BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba mempunyai bahasa Batak Toba sebagai lambang identitas dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. pembeda antara sub-etnis di atas adalah bahasa dan letak geografis.

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA. Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. (6) definisi operasional. Masing-masing dipaparkan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki berbagai fungsi dalam penggunaannya. Salah satu di

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Mereka saling berinteraksi dengan orang di sekitarnya maupun

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. tidur sampai tidur lagi, bahkan bermimpi pun manusia berbahasa pula.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

UNGKAPAN PENERIMAAN DAN PENOLAKAN DALAM BAHASA INDONESIA. Nur Anisa Ikawati Universitas Negeri Malang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

Rancangan Silabus BAHASA INDONESIA SEBAGAI MATAKULIAH UMUM Suatu Tinjauan Pendekatan Pragmatik Oleh : Yuniseffendri. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

BAB I PENDAHULUAN. perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba sangat mengapresasi nilai-nilai budaya yang mereka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai. sebuah tuturan dengan maksud yang berbeda-beda pula.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan tulisanya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

ERIZA MUTAQIN A

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB V PENUTUP. pembahasan dalam tesis ini. Adapun, saran akan berisi masukan-masukan dari. penulis untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini, manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu sub-etnik Batak yang ada di Indonesia di samping Batak Simalungun, Karo, Pakpak, dan Mandailing. Tidak jauh berbeda dengan sub-etnik lain yang ada di Indonesia, masyarakat Batak Toba mempunyai bahasa Batak Toba sebagai lambang identitas dan manifestasi eksistensi. Eksistensi yang dimaksud adalah makhluk yang bermanfaat atau makhluk sosial di mana kemasyarakatan itu sendiri terbentuk dengan adanya bahasa (Subyakto, 1992: 1). Pada dasarnya bangsa Indonesia berlatar belakang kedaerahan. Masingmasing daerah atau suku bangsa mempunyai bahasa daerahnya sendiri. Bahasabahasa daerah perlu dibina dan dikembangkan karena bahasa daerah merupakan satu unsur kebudayan nasional yang dilindungi oleh Negara. Penjelasan Undang- Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 menyatakan di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Batak, Madura, dan sebagainya), bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara. Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.

Lebih lanjut ditekankan di dalam Politik Bahasa Indonesia (Halim, 1984: 22) bahwa dalam rangka merumuskan fungsi dan kedudukan bahasa daerah perlu dipertimbangkan hal-hal berikut: 1. Bahasa daerah tetap dibina dan dipelihara oleh masyarakat pemakainya, yang merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. 2. Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bahasa nasional serta untuk pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah itu sendiri. 3. Bahasa daerah tidak berbeda dalam struktur kebahasaannya, tetapi juga berbeda jumlah penutur aslinya. 4. Bahasa-bahasa daerah tertentu dipakai sebagai alat penghubung baik lisan maupun tulis, sedangkan bahasa daerah dipakai secara lisan. Bahasa Batak Toba terus berkembang dan berfungsi sebagai alat komunikasi, pendukung, dan lambang identitas masyarakat Batak Toba. Fungsi tersebut dapat diamati melalui kegiatan-kegiatan anggota masyarakat dalam berkomunikasi antar sesamanya. Untuk mengungkap maksud dan isinya seorang penutur bahasa sering menyampaikannya melalui karya sastra. Salah satu karya sastra lisan yang lahir, hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Batak Toba dan diwariskan secara turun-temurun dari mulut ke mulut adalah umpasa.

