IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

31 Universitas Indonesia

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

3 METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ESTIMASI PARAMETER PADA SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE LIMITED INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (LIML) SKRIPSI

PENGARUH BEA KELUAR MINYAK KELAPA SAWIT MENTAH TERHADAP HARGA MINYAK GORENG DANDY DHARMAWAN

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

III. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

BAB III. METODE PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML)

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siti Nurhayati Basuki, 2013

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR KOPI SUMATERA BARAT KE MALAYSIA. Indria Ukrita 1) ABSTRACTS

BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

1.1 Latar Belakang Masalah

IV METODOLOGI PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

IV. METODE PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

Model Persamaan Simultan

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

ANALISA PERSAMAAN SIMULTAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA EKSPOR CPO (CRUDE PALM OIL), PRODUKSI, DAN KONSUMSI MINYAK GORENG DI PASAR DOMESTIK

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

PERMINTAAN DAN PENAWARAN MINYAK GORENG SAWIT INDONESIA KHOIRU RIZQY RAMBE

III. METODE PENELITIAN

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

DAMPAK KEBIJAKAN DOMESTIK DAN PERUBAHAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN KONSUMEN MINYAK SAWIT DI INDONESIA NOVINDRA

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

PENDUGAAN PARAMETER PADA MODEL SIMULTAN. Oleh: M. Rondhi, Ph.D

PENERAPAN METODE TWO STAGE LEAST SQUARES PADA MODEL PERSAMAAN SIMULTAN DALAM MERAMALKAN PDRB

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA ABSTRACT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Aktivitas ekonomi sangat bergantung kepada minyak bumi. Minyak

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

Transkripsi:

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. Spesifikasi Model Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika adalah suatu pola khusus dari model aljabar, yakni suatu unsur yang bersifat stochastic yang mencakup satu atau lebih variabel pengganggu (Intriligator, 1978). Model ekonometrika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas (explanatory variables) terhadap variabel endogen (dependent variables) khususnya yang menyangkut tanda dan besaran (magnitude and sign) dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi kriteria teori ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R²) serta nyata secara statistik (statistically significant) sedangkan kriteria ekonometrika menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness, consistency, sufficiency, efficiency. Statisitk D w adalah salah satu kriteria ekonometrika yang digunakan untuk menguji taksiran, yaitu menguji validitas dari asumsi autocorrelation (Koutsoyiannis, 1977). Menurut Koutsoyiannis (1977) dalam tahapan spesifikasi model terdiri dari : (1) penentuan variabel dependen (dependent variable) dan variabel penjelas (explanatory variable) yang diterapkan dalam model, (2) harapan secara teoritis mengenai tanda dan besaran parameter (sign dan magnitude) dari setiap persamaan, dan (3) membuat model matematis. Dalam kaitan pembentukan model

63 tersebut perlu diperhatikan jumlah persamaan, bentuk persamaan linear atau non linear dan lain-lain. Spesifikasi model yang dirumuskan dalam studi ini adalah sangat terkait dengan tujuan penelitian yaitu merumuskan model penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dalam konteks ekonomi terbuka. Model yang dibangun adalah model persamaan simultan. Adapun model penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dibagi menjadi 3 blok yaitu blok perkebunan kelapa sawit, blok minyak sawit, dan blok minyak goreng sawit. 4.1.1. Blok Perkebunan Kelapa Sawit Blok perkebunan kelapa sawit hanya terdiri dari 1 persamaan yaitu persamaan luas areal tanaman yang menghasilkan. Persamaan tersebut didisagregasi berdasarkan wilayah (Sumatera dan Kalimantan) dan berdasarkan status atau bentuk pengusahaan perkebunan (perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta). 4.1.1.1. Luas Areal Kelapa Sawit Menghasilkan Luas areal tanaman kelapa sawit yang menghasilkan merupakan fungsi dari harga riil minyak sawit domestik, harga riil minyak kelapa domestik, harga riil pupuk, upah riil pada sub sektor perkebunan, suku bunga Bank Indonesia (BI) riil domestik, harga tanaman lain sebagai kompetitif dari kelapa sawit (dalam studi ini adalah tanaman karet), dan teknologi yang diproksi melalui tren waktu. Persamaan luas areal kelapa sawit menghasilkan dirumuskan sebagai berikut. LAKSM ij t = a 0 + a 1 HRMSD t-3 + a 2 HRMKD t-3 + a 3 HRKD t-3 + a 4 HRF t + a 5 UPRBUN t + a 6 SBR t + a 7 TREN + U 1...(43)

64 LAKSM ij t HRMSD t-3 HRMKD t-3 HRKD t-3 HRF t UPRBUN t = Luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan i (Perkebunan Rakyat = R, Perkebunan Besar Negara = N, dan Perkebunan Besar Swasta = S) di wilayah j (Sumatera = S dan Kalimantan = K) pada tahun ke-t (000 ha) = Harga riil minyak sawit domestik pada lag 3 tahun (Rp/kg) = Harga riil minyak kelapa domestik pada lag 3 tahun (Rp/kg) = Harga riil karet domestik pada lag 3 tahun (Rp/kg) = Harga riil pupuk (Rp/kg) = Upah riil pada sub sektor perkebunan (Rp/hari) SBR t = Suku bunga BI riil domestik (%) TREN t U 1 = Teknologi yang diproksi melalui tren waktu = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : a 1, a 7 > 0 ; a 2, a 3, a 4, a 5, a 6 < 0 4.1.2. Blok Minyak Sawit Blok minyak sawit Indonesia terdiri dari persamaan produktivitas, produksi, penawaran, dan permintaan minyak sawit domestik, juga ekspor minyak sawit oleh Indonesia, dan persamaan harga. Ekspor minyak sawit Indonesia di pasar dunia menghadapi saingan dari ekspor minyak sawit negara pengekspor lainnya. Dalam penelitian ini negara pesaing ekspor tersebut hanya dibatasi pada Malaysia, sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar dunia kedua setelah Indonesia namun merupakan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia. Konsumen minyak sawit domestik adalah industri minyak goreng yang berbahan baku minyak sawit dan industri lainnya, seperti industri oleokimia, margarine, dan sabun. Untuk pasar dunia, konsumen minyak sawit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Cina sebagai negara pengimpor minyak sawit terbesar di dunia dengan pangsa impor sekitar 20 persen, diikuti India dengan pangsa

