BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN A. Bagan proses pengolahan gula pada Pabrik Gula Toelangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

- Menghantar/memindahkan zat dan ampas - Memisahkan/mengambil zatdengan dicampur untuk mendapatkan pemisahan (reaksi kimia)

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

ARINA ALFI FAUZIA

Lampiran 1 Daftar Wawancara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

Pemetaan Korosi pada Stasiun Pemurnian di Pabrik Gula Watoe Toelis Krian, Sidoarjo. Adam Alifianto ( )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyaringan nira kental pada proses pengkristalan berfungsi untuk

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT PG CANDI BARU SIDOARJO. Diajukan oleh : Elizabeth Silvia Veronika NRP: Lovitna Novia Puspitasari NRP:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu,

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pendirian Pabrik Sejarah Perkembangan Pabrik

01 PABRIK GULA PG. KEBON AGUNG MALANG JAWA TIMUR

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi

Peneliti : Budi Santoso Fakultas Teknik Industri Univesitas Gunadarma PROSES PEMBUATAN GULA DARI TEBU PADA PG X

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III DESKRIPSI ALAT DAN PROSEDUR PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PERENCANAAN UNIT SENTRIFUGASI, PENGEMASAN DAN PENGGUDANGAN PABRIK GULA TEBU SHS 1A DENGAN KAPASITAS PRODUKSI 2000 KUINTAL PER HARI

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pabrik tersebut terletak di Jalan Binjai-Stabat. KM 32 dan beranjak ± 4000 m dari jalan utama.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh subur di Indonesia. Semua bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1)

PERUBAHAN FISIKA DAN PERUBAHAN KIMIA

Perencanaan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik di Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo

Revisi BAB I PENDAHULUAN

PENANGGULANGAN KONTAMINASI DAN DEGRADASI MINYAK PELUMAS PADA MESIN ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI. dari tempurung dan serabut (NOS= Non Oil Solid).

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

IV. KONDISI UMUM PERUSAHAAN

SMP kelas 7 - KIMIA BAB 2. UNSUR, SENYAWA, DAN CAMPURAN Latihan Soal 2.6

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada

Perubahan zat. Perubahan zat

Pabrik Gula (PG) Kebon Agung merupakan salah satu perusahaan. keteknikan pertanian di Indonesia yang mengolah tebu menjadi gula. PG.

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

Tebu dari kebun dikirim ke pabrik menggunakan beberapa model angkutan : trailer (tebu urai), truk

APLIKASI METODE REGRESI LINIER BERGANDA DALAM MENCARI FORMULASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU GULA TEBU

BAB III METODE PENELITIAN

INDUSTRI PENGOLAHAN GULA PT. PABRIK GULA CANDI BARU SIDOARJO LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN KETEL UAP PIPA API DENGAN KAPASITAS UAP HASIL 4500 Kg/JAM TEKANAN KERJA 9 kg/cm 2 BAHAN BAKAR AMPAS TEBU

PRINSIP DASAR KRISTALISASI

BAB I PESAWAT PESAWAT BANTU DI KAPAL

1. Bagian Utama Boiler

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

AUDIT KINERJA PROSES PENGOLAHAN PADA PABRIK GULA

HASIL SAMPING INDUSTRI GULA TEBU

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

PELATIHAN PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN MESIN PENDINGIN. Oleh : BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. juga dapat digunakan untuk pemanas. menghasilkan uap. Dimana bahan bakar yang digunakan berupa

1. Fabrikasi Struktur Baja

PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM)

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

PENGARUH PENAMBAHAN SUSU KAPUR (CaOH) 2 DAN GAS SO 2 TERHADAP ph NIRA MENTAH DALAM PEMURNIAN NIRA DI PABRIK GULA KWALA MADU PTP NUSANTARA II LANGKAT

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Untuk Daerah Tertinggal

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan.

BAB III TEORI PENUNJANG 3.1 PROSES PEMBUATAN GULA DARI NIRA TEBU. Produknya adalah gula jenis SHS (Superior Hooft Suiker) 1-A dengan hasil samping

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

1. Pengertian Perubahan Materi

MESIN PENDINGIN. Gambar 1. Skema cara kerja mesin pendingin.