Sebagai sastra lisan umpasa pantun digolongkan ke dalam bentuk puisi lama, karena umpasa diubah dengan syarat-syarat berbait, bersajak dan berirama, dan terdiri dari dua baris sebait, dan empat baris sebait, baris pertama terdiri sampiran dan baris kedua berupa isi, dua baris pertama berupa sampiran dan dua baris terakhir merupakan isi. Dahulu pemakaian umpasa Batak Toba sering digunakan oleh kaum muda-mudi dan orang tua ketika mengadakan suatu kegiatan, misalnya kaum muda-mudi dalam kegiatan acara martandang berkunjung dan kaum orang tua dalam kegiatan rapat adat, upacara-upacara adat, seperti marhata sinamot (musyawarah membicarakan uang emas kawin), marunjuk (upacara perkawinan) dan lain-lain. Umpasa dalam konteks budaya masyarakat Batak Toba tidak hanya memperindah untaian kata-kata, tetapi juga memiliki makna yang sangat luas, berisi falsafah hidup, etika kesopanan, undang-undang, dan kemasyarakatan. Tetapi umpasa lebih cenderung berisi falsafah hidup yang menjadi cita-cita hidup masyarakat Batak Toba berupa hamoraon kekayaan, hagabeon mempunyai keturunan, dan hasangapon kehormatan. Frekwensi pemakaian umpasa lebih sering digunakan apabila dibandingkan dengan jenis karya sastra milik masyarakat Batak Toba lainnya. Seperti umpama perumpamaan, turi-turian cerita dan lain-lain. Pemakaian umpasa selalu dilakukan pada setiap berlangsung upacara adat. Upacara adat tersebut adalah lebih bermaknak apabila dibarengi dengan penggunaan umpasa karena raja parhata juru bicara adat dapat bertanya jawab untuk melaksanakan

tugasnya sambil menunjukkan kebolehannya menggunakan umpasa sebagai lambang kewibawaan. Keberadan umpasa di tengah masyarakat pada saat sekarang terutama masyarakat yang berada di perantauan dapat dikatakan mengkhawatirkan walaupun penggunaan dilakukan pada setiap upacara adat. Hal ini diakibatkan banyak orang tua masyarakat Batak Toba yang tidak dapat lagi mengetahui makna dan mempergunakan umpasa tersebut. Tentunya keadaan ini mempunyai pengaruh negatif terhadap perkembangan umpasa. Para generasi muda nantinya akan kewalahan untuk belajar dan mendapatkan imformasi akurat tentang makna yang dikandung umpasa tersebut. Berdasarkan alasan tersebut di atas, penelitian terhadap umpasa masyarakat Batak Toba sangat diperlukan sekarang agar generasi muda dan pemerhati budaya Batak Toba dapat belajar dan mendapatkan imformasi yang akurat tentang umpasa. Selain itu dapat juga sebagai inventarisasi umpasa. Pada pelaksanaan rapat adat atau musyawarah uang emas kawin (marhata sinamot) pada masyarakat Batak Toba tidak berbeda untuk beberapa daerah yang dikenal seperti di Toba Humbang, Silindung, dan Holbung. Namun adanya perbedaan yang mendasar pada ketiga daerah ini adalah dalam hal pelaksanaan adat khususnya dalam pembagian Jambar (penghargaan) dan Ulos (selendang) sedangkan kesamaannya adalah alat komunikasi yang digunakan yaitu samasama bahasa Batak Toba.

Masyarakat Batak Toba mempunyai sistem adat istiadat tertentu yang berazaskan Daliha Na Tolu tungku yang berkaki tiga disingkat tungku nan tiga. Dalihan Na Tolu merupakan dasar hidup masyarakat Batak Toba. Setiap anggota masyarakat wajib berbuat dan bertindak menurut aturan adat istiadat yang berazaskan Dalihan Na Tolu. Pengertian rapat adat adalah musyawarah membicakan uang emas kawin (marhata sinamot) yang dihadiri oleh ketiga unsur Dalihan Na Tolu,, yaitu hulahula pemberi istri, dongan sabutuha/dongan tubu kerabat semarga, dan boru penerima istri dari kedua belah pihak. Penelitian ini memuat tentang Umpasa Masyarakat Batak Toba dalam Rapat Adat: Suatu Kajian Pragmatik. Di dalam penelitian ini, lokasi penelitian penulis adalah Kota Medan. Peneliti membatasi rapat adat atau musyawarah uang emas kawin (marhata sinamot) yang mempergunakan umpasa sebagai tindak tutur pada masyarakat Batak Toba. Masing-masing pihak mempunyai ketiga komponen adat yaitu: hulahula, dongan sabutuha, boru dan inilah yang menjadi satu keluarga besar Dalihan Na Tolu yang baru. Apabila ketiga komponen dari kedua pihak tidak hadir maka apa yang disebut adat tidak memenuhi kualifikasi adat. Dengan kata lain, keterikatan ketiga komponen tersebut merujuk pada satu kesatuan yang terintergrasi sehingga rapat adat dapat berlangsung dengan baik. Dalam rapat adat pada masyarakat Batak Toba dilaksanakan apabila kitiga komponen yang dikenal dengan Dalihan Na Tolu telah hadir berserta