65 impor sekitar 12 persen, dan Pakistan sebagai pengimpor urutan ketiga terbesar di dunia dengan pangsa impor sekitar 6 persen. 4.1.2.1. Produktivitas Minyak Sawit Pada dasarnya, produktivitas suatu produk pertanian dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas input yang digunakan, teknologi produksi (tren), kondisi agroklimat dan tingkat penerimaan yang diharapkan. Dalam perumusan persamaan produktivitas pada penelitian ini, kualitas dan kuantitas penggunaan input diproksi melalui harga-harga input tersebut (tingkat upah dan harga pupuk) serta luas areal kelapa sawit menghasilkan, sedangkan penerimaan diproksi melalui harga output (harga minyak sawit) dan kondisi agroklimat melalui curah hujan. Pada penelitian ini, harga minyak sawit dengan harga pupuk digabung menjadi rasio harga minyak sawit dengan harga pupuk. Persamaan produktivitas minyak sawit memiliki karakteristik yang sama dengan persamaan luas areal kelapa sawit menghasilkan, yaitu didisagregasi berdasarkan wilayah (Sumatera dan Kalimantan) dan berdasarkan status atau bentuk pengusahaan perkebunan (perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta). Persamaan produktivitas minyak sawit berdasarkan status dan wilayah pengusahaannya per hektar dirumuskan sebagai berikut. YMS ij t = b 0 + b 1 RHMSF t + b 2 LAKSM ij t-1 + b 3 UPRBUN t + b 4 CURAH t + b 5 TREN t + b 6 YMS ij t-1 + U 2......(44) YMS ij t = Produktivitas minyak sawit pada perkebunan i di wilayah j (ton/ha) RHMSF t = Rasio harga minyak sawit dengan harga pupuk LAKSM ij t-1 = Luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan i (Perkebunan Rakyat = R, Perkebunan Besar Negara = N, dan Perkebunan Besar Swasta = S) di wilayah j (Sumatera

66 = S dan Kalimantan = K) pada tahun ke-t-1 (000 ha) CURAH t = Curah hujan (hari hujan per tahun) YMS ij t-1 U 2 = Lag dari YMS ij t (ton/ha) = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : b 1, b 2, b 5 > 0 ; b 3, b 4 < 0 ; 0 < b 6 < 1 4.1.2.2. Produksi Minyak Sawit (CPO) Indonesia Jumlah produksi minyak sawit Indonesia merupakan penjumlahan dari hasil perkalian antara luas areal tanaman kelapa sawit yang menghasilkan minyak sawit dengan produktivitas minyak sawit pada masing-masing wilayah dan status pengusahaan perkebunan kelapa sawit, kemudian hasilnya tersebut dijumlahkan dengan produksi minyak sawit di wilayah lain (selain Sumatera dan Kalimantan). Secara matematis persamaan produksi minyak sawit Indonesia, seperti yang terlihat pada persamaan identitas berikut. QMSI t = (LAKSM ij t * YMS ij t) + QMSL.......(45) QMSI t = Produksi minyak sawit Indonesia (000 ton) QMSL = Produksi minyak sawit di wilayah selain Sumatera dan Kalimantan (000 ton) 4.1.2.3. Ekspor Minyak Sawit Indonesia Jumlah ekspor minyak sawit Indonesia diduga dipengaruhi oleh harga ekspor minyak sawit Indonesia, jumlah produksi minyak sawit Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan jumlah ekspor minyak sawit Indonesia tahun sebelumnya. Persamaan ekspor minyak sawit Indonesia diformulasikan sebagai berikut.

67 XMSI t = c 0 + c 1 HRXMSI t + c 2 QMSI t + c 3 NTERI t + c 4 XMSI t-1 + U 3.... (46) XMSI t = Ekspor minyak sawit Indonesia (000 ton) HRXMSI t = Harga riil ekspor minyak sawit Indonesia (US.$/ton) NTERI t = Nilai tukar efektif riil rupiah terhadap dollar (Rp/US.$) XMSI t-1 = Lag ekspor minyak sawit Indonesia (000 ton) U 3 = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c 1, c 2, c 3 > 0 ; 0 < c 4 < 1 4.1.2.4. Permintaan Minyak Sawit Domestik Produksi minyak sawit Indonesia sebagian dialokasikan untuk konsumsi domestik dan sebagian lagi untuk tujuan ekspor. Konsumsi domestik sebagian besar diserap oleh industri minyak goreng, sedangkan sebagian lagi dikonsumsi oleh industri lain seperti industri oleokimia, industri margarine dan shortening, industri kosmetika, industri sabun serta industri biodiesel. Dengan demikian, permintaan minyak sawit domestik dapat dituliskan sebagai berikut : DMSD t = DMSIMG t + DMSIL t.......... (47) DMSD t = Permintaan minyak sawit domestik (000 ton) DMSIMG t = Permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng (000 ton) DMSIL t = Permintaan minyak sawit oleh industri lainnya (000 ton) 4.1.2.5. Permintaan Minyak Sawit oleh Industri Minyak Goreng Pada penelitian ini, permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng diduga dipengaruhi oleh harga input (harga minyak sawit domestik), harga input substitusinya (harga minyak kelapa domestik), harga output (harga minyak goreng