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

BAB VII PENDINGINAN MOTOR

Transkripsi:

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Profil Perusahaan Pabrik Gula Toelangan Sidoarjo didirikan pada tahun 1850 oleh pemerintah Belanda dengan nama NV. Maatschappij Tot Exploitatie de Suider Onder Namingan Kremboong en Toelangan. Setelah Indonesia merdeka maka pabrik tersebut diambil alih oleh Pemerintah Indonesia dengan SK Menteri Pertanian No 229/UM/57 pada tanggal 10 Desember 1957. Kepengurusan untuk perusahaan perkebunan dibagi menjadi tiga strata, yaitu : 1. Pusat Perkebunan Negara Baru uang badan hukumnya berada pada Badan Pemimpin Umum Perusahaan Perkebunan Negara Pusat (BPUPPN). 2. Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Jatim yang dipimpin oleh Direksi. 3. Pabrik Gula Toelangan dipimpin oleh Administratur. Dengan PP I/63, diadakan pengelompokan untuk perusahaan perkebunan sejenis, sedangkan hirarki perkebunan tetap hanya namanya saja yang berubah menjadi : 1. Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara atau BPUPPN dan Jawa Timur merupakan salah satu cabang. 2. Badan Pimpinan Umum Pabrik Gula Negara (BPUPGN) Inspeksi IX di bawah Inspektur. 3. Perusahaan Pabrik Gula Negara (PGN), Pabrik Gula Toelangan merupakan badan hukum. PP XIII/68 merumuskan bahwa strata yang ada selama ini dibubarkan. Selanjutnya dengan PP XIV/68 dibentuk lagi suatu kepengurusan sebagai berikut : 1. Badan khusus urusan perkebunan.

2. Perusahaan Negara Perkebunan XXII di bawah Direktur Utama merupakan badan hukum. 3. Perusahaan Negara Perkebunan XXII pada Pabrik Gula Toelangan dipimpin oleh Administratur. Pada tahun 1974 dikeluarkan Lembaran Negara no 234/1974 sehingga hirarki kepengurusan PG menjadi : 1. Badan Khusus Urusan Perusahaan Negara Perkebunan di inspeksi wilayah. 2. Perusahaan Negara Perkebunan XXII berubah menjadi PTP XXI-XXII (Persero). 3. Perusahaan Negara Perkebunan XXII PG Toelangan berubah menjadi PG Toelangan PTP XX-XXII (Persero). Sejak tahun 1974, PG Toelangan merupakan salah satu unit dari PTP XXI-XXII yang berkedudukan di Surabaya yang membawahi 12 pabrik gula di Pulau Jawa dan dua rumah sakit. Kemudian diberlakukan Peraturan Pemerintah RI No 15 tahun 1996 tentang peleburan perusahaan perseroan terhitung 11 Maret 1966, PT Perkebunan XX-XXII (Persero) berubah menjadi PT Perkebunan Nusantara X (Persero), gabungan dari PTP XXI- XXII, PTP XIX dan PTP XXVII. PT Perkebunan Nusantara X (Persero) membawahi 12 pabrik gula, tiga rumah sakit, dua pabrik tembakau dan satu pabrik karung. Salah satu dari dua belas pabrik gula di dalam PT Perkebunan Nusantara X adalah Pabrik Gula Toelangan. 4.2 Proses Produksi Proses pembuatan gula pada pabrik gula Toelangan terbagi menjadi tujuh stasiun kerja antara lain stasiun persiapan, stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, stasiun puteran dan stasiun penyelesaian. Sedangkan proses produksi yang terjadi pada tiap stasiun akan dijelaskan satu persatu. Stasiun persiapan diadakan sebagai sarana penyediaan bahan baku baik bahan baku utama maupun bahan baku pembantu dengan tujuan untuk mempersiapkan tebu yang akan

