BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mi Basah Mi merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat, karena rasanya yang enak dan praktis. Mi yang beredar di pasaran dikenal beberapa jenis yaitu mi basah dan mi kering. Mi kering merupakan mi yang berbentuk kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih awet dibandingkan dengan mi mentah dan mi basah. Sedangkan mi basah adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan, dimana kadar airnya tinggi dapat mencapai 52% sehingga memiliki daya tahan yang singkat. Salah satu jenis mi yang termasuk dalam mi basah adalah mi tiaw (Widyaningsih & Murtini, 2006). 2.1.1 Fungsi Mi Basah Mi merupakan bahan makanan yang digunakan sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi. Mi basah banyak digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai masakan, antara lain seperti soto mi, mi kocok, mi ayam, mi bakso, mi goreng maupun bahan cemilan lainnya (Widyaningsih & Murtini,2006). 2.1.2 Pengawetan Mi Basah Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Untuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik para produsen sering menambahkan bahan tambahan makanan. Salah satu bahan tambahan yang sering dipakai adalah bahan pengawet.
Mi basah memiliki daya tahan yang singkat, karena mengandung kadar air yang cukup tinggi. Dimana pada suhu kamar mi basah hanya bertahan selama 10-12 jam, sehingga perlu ditambahkan bahan pengawet untuk meningkatkan daya simpannya (Widyaningsih & Murtini, 2006). Menurut Widyaningsih & Murtini (2006), proses pengolahan mi basah dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti: 1. Pemilihan tepung terigu sebaiknya yang mengandung gluten 8-12%. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu,gluten bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mi yang dihasilkan. 2. Soda Abu Soda abu adalah bahan tambahan yang harus ditambahkan pada proses pembuatan mi. Soda abu merupakan campuran dari garam natrium karbonat dan kalium karbonat (9 : 1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan kehalusan tekstur dan sifat kenyal dari mi basah. 3. Garam Dapur Selain untuk memberi rasa, garam dapur ini juga dapat memperkuat tekstur mi serta mengikat air. 4. Sodium Tri Poly Phospat (STPP) Fungsi STPP adalah untuk mempengaruhi tekstur mi menjadi lebih kenyal, selain itu juga dapat mengikat aktivitas air sehingga kerusakan mikrobiologis dapat dicegah. Penggunaan STPP yang diizinkan adalah 3 g per kilogram berat adonan atau 0,3%.
5. Gliserin Gliserin berfungsi sebagai emulsifier karena kemampuannya untuk mengikat air dan lemak. Sifat gliserin sebagai pengemulsi dapat mempercepat penyerapan air pada tepung dan mengembangkan adonan. Selain itu juga berfungsi agar mi tidak mudah putus. Gliserin yang digunakan sekitar 1%. 6. Carboxy Methyl Cellulose (CMC) Fungsi CMC adalah sebagai pengembang, Jumlah CMC yang ditambahkan untuk pembuatan mi antara 0,5-1% dari berat tepung terigu. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mi yang terlalu keras. 2.2 Zat Pengawet Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi 3 jenis. Pertama, GRAS ( Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Kedua, ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen. Ketiga, zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi karena bukan untuk makanan alias berbahaya seperti formalin (Widyaningsih & Murtini, 2006). 2.3 Formalin Formalin merupakan larutan formaldehid di dalam air, yang mengandung 37% gas formaldehid dalam air dengan rumus molekul CH 2 O. Biasanya ditambahkan 10-15% metanol sebagai stabilisator. Larutan formaldehid mempunyai nama dagang formalin, formol, atau mikrobisida (Cahyadi, 2009).
Kadar formaldehid tidak kurang dari 34% dan tidak lebih dari 38 % (Moffat,1986). 2.3.1 Rumus Bangun 2.3.2 Sifat Fisika dan Kimia Formalin merupakan cairan jernih tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uap dapat merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan mempunyai rasa yang membakar. Bobot tiap milliliter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter. Titik didih formalin adalah 96 o C (Merck Index, 1976). 2.3.3 Penggunaan Formalin Formalin merupakan larutan yang digunakan sebagai desinfektan. Selain itu juga digunakan pada industri tekstil untuk mencegah bahan menjadi kusut dan meningkatkan ketahanan bahan tenunan. Dalam bidang farmasi formalin digunakan sebagai obat penyakit kutil karena kemampuan formalin yang dapat merusak protein (Cahyadi, 2009). Dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Dalam industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang hidup di sisik ikan dan untuk mengobati kulit berlendir. Di dunia kedokteran digunakan dalam pengawetan mayat. Untuk pengawetan biasanya digunakan formalin dengan konsentrasi 10% (Yuliarti, 2007).