68 sawit domestik), tren yang merupakan proksi dari teknologi, dan lag dari permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng. DMSIMG t HRMSD t HRMKD t HRMGSD t DMSIMG t-1 U 4 = d 0 + d 1 HRMSD t + d 2 HRMKD t + d 3 HRMGSD t + d 4 TREN t + d 5 DMSIMG t-1 + U 4.......(48) = Harga riil minyak sawit domestik (Rp/kg) = Harga riil minyak kelapa domestik (Rp/kg) = Harga riil minyak goreng sawit domestik (Rp/kg) = Lag permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng (000 ton) = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : d 1 < 0 ; d 2, d 3, d 4 > 0 ; 0 < d 5 < 1 4.1.2.6. Permintaan Minyak Sawit oleh Industri Lain Penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku industri lain bersubstitusi dengan minyak kelapa. Harga minyak mentah dunia yang fluktuatif diduga juga berpengaruh terhadap penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku industri lain seperti industri biodiesel. Disamping itu, upah pada sektor industri, suku bunga BI, dan tren (proksi dari teknologi) juga berpengaruh terhadap permintaan minyak sawit oleh industri lain. Oleh karena itu persamaan permintaan minyak sawit oleh industri lain dituliskan sebagai berikut : DMSIL t = e 0 + e 1 HRMSD t + e 2 HRMKD t + e 3 HRMMW t + e 4 UPRIN t + e 5 SBR t + e 6 TREN + e 7 DMSIL t-1 + U 5....(49) HRMMW t = Harga riil minyak mentah dunia (US.$/barrel) UPRIN t = Upah riil pada sektor industri (Rp/hari) DMSIL t-1 = Lag permintaan minyak sawit oleh industri lainnya (000 ton) U 5 = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : e 2, e 3, e 6 > 0 ;

69 e 1, e 4, e 5 < 0 ; 0 < e 7 < 1 4.1.2.7. Penawaran Minyak Sawit Domestik Peningkatan harga minyak sawit dunia yang semakin cepat, menstimulus produsen minyak sawit domestik untuk mengekspor minyak sawit yang dihasilkannya. Akibatnya, ketersediaan (penawaran) minyak sawit domestik akan bersifat residual, yaitu sisa produksi setelah dikurangi ekspor. Indonesia juga mengimpor minyak sawit dan sebagian penawaran juga berasal dari stok tahun lalu, sehingga persamaan penawaran domestik dapat dituliskan sebagai berikut : SMSD t = QMSI t - XMSI t + MMSI t + STKMS t-1........(50) SMSD t = Penawaran minyak sawit domestik (000 ton) MMSI t = Impor minyak sawit Indonesia (000 ton) STKMS t-1 = Lag stok minyak sawit domestik (000 ton) 4.1.2.8. Harga Minyak Sawit Domestik Sebagaimana dikemukakan bahwa minyak sawit diproduksi berorientasi ekspor, sehingga perilaku harga minyak sawit domestik disamping dipengaruhi oleh kekuatan penawaran, permintaan dan kebijakan tataniaga di pasar domestik, juga dipengaruhi oleh perubahan harga minyak sawit dunia yang ditransmisikan melalui harga ekspor minyak sawit Indonesia. Persamaan harga minyak sawit domestik dirumuskan sebagai berikut. HRMSD t = f 0 + f 1 SMSD t + f 2 DMSD t + f 3 HRXMSI t + f 4 HRMSD t-1 + U 6.....(51) HRMSD t-1 = Lag harga riil minyak sawit domestik (Rp/kg) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : f 2, f 3 > 0 ; f 1 < 0 ; 0 < f 4 < 1

70 4.1.2.9. Harga Ekspor Minyak Sawit Indonesia Dalam upaya menjaga kecukupan pasokan bahan baku untuk industri minyak goreng, pemerintah menggunakan berbagai instrumen kebijakan diantaranya adalah pajak ekspor. Sesuai dengan kerangka teori, pemberlakuan pajak ekspor akan menyebabkan harga yang diterima produsen menjadi lebih rendah dari harga dunia. Disamping dipengaruhi oleh pajak ekspor, harga ekspor minyak sawit Indonesia dipengaruhi pula oleh harga minyak sawit dunia, harga minyak mentah dunia, jumlah ekspor minyak sawit Indonesia, dan harga ekspor minyak sawit Indonesia tahun sebelumnya. Perilaku harga ekspor minyak sawit Indonesia dirumuskan sebagai berikut. HRXMSI t = g 0 + g 1 HRMSW t + g 2 HRMMW t + g 3 XMSI t + g 4 PXMSI t + g 5 HRXMSI t-1 + U 7 (52) HRMSW t = Harga riil minyak sawit dunia (US.$/ton) PXMSI t = Pajak Ekspor minyak sawit Indonesia (%) HRXMSI t-1 = Lag harga riil ekspor minyak sawit Indonesia (US.$/ton) U 7 = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : g 1, g 2 > 0 ; g 3, g 4 < 0 ; 0 < g 5 < 1 4.1.2.10. Ekspor Minyak Sawit Malaysia Persamaan ekspor minyak sawit Malaysia adalah fungsi dari harga ekspor minyak sawit Malaysia, harga substitusi dari minyak sawit (harga minyak kelapa dunia), produksi minyak sawit Malaysia, nilai tukar efektif kurs Malaysia terhadap US.$, dan lag dari ekspor minyak sawit Malaysia. XMSM t = h 0 + h 1 HRXMSM t + h 2 HRMKW t + h 3 QMSM t + h 4 NTERM t + h 5 XMSM t-1 + U 8......(53)