digiling dan bahan baku pembantu yang akan dipakai pada proses pengolahan nira. Pada stasiun ini aktivitas yang dilakukan adalah menimbang tebu yang akan digiling serta menimbang bahan baku pembantu sehingga pada saat proses berjalan tidak akan kekurangan bahan baku. Sedangkan pada stasiun gilingan terdapat dua tahap pengerjaan yaitu tahap pengerjaan pendahuluan dan tahap penggilingan. Pada tahap pendahuluan setelah tebu ditimbang kemudian tebu diiris, dipecah, dihancurkan dan dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil dengan tujuan batang tebu yang mengandung gula akan pecah sehingga gula lebih mudah dikeluarkan. Kemudian tebu tersebut masuk pada tahap penggilingan. Tahap penggilingan berfungsi untuk merubah bentuk fisis tebu menjadi nira dan ampas dengan cara penekanan. Diharapkan dengan penggilingan ini, nira yang diperoleh sebanyak mungkin dan ampas yang dihasilkan bisa minimal. Nira kotor yang dihasilkan dari proses penggilingan selanjutnya masuk pada stasiun pemurnian untuk dimurnikan sehingga didapatkan nira jernih dan pengotornya (blothong). Secara garis besar proses produksi yang dilakukan pada stasiun pemurnian adalah sebagai berikut. Nira mentah atau nira kotor dipanaskan terlebih dahulu dalam juice heater dengan tujuan untuk memudahkan proses penguapan. Selanjutnya nira tersebut masuk ke peti susu kapur, pre kontraktor dan defekator. Pada sub stasiun ini nira dicampur dengan susu kapur yang dihasilkan oleh sub stasiun instalasi susu kapur. Tujuan dari pemberian kapur ini adalah untuk mengendapkan kotoran yang terbawa oleh nira mentah serta untuk menetralkan ph nira. Selanjutnya nira yang sudah mengalami proses pencampuran dengan susu kapur masuk ke dalam sub stasiun peti sulfitasi denagn bantuan pompa. Pada sub stasiun ini nira direaksikan dengan gas SO 2. Gas SO 2 murni tersebut dihasilkan dari pembakaran belerang padat pada sub stasiun tobong belerang. Tujuan dari pemberian gas SO 2 ini adalah untuk menetralkan kelebihan susu kapur dan untuk memutihkan kristal gula (memucatkan warna nira).

Setelah keluar dari peti sulfitasi maka nira yang sudah diputihkan masuk ke dalam bejana pengembang atau biasa disebut dengan flash tank. Dalam flash tank nira melalui proses penghilangan gas udara. Penghilangan gas ini bertujuan untuk membantu proses pengendapan. Setelah nira keluar dari flash tank, kemudian masuk ke dalam sub stasiun snow balling tank. Di sisni nira di beri bahan pembantu yaitu flokulan dengan tujuan untuk mengumpulkan kotoran serta mengeluarkan gas-gas yang tidak mengembun. Kemudian nira masuk ke dalam sub stasiun peti pengendap dan terjadi proses pengendapan yang kemudian diahsilkan nira jernih dan nira kotor. Nira jernih diproses selanjutnya pada stasiun penguapan sedangkan nira kotor oleh perusahaan diberikan kepada petani tebu dan digunakan sebagai pupuk. Pada stasiun penguapan, nira jernih yang masih encer dipanaskan sehingga didapatkan nira kental. Selain untuk mendapatkan nira kental, penguapan juga berfungsi untuk menghilangkan gas-gas yang tidak dapat terembunkan. Selanjutnya nira kental masuk dalam stasiun masakan, dan dilakukan proses kristalisasi dengan suhu rendah. Tujuan pengkristalan tersebut adalah untuk mengubah sakarosa dalam bentuk larutan menjadi bentuk kristal. Dalam proses ini diusahakan kehilangan gula sekecil mungkin, hasil kristal gula dapat memenuhi syarat yang dikehendaki, waktu proses sependek mungkin dan biaya yang dibutuhkan serendah mungkin. Nira yang sudah menjadi kristal gula selanjutnya masuk ke dalam stasiun puteran. Pada stasiun ini kristal gula mengalami tiga tahapan yaitu penghilangan larutan gula yang ada di sekitarnya, penghilangan sisa larutan yang tertinggal di permukaan kristal dan mengurangi ketebalan larutan atau kotoran yang tertinggal di permukaan kristal. Putaran yang digunakan pada stasiun ini ada dua jenis yaitu putaran High grade Fugal denagn kecepatan tinggi dan putaran Low Grade Fugal dengan putaran rendah.