2.3.4 Bahaya Penggunaan Formalin Pada Makanan Besarnya manfaat formalin di bidang industri ternyata disalahgunakan untuk penggunaan pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai POM. Salah satu bahan makanan yang ditambahkan formalin adalah mi basah (Yuliarti, 2007). Orang yang mengkonsumsi makanan yang berformalin beberapa kali saja belum begitu merasakan akibatnya. Efek dari makanan berformalin ini baru akan terasa beberapa tahun kemudian (Cahyadi, 2009). Formalin sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh, tidak hanya dikonsumsi melainkan kontak terhadap formalin. Gangguan kesehatan yang terjadi akibat kontak dengan formalin tergantung pada cara masuk zat tersebut dalam tubuh. Kontak dengan formalin dapat menyebabkan luka bakar jika mengenai kulit, iritasi pada saluran pernafasan bila terhirup uapnya dalam konsentrasi yang tinggi, maupun reaksi alergi dan bahaya kanker (Yuliarti, 2007). Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit disertai radang. Hal ini karena sifatnya yang merupakan iritan kuat. Dapat juga menyebabkan muntah dan diare (Cahyadi, 2009). 2.3.5 Pemeriksaan Kualitatif Formalin Formalin dengan penambahan asam kromatropat dan asam sulfat pekat dengan pemanasan selama 15 menit akan menimbulkan warna violet (Herlich,1990). 2.4 Pemeriksaan Kuantitatif Formalin dengan Metode Spektrofotometri
Analisis kuantitatif formalin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri. Metode ini dapat dilakukan dengan penambahan pereaksi Nash (ammonium asetat dan asetil aseton) disertai pemanasan selama 30 menit akan membentuk kompleks berwarna kuning yang mantap, sehingga dapat diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum 415 nm (Herlich, 1990). 2.4.1 Spektrofotometri Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu atom atau molekul pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, sedangkan sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm (Rohman, 2007). Menurut Day (2002) dan Rohman (2007), hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan dan berbanding terbalik dengan transmitan. Hukum tersebut dituliskan dengan rumus: A = abc = log 1/T Keterangan : A = absorbansi a = absorbtivitas b = tebal sel (cm) c = konsentrasi Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak terutama untuk senyawa yang tidak berwarna yang akan dianalisis yaitu : 1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis
Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga dapat menyerap sinar UV-Vis. 2. Waktu kerja (operating time) Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan. 3. Pemilihan panjang gelombang Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. 4. Pembuatan kurva kalibrasi Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. 5. Pembacaan absorbansi sampel Asorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,6. Instrumentasi untuk Spektrofotometer (Khopkar, 1990; Day, 2002)
Gambar 1. Diagram Blok Spektrofotometer UV-VIS a. Sumber cahaya Sumber energi radiasi yang biasa untuk daerah ultraviolet dan daerah cahaya tampak adalah sebuah lampu wolfram ataupun lampu tabung discas hidrogen (atau deutrium). b. Monokromator Monokromator berfungsi mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma atau kisi difraksi. c. Sel Sel yang digunakan untuk daerah tampak terbuat dari kaca sedang untuk daerah ultraviolet digunakan sel kuarsa atau kaca silika. Sel tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm, namun tersedia juga sel dengan ketebalan kurang dari 1 milimeter, sampai 10 cm bahkan lebih d. Detektor Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor yang paling sederhana digunakan ialah tabung foto. e. Recorder Recorder digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari pengukuran. 2.5 Validasi Metode Analisis
Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Menurut Rohman (2007), suatu metode analisis harus divalidasi ketika: 1. Metode baru dikembangkan 2. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan 3. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring dengan berjalannya waktu 4. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis yang berbeda atau dikerjakan dengan alat yang berbeda 2.5.1 Kecermatan (Akurasi) Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran (Rohman, 2007). Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni pembanding kimia ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa lalu dianalisis lagi dengan metode tersebut (Harmita, 2004). % Perolehan kembali = CF C C * A A x 100%
Keterangan : C F = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku C A = konsentrasi sampel awal sebelum penambahan baku 2.5.2 Ketelitian (Presisi) C A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Presisi mencakup simpangan baku, simpangan baku relatif (RSD). Untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak nilai RSD antara 1-2% (Rohman, 2007). ( X X ) SD = n 1 2 Keterangan : X = nilai dari masing-masing pengukuran = rata-rata dari pengukuran X n = frekuensi penetapan n-1 = derajat kebebasan RSD = SD x100% X Keterangan : RSD = Relative Standard Deviation SD X = Standard Deviation = Kadar Rata-rata Formalin dalam Sampel 2.5.3 Batas Deteksi (LOD) Batas deteksi (limit of detection) didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi oleh alat, dimana hasil yang
diperoleh belum tepat karena tidak memenuhi akurasi dan presisi (Rohman, 2007). ( Y Yi) SD = n 2 Keterangan : SD 2 LOD = 3 x SB Slope = Standard Deviation LOD = Limit of Detection (Batas Deteksi) 2.6.3 Batas Kuantifikasi (LOQ) Batas kuantifikasi (limit of quantitation) didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Rohman,2007). 10 x SB LOQ = Slope Keterangan : SD = Standard Deviation LOQ = Limit of Quantitation (Batas Kuantitasi)