71 XMSM t = Ekspor minyak sawit Malaysia (000 ton) HRXMSM t = Harga riil ekspor minyak sawit Malaysia (US.$/ton) HRMKW t = Harga riil minyak kelapa dunia (US.$/ton) QMSM t = Produksi minyak sawit Malaysia (000 ton) NTERM t = Nilai tukar efektif riil kurs Malaysia terhadap US.$ (Ringgit/US.$) XMSM t-1 = Lag ekspor minyak sawit Malaysia (000 ton) U 8 = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : h 1, h 2, h 3, h 4 > 0 ; 0 < h 5 < 1 4.1.2.11. Ekspor Minyak Sawit Dunia Ekspor minyak sawit dunia merupakan penjumlahan dari semua ekspor minyak sawit Indonesia dan Malaysia, ditambah dengan ekspor minyak sawit negara-negara lain yang tidak termasuk ke dalam model. XMSW t = XMSI t + XMSM t + XMSRW t.........(54) XMSW t = Ekspor minyak sawit dunia (000 ton) XMSRW t = Total ekspor minyak sawit sisa dunia selain Indonesia dan Malaysia (000 ton) 4.1.2.12. Impor Minyak Sawit Cina Sejalan dengan perkembangan ekspor minyak sawit dunia, permintaan impor minyak sawit dunia juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Negara pengimpor minyak sawit terbesar di dunia adalah Cina. Pada umumnya, hampir di semua negara importir minyak sawit, minyak kedele telah digunakan sebagai komoditi substitusi minyak sawit. Di samping itu, minyak nabati lainnya seperti minyak kelapa, minyak lobak, dan minyak bunga matahari dianggap sebagai komoditi alternatif. Oleh karena itu, dalam persamaan impor minyak

72 sawit Cina perlu dimasukkan variabel yang dapat menangkap perubahanperubahan pada pasar minyak nabati tersebut yang direfleksikan melalui perubahan harga. Faktor lain yang dianggap juga mempengaruhi impor minyak sawit Cina adalah pendapatan per kapita, nilai tukar, dan impor minyak sawit Cina tahun sebelumnya. Adapun perilaku impor minyak sawit Cina yaitu : MMSC t MMSC t HRMSW t HRMKDW t INCRC t NTERC t MMSC t-1 U 9 = i 0 + i 1 HRMSW t + i 2 HRMKDW t + i 3 INCRC t + i 4 NTERC t + i 5 MMSC t-1 + U 9...(55) = Impor minyak sawit Cina (000 ton) = Harga riil minyak sawit dunia (US.$/ton) = Harga riil minyak kedele dunia (US.$/ton) = Pendapatan riil per kapita Cina (US.$) = Nilai tukar efektif riil Cina terhadap US.$ (Yuan/US.$) = Lag impor minyak sawit Cina (000 ton) = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : i 2, i 3, > 0 ; i 1, i 4 < 0 ; 0 < i 5 < 1 4.1.2.13. Impor Minyak Sawit India Pangsa impor minyak sawit (CPO) India terhadap impor minyak sawit dunia sekitar 12 persen, yaitu sebagai negara urutan kedua pengimpor minyak sawit terbesar di dunia. Perilaku impor minyak sawit India dihipotesiskan dipengaruhi oleh harga minyak sawit dunia, harga minyak kedele dunia (sebagai substitusi minyak sawit), pendapatan per kapita, dan impor minyak sawit India tahun sebelumnya. MMSIND t MMSIND t = j 0 + j 1 HRMSW t + j 2 HRMKDW t + j 3 INCRIND t + j 4 MMSIND t-1 + U 10......(56) = Impor minyak sawit India (000 ton)

73 INCRIND t = Pendapatan riil per kapita India (US.$) MMSIND t-1 = Lag impor minyak sawit India (000 ton) U 10 = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : j 2, j 3, > 0 ; j 1 < 0 ; 0 < j 4 < 1 4.1.2.14. Impor Minyak Sawit Pakistan Pangsa impor minyak sawit Pakistan terhadap impor minyak sawit dunia sekitar 6 persen, yaitu sebagai negara urutan ketiga pengimpor minyak sawit terbesar di dunia. Perilaku impor minyak sawit Pakistan dihipotesiskan dipengaruhi oleh harga minyak sawit dunia, harga minyak kedele dunia (sebagai substitusi minyak sawit), pendapatan per kapita, nilai tukar, dan impor minyak sawit Pakistan tahun sebelumnya. MMSP t = k 0 + k 1 HRMSW t + k 2 HRMKDW t + k 3 INCRP t + k 4 NTERP t + k 5 MMSP t-1 + U 11.(57) MMSP t = Impor minyak sawit Pakistan (000 ton) INCRP t = Pendapatan riil per kapita Pakistan (US.$) NTERP t = Nilai tukar efektif riil Pakistan terhadap US.$ MMSP t-1 = Lag impor minyak sawit Pakistan (000 ton) U 11 = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : k 2, k 3, > 0 ; k 1, k 4 < 0 ; 0 < k 5 < 1 4.1.2.15. Impor Minyak Sawit Dunia Impor minyak sawit dunia merupakan penjumlahan dari semua impor minyak sawit Cina, India, Pakistan, dan Indonesia ditambah dengan impor minyak sawit negara-negara lain yang tidak termasuk ke dalam model. MMSW t = MMSC t + MMSIND t + MMSP t + MMSI t + MMSRW t...(58)

