PILIHAN HUKUM PENGURUSAN/ PENGELOLAAN HUTAN OLEH MASYARAKAT ADAT

dokumen-dokumen yang mirip
LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

ARGUMENTASI KRITIS USULAN PERUBAHAN UU KEHUTANAN

Peluang Hukum Keberadaan dan Perlindungan/Pengakuan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber daya Alam

PERLINDUNGAN HAK-HAK DASAR MASYARAKAT ADAT DALAM PERATURAN PER-UU-AN NASIONAL:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka

Peluang & Tantangan RPP Hutan Adat

SURAT EDARAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR S.75/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

LAPORAN. Penelitian Individu

: 1. Pasal 18 ayat 6 dan pasal 18 A ayat 1 UUD 1945 perubahan kedua tahun 2000;

Mengapa Undang-Undang Kehutanan Perlu Direvisi?

Prespektif CBFM Sebagai Salah Satu Skema Utama Penerima Manfaat Pendanaan Karbon Untuk Penurunan Kemiskinan Dan Resolosi Konflik

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

SURAT KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 522.1/K.309/2001 T E N T A N G

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

Eksistensi Hutan Adat Dalam Pembangunan Kehutanan di Indonesia. Paska Putusan MK No. 35/PUU-X/2012

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

LANGKAH STRATEGIS PASKA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 TENTANG PENGUKUHAN HUTAN ADAT

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

PENGUJIAN UU TERHADAP UUD. Riana Susmayanti, SH. MH

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat Menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN. NOMOR : SK.421/Menhut-II/2006. Tentang FOKUS-FOKUS KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

Deregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

TATA GUNA TANAH TATA GUNA AGRARIA. WIDIYANTO, SP, MSi

HAT hak menguasai negara

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Perkembangan Penelitian Terpadu Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP

Skema Gambaran Umum Pengembangan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa Menurut Peraturan Menteri Beserta Perbandingan Terhadap Perubahan-Perubahannya

KEBIJAKAN NASIONAL PENETAPAN TANAH ADAT/ULAYAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BAB I PENDAHULUAN. mereka pergi. Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

PP Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

CATATAN : Peraturan daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

ANALISIS MODEL TENURIAL DALAM UNIT MANAJEMEN KPH

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG PENYERAHAN URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN KEPADA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI INDRAGIRI HILIR

PROSES PENGAJUAN PERHUTANAN SOSIAL

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

DESA 2016 PERDA KAB. KONAWE SELATAN NO. 1, LD. 2016/ NO. 1, LL 121 HLM. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TENTANG DESA

Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan (Masukan Komnas Perempuan)

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

LUAS KAWASAN (ha)

MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL MASYARAKAT HUKUM ADAT 1 Dr. Fajar Laksono Suroso 2

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

BAB IV PENUTUP. Alam Nomor : SK. 32/IV-SET/2015 tentang Zonasi Taman Nasional Siberut, Kabupaten


PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PENGATURAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA,

Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam*

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan

Kajian Tinjauan Kritis Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa

Gambaran Pembentukan Wilayah KPH

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

Peta Perundang-undangan tentang Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TA 2009 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2009

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

ANOTASI PUTUSAN MK No. 45/PUU-IX/2011 MENGENAI PENGUJIAN KONSTITUSIONALITAS KAWASAN HUTAN DALAM PASAL 1 ANGKA 3 UU No. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

ABSTRAKSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 IRIGASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 01 TAHUN 2013

Penetapan Lokasi IUPHHK-RE di Tengah Arus Perubahan Kebijakan Perizinan. Hariadi Kartodihardjo 27 Maret 2014

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

EKSISTENSI DAN PROSPEK UUPA SEBAGAI PERATURAN DASAR AGRARIA NASIONAL

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

Disampaikan oleh: DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTAN DALAM SEMINAR PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF TATA RUANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

Transkripsi:

PILIHAN HUKUM PENGURUSAN/ PENGELOLAAN HUTAN OLEH MASYARAKAT ADAT Oleh: Rikardo Simarmata Disampaikan pada Diskusi Reguler WG-Tenure, 20 Juli 2006 Pengertian Istilah Pilihan hukum (legal option, policy option) adalah memilih berbagai peluang yang disediakan oleh hukum negara (state law). Hukum adalah peraturan perundang-undangan undangan dan peraturan kebijakan (policy rule, beleidregel) Pengurusan hutan mencakup kegiatan perencanaan hutan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan kehutanan serta pengawasan (ps 10 ayat 2 UUK) Perencanaan hutan mencakup kegiatan: inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan (ps 12 UUK) Pengelolaan hutan mencakup kegiatan: tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan hutan dan konservasi alam (ps 21 UUK) 1

