POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

dokumen-dokumen yang mirip
PROSPEK TANAMAN PANGAN

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PENDAHULUAN. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

REVITALISASI PERTANIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai Glycine max (L.) Merill adalah tanaman asli daratan Cina dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

PENDAHULUAN Latar Belakang

Titik Poin Agribisnis Kedelai

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan

PEMERINTAH KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo Telp

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

KRISIS PETANI BERDAMPAK PADA KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA. Oleh: I Ketut Suratha. Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Transkripsi:

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220 juta jiwa, maka kebutuhan akan pangan sangatlah penting dalam menunjang ketahanan pangan nasional. Kebutuhan yang besar jika tidak diimbangi peningkatan produksi pangan tentu akan menghadapi permasalahan. Jika tidak ada upaya untuk meningkatkan produksi pangan, maka akan menimbulkan masalah antara kebutuhan dan ketersediaan yang harus dipenuhi. Krisis pangan yang melanda Indonesia bahkan dunia pada awal tahun 2008 lalu merupakan sebuah pelajaran bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang lebih baik dan berpihak kepada rakyat. Ketahanan pangan diartikan sebagai ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah, mutu dan gizi yang cukup, aman dikonsumsi, merata dan terjangkau. Stabilitas ketahanan pangan bertumpu pada keragaman sumberdaya pangan yang terdistribusi diseluruh wilayah, peningkatan pendapatan petani dan kelestarian sumberdaya lahan. Upaya Mengatasi Masalah Pangan Nasional Langkah yang paling tepat untuk mengantisipasi dari dampak krisis pangan tahun yang lalu adalah dengan mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada rakyat khususnya petani. Kebijakan jangka pendek dan menengah yang harus segera dilakukan untuk mengatasi agar tidak terjadi krisis pangan Indonesia adalah 1. Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan Rata-rata produktivitas tanaman pangan nasional masih rendah. Rata-rata produktivitas padi adalah 4,4 ton/ha (Purba S dan Las, 2002) jagung 3,2 ton/ha dan kedelai 1,19 ton/ha. Jika dibanding dengan negara produsen pangan lain di dunia khususnya beras, produktivitas padi di Indonesia ada pada peringkat ke 29. Australia memiliki produktivitas rata-rata 9,5 ton/ha, Jepang 6,65 ton/ha dan Cina 6,35 ton/ha ( FAO, 1993). Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah (a) Penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah; (b)tingkat kesuburan lahan yang terus menurun (c) Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal. Rendahnya penerapan teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan potensi produksi dari hasil penelitian dengan hasil di lapangan yang diperoleh oleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga penerapan teknologinya sepotong-sepotong (Mashar, 2000). Seperti penggunaan pupuk yang tidak tepat, bibit unggul dan cara pemeliharaan yang belum optimal diterapkan petani belum optimal karena lemahnya sosialisasi teknologi, sistem pembinaan serta lemahnya modal usaha petani itu sendiri. Selain itu juga karena cara budidaya petani yang menerapkan budidaya konvensional dan kurang inovatif seperti kecenderungan menggunakan input pupuk kimia yang terus menerus,