Kristal gula yang telah terjadi selanjutnya tidak langsung disalurkan kepada konsumen melainkan dilakukan penyimpanan di gudang sehingga agar tahan disimpan. Sedangkan syarat-syarat penyimpanan antara lain : - gula harus kering (kadar air maksimal 1%) - warna putih dan bersih - besar kristal harus rata (0.9-1.1 mm) - jahitan karung harus rapi dan rapat Dengan adanya syarat tersebut maka kristal gula harus melalui stasiun penyelesaian. Pada stasiun ini gula dikeringkan dengan menggunakan udara panas yang dihembuskan dengan suhu ±70 o C. Sehingga dengan demikian kristal gula benar-benar kering dan tahan disimpan. Sedangkan gambar urutan proses produksi dapat dilihat pada lampiran A 4.3 Deskripsi fungsi komponen dari sub stasiun Tiap sub stasiun dalam stasiun pemurnian mempunyai komponen dan fungsi yang berbeda-beda. Berikut ini adalah deskripsi fungsi dari tiap komponen tersebut. Juice Heater Juice Heater atau yang biasa disebut sebagai pemanasan pendahuluan mempunyai fungsi secara umum untuk memanaskan nira sehingga mempermudah jalannya penguapan pada stasiun penguapan. Beberapa komponen dan fungsi dari juice heater tersebut sebagai berikut : 1. Pemberat Sebagai penahan tutup atas dan bawah pada waktu pembersihan 2. Pipa pengeluaran gas buang Mengeluarkan gas-gas yang tidak terembunkan 3. Pipa keluar masuk nira Sebagai jalannya nira masuk ke dalam pipa pemanas 4. Katup pengaman

Mengontrol tekanan yang masuk ke dalam ruang pemanas 5. Pipa pemasukan panas Sebagai jalannya uap pemans masuk ke dalam ruang pemanas 6. Pipa pengimbang Sebagai jalannya air pengimbang 7. Ruang pemanas Sebagai tempat terjadinya pemanasan 8. Termometer Sebagai penunjuk suhu nira dalam ruang pemanas 9. Manometer Sebagai penunjuk tekanan uap panas Instalasi pembuat susu kapur Sub stasiun ini berfungsi untuk membuat susu kapur yang bergunan\a untuk mengendapkan pengotor yang ada di dalam nira. Sedangkan komponen dari instalasi pembuat susu kapur adalah sebagai berikut : 1. Penampung kapur tohor Sebagai penampung sementara kapur tohor yang akan dicairkan 2. Pemadam kapur Tromol untuk tempat pemadaman dan pencampuran air dengan kapur 3. Motor penggerak I Untuk menggerakkan tromol pemadam kapur 4. Saringan getar Sebagai penyaring untuk memisahkan kerikil dan pasir dari susu kapur 5. Motor penggerak II Sebagai penggerak saringan getar 6. Bak tunggu I Sebagai penampung susu kapur yang keluar dari saringan getar

7. Pipa air dingin Sebagai saluran air dingin untuk mengencerkan susu kapur 8. Pengaduk Untuk mengaduk susu kapur agar pencampuran lebih homogen 9. Motor penggerak III Sebagai penggerak pengaduk pada bak tunggu II 10. Bak tunggu II Sebagai tempat untuk mengencerkan susu kapur 11. Pompa Untuk memompa susu kapur dari bak tunggu menuju defekator Peti susu kapur, pre kontraktor dan defekator Sub stasiun ini merupakan aktivitas lanjut dari proses yang terjadi pada instalasi pembuat susu kapur. Peti susu kapur, pre kontraktor dan defekator berfungsi untuk membuat campuran susu kapur lebih homogen serta sebagai tempat untuk mencampur nira dengan susu kapur. Adapun fungsi dari tiap komponen pada sub stasiun ini antara lain : 1. Pipa pemasukan susu kapur Sebagai tempat laluan pemasukan susu kapur dari pemadam kapur 2. Peti susu kapur Sebagai tempat menampung susu kapur 3. Pipa pengembalian Sebagai tempat laluan untuk mengembalikan susu kapur 4. Pengatur pengeluaran susu kapur Sebagai pengatur volume susu kapur yang dibutuhkan di defekator 5. Pre kontraktor Sebagai tempat bercampurnya nira dan susu kapur tanpa pengaduk 6. Pipa pengeluaran susu kapur

