rumit bila tanggung jawab tersebut hanya dibebankan ke pundak kepala daerah saja, sementara para legislator seolah hanya sebagai tukang ketok palu tanda menyetujui rancangan perda yang diajukan kepala daerah. Padahal, sebagai legislator yang berfungsi legislasi, anggota DPRD juga memiliki tanggung jawab lain yang jauh lebih strategis, yaitu sebagai pemrakarsa pembuatan perda. Kendala-kendala dalam fungsi legislasi itu sendiri dapat juga terlihat dari instrumen untuk menghasilkan produk Legislasi yaitu yang dirancang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang ada di Pemerintah Pusat yaitu DPR- RI dan Presiden. Permasalahannya yaitu masih lemahnya tingkat kordinasi lintas atau antarkelembagaan terkait; lemahnya parameter yang digunakan untuk menentukan Rancangan Undang Undang (RUU) yang akan dimasukkan dalam Prolegnas. Tidak ada persyaratan yang ketat terutama menyangkut identifikasi permasalahan yang akan diatur baik dari aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis; masih lemahnya komitmen terhadap Prolegnas sebagai satu-satunya instrumen 4

perencanaan peraturan perundang-undangan. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya RUU yang masuk diluar Prolegnas. Komitmen terhadap Prolegnas sebagai satu-satunya instrumen perencanaan peraturan perundang-undangan, belum sepenuhnya ditaati baik oleh pemerintah maupun DPR, sehingga masih sering terjadi masuknya RUU yang sebelumnya tidak tercantum dalam daftar, menjadi RUU yang diagendakan untuk dibahas di DPR; lemahnya rasionalisasi pen-target-an RUU yang masuk dalam Prolegnas dengan penyesuaian pembahasan RUU (pengesahan UU). Hal ini dapat dilihat dari tahun ke tahun, DPR tidak memenuhi target penyelesaian UU sebagaiman yang diamanatkan dalam Prolegnas; masih kurang/lemahnya inventarisasi, sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang berlaku mengakibatkan terjadinya overlapping pengaturan bahkan dimungkinkan terjadinya pertentangan diametral antar peraturan perundang-undangan yang berlaku; masih lemahnya diseminasi peraturan perundang-undangan untuk membuka akses dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang; kurangnya sosialisasi produk perundang-undangan yang terbentuk dan yang telah diundangkan; mekanisme pembahasan RUU di lingkungan DPR membutuhkan waktu yang panjang, karena keharusan adanya Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) lebih dulu yang menjadi landasan pembahasan RUU. Kondisi kinerja DPRD dalam fungsi legislasi dapat dilihat dari inisiatif menghasilkan PerDa yang sangat terbatas. Hal ini terjadi karena beberapa sebab. Pertama, perhatian yang jauh lebih besar terhadap isu-isu politis dan ekonomi telah menjadikan alat kelengkapan DPRD memprioritaskan PerDa tentang APDB 5

dan pengawasan terhadap program-program pembangunan. Kedua, para anggota mempunyai pengalaman dan kemampuan relatif terbatas dalam menyususn rancangan PerDa. Ketiga, PemDa mempunyai kemampuan dan kebutuhan untuk merumuskan PerDa yang dapat endukung pelaksanaan pemerintahan, terutama yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan daerah dan pelaksanaan program pembangunan. Keempat, input dari aspirasi masyarakat pada umumnya bersifat protes terhadap kebijakan teknis, sehingga tidak dapat menjadi masukan perumusan rancangan PerDa. Kelima, karena banyaknya PerDa yang telah dirumuskan sebelumnya, anggota DPRD tidak dapat mengidentifikasi kebutuhan baru. Keenam, banyak PerDa yang telah dihasilkan ternyata dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang diatasnya. Akibatnya, DPRD menunggu sampai PerDa yang dinilai tidak sesuai dengan kebijakan nasional tersebut diselesaikan. Ketujuh, penguasaan terhadap sistem hukum dan perundang-undangan pun diakui relatif terbatas. (Agung Susanta, 2004:117) Fenomena-fenomena tersebut terjadi di DPR Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Peneliti melihat terjadinya hal yang sama di DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten) Bireuen yang saat ini lemah dalam menjalankan fungsi legislasinya. Fungsi legislasi yang dilakukan oleh DPRK Bireuen belum mencapai target sesuai yang direncanakan atau dituangkan dalam Program Legislasi Daerah (PROLEGDA). Adanya pengesahan Rancangan Qanun 3 3 Qanun adalah Peraturan Perundang-undangan sejenis Peraturan Daerah yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat di Provinsi Aceh. Qanun terdiri atas: Qanun Aceh, yang berlaku di seluruh wilayah Provinsi Aceh. Qanun Aceh disahkan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.Qanun Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Qanun kabupaten/kota disahkan oleh bupati/wali kota 6