dongan sahuta kawan sekampung pada situasi tersebut, hulahula sebagai pemberi istri, dongan sabutuha sebagai kerabat semarga, boru sebagai penerima istri, dan dongan sahuta sebagai kawan sekampung. Dalihan Na Tolu ini ialah suatu kerangka yang meliputi hubungan kekerabatan dari hubungan perkawinan di mana ada pertemuan dua marga dari kedua pihak yaitu pihak boru penerima istri dan pihak hulahula pemberi istri. Rapat adat adalah musyawarah membicarakan uang emas kawin/uang mahar atau disebut juga dengan istilah dalam bahasa Batak Toba marhata sinamot merupakan suatu awal yang harus dilaksanakan sebelum acara dilanjutkan ke tahap pesta perkawinan bagi setiap suku Batak Toba. Pada saat rapat adat (marhata sinamot) di sinilah dimusyawahkan banyaknya tuhor boru uang emas kawin/uang mahar yang harus diberikan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Dalam hal rapat adat bagi suku Batak bukanlah persoalan bagi pihak laki-laki dan pihak perempuan semata, termaksud saudara-saudara kandung masing-masing, akan tetapi merupakan ikatan berdasarkan Dalihan Na Tolu dari masing-masing pihak. Dalam hal membicarakan uang mahar peran dari tulang paman dari kedua belah pihak juga menentukan banyaknya uang mahar yang diberikan dari pihak laki-laki. Akibatnya bila tidak terjadi kesepakatan dari kedua belah pihak, maka rapat adat tersebut dikatakan gagal. Namun bila terdapat kesepakatan dari kedua belah pihak, maka ditentukan kapan hari, tanggal, dan bulan pelaksanaan pesta perkawinan dilangsungkan.

Pada rapat adat (marhata sinamot) merupakan semacam jembatan yang mempertemukan Dalihan Na Tolu dari orangtua pihak laki-laki dan Dalihan Na Tolu dari orangtua pihak perempuan. Artinya karena adanya musyawarah membicarakan uang mahar (sinamot) inilah maka Dalihan Na Tolu dari orang tua pihak laki-laki menjadi berkerabat dengan Dalihan Na Tolu dari pihak perempuan dan sebaliknya. Jadi segala istilah sapaan dan acuan yang digunakan oleh pihak yang satu terhadap pihak lain demikian pula sebaliknya adalah istilah-istilah kekerabatan berdasarkan Dalihan Na Tolu. Istilah pragmatik sebagai bidang kajian di dalam ilmu linguistik, diberi batasan yang berbeda-beda oleh pakar-pakar linguistik. Namun dari batasanbatasan itu dapat ditelusuri adanya dua tradisi prakmatik, yaitu tradisi Anglo Amerika dan tradisi continental (Lavinson, 1983: 5). Yang pertama itu lebih terbatas dan lebih erat kaitannya dengan apa yang secara tradisional menjadi kajian linguistik seperti struktur kalimat dan tata bahasa. Yang Kontinental itu lebih luas dan meliputi analisis wacana, etnografi komunikasi, beberapa aspek psikolinguistik dan bahkan kajian tentang kata sapaan (Fasold, 1987: 119). Salah satu batasan pragmatik yang berterima oleh para pengikut kedua tradisi itu adalah bidang ini adalah bidang di dalam linguistik yang mengkaji maksud ujaran, bukan makna kalimat yang diujarkan itu. Makna kalimat dikaji di dalam semantik, sedangkan maksud atau daya (force) ujaran dikaji dalam pragmatik.