Masyarakat (Hukum) Adat di Mata UUK (1) UUK menggunakan sekaligus istilah masyarakat hukum adat dan istilah masyarakat setempat. UUK tdk membuat defenisi mengenai masyarakat setempat (tetapi ada dalam peraturan pelaksananya), sementara untuk mengukur keberadaan masyarakat hukum adat ditentukan 5 unsur. Namun, masyarakat hukum adat terkadang diartikan sebagai bagian dari masyarakat setempat (ps.. 17 ayat 2) UUK tidak merumuskan pengertian masyarakat hukum adat (tidak seperti UU No. 7/2004 ttg SD Air) Mengakui masyarakat hukum adat sebagai subyek atau pemangku hak. Juga mengakui hak perseorangan anggota masyarakat adat atas hutan. Masyarakat (Hukum) Adat di Mata UUK (2) Sebagai pemangku hak,, UUK mengakui kenyataan penguasaan hutan oleh masyarakat adat (hutan ulayat, hutan marga). Namun penguasaan ini terkena pembatasan- pembatasan dari: : (1) konsep HMN; dan (2) pencapaian tujuan UUK (makalah( MS Kaban, Juni 2005) Konsep dan pertimbangan2 di atas mempengaruhi bentuk dan substansi pengakuan UUK terhadap hak masyarakat hukum adat atas hutan. 2

Masyarakat (Hukum) Adat di Mata UUK (3) Bentuk dan substansi pengakuan UUK terhadap hak masyarakat hukum adat atas hutan sebenarnya meneruskan tradisi UUPA, yakni bersyarat: sepanjang masih ada, diakui keberadaanya dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Menurut Soemardjono (2005), bedanya UUPA dengan UUK adalah dalam hal pengakuan status hutan adat. Jika UUPA membagi tanah ke dalam tanah negara, tanah hak dan tanah ulayat, maka UUK membagi ke dalam hanya 2, yakni hutan negara dan hutan hak dengan memasukkan hutan adat ke dalam cakupan hutan negara. Masyarakat (Hukum) Adat di Mata UUK (4) Sebagai pemangku hak, di dalam kawasan hutan adat, masyarakat hukum adat memiliki sejumlah hak, yakni: memungut hasil hutan, mengelola hutan berdasarkan hukum adat dan mendapatkan pemberdayaan (ps 67 ayat 1). Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan keberadaan masyarakat hukum adat diatur dalam PP tersendiri. Sambil menunggu diberlakukannya PP tersebut saat ini ada pedoman dalam Surat Edaran Menhut No. S.75/Menhut II/2004 perihal Masalah Hukum Adat dan Tuntutan Kompensasi/Ganti Rugi oleh Masyarakat Hukum Adat. 3

Hak Masyarakat Hukum Adat atas Hutan di Luar Skema Hutan Adat Jika masyarakat hukum adat bukan seperti kategori yang harus memenuhi 5 unsur dan diakui keberadaannya oleh Perda Propinsi, maka masyarakat hukum adat dapat memiliki hak atas hutan melalui skema: 1. KDTK (ps( 34 UUK) 2. Hutan Desa, HKm dan Hutan Hak (Penjelasan ps 5 ayat 1 UUK) 3. Pemberdayaan masyarakat setempat (ps 51 ayat 1 PP 34/2002) Tapi skema-skema di atas mengajukan tantangan kepada hak milik bersama (communal rights) karena justru lebih memungkinkan hak perseorangan (individual rights). Kendala Kongkrit Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat atas Hutan (1) Pengakuan bersyarat yg sekarang sudah dikonstitusionalkan lewat amandemen kedua UUD 1945. Hanya syarat: : sepanjang masih ada yang memiliki aturan mengenai bagaimana membuktikan pemenuhannya. Bagaimana cara mengukur syarat: tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi? Pengakuan keberadaan didelegasikan kepada pemerintah daerah. 4