Sebagai tempat laluan pengeluaran susu kapur 7. Defekator I/II/III Sebagai tempat bereaksinya nira dengan susu kapur 8. Motor Sebagai penggerak pengaduk 9. Pengaduk Untuk mempercepat reaksi susu kapur dengan nira Tobong belerang Fungsi dari tobong belerang belerang secara umum adalah sebagai penyedia gas SO 2 yang digunakan untuk proses sulfitasi nira mentah. Sedangkan fungsi dari tiap komponen antara lain : 1. Lemari kapur Sebagai penampung kapur tohor 2. Kompresor Mengatur tekanan udara agar konstan 3. Penampung udara kering Membantu kompresor agar tekanan udara yang masuk ke dalam laci pembakaran konstan 4. Valve pengatur udara Sebagai pengatur udara masuk laci pembakaran agar tetap konstan 5. Kaca penglihat Untuk mengontrol proses pembakaran belerang 6. Pipa pemasukan uap Sebagai saluran pemasukan uap panas 7. Pemasukan belerang Sebagai tempat/lubang untuk memasukkan belerang yang akan dibaka 8. Pemasukan air dingin Sebagai saluran masuk air pendingin 9. Laci pembakaran belerang Sebagai tempat pembakaran belerang 10. Pipa gas SO2 Sebagai saluran gas SO2 dari sublimator ke peti sulfitasi

11. Sublimator Sebagai tempat terjadinya sublimasi 12. Pipa pemasukan air pendingin sublimator Sebagai jalan masuk/keluarnya air pendingin Peti sulfitasi Peti ini berfungsi untuk mereaksikan nira mentah terkapur denagn gas SO 2 hingga keasaman tertentu. Fungsi dari komponen pada peti sulfitasi sebagai berikut : 1. Pipa pemasukan nira Sebagai saluran pemasukan nira dari defekator 2. Sungkup Untuk mendistribusikan gas SO2 3. Sekat parabolis Untuk sirkulasi nira sehingga pencampuran nira lebih sempurna 4. Ruang sulfitasi Sebagai tempat terjadinya reaksi pencampuran nira dengan gas SO2 5. Bak luapan Sebagai penampung luapan nira sebelum keluar peti sulfitasi 6. Pipa pengeluaran Untuk saluran pengeluaran nira tersulfitir untuk mengalami proses selanjutnya 7. Pipa tap nira Untuk mengeluarkan sisa cairan Bejana pengembang (flash tank) Bejana pengembang berfungsi untuk menghilangkan gas atau udara yang masih terdapat di dalam nira agar tidak mengganggu proses pengendapan. Berikut ini adalah komponen dari bejana pengembang dan fungsi dari masing-masing komponen tersebut. 1. Pipa pemasukan Saluran pemasukan nira mentah tersulfitir

2. Pipa pengeluaran Saluran pengeluaran nira dari flash tank ke snow balling tank 3. Kisi-kisi Untuk membuat aliran nira menyebar 4. Bak penampung Untuk menampung nira yang masuk dan selanjutnya keluar lewat pipa pengeluaran nira 5. Pipa pengeluaran udara (cerobong) Sebagai jalam keluarnya gas-gas atau udara yang keluar lewat pipa pengeluaran nira Snow balling tank Snow balling tank berfungsi untuk membuat campuran nira dan flokulan lebih homogen dan merubah struktur endapan yang sebelumnya memanjang dan halus menjadi bentuk bulat dan kasar sehingga densitas endapan lebih beasr dan dapat mempermudah proses pengendapan. Komponen yang membentuk alat ini adalah sebagai berikut : 1. Pipa pemasukan nira Sebagai saluran nira masuk dari flash tank 2. Ruang sirkulasi Tempat nira bersirkulasi 3. Sekat Sebagai pembatas agar nira mudah bersirkulasi 4. Cerobong Sebagai tempat pengeluaran udara dan gas-gas yang tidak dibutuhkan 5. Pipa pemasukan flokulan Sebagai saluran pemasukan flokulan 6. Pipa pengeluaran nira Sebagai saluran nira menuju peti pengendap