Pragmatik selain mempelajari maksud ujaran juga mempelajari fungsi ujaran: untuk apa suatu ujaran dibuat atau dilakukan. Atas dasar ini dapat dikatakan bahwa pragmatik termasud dalam fungsionalisme di dalam linguistik. Seperti yang disebutkan sebelumnya, satuan analisisnya bukanlah kalimat (karena kalimat adalah satuan tata bahasa), melainkan tindak ujaran atau tindak tutur (speech act). Sebagaimana tindak ujaran bukan kalimat. Thomas (1995: 22) mendefinisikan ilmu pragmatik sebagi arti dalam interaksi, ini menggambarkan bakwa makna itu bukan sesuatu arti yang melekat pada kata itu sendiri, bukan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh pembicara dan pendengar, juga konteks ujaran (seperti konteks fisik, sosial, budaya, dan bahasa) dan arti yang mungkin muncul dari sebuah ujaran. Ini merupakan definisi interpretasi dari sudut pandang pendengar. Crystal (1985: 240) mendefinisikan pragmatik sebagai pengkajian bahasa dari sisi pengguna bahasa, khususnya tentang pilihan-pilihan yang dibuat, kendala-kendala yang ditemukan pada pengguna bahasa dalam interaksi sosial dan pengaruh pengguna bahasa itu terhadap peserta lainnya dalam tindak komunikasi. Dengan kata lainnya pragmatik ialah pengkajian tindak komunikatif di dalam kontek sosiokultural tindak itu. Dalam pengertian ini tindak komunikatif tidak hanya meliputi tindak tutur seperti memuji, memohon, memberi salam, dan sebagainya, tetapi juga mencakup peran serta di dalam percakapan, keterlibatan di dalam beberapa jenis wacana, dan menjaga

kesinambungan interaksi di dalam beberapa jenis wacana, dan menjaga kesinambungan interaksi di dalam peristiwa bahasa yang kompleks. Tindak tutur melakukan tindak tertentu melalui kata, misalnya memuji, memohon sesuatu, menolak (tawaran, permohonan), berterima kasih, memberi salam, meminta maaf dan mengeluh. Bentuk lahiriah tindak tutur yang sama tidak saja dapat berbeda, tetapi daya atau kekuatan tindak tutur mungkin pula berbeda. Selain itu, dalam kebudayaan tertentu menolak (tawaran, permohonan) dapat dilakukan secara langsung, sementara dalam kebudayaan lainnya dilakukan harus dengan berbasa-basi tertentu sebelum penolakan diucapkan atau bahkan tanpa diucapkan sama sekali. Akibatnya adalah dalam beberapa kasus tertentu kemungkinan terjadinya salah tafsir apakah seseorang penutur telah melakukan penolakan atau tidak sedangkan kemungkinan lainnya terjadinya kesalahpahaman terhadap maksud ucapan penutur. Dalam melakukan sesuatu tindak tutur, selain menyatakan maksud dan keinginannya, penutur juga secara alami bertujuan untuk menciptakan dan menjaga hubungan sosial tertentu antara diri penutur dengan petutur. Penutur mempertimbangkan berbagai kendala dalam menyampaikan maksudnya secara tepat dan sesuai dari segi kedekatan atau jarak antara penutur dan petutur, situasi bahasa dan sebagainya. Siasat bahasa (komunikasi) yang digunakan untuk menciptakan dan menjaga hubungan sosial ini sering disebut siasat kesantunan. Kesantunan pada dasarnya hanya digunakan pada dua fungsi, yaitu fungsi kompetitif yang meliputi tindak tutur seperti meminta, memerintah, menuntut,