tidak menggunakan pergiliran tanaman, kehilangan pasca panen yang masih tinggi 15 20 % dan memakai air irigasi yang tidak efisien. Akibatnya antara lain berdampak pada rendahnya produktivitas yang mengancam kelangsungan usaha tani dan daya saing di pasaran terus menurun. Rendahnya produktivitas dan daya saing komoditi tanaman pangan yang diusahakan menyebabkan turunnya minat petani untuk mengembangkan usaha budidaya pangannya, sehingga dalam skala luas mempengaruhi produksi nasional. Untuk mengatasi permasalahan di atas pemerintah harus memberikan subsidi teknologi kepada petani dan melibatkan stakeholder dalam melakukan percepatan perubahan (Saragih, 2003). Subsidi teknologi yang dimaksud adalah adanya modal bagi petani untuk memperoleh atau dapat membeli teknologi produktivitas dan pengawalannya sehingga teknologi budidaya dapat dikuasai secara utuh dan efisien sampai tahap pasca panennya. 2. Meningkatkan Perluasan Lahan Pertanian Baru Sulitnya melakukan peningkatan produksi pangan nasional antara lain karena pengembangan lahan pertanian pangan baru tidak seimbang dengan konversi lahan pertanian produktif yang berubah menjadi fungsi lain seperti permukiman. Lahan irigasi Indonesia sebesar 10.794.221 hektar telah menyumbangkan produksi padi sebesar 48.201.136 ton dan 50 %-nya lebih disumbang dari pulau Jawa (BPS, 2000). Akan tetapi mengingat padatnya penduduk di pulau Jawa keberadaan lahan tanaman pangan tersebut terus mengalami degradasi seiring meningkatnya kebutuhan pemukiman dan pilihan pada komoditi yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti hortikultura. Jika tidak ada upaya khusus untuk meningkatkan produktivitas secara nyata dan/atau membuka areal baru pertanian pangan sudah pasti produksi pangan dalam negeri tidak akan mampu mencukupi kebutuhan pangan nasional. Dari sisi perluasan areal lahan tanaman pangan ini upaya yang dapat ditempuh adalah: (1) Memanfaatkan lahan lebak dan pasang surut termasuk di kawasan pasang surut (Alihamsyah, dkk, 2002) (2) Mengoptimalkan lahan tidur dan lahan tidak produktif di pulau Jawa. Kedua pilihan di atas mutlak harus di barengi dengan menerapkan teknologi produktivitas mengingat sebagian besar lahan tersebut tidak subur untuk tanaman pangan. Luas lahan pasang surut dan Lebak di Indonesia diperkirakan mencapai 20,19 juta hektar dan sekitar 9,5 juta hektar berpotensi untuk pertanian serta 4,2 juta hektar telah di reklamasi untuk pertanian (Ananto, E.,2002). Memanfaatkan lahan lebak dan Pasang Surut dipandang sebagai peluang terobosan untuk memacu produksi meskipun disadari bahwa produktivitas di lahan tersebut masih rendah. Produktivitas rata-rata tanaman pangan padi, Jagung dan Kedelai di lahan lebak/pasang surut dengan penerapan teknologi konvensional hasilnya masih rendah yaitu : secara berturut turut sekitar 3,5 ton/ha; 2,8 ton/ha dan 0,8 ton/ha. Kendala utama pengembang di lahan ini adalah keragaman sifat fisika-kimia seperti ph yang rendah, kesuburan rendah, keracunan tanah dan kendala Bio fisik seperti pertumbuhan gulma yang pesat, OPT dan cekaman Air (Moeljopawiro, S., 2002) Lahan kering di Indonesia sebesar 11 juta hektar yang sebagian besar berupa lahan tidur dan lahan marginal sehingga tidak produktif untuk tanaman pangan. Di Pulau Jawa yang padat penduduk, rata-rata pemilikan lahan usaha tani berkisar hanya 0,2 ha/kk petani.