Kendala Kongkrit Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat atas Hutan (2) Penegasan bahwa pengakuan keberadaan (baik hak ulayat maupun masyarakat hukum adat) telah dilakukan lewat Peraturan Pelaksana dan Peraturan Kebijakan. Misalnya SE Menhut dan Permenag No. 5/1999. Namun fakta: : (1) sampai saat ini belum adat pemda yang mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan mengajukan penetapan hutan adat berdasarkan SE Menhut; dan (2) sejak tahun 1999, hanya dalam hitungan jari jumlah Pemda yang mengakui hak ulayat (Kampar, Lebak, Nunukan). Kendala Kongkrit Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat atas Hutan (3) Mengapa demikian? Kendala kongkritnya ada pada organisasi tata laksana kedinasan dan politik anggaran. Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri tidak merumuskan tupoksi berikut anggaran pembangunan yang memberikan kejalasan dinas/badan mana yang bertanggung jawab mengurusi pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat dan hak ulayat. Departemen memiliki keuntungan dengan situasi ini karena bisa berdalih menunggu pengakuan keberadaan oleh pemda (kasus Propinsi Riau dan Jambi). 5

Situasi Dilematis Pemda Pemda yang memiliki niat baik atau terdesak oleh tekanan, untuk mengakui hak masyarakat adat atas hutan, menghadapi kendala dari segi dukungan kebijakan nasional. Situasi umum kebijakan nasional: pada level konstitusi,, Tap MPR dan UU mengakui, namun tersumbat di level peraturan pelaksana. Kendala kongkritnya: : (1) untuk skema hutan adat belum ada PP; (2) untuk skema lain belum ada peraturan pelaksana (hutan desa) dan lambatnya proses penetapan areal; ; (3) anggaran. Situasi dilematis Pemda: mempertahankan kepastian hukum dengan resiko menghadapi tekanan dari kelompok masyarakat atau menghadirkan kemanfaatan dan keadilan dengan resiko bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi? Dua Siasat di Daerah (1) 1. Menerobos Kelajiman Contoh: a) skema hutan adat tanpa didahului pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat b) skema di luar hutan adat (Perda HKm/KHm, Perda PSDABLM di Lampung Barat dan Perda Propinsi Sultra) 6

Dua Siasat di Daerah (2) 2. Menggunakan atau Menggabungkan dengan Pintu Lain Contoh: 1. Pengakuan Hak Ulayat (Lebak, Kampar, Nunukan). Hak ulayat termasuk meliputi kawasan hutan, namun di atasnya: berlaku peraturan kehutanan atau hukum adat. 2. Pengakuan Wilayah Adat (Tana Toraja, Kabupaten Luwu 3. Pengakuan Sistem Pemerintahan Lokal 4. Pengakuan Lembaga Adat Skema Peluang Pengakuan Hak Masyarakat Adat atas Hutan Peraturan Kehutanan Peraturan Pertanahan Peraturan Pemda& Lembaga Adat Kombinasi Hutan Adat Hutan Desa, HKm, Hutan Hak Hak Ulayat Pemerintahan Lokal dan Kewenangan Mengelola Harta Pengakuan Hak Ulayat, Lembaga Adat& Hutan Adat 7

Respon Pemerintah Pusat terhadap Terobosan Kebijakan Daerah 1. Peraturan Kehutanan: a) Meminta Mencabut (Perda Kubar) b) Membatalkan (Perda Wonosobo) c) Membiarkan (Perda Propinsi TNB, Perda Sumbawa,, SK Bupati Merangi dan Bungo-Jambi Jambi) d) Membuat Kebijakan Pendukung 2. Peraturan Pertanahan Membiarkan tanpa melakukan pemantauan dan evaluasi 3. Peraturan Pemerintah Daerah Membiarkan karena sejauh ini memang belum ada yang keluar dari batasan-batasan yang dibuat oleh Depdagri Rekomendasi Diperlukan kejelasan antara unsur/kriteria masyarakat hukum adat dan hak ulayat. Diperlukan kejelasan dan singkronisasi antar skema pengakuan, baik dari jalur peraturan kehutanan, peraturan pertanahan dan peraturan pemda. Diperlukan organisasi tata laksana kedinasan beserta tupoksi dan anggarannya yang ditujukan untuk melaksanakan kegiatan pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat. Agar departemen menghapuskan pendekatan positivistik dalam menanggapi terobosan kebijakan daerah. 8