Comparative Perspective: Pancasila dalam Konstruksi Demokrasitisasi Politik Indonesia 1 Oleh: CHANDRA DINATA, MPA. 2 Pendahuluan Dalam sejarahnya, Indonesia menjalani jalan terjal dalam mewujudkan cita-cita bersama untuk meraih kemerdekaan. Berbagai cara dan seluruh sumberdaya dikerahkan untuk meraih cita-cita tersebut. Oleh sebab itu, sejarah takkan pernah luput dari setiap keputusan yang diambil oleh bagsa ini, termasuk keputusan-keputusan politik untuk menjadikan bangsa ini lebih maju. Seperti pesan faunding father bangsa ini yang dikenal dengan Jasmerah. Indonesia sebagai bangsa didirikan dengan dasar kebersamaan (consensus) menunjukkan bahwa keberagaman menjadi satu landasan utama untuk mengapresiasi hak-hak seluruh warganya tanpa melihat dan berpihak pada satu entitas tertentu, baik suku, agama, ras, maupun golongan. Keunikan dari corak masyarakat Indonesia merupakan kekuatan besar bagi bangsa ini untuk meraih kemerdekaan pada waktu itu. Oleh para faunding father, dirumuskan Pancasila sebagai alat pemersatu dan sekaligus merupakan tujuan dan bentuk negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pidato Bung Karno pada saat lahirnya Pancasila (Sastrapratedja, 2006) merupakan spirit persatuan dan ketegasan bangsa Indonesia yang tidak berpihak pada salah satu bentuk ideologi-ideologi yang berpengaruh saat perang dingin berlangsung. Pancasila merupakan dasar negara, sebagai filosofis negara, dan sekaligus sebagai ideologi negara. Artinya, saat perdebatan antara ideology-ideologi besar dunia seperti kapitalisme dan sosialisme, Pancasila tidak berada dalam salah satu pandangan dunia tersebut, Pancasila berdiri sejajar diantara keduanya. Inilah yang merupakan kebesaran yang dimiliki oleh bangsa ini dan patut dibanggakan. 1 Disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema: Pancasila Energi Ppositif Menjaga Kerukunan Serta Keharmonisan Masyarakat Menuju Pemilu 2014 Damai diadakan di Malang tanggal 20 Maret 2014 di Malang. Oleh LSM-JAM dan Dirjen Kesbangpolinmas RI 2 Staf pengajar di Jurusan Administrasi Publik, FISIP Unmer Malang
Hingga saat ini Pancasila tetap menjadi dasar dan filosofi Negara Indonesia sebagai negara bangsa. Namun seiring perkembangan zaman, Pancasila dalam implementasinya mengalami pergeseran dalam aktualisasi kehidupan berbagsa. Di era rezim Orde Lama (1945-1965), Pancasila merupakan ideologi dalam menentukan setiap kebijakan Negara. Kelima sila yang tertuang dalam Pancasila tersebut menjadi tolok ukur dalam membuat kebijakan sehingga Pancasila diterjemahkan dalam GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) sebagai kebijakan umum dalam mencapai tujuan Negara yakni menuju Negara sejahtera (seperti yang tertuang dalam sila kelima keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia ). Kemudian di era rezim Orde Baru (1965-1998), pandangan atas konsep Pancasila ditempatkan pada ideology terbuka. Pancasila ditempatkan dalam seluruh lini kehidupan berbangsa dan bernegara, baik level masyarakat maupun level birokrasi pemerintahan. Pancasila dijadikan sebagai pedoman yang mencerminkan identitas satu komunitas ataupun institusi. Oleh sebab itu, para pakar menyebutkan bahwa era ini merupakan era penempatan Pancasila sebagai ideology politik yang mampu untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan zaman, atau bisa penulis sebutkan sebagai era modernisasi pancasila. Dalam tulisan singkat ini penulis akan mendiskuikan beberapa fenomena kekinian terkait dengan aktualisasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam system demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia sejak era reformasi. Tulisan ini akan menggunakan analisa dalam sudut pandang studi perbandingan untuk menjawab fenomena kekinian atas implementasi demokrasi di Indonesia. Pancasila dalam Percaturan Ekonomi Global Globalisasi merupakan upaya untuk mendiseminasikan gagasan secara global agar gagasan tersebut menjadi subsistem bagi pembangunan bagi negara tujuannya. Dengan demikian, globalisasi merupakan upaya Negara kuat menguasai segala aspek kehidupan untuk meraih keuntungan besar dengan menggunakan isu-isu pembangunan, memanfaatkan kecanggihan teknologi dan mudahnya mendapatkan informasi. Menurut Kurniawan (2009) globalisasi terletak pada asumsi bahwa integrasi ekonomi dan politik