74 MMSW t MMSRW t = Impor minyak sawit dunia (000 ton) = Total impor sisa dunia selain Cina, India, dan Pakistan (000 ton) 4.1.2.16. Harga Minyak Sawit Dunia Fluktuasi harga minyak sawit di pasar dunia pada dasarnya disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada total ekspor dan total impor minyak sawit dunia. Dalam persamaan matematis dirumuskan sebagai berikut : HRMSW t = l 0 + l 1 XMSW t + l 2 MMSW t + l 3 HRMSW t-1 + U 12.. (59) HRMSW t-1 = Lag harga riil minyak sawit dunia (US.$/ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : l 2 > 0 ; l 1 < 0 ; 0 < l 3 < 1 4.1.3. Blok Minyak Goreng Sawit Blok minyak goreng sawit terdiri dari persamaan-persamaan produksi, penawaran dan permintaan domestik, ekspor dan impor serta integrasi harga. Mengingat pangsa ekspor minyak goreng sawit Indonesia relatif kecil yang mencerminkan produksi minyak goreng sawit lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan domestik, maka komoditi ini hanya dianalisis pada tingkat domestik. 4.1.3.1. Produksi Minyak Goreng Sawit Indonesia Produksi minyak goreng sawit oleh industri minyak goreng pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku (minyak sawit), sedangkan ketersediaan bahan baku tersebut dipengaruhi oleh harga ekspor minyak sawit, karena sesuai dengan fenomena selama ini produsen minyak sawit lebih berorientasi pada ekspor. Namun pengaruh harga ekspor minyak sawit terhadap

75 produksi minyak goreng sawit di Indonesia adalah melalui harga input dari minyak goreng sawit yaitu harga minyak sawit domestik. Disamping itu, produksi minyak goreng sawit Indonesia diduga juga dipengaruhi oleh harga minyak goreng sawit domestik, teknologi yang diproksi dari tren waktu, dan produksi minyak goreng sawit Indonesia tahun sebelumnya. Fungsi dari persamaan produksi minyak goreng sawit Indonesia dapat diformulasikan seperti pada persamaan berikut. QMGS t = m 0 + m 1 HRMGSD t + m 2 HRMSD t + m 3 TREN + m 4 QMGS t-1 + U 13....(60) QMGS t = Produksi minyak goreng sawit domestik (000 ton) QMGS t-1 = Lag produksi minyak goreng sawit domestik (000 ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : m 1, m 3 > 0 ; m 2 < 0 ; 0 < m 4 < 1 4.1.3.2. Ekspor Minyak Goreng Sawit Indonesia Persamaan ekspor minyak goreng sawit Indonesia adalah fungsi dari harga ekspor minyak goreng sawit Indonesia, harga minyak goreng sawit domestik, produksi minyak goreng sawit domestik, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan ekspor minyak goreng sawit Indonesia tahun sebelumnya. Perilaku ekspor minyak goreng sawit Indonesia dirumuskan sebagai berikut : XMGS t = n 0 + n 1 HRXMGSI t + n 2 HRMGSD t + n 3 QMGS t + n 4 NTERI t + n 5 XMGS t-1 + U 14.. (61) XMGS t = Ekspor minyak goreng sawit Indonesia (000 ton) HRXMGSI t = Harga riil ekspor minyak goreng sawit Indonesia (US.$/ton) XMGS t-1 = Lag ekspor minyak goreng sawit Indonesia (000 ton) U 14 = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : n 1, n 3, n 4 > 0 ;

76 n 2 < 0 ; 0 < n 5 < 1 4.1.3.3. Penawaran Minyak Goreng Sawit Domestik Penawaran minyak goreng sawit domestik dipandang sebagai residual yang dibentuk dari sisa produksi minyak goreng sawit Indonesia setelah dikurangi dengan ekspor minyak goreng sawit Indonesia. SMGS t = QMGS t - XMGS t....(62) SMGS t = Penawaran minyak goreng sawit domestik (000 ton) 4.1.3.4. Permintaan Minyak Goreng Sawit Domestik Permintaan minyak goreng sawit domestik diturunkan dari fungsi utilitas konsumen, dimana permintaan selain dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri (harga minyak goreng sawit domestik), juga dipengaruhi oleh harga barang substitusinya, dalam hal ini minyak goreng kelapa di pasar domestik. Disamping itu, permintaan minyak goreng sawit domestik juga dipengaruhi oleh pendapatan per kapita Indonesia dan lag dari permintaan minyak goreng sawit domestik tersebut. Persamaan permintaan minyak goreng sawit Indonesia dirumuskan sebagai berikut. DMGS t DMGS t HRMGKD t INCRI t DMGS t-1 U 15 = o 0 + o 1 HRMGSD t + o 2 HRMGKD t + o 3 INCRI t + o 4 DMGS t-1 + U 15...(63) = Permintaan minyak goreng sawit domestik (000 ton) = Harga riil minyak goreng kelapa domestik (Rp/kg) = Pendapatan riil per kapita Indonesia (Rp/tahun) = Lag permintaan minyak goreng sawit domestik (000 ton) = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : o 2, o 3 > 0 ; o 1 < 0 ; 0 < o 4 < 1