dan fungsi konvival yang meliputi menawarkan, mengundang, memberi salam, berterima kasih, memberi selamat. Fungsi pertama berorientasi pada petutur sedangkan yang kedua pada penutur. Selanjutnya Leech (1983) menyatakan tujuan konpetitif pada dasarnya bersifat keras (kasar) dan tujuan konvivial sebaliknya bersifat halus. Fungsi kompetitif lebih mengancam muka penutur bila dibandingkan dengan fungsi konvivial. Lakoff (1972, 1973b) mengembangkan teori kesantunan yang meramalkan bahwa penambahan kebebasan pada pihak penutur untuk menolak suatu permohonan akan berkorelasi dengan penambahan kesantunan. Dengan kata lainnya, maka makin tinggi kesantunan atau kesantunan bertambah bersamaan dengan berkurangnya pembebanan pada pihak petutur. Leech (1983) mengatakan bahwa kesantunan merupakan siasat yang digunakan untuk menjaga dan mengembangkan hubungan. Menurut Brown dan Levison (1983) kesantunan ialah menjaga muka petutur. Semua peserta tutur dalam suatu interaksi percakapan berkeinginan menjaga dua jenis muka, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah merupakan citra positif yang dimiliki orang terhadap dirinya sendiri dan hasrat untuk mendapatkan persetujuan, sementara muka negatif ialah tututan dasar terhadap wilayah, bagian pribadi, dan hak-hak untuk tidak diganggu. Pengertian muka menurut Brown dan Levinson membedakan kesantunan positif dan kesantunan negatif. Siasat kesantunan positif dan negatif keduanya digunakan untuk menambah keakraban dan mengurangi pemaksaan. Keduannya

berinterasi dengan cara yang rumit sesuai dengan sifat tindak tutur dan status penutur dan petutur. Siasat kesantunan positif mencakup: memperhatikan keinginan penutur, menggunakan pemarkah kelompok dalam, bersifat optimis, mengusahakan persetujuan, menunjukkan kesamaan latar, dan menawarkan atau menjanjikan. Sementara itu siasat kesantunan negatif mencakup: bersifat tidak langsung, bertanya atau kalimat berpagar, bersifat pesimis, meminimalkan pemaksaan, memberi hormat dan meminta maaf. Pragmatik berhubungan erat dengan tindak tutur karena pragmatik menelaah makna dalam kaitan dengan situasi tuturan (Leech, 1983: 19). Dalam menelaah tindak tutur, konteks amat penting, telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara kita menafsirkan kalimat disebut pragmatik (Tarigan, 1990: 34). Dengan demikian melalui pragmatik makna-makna yang secara semantik ganjil, dapat berterima karena pertimbangan secara pragmatik atau lebih khusus lagi karena konteks. Leech (1983: 2) menyatakan untuk itu konteks merupakan suatu yang sangat mendasar dalam pemakaian bahasa kenyataan ini membuktikan bahwa semantik tidak selalu mudah dibedakan dengan pragmatik. Parker (1986: 11) menyatakan berbeda dengan fonologi, sintaksis, morfologi, dan semantik yang memiliki kajian secara internal, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara ekternal, yakni bagaimana kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi.

Tarigan (1990: 32) mendefinisikan pragmatik menelaah acuan-acuan khusus dalam situasi-situasi khusus dan terutama sekali memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial performasi bahasa yang dapat mempengaruhi tafsiran atau interprestasi. Wijana (1996: 1) mendefinisikan pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Berbeda dengan fonologi, sintaksis, morfologi, dan semantik yang mengkaji bahasa secara internal. Tidak dapat dipungkiri bahwa pragmatik seperti semantik adalah cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual. Adapun yang menjadi kajian pragmatik tentang makna berbeda dengan semantik. Pragmatik mengkaji makna secara eksternal sedangkan semantik mengkaji bahasa secara internal. Kajian tindak tutur, merupakan hal yang perlu dikaji. Tindak tutur merupakan pengejewantahan kompetisi seseorang. Schiffrin (1994: 365) mengemukakan, people can use language to do things to perform speech acts because the rules throngh which speech acts are realized are part of linguistic competence. Kompetensi tersebut terbentuk sejak dini, dari masa kanak-kanak hingga dewasa, berkembang sesuai deangan aturan yang merupakan konvensi dalam komunikasi bahasa tiap manusia. Grass (1996: 127) mengemukakan, tindak tutur bersifat fundamental pada komunikasi manusia, that fundamental to human communication is nation of speech act. Sementara Cohen (1996: 384) mengatakan bahwa, a speech act is