telah mentransformasikan ideology dan struktur institusi domestik, terutama pada hubungan kekuasaan serta orientasi normatif dan kognitif. Upaya-upaya yang dilancarkan dengan berbagai misi agar usaha untuk menglobalisasikan ide dapat berjalan mulus. Ada dua dimensi menurut Kurniawan (2009) yang dilancarkan globalisasi terhadap Negara yang baru berkembang. Pertama, integrasi ekonomi; merupakan upaya diseminasi gagasan dalam bidang ekonomi merujuk kepada konsep global dengan tolok ukurnya adalah tingkat investasi, volume perdagangan, dan keterbukaan financial. Tingkat investasi lebih pada pergerakan modal lintas batas Negara dengan cara memberikan hak kepada para investor untuk melakukan pengontrolan atas asset-aset perusahaan di suatu Negara. Kemudian dilihat dari sisi volume perdagangan, volume perdagangan secara global yakni perdagangan lintas Negara (ekspor-impor). Dan yang terakhir adalah keterbukaan financial. Keterbukaan financial diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara global. Kedua, Integrasi politik; yang merupakan bentuk perjanjian kerjasama antar Negara (bilateral, multilateral) dalam hal pembangunan basis ekonomi dalam suatu Negara. Perjanjian inilah yang disebut sebagai integrasi politik, karena perjanjian ini merupakan bentuk perjanjian yang secara politis sangat kuat. Misalnya suatu Negara bergabung dalam organisasi perdagangan dunia (WTO) kemudian mengikuti segala persyaratan maupun aturan-aturan yang ditetapkan oleh organisasi tersebut. Secara politik, dengan itegrasi politik tersebut globalisasi dapat merambah masuk melalui kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan demikian pemerintah mengamankan kepentingan-kepentingan pasar dalam meraih keuntungan yang sebanyak-banyaknya dari masyarakat. Terlebih pola tingkah laku masyarakat yang semakin konsumtif. Berdasar pejelasan teoritik dari beberapa ilmuan diatas menunjukkan bahwa ada korelasi antara Negara, Pasar, dan Masyarakat (civil society). Negara sebagai organisasi yang mengatur sirkulasi kebijakan untuk di implementasikan kepada civil society berpandangan bahwa pengelolaan Negara menuju masyarakat sejahtera harus ada campurtangan pasar didalamnya. Pasar selaku penyedia jasa yang mampu memberikan serta menciptakan ruang-ruang baru bagi masyarakat untuk dapat mendapatkan nafkah hidup. Bagi Negara, pasar mampu memberikan keinginan rakyat serta dapat pula meringankan beban Negara atas kewajiban-kewajibannya yakni menciptakan lapangan pekerjaan yang layak bagi warga negaranya. Dengan demikian, Negara melalui
pemerintah memberikan ruang yang luas kepada pasar sebagai bentuk kerjasama dalam mengelola serta menyediakan fasilitas-fasilitas publik. Fasilitas publik yang disediakan oleh pasar disebut juga privatisasi (Petras dan Henri Veltmeyer, 2001). Demokrasi: Pancasila Ditengah Harapan dan Tantangan Pancasila yang merupakan falsafah kehidupan berbagsa dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila bukan untuk satu golongan tertentu, melainkan untuk mengakomodir seluruh kepentingan umat, bangsa, dan negara. Secara teoritik, system filsafat yang terkandung dalam Pancasila bersifat praktis dan dapat digunakan langsung sebagai pedoman kehidupan berbangsa untuk mencapai tatanan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera (Bakry, 1994: 35). Dewasa ini yang berkembang dinegara kita sejak era reformasi, secara demokratis hirarki kekuasaan terwujud dalam bentuk pendelegasian wewenang (delegated discretion) (Fukuyama, 2005) pemerintah pusat dan daerah secara otonom mengurusi kebutuhan-kebutuhan dasar warganegara mulai dari ekonomi, politik, sosial hingga budaya. Lebih tajam lagi Fukuyama mengkritisi bahwa delegated dicretion memunculkan egosektoral yang ditimbulkan akibat kepentingan individu lebih dominan dari pada menunjukkan kepentingan prinsipal dalam kelas warganegara. Masalah lain yang akan muncul sebagai bentuk kompleksitas masalah yakni otoritas yang bergerak dalam satu arah sebagai komando tidak mampu memberikan pencerahan pada kelas hirarki kekuasaan dibawah yang menimbulkan kekacauan moral para pejabat birokrat seperti penyimpangan kewenangan, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan lain sebagainya menusuk sendi birokrasi pemerintahan yang diakibatkan oleh menguatnya kepentingan individu dalam mengelola negara. Malang, 20 Maret 2014
Daftar Pustaka Bakry, Noor MS., 1994, Orientasi Filsafat Pancasila, Edisi Revisi, Liberty, Yogyakarta Fukuyama, Francis, 2005, Memperkuat Negara; Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Kurniawan, Nanang Indra, 2009, Globalisasi dan Negara Kesejahteraan: Perspektif Institusionalisme, Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, Yogyakarta Petras, James dan Henry Veltmeyer, 2001, Kedok Globalisasi; Imperialisme Abad 21, terjemahan, Ceraka Nusantara Sastrapatedja, M., 2006, Pancasila Sebagai Orientasi Pembangunan Bangsa dan Pengembangan Etika Ilmu Pengetahuan, Makalah Seminar dan Simposium Pancasila, UGM-Kagama-LIPI.