Namun, banyak pula lahan tidur yang terlantar. Ada 300.000 ha lahan kering terbengkalai di Pulau Jawa dari kawasan hutan yang menjadi tanah kosong terlantar. Masyarakat sekitar hutan dengan desakan ekonomi dan tuntutan lapangan kerja tidak ada pilihan lain untuk memanfaatkan lahan-lahan kritis dan lahan kering untuk usaha tani pangan seperti jagung, padi huma dan kedelai serta kacang tanah. Secara alamiah hal ini membantu penambahan luas lahan pertanian pangan, meskipun disadari bahwa produktivitas di lahan tersebut masih rendah, seperti jagung 2,5 3,5 ton/ha dan padi huma 1,5 ton/ha dan kedelai 0,6 1,1 ton/ha, tetapi pemanfaatannya berdampak positif bagi peningkatan produksi pangan. Melihat kenyataan di atas maka solusi terbaik adalah: (1) pemerintah sebaiknya memberikan ijin legal atas hak pengelolaan lahan yang telah diusahakan petani yaitu semacam HGU untuk usaha produktif usaha tani tanaman pangan sehingga petani dapat memberikan kontribusi berupa pajak atas usaha dan pemanfaatan lahan tersebut, (2) memberikan bimbingan teknologi budidaya dan (3) Melibatkan stakeholder dan swasta yang memiliki komitmen menunjang dalam sistem Agribisnis tanaman pangan sehingga akan menjamin kepastian pasar, Sarana Input teknologi produktivitas dan nilai tambah dari usaha tani terpadunya. Pengelolaan lahan kering untuk pertanian dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi produktivitas organik agar memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan produksi pangan dan kesejahteraan masyarakat. Multiple effek dari usaha tani tanaman pangan ini sangat berarti dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar dan bagi kepentingan nasional. 3. Tata Niaga Pangan Berdasarkan kebijakan di atas maka langkah yang harus diambil secara konkrit adalah dengan cara mematok harga dasar pangan yang menguntungkan petani dan konsumen. Harga tidak boleh tergantung kepada harga internasional karena tidak berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan. Harga harus sesuai dengan ongkos produksi dan keuntungan petani dan kemampuan konsumen. Memberikan insentif harga kepada petani komoditas pangan (terutama beras, kedelai, jagung, singkong, gula dan minyak goreng) jika terjadi fluktuasi harga. Hal ini sebagai jaminan untuk tetap menggairahkan produksi pangan dalam negeri. Mengatur kembali tata niaga pangan. Pangan harus dikuasai oleh negara dan digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat. Bulog bisa diberikan peran ini, tapi harus dengan intervensi yang kuat dari Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Departemen Keuangan (Asteria 2008). Menyediakan insentif bagi petani komoditas pangan, terutama bibit, pupuk, teknologi dan kepastian beli. Memberikan dukungan pelembagaan organisasi petani komoditas pangan, yakni kelompok tani, koperasi, dan ormas tani.

DAFTAR PUSTAKA Alihamsyah, dkk, 2002. Mengoptimalkan Lahan Tidur dan Lahan Marginal di Pulau Jawa. Jakarta Ananto, E.,2002. Potensi Lahan Pasang Surut dan Lebak Indonesia. Jakarta Asteria 2008. Ketahanan Pangan.www.MadaniRi.com/2008/Pertanian Mashar, 2000. Potensi dan Inovasi Teknologi Sumberdaya Lahan Untuk Menuju Swasembada Kedelai. Bogor Moeljopawiro, S., 2002. Pertanian Alami VS Ketergantungan Petani. Jakarta Saragih, 2003. Mengatasi Kelangkaan Kedelai Di Sumatera Barat. Padang

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DI PROVINSI ACEH Oleh Emlan Fauzi TERJADINYA perubahan kebijakan pengelolaan lahan di negara Amerika Serikat dari tanaman kedelai ke tanaman jagung menyebabkan pasokan kedelai ke Indonesia mulai berkurang sementara permintaan selalu meningkat. Di samping keadaan tersebut dikhawatirkan kondisi ekonomi nasional dewasa ini, dipastikan akan mempengaruhi pertumbuhan impor kedelai. Turunnya daya beli masyarakat sebagai akibat depresiasi rupiah sudah pasti akan menurunkan laju impor kedelai atau dengan kata lain harga kedelai impor akan semakin sulit terjangkau. Di lain pihak biaya produksi kedelai akan meningkat dengan naiknya harga pupuk dan biaya saprodi lainnya. Akibatnya, harga kedelai di pasaran akan naik dan ketersediaan kedelai di pasaran juga akan berkurang. Kenaikan harga kedelai menyebabkan perusahaan tempe dan tahu mengurangi produksi bahkan sebagian diantaranya gulung tikar. Akibatnya, tempe dan tahu menjadi langka di pasaran dan harganya relatif mahal, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah. Padahal tempe dan tahu sudah menjadi menu utama sebagian besar masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Hampir 90% kedelai di Indonesia digunakan untuk bahan pangan, terutama tempe, tahu, kecap, susu kedelai, tauco dan makanan lainnya sebagai sumber protein yang relatif murah. Ketergantungan Indonesia akan kacang kedelai impor terus meningkat dewasa ini, dikarenakan meningkatnya konsumsi kedelai perkapita masyarakat Indonesia dan penurunan produksi kacang kedelai nasional. Produksi kedelai nasional dari tahun ketahun terus menurun. Penurunan produksi kedelai nasional disebabkan oleh produktivitas lahan yang masih rendah, berkurangnya luas areal panen, gagalnya panen karena iklim yang tidak cocok untuk pertumbuhan, juga karena belum dikuasainya teknologi produksi yang maju oleh petani. Bertolak dari kenyataan tersebut penggalakan budidaya kedelai mutlak harus dilakukan.