Peti pengendap Alat ini berfungsi untuk mengendapkan kotoran dalam nira mentah sehingga menghasilkan nira jernih dan nira kotor. Komponen dari peti pengendap antara lain : 1. Bak pengendap Sebagai tempat tempat terjadinya proses pengendapan 2. Talang nira masuk Sebagai saluran nira dari snow balling tank menuju peti pengendap 3. Pelampung Untuk memisahkan nira jernih dan nira kotor 4. Valve nira jernih Untuk menurunkan nira jernih dari peti pengendap menuju talang nira jernih 5. Talang nira jernih Sebagai saluran nira jernih dari peti pengendap menuju stasiun penguapan 6. Valve nira kotor Untuk menurunkan nira kotor dari peti pengendap menuju saluran pembuangan nira kotor 7. Talang nira kotor Sebagai saluran pembuangan nira kotor 8. Engsel Sebagai pengatur naik turunnya pelampung Pompa centrifugal Alat ini berfungsi untuk memompakan cairan dengan viskositas rendah. Komponen dari pompa ini antara lain : 1. Pipa pemasukan Sebagai saluran pemasukan cairan ke dalam pompa 2. Pipa pengeluaran Sebagai saluran pengeluaran cairan dari pompa 3. Rumah pompa Sebagai tempat berputarnya kipas 4. Impeller

Sebagai pengangkut cairan 5. As pompa Poros pemutar impeller yang dihubungkan dengan motor 6. Motor listrik Untuk menggerakkan as pompa dan penghasil putaran centrifugal Pompa plugner Alat ini berfungsi untuk memompakan cairan dengan viskositass tinggi. Sedangkan fungsi dari tiap komponen penyusun pompa ini adalah : 1. Roda penggerak Untuk menggerakkan maju mundur torak 2. Torak Sebagai penghubung roda penggerak dengan plugner 3. Klep hisap Untuk mengatur cairan yang dihisap agar tidak kembali lagi 4. Plugner Sebagai penghisap dan penekan cairan 5. Klep penekan Untuk mengatur cairan yang sudah ditekan agar tidak kembali 6. Pipa pemasukan Sebagai saluran pemasukan cairan yang akan dipompa 7. Pipa pengeluaran Sebagai saluran pengeluaran cairan yang dipompa 8. Ketel angin Untuk mengatur tekanan cairan supaya tetap 4.4 Risk Assessment Risk assessment dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisa terhadap risiko terjadinya bencana secara menyeluruh untuk mengukur tingkat risiko bencana yang dapat terjadi. Risk assessment dibagi menjadi empat tahap Hazard

Identification dengan menggunakan FMEA dan RCA, Frequency Assessment, Consequence Assessment, Risk Evaluation. 4.4.1 Failure ModeEffect and Analysis (FMEA) FMEA digunakan dengan tujuan untuk mengetahui hazards yang mengakibatkan terjadinya bencana pada pabrik gula Toelangan. Tabel FMEA ini disusun berdasarkan wawancara dengan bagian instalasi dan bagian pengolahan. Berikut ini adalah rekap FMEA, dan lanjutan rekap tersebut dapat dilihat pada lampiran C. Dalam FMEA ini disebutkan nilai RPN yang didapatkan dari perkalian severity dengan occurance.

N o 1 Sub stasiun JUICE HEATE R 1. 1 1. 2 Komponen Pemberat Pipa pengeluara n gas buang Tabel 4.1 Rekap FMEA Functio Function n Failure Sebagai penahan tutup atas dan bawah pada waktu pembersihan Mengeluarka n gas-gas yang tidak terembunkan Pembera t patah Pipa bocor Failure Mode Besi terkoros i Pipa tertimp a benda berat O 5 1 Failure Effect Pembersiha n heater tidak dapat dilakukan Gas buang tidak dapat keluar dari pemanas Proses pengendapa n nira terganggu Proses produksi terhambat S RP N 1 5 2 2 2 2 2 2

4.4.2 Root Cause Analysis (RCA) Berdasarkan FMEA didapatkan tiga kejadian dengan nilai RPN tertinggi maka langkah selanjutnya adalah membuat RCA atau akar penyebab dari kejadian tersebut. RCA didapatkan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak yang terkait dengan penelitian yaitu bagian instalasi serta melihat secara langsung mesin-mesin yang ada pada stasiun pemurnian. Tujuan dari pembuatan RCA ini adalah untuk mengetahui akar penyebab dari timbulnya resiko terjadinya pencemaran udara, kebakaran dan uap panas release. Berikut ini adalah RCA dari Pencemaran udara. Direct cause dari pencemaran udara adalah gas SO2 dan SO3 release. Sedangkan terpaparnya gas tersebut dikarenakan enam faktor yaitu laci pembakaran damage, Kaca penglihat pecah, pipa gas SO2 bocor, Sublimator bocor, Ruang sulfitasi bocor dan ruang sulfitasi meledak. Pencemaran Udara Gas SO2 dan SO3 release Laci pembakaran damage (1) Kaca penglihat pecah (2) Pipa gas SO2 bocor (3) Sublimator bocor (4) Ruang sulfitasi bocor (5) Ruang sulfitasi meledak (6) Gambar 4.1 RCA Pencemaran Udara Penyebab terjadinya kebakaran adalah dikarenakan laci pembakaran damage. Berikut ini adalah RCA dari kebakaran. 1