77 4.1.3.5. Harga Minyak Goreng Sawit Domestik Harga minyak goreng sawit domestik diduga dipengaruhi oleh permintaan minyak goreng sawit Indonesia, penawaran minyak goreng sawit Indonesia, dan harga ekspor minyak goreng sawit Indonesia serta harga minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya. Pada penelitian ini permintaan dan penawaran minyak goreng sawit Indonesia digabung menjadi variabel excess demand minyak goreng sawit. Fungsi dari persamaan harga minyak goreng sawit domestik dapat diformulasikan seperti pada persamaan berikut. HRMGSD t = p 0 + p 1 EXDMGS t + p 2 HRXMGSI t + p 4 HRMGSD t-1 + U 16....(64) EXDMGS t = excess demand minyak goreng sawit (000 ton) HRMGSD t-1 = Lag harga riil minyak goreng sawit domestik (Rp/kg) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : p 1, p 2 > 0 ; 0 < p 3 < 1 4.1.3.6. Harga Ekspor Minyak Goreng Sawit Indonesia Harga ekspor minyak goreng sawit Indonesia diduga dipengaruhi oleh harga minyak goreng sawit dunia dan ekspor minyak goreng sawit Indonesia. Fungsi dari persamaan harga ekspor minyak goreng sawit Indonesia dapat diformulasikan seperti pada persamaan berikut. HRXMGSI t = q 0 + q 1 HRMGSW t + q 2 XMGS t + U 17.....(65) HRMGSW t = Harga riil minyak goreng sawit dunia (US.$/ton) HRXMGSI t-1 = Lag harga riil ekspor minyak goreng sawit Indonesia (US.$/ton) U 17 = Variabel pengganggu Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : q 1 > 0 ; q 2 < 0

78 4.2. Prosedur Analisis Prosedur analisis dalam penelitian ini meliputi identifikasi model, metode pendugaan model, validasi model, simulasi model, perubahan kesejahteraan, dan jenis, sumber, dan pengolahan data. Metode pendugaan (estimasi) yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode 2 Stage Least Squares. Berikut adalah uraian lengkap mengenai prosedur analisis dalam penelitian ini. 4.2.1. Identifikasi Model Indentifikasi model ditentukan atas dasar order condition sebagai syarat keharusan dan rank condition sebagai syarat kecukupan. Menurut Koutsoyiannis (1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh : (K - M) > (G - 1)....(66) K = Total variabel dalam model, yaitu variabel endogen dan predetermined variable (current exogenous variable, lagged exogenous variable, dan lagged endogenous variable). M = Jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model, dan G = Total persamaan dalam model, yaitu jumlah variabel endogen dalam model. Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut. ( K M ) > ( G 1 ) = maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (overidentified) (K M ) = ( G 1 ) = maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified), dan

79 (K M ) < (G 1 ) = maka persamaan tersebut dinyatakan tidak teridentifikasi (unidentified). Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau overidentified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan itu tidak teridentifikasi. Karena itu, dalam proses identifikasi diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan, bahwa dalam suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural variabel yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut. Atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977) Pada penelitian ini, model yang telah dirumuskan terdiri dari 39 persamaan atau 39 variabel endogen (G), dan 46 predetermined variable terdiri dari 28 variabel eksogen dan 18 lag endogenous variable, sehingga total variabel dalam model (K) adalah 85 variabel. Kemudian diketahui bahwa jumlah variabel endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model (M) adalah maksimum 8 variabel. Berdasarkan kriteria order condition disimpulkan setiap persamaan struktural yang ada dalam model adalah over identified. 4.2.2. Metode Pendugaan Model Berdasarkan hasil identifikasi model, maka model dinyatakan over identified, dalam hal ini untuk pendugaan model dapat dilakukan dengan 2SLS

80 (Two Stage Least Squares), 3SLS (Three Stage Least Squares), LIML (Limited Information Maximum Likelihood) atau FIML (Full Information Maximum Likehood). Pada penelitian ini metode pendugaan model yang digunakan adalah 2SLS, dengan beberapa pertimbangan, yaitu penerapan 2SLS menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana dan lebih mudah, sedangkan metode 3SLS dan FIML menggunakan informsi yang lebih banyak dan lebih sensitif terhadap kesalahan pengukuran maupun kesalahan spesifikasi model (Gujarati, 1999). Untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersamasama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik F, dan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik t. 4.2.2.1. Uji Statistik-F Uji statistik-f adalah persamaan yang digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis: H 0 : β 1 = β 2.. = β i = 0 H 1 : minimal ada satu β i 0 Keterangan: i = banyaknya variabel bebas dalam suatu persamaan Apabila nilai peluang (P-value) uji statistik-f < taraf α = 5% maka tolak H 0. Tolak H 0 berarti variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel endogen.

81 4.2.2.2. Uji Statistik-t Uji statistik-t adalah persamaan yang digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel eksogen berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis: H o : β i = 0 H 1 : Uji satu arah a) β i > 0; b) β i < 0 Uji dua arah c) β i 0 Kriteria uji: Jika H 1 : a) β i > 0, bila P-value uji t < α maka disimpulkan tolak H o H 1 : b) β i < 0, bila P-value uji t < α maka disimpulkan tolak H o H 1 : c) β i 0, bila P-value uji t < α/2 maka disimpulkan tolak H o Pada penelitian ini menggunakan uji satu arah dan taraf α = 15% sehingga jika nilai peluang (P-value) uji statistik-t < taraf α = 15% maka tolak H 0. Tolak H 0 berarti suatu variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. 4.2.2.3. Uji Statistik Durbin-h Apabila dalam persamaan terdapat variabel bedakala (lag endogenous variable) maka uji serial korelasi dengan menggunakan statistik d w (Durbin- Waston Statistics) tidak valid untuk digunakan (Pindyc dan Rubinfeld, 1991). Sebagai penggantinya untuk mengetahui apakah terdapat serial korelasi (autocorrelation) atau tidak dalam setiap persamaan maka digunakan statistik d h