functional unit in communication, yang berarti tindak tutur merupakan unit yang berfungsi penting dalam komunikasi. Schiffrin (1994: 190) mengemukakan pragmatics deals with three consepts (meaning, contexs, communication). Pragmatik berkaitan dengan tiga konsep yaitu makna, konteks, komunikasi. Chaer dan Agustina (1995: 3) mengatakan sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat. Selanjutnya Nababan (1984: 2) mengatakan sosiolingustik merupakan studi atau pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sendiri sebagai anggota masyarakat, mempelajari atau membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa. Siregar (2002b: 172-173) mengatakan bahwa komunikasi sehari-hari atau siasat bahasa dalam tindak tutur dan penutur bertujuan untuk menciptakan dan menjaga hubungan sosial, berhubungan dengan kesantunan. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana ungkapan tindak tutur yang menggunakan umpasa oleh masyarakat Batak Toba pada saat berkomunikasi dalam rapat adat. Dalam hal ini akan terlihat bagaimana tindak tutur yang menggunakan umpasa oleh masyarakat Batak Toba pada rapat adat:

1. Komponen tindak tutur apakah pada umpasa yang digunakan oleh hulahula (pihak pemberi istri), dongan sabutuha (kerabat semarga), dan boru (pihak penerima istri) dalam rapat adat masyarakat Batak Toba? 2. Jenis tindak tutur apakah pada umpasa yang digunakan dalam rapat adat masyarakat Batak Toba? 3. Bagaimanakah fungsi tindak tutur pada umpasa yang digunakan dalam rapat adat masyarakat Batak Toba? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan komponen tindak tutur yang menyangkut makna lokusi, makna ilokusi, dan makna perlokusi pada umpasa yang digunakan oleh hulahula (pihak pemberi istri), dongan tubu (kerabat semarga), boru (pihak penerima istri) dalam rapat adat masyarakat Batak Toba. 2. Mendeskripsikan jenis tindak tutur pada umpasa yang digunakan dalam rapat adat masyarakat Batak Toba. 3. Mendeskripsikan fungsi tindak tutur pada umpasa yang digunakan dalam rapat adat masyarakat Batak Toba.

1.4 Landasan Teori Dalam penelitian ini dibutuhkan teori-teori yang dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk mendukung penelitian tindak tutur yang menggunakan umpasa dalam rapat adat (marhata sinamot) pada masyarakat Batak Toba. Penelitian ini penulis menggunakan teori Austin (1962), Searle (1969), dan Leech (1983) tentang tindak tutur (speech acts). Austin (1962: 1-11) membedakan tuturan yang kalimatnya bermodus deklaratif menjadi dua yaitu konstatif dan performatif. Tindak tutur konstatif adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji benar atau salah dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia. Sedangkan tindak tutur performatif adalah tindak tutur yang pengutaraannya digunakan untuk melakukan sesuatu, pemakai bahasa tidak dapat mengatakan bahwa tuturan itu salah atau benar, tetapi sahih atau tidak. Lebih lanjut Austin membedakan tiga komponen tindak tutur yaitu: 1. Tindak tutur lokusi, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya. 2. Tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang mengandung maksud; berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan, dan di mana tindak tutur itu dilakukan, dan lain sebagainya. 3. Tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.

Searle (1969: 20) mengemukakan, all linguistic Communication Invoclves Linguistic acts. Maksudnya, seluruh kegiatan berkomunikasi adalah merupakan tindak bahasa atau tindak tutur. Leech (1983: 5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan sesuatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana, dan bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan. Lakoff (1972, 1973b) mengembangkan teori kesantunan yang meramalkan bahwa penambahan kebebasan pada pihak petutur untuk menolak suatu permohonan akan berkorelasi dengan penambahan kesantunan. Dengan kata lainnya, maka makin tinggi kesantunan atau kesantunan bertambah bersamaan dengan berkurangnya pembebanan pada pihak petutur. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Memberikan sumbangan pada kajian pragmatik, khususnya kajian tidak tutur (speech acts). 2. Memberikan sumbangan praktis pada masyarakat tentang tindak tutur yang menggunakan umpasa pada rapat adat (marhata sinamot).

3. Menambah khazanah kepustakaan atau bacaan dalam bidang linguistik. 4. Menjadi bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya. 5. Merupakan cara melestarikan budaya Batak Toba khususnya dalam tindak tutur yang menggunakan umpasa pada rapat adat (marhata sinamot).