Kebakaran Laci pembakaran damage Tekanan terlalu tinggi Suhu terlalu tinggi Laci tertimpa benda berat Gambar 4.2 RCA Kebakaran Sedangkan direct cause untuk uap panas release adalah Kaca penglihat pecah, laci pembakaran damage dan pipa pemasukan uap bocor. Di bawah ini adalah RCA yang menunjukkan penyebab langsung dari upa panas release. Uap Panas Release Kaca penglihat pecah (1) Laci pembakaran damage (2) Pipa pemasukan uap bocor (3) Gambar 4.3 RCA Uap Panas Release Gambar RCA secara keseluruhan terdapat pada lampiran E, dari gambar tersebut dapat terlihat akar penyebab dari resiko tersebut di atas.

4.4.3 Frequency Assessment Frekuensi atau tingkat kemungkinan terjadinya masingmasing kejadian tersebut akan ditunjukkan pada tabel berikut ini : Tabel 4.2 Severity of frequency Rangking Event Level Descriptor 1 Pencemaran udara (karena gas SO2 dan SO3) D Unlikely 2 Kebakaran D Unlikely 3 Uap panas release C Possible 4.4.4 Consequence Assessment Setelah didapatkan frekuensi munculnya tiap kejadian, maka langkah selanjutnya adalah menentukan konsekuensi atau dampak dari tiap kejadian jika terjadi. Tabel 4.3 Severity of consequence Rangking Event Level Descriptor 1 Pencemaran udara (karena gas SO2 dan 5 Catastrophic SO3) 2 Kebakaran 4 Major 3 Uap panas release 3 Moderate 4.4.5 Risk Matrix Berdasarkan frequency dan consequence assessment, maka di buat risk matrix yang menggabungkan keduanya seperti yang tampak pada tabel di bawah ini :

Frequen cy A (almost certain) Tabel 4.4 Risk Matrix Consequence Insignifica Min Modera nt or te Major Catatrophi c H H E E E B (likely M H H E E C (possibl e) L M H (uap panas release) E E D (unlikel y) L L M H (kebakara n) E (pencemar an udara karena gas SO2 dan SO3) E (rare) L L M H H 4.5 Readiness Assessment Pada Readiness Assessment disebarkan suatu checklist yang diberi nama CAR Checklist. Checklist ini diberikan kepada tiap kepala bagian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Kategori jawaban dari setiap pertanyan yang ada dalam CAR check list adalah sebagai berikut: 1. Not Capable : Tidak ada kemajuan yang telah dicapai 2. Marginally Capable : Beberapa kemajuan telah dicapai, tetapi dibutuhkan usaha yang sangat besar untuk mencapai kapabilitas/kemampuan secara total

3. Generally Capable : Kapabilitas dasar telah dicapai dan dikembangkan tetapi masih memerlukan usaha untuk mencapai mencapai kapabilitas secara total 4. Very Capable : Kapabilitas yang dicapai sudah berada pada tingkat tinggi dan hanya membutuhkan sedikit usaha untuk mencapai kapabilitas secara total 5. Fully Capable : Kapabilitas total telah dicapai dan hanya memerlukan perawatan/pemeliharaan N/A - Not Aplicable : Tidak diaplikasikan pada pekerjaan Prosentase sistem manajemen secara keseluruhan Dari hasil pengisian checklist maka sistem manajemen PG Toelangan secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar diagram lingkaran di bawah ini. PROSENTASE CAR CHECKLIST 36% 16% 0% 7% 41% 1 2 3 4 5 Gambar 4.4 Prosentase Keseluruhan Berdasarkan gambar tersebut sistem manajemen penanggulangan bencana pada PG Toelangan berada pada kategori generally capable.