(RaQan) diluar target yang ditentukan dan masih banyak terdapat RaQan yang disahkan diluar PROLEGDA itu sendiri serta RaQan yang diajukan atau dirancang oleh DPRK Bireuen juga masih minim, masih didominasi oleh pihak Eksekutif. Adapun perihal tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel. 1 Jumlah Rancangan Qanun sesuai PROLEGDA dan Jumlah Qanun Yang Disahkan Tahun 2010-2013 Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Total Rancangan Qanun Usulan Pihak Eksekutif 30 23 16 8 10 85 Rancangan Qanun Inisiatif DPRK Bireuen 0 2 5 2 0 9 Jumlah Qanun Yang Disahkan 24 14 11 17 0 66 Sumber : Sekretariat DPRK Bireuen (diolah peneliti) Berdasarkan tabel 1 tersebut, dapat dilihat bahwa DPR Kabupaten Bireuen bersama dengan Pihak Eksekutif baru mensahkan Rancangan Qanun sebanyak 66 Qanun atau 70,21% (sudah tergabung jumlah Rancangan Qanun yang disahkan diluar PROLEGDA yaitu 15 qanun (15,95%) sedangkan berdasarkan PROLEGDA yaitu 54,26% hanya 51 Qanun sesuai PROLEGDA 2010-2013). Dapat dilihat juga kecepatan rata-rata empat tahun pertama untuk pengesahan Rancangan Qanun yaitu 16 Qanun per tahun. Namun dari target 94 Rancangan Qanun yang tertuang dalam PROLEGDA 2010-2014 seharusnya pengesahan Qanun per tahun adalah 18 atau 19 Rancangan Qanun. Hal ini menunjukkan kecepatan yang fluktuatif. Kecepatan sangat penting dalam proses legislasi untuk melihat proses pembahasan atau waktu yang digunakan dari awal usulan setelah mendapat persetujuan bersama dengan DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten atau Dewan Perwakilan Rakyat Kota). 7

perancangan Qanun sampai dengan pengesahan Rancangan Qanun. Selain dari produktivitas dan kecepatan, kualitas dari Qanun yang disahkan DPR dapat dilihat dari muatan isi Qanun-qanun tersebut yang semestinya lebih banyak berpihak kepada kepentingan masyarakat luas. Peneliti hanya meneliti fungsi Legislasi di DPR Kabupaten Bireuen karena menurut peneliti fungsi Legislasi merupakan fungsi utama untuk dapat menjalankan dan mengoperasionalkan fungsi-fungsi lainnya yaitu penganggaran dan pengawasan. Dalam hal ini peneliti juga tertarik meneliti fungsi Legislasi di DPR Kabupaten Bireuen karena sekian banyak Rancangan Qanun yang dirumuskan yaitu berjumlah 94 Rancangan Qanun sesuai Tabel 1, hanya terdapat 9 Rancangan Qanun yang diusulkan oleh DPRK Bireuen, selebihnya 85 Rancangan Qanun adalah usulah pihak Eksekutif Pemda Bireuen. Jadi jelas terlihat bahwa DPR Kabupaten Bireuen merupakan lembaga stempel yang hanya mengesahkan produk Legislasi yang diusulkan oleh Eksekutif. 1.2 Perumusan Masalah Belum maksimalnya produktivitas Qanun yang dihasilkan oleh DPRK Bireuen, secara umum akan memberikan dampak bagi masyarakat, dan secara khusus memberikan efek yang buruk terhadap kinerja DPRK Bireuen dalam menjalankan fungsi Legislasi. Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Mengapa kinerja DPR Kabupaten Bireuen rendah dalam pelaksanaan fungsi Legislasi?. 8

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kinerja DPR Kabupaten Bireuen dalam pelaksanaan fungsi Legislasi. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Melalui penelitian ini, diharapkan adanya gambaran mengenai kinerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja DPRK Bireuen dalam menjalankan fungsi Legislasi. 2. Memberikan masukan bagi DPRK Bireuen dalam upaya peningkatan fungsi Legislasi untuk merancang dan merumuskan kebijakan atau Rancangan-rancangan Qanun Kabupaten Bireuen. 3. Bagi peneliti, akan memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pelaksanaan fungsi Legislasi yang dilaksanakan oleh DPRK Bireuen. 4. Hasil yang diperoleh dari penelitian dapat dikembangkan dan disempurnakan kembali supaya menjadi sumber ilmu dan pengetahuan baru oleh para mahasiswa pada umumnya, dan mahasiswa MAP pada khususnya. 9