Bagaimana dengan Aceh Peluang pengembangan kedelai di Propinsi Aceh masih sangat besar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal lahan. Produksi kedelai di Propinsi Aceh dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Kisaran produksi kedelai selama enam tahun terakhir di Aceh adalah sebesar 18.697 sampai 31.170 ton. Dari data menunjukkan bahwa luas panen tertinggi terjadi pada tahun 2004 (24.325 ha) dan produksi tertinggi 31.170 ton pada tahun yang sama, sedangkan luas panen terendah pada tahun 2003 (14.518 ha) dan produksi terendah terjadi pada tahun yang sama juga yaitu sebesar 18.697 ton. Potensi lahan untuk pengembangan kedelai di Provinsi Aceh terdiri dari lahan sawah setelah tanam padi adalah sebesar 390.366 ha, lahan tegal (530.638 ha) dan lahan yang belum diusahakan sebesar 258.067 ha, sedangkan luas panen pada tahun 2006 sebesar 25.495 ha. Apabila melihat angka-angka tersebut, hal ini berarti bahwa masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan petani untuk tanaman kedelai. Potensi lahan untuk pengembangan tanaman kedelai masih sangat besar dan peluang peningkatan produksi kedelai di Provinsi Aceh masih bisa di kembangkan baik skala kecil maupun besar. Perluasan areal tanam mempunyai kontribusi yang lebih besar terhadap peningkatan produksi kedelai. Dari data menunjukkan bahwa fluktuasi produksi selalu mengikuti fluktuasi luas panen. Pada tahun 2004 produksi kedelai sebesar 31.170 ton dari 24.325 ha areal panen. Menurut Burlis Han, dkk 2002, salah satu sumber pertumbuhan yang memberikan kontribusi terbesar untuk peningkatan produksi kedelai di Aceh adalah dengan cara perluasan areal tanam, baik di lahan kering maupun lahan sawah. Apabila ditinjau dari segi luas, kesesuaian, permasalahan biofisik lahan, infrastruktur dan sosial budaya maka lahan kering paling potensial dikembangkam untuk usahatani kedelai. Meskipun demikian perluasan areal tanam kedelai di lahan sawah perlu mendapat prioritas. Peningkatan produksi kedelai di Aceh dapat juga dilakukan dengan peningkatan produktivitas tanaman melalui penyebar luasan penggunaan benih unggul bermutu, penerapan inovasi teknologi baru dan peningkatan populasi tanaman serta penerapan teknologi pemupukan berimbang.

Rata-rata produktivitas kedelai di tingkat petani sebesar 1,315 ton/ha, sedangkan ditingkat penelitian berkisar antara 2,017 3,125 ton/ha, hal ini bergantung pada kondisi lahan dan teknologi yang diterapkan. Angka-angka ini menunjukkan bahwa ada perbedaan produktivitas sebesar 0,702 ton/ha antara petani dengan peneliti. Hal ini menunjukkan bahwa produksi kedelai di tingkat petani masih bisa ditingkatkan melalui inovasi teknologi budidaya spesifik lokasi yang tepat. Dari potensi yang ada di atas, maka Propinsi Aceh dapat diharapkan mampu menjadi daerah sentral produksi kedelai nasional dan pada akhirnya akan mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menjadi penyuplai untuk kebutuhan nasional.