82 (Durbin-h statistics). Persamaan 67 berikut merupakan formula untuk memperoleh nilai d h atau h hitung (Durbin-h statistics). h hitung 1 n = 1 d 2 1 n [(var β )]....(67) dimana: d = d w statistik, n = jumlah observasi, dan var (β) = varians koefisien regresi untuk lagged dependent variable. Jika ditetapkan taraf α = 0.05, diketahui -1.96 h hitung 1.96, maka disimpulkan persamaan tidak mengalami serial korelasi. Selanjutnya jika diketahui nilai h hitung < -1.96, maka terdapat autokorelasi negatif, sebaliknya jika diketahui nilai h hitung > 1.96, maka terdapat autokorelasi positif (Pindyc dan Rubinfeld, 1991). 4.2.3. Validasi Model Untuk mengetahui apakah model cukup valid untuk membuat suatu simulasi alternatif kebijakan atau non kebijakan dan peramalan, maka perlu dilakukan suatu validasi model, dengan tujuan untuk manganalisis sejauhmana model tersebut dapat mewakili dunia nyata. Pada penelitian ini, kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang digunakan adalah: Root Means Square Percent Error (RMSPE) dan Theil s Inequality Coefficient (U Theil) (Pindyck and Rubinfield, 1991). Kriteria-kriteria dirumuskan sebagai berikut : RMSPE = 1 n n t = 1 s Yt Yt a Yt a 2. (68)

83 U Theil = 1 n n s a ( Yt Yt ) n n s 2 1 a ( Yt ) + ( Yt ) t= 1 1 n t= 1 n 2 t= 1 2..(69) s Y t a Y t n = nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi = nilai aktual variabel observasi = jumlah tahun observasi Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Nilai statistik U Theil bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai statistik U Theil berkisar antara 1 dan 0. Jika U = 0 maka pendugaan model sempurna, jika U =1 maka pendugaan model naif. Adapun untuk melihat keeratan arah (slope) antara aktual dengan hasil yang disimulasi dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R²). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSPE dan U Theil dan makin besar nilai R², maka pendugaan model semakin baik. 4.2.4. Simulasi Model Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Peramalan dapat dapat dibedakan beberapa jenis dan tujuan simulasi, diantaranya adalah ramalan berdasarkan horison waktu, yang dibedakan menjadi ex post forecast, ex ante forecast dan backcasting, yang diilustrasikan pada Gambar 11.

84 Pada periode t 1 menunjukkan batas waktu dari model yang dihitung dengan data yang ada. Simulasi yang dibuat diantara t 1 ke t 2 disebut dengan ex-post simulation atau historical simulation. Nilai historical series yang dimulai tahun t 1 dan berakhir tahun t 2, digunakan untuk variabel eksogen, sedangkan nilai historical dalam t 1 merupakan keadaan awal dari variabel endogen. Backcasting Ex-post simulation or historical simulation Ex-post forecast Forecasting Ex-ante forecast Estimation period Time (t) t 1 t 2 t 3 (today) Sumber : Pindick dan Rubinfeld, 1998 Gambar 11. Horison Waktu Simulasi Ex-post forecast menunjukkan kalau periode dugaan t 2 < t 3 maka peramalan dapat dilakukan di akhir periode. Adapun pada ex-ante forecast yang dimulai dari t 3 adalah simulasi atau perkiraan nilai dependent variabel yang didasarkan pada variabel bebas dan dapat diteruskan hingga pada tahun-tahun berikutnya. Analisis kebijakan dilakukan untuk melihat dampak kebijakan domestik terhadap semua variabel endogen. Dengan demikian kita dapat mengetahui bagaimana reaksi variabel endogen terhadap perubahan variabel eksogen. Menurut Pindick dan Rubinfeld (1991), tujuan simulasi model pada dasarnya adalah untuk (1) mengevalusi kebijakan pada masa lampau, dan (2) membuat peramalan untuk masa yang akan datang. Simulasi model diperlukan untuk mempelajari sejauh mana dampak dari perubahan variabel-variabel eksogen

85 terhadap variabel-variabel endogen di dalam model. Dalam kajian ini simulasi dilakukan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan domestik dan perubahan faktor eksternal melalui simulasi historis (ex-post simulation) dan untuk mengkaji ramalan dampak alternatif kebijakan dan perubahan faktor eksternal melalui simulasi peramalan (ex-ante simulation). 4.2.4.1. Simulasi Historis Simulasi historis dilakukan untuk menjawab tujuan kedua, yaitu mengevaluasi dampak kebijakan domestik maupun perubahan faktor eksternal terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia, penerimaan devisa, dan kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia, tahun 2003-2007. Kebijakan domestik merupakan kebijakan pemerintah (pengenaan pajak ekspor minyak sawit, kuota domestik berupa peningkatan penawaran minyak sawit, dan kuota ekspor minyak sawit) dan kebijakan Bank Indonesia (penurunan Suku Bunga Bank Indonesia/SBI). Adapun perubahan faktor eksternal merupakan perubahan selain kebijakan pemerintah yang terjadi di pasar domestik maupun dunia. Pada penelitian ini yang dimaksud perubahan faktor eksternal adalah perubahan harga minyak sawit dan harga minyak mentah dunia. Skenario simulasi historis yang dilakukan adalah tiga skenario kebijakan domestik dan dua skenario perubahan faktor eksternal. Skenario Kebijakan Domestik 1. Peningkatan pajak ekspor minyak sawit, sebesar 50 persen Peningkatan pajak ekspor minyak sawit merupakan upaya pemerintah untuk menanggulangi arus ekspor minyak sawit yang terlalu besar yang dapat menyebabkan pasokan untuk industri hilirnya terutama industri minyak

86 goreng sawit menjadi berkurang. Dengan peningkatan pajak ekspor minyak sawit tersebut diharapkan dapat menanggulangi masalah tersebut. 2. Penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia domestik sebesar 20 persen Dari sisi permodalan, dengan tingkat suku bunga pinjaman sekarang ini (16-17 persen per tahun) dirasa masih kurang kondusif untuk usaha perkebunan, termasuk kelapa sawit. Suku bunga yang ideal untuk usaha perkebunan adalah sekitar 12 persen per tahun. Melalui simulasi ini akan dianalisis dampak dari penurunan suku bunga BI terhadap industri kelapa sawit domestik. 3. Peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 25 persen Adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan setiap pengusaha minyak sawit untuk menyuplai minyak sawit untuk kebutuhan industri hilir minyak sawit domestik, terutama untuk industri minyak goreng. Skenario Perubahan Faktor Eksternal 1. Peningkatan harga minyak sawit dunia 25 persen Pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku berbagai industri terus meningkat dari tahun ke tahun, mendorong peningkatan harga minyak sawit di pasar dunia. Peningkatan harga minyak sawit dunia dapat memicu peningkatan ekspor oleh negara produsen, termasuk Indonesia, sehingga mempengaruhi ketersediaan bahan baku industri domestik. 2. Peningkatan harga minyak mentah dunia 10 persen Harga minyak mentah dunia yang semakin meningkat diduga dapat mempengaruhi industri kelapa sawit karena konsumen akan lebih tertarik dengan bahan bakar substitusinya, yaitu biodiesel, dimana biodiesel menggunakan bahan baku minyak sawit. Indonesia yang merupakan negara

87 penghasil minyak sawit terbesar di dunia berpeluang untuk memenuhi kebutuhan minyak sawit di pasar dalam negeri dan pasar dunia yang semakin meningkat tersebut. 4.2.4.2. Simulasi Peramalan Salah satu tujuan penelitian ini adalah mengkaji ramalan dampak kebijakan domestik terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia, penerimaan devisa, dan kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia, tahun 2012-2016. Skenario Kebijakan Domestik 1. Pajak ekspor minyak sawit ditetapkan sebesar 20 persen. Penetapan pajak ekspor yang sering menjadi dilema antara kepentingan untuk melindungi konsumen domestik dan kepentingan untuk memperoleh devisa. Peningkatan pajak ekspor minyak sawit merupakan upaya pemerintah untuk menanggulangi arus ekspor minyak sawit yang terlalu besar yang dapat menyebabkan pasokan untuk industri hilirnya terutama industri minyak goreng sawit menjadi berkurang. Dengan peningkatan pajak ekspor minyak sawit tersebut diharapkan dapat menanggulangi masalah tersebut. 2. Pelarangan Ekspor Apabila semua produksi minyak sawit tidak ada yang diekspor maka secara otomatis kebutuhan minyak sawit domestik akan tercukupi. 3. Peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 50 persen Adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan setiap pengusaha minyak sawit dalam menyuplai minyak sawit untuk kebutuhan industri hilir minyak sawit domestik, terutama untuk industri minyak goreng.

88 4. Penetapan kuota ekspor sebesar 40% dari total produksi minyak sawit Kebijakan ini diharapkan dapat menanggulangi masalah arus ekspor minyak sawit yang terlalu besar yang dapat menyebabkan pasokan untuk industri hilirnya terutama industri minyak goreng sawit menjadi berkurang. Penetapan kuota membuat pengusaha sawit harus menyisihkan minyak sawit untuk memenuhi kebutuhan domestik. 4.2.5. Perubahan Kesejahteraan Dalam penelitian ini alternatif simulasi kebijakan juga digunakan untuk menghitung dan menganalisis perubahan kesejahteraan masyarakat. Indikator yang dijadikan sebagai perubahan kesejahteraan dari masyarakat adalah surplus produsen, surplus konsumen dan penerimaan pemerintah. Indikator perubahan kesejahteraan tersebut akan digunakan sebagai dasar evaluasi dan penentu arah kebijakan yang akan diambil. Analisis perubahan kesejahteran dapat dirumuskan sebagai berikut (Sinaga, 1989). 1. Perubahan Surplus Produsen Minyak Sawit QMSI B (HRMSD S HRMSD B ) + ½ (QMSI S QMSI B ) (HRMSD S HRMSD B ) 2. Perubahan Surplus Konsumen Minyak Sawit DMSD B (HRMSD S HRMSD B ) + ½ (DMSD S DMSD B ) (HRMSD S HRMSD B ) 3. Perubahan Surplus Produsen Minyak Goreng Sawit QMGS B (HRMGSD S HRMGSD B ) + ½ (QMGS S QMGS B ) (HRMGSD S HRMGSD B ) 4. Perubahan Surplus Konsumen Minyak Goreng Sawit DMGS B (HRMGSD S HRMGSD B ) + ½ (DMGS S DMGS B ) (HRMGSD S HRMGSD B )

89 5. Perubahan Penerimaan Pemerintah dari Pajak Ekspor Minyak Sawit (PXMSI S * XMSI S * HRXMSI S ) * ERRI S - (PXMSI B * XMSI B * HRXMSI B ) * ERRI B 6. Perubahan Kesejahteraan Netto Industri Minyak Sawit (Perubahan Surplus Produsen Minyak Sawit + Perubahan Surplus Konsumen Minyak Sawit + Perubahan Surplus Produsen Minyak Goreng Sawit + Perubahan Surplus Konsumen Minyak Goreng Sawit + Perubahan Penerimaan Pemerintah dari Pajak Ekspor Minyak Sawit) 7. Perubahan Kesejahteraan Netto Industri Minyak Goreng Sawit (Perubahan Surplus Konsumen Minyak Sawit + Perubahan Surplus Produsen Minyak Goreng Sawit) Keterangan : Subcript B = nilai dasar Subcript S = nilai akhir 4.2.6. Jenis, Sumber, dan Pengolahan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2007. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi yang terkait yaitu Biro Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Perdagangan. Untuk kelengkapan serta penyesuaian data juga dilakukan pengambilan data dari publikasi seperti Oils Annual World serta publikasi-publikasi lainnya. Pengolahan data dilakukan dengan program komputer yaitu : SAS for Windows 9.0.