GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah

Perubahan Regional (Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah)

Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah 02/04/2013 7:59

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

BAB 14: GEOGRAFI POLA KERUANGAN DESA KOTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ARI KRISTIANTI L2D

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAHAN KULIAH 13 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membangun

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

PENDAHULUAN Latar Belakang

Secara umum pembagian wilayah berdasarkan pada keadaan alam (natural region) dan tingkat kebudayaan penduduknya (cultural region).

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS,

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS KONDISI DAN PENYEBAB DISPARITAS PEMANFAATAN RUANG KOTA PEKANBARU YANG TERPISAH OLEH SUNGAI SIAK TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan

Unsur - unsur potensi Fisik desa. Keterkaitan Perkembangan Desa & Kota

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

1. Mewujudkan tata pemerintahan yang amanah didukung oleh aparatur pemerintah yang profesional dan berkompeten. 2. Mewujudkan keamanan dan ketertiban

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA KAWASAN INDUSTRI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN I-1

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

Tugas Akhir 2015 BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di Palembang Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya

PERANCANGAN ARSITEKTUR DAN PERANCANGAN KOTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

TEKNOLOGI YANG HUMANIS UNTUK MENGENDALIKAN URBANISASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

abelpetrus.wordpress.com

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. material kewilayahan apapun yang ada di kota itu. hakikatnya segala sesuatunya di dunia ini akan mengalami perubahan tidak

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

VISI TERWUJUDNYA KABUPATEN MANOKWARI SELATAN YANG AMAN, DAMAI, MAJU DAN SEJAHTERA SERTA MAMPU BERDAYA SAING

EVALUASI KESESUAIAN FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG LOKASI DAN FUNGSI PUSAT KOTA PADA KOTA PINGGIRAN METROPOLITAN ( STUDI KASUS : KOTA MRANGGEN) TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG TERJADINYA KEMACETAN LALU LINTAS DI JALAN ARTERI PRIMER KAWASAN PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk kota Surabaya lebih dari tiga juta jiwa. Dari sekitar 290 km 2 (29.000)

EKONOMIKA TANAH DAN TATA KOTA. Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan BPPK Kementerian Keuangan 2016

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. heterogen dan materialistis di bandingkan dengan daerah belakangnya.

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

I. PENDAHULUAN. membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. memacu pertumbuhan di berbagai sendi kehidupan seperti bidang ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktifitas keseharian penduduk perkotaan makin tinggi sejalan dengan makin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

V. HASIL ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB IV GAMBARAN LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan ilmu

KOMPLEKS OLAHRAGA SURABAYA DI JAWA TIMUR Penekanan Desain Arsitektur High - Tech

BAB I PENDAHULUAN 1. 2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

PERENCANAAN WILAYAH. GG 425

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

DAFTAR ISI PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 17 Sesi NGAN DESA - KOTA : 2 A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun 1980 Kota terdiri atas dua bagian. Pertama, kota sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administrasi sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Kedua, kota sebagai lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri nonagraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota kecamatan, serta berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan permukiman. b. R. Bintarto Bintarto mengungkapkan bahwa kota merupakan sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk tinggi, struktur sosial ekonomi heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik. B. CIRI FISIK KOTA 1. Terdapat gedung-gedung perkantoran. 2. Terdapat pusat-pusat perbelanjaan. 3. Terdapat tempat-tempat untuk parkir. 4. Terdapat tempat-tempat untuk rekreasi. 5. Terdapat tempat-tempat untuk olahraga. 6. Terdapat ruang terbuka hijau. 1

7. Terdapat ruang terbuka (open space) seperti lapangan, kolam renang, dan lapangan golf. 8. Terdapat kompleks-kompleks perumahan, pendidikan, dan kesehatan. C. POTENSI KOTA a. Potensi Ekonomi Berupa gedung-gedung perkantoran, industri jasa, tenaga ahli, pusat perdagangan, dan industri. b. Potensi Sosial Berupa rumah sakit, apotek, tenaga medis, dokter ahli, panti jompo, panti sosial anak, jaringan transportasi, listrik, telepon, sarana rekreasi, dan olah raga. c. Potensi Budaya Berupa sarana pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem peralatan yang lebih maju, sistem mata pencarian yang bervariasi, dan organisasi sosial yang berkembang pesat. d. Potensi Politik Berupa gedung-gedung pusat pemerintahan sebagai pusat administrasi pemerintah. D. FAKTOR PEMBENTUK KOTA a. Faktor Fisik 1. Letak atau lokasi atau situs yang strategis. 2. Fisiografi atau topografi halus. 3. Tanah subur dan iklim mendukung. 4. Sumber daya alam seperti pertanian, perkebunan, tambang, dan keindahan alam. b. Faktor Nonfisik 1. Kondisi penduduk seperti jumlah, kepadatan, kualitas. 2. Fasilitas sosial berupa sarana dan prasarana. 3. Pusat pelayanan, pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat industri, pusat perkebunan, pusat pertambangan, pusat kerajaan, dan pusat wisata. 2

E. KLASIFIKASI KOTA a. Berdasarkan Fungsinya 1. Kota sebagai Pusat Industri Kegiatan industrinya lebih dominan dibandingkan kegiatan lainnya. Umumnya dikelilingi daerah-daerah penghasil bahan mentah atau baku, sarana transportasi lancar. 2. Kota sebagai Pusat Perdagangan Aktivitas yang dominan di bidang perdagangan. Umumnya merupakan kota pelabuhan dengan aksesibilitas yang tinggi baik lewat darat maupun laut, memiliki infrastruktur berupa gedung dan bangunan. 3. Kota sebagai Pusat Rekreasi dan Kesehatan Kota ini mampu menarik pendatang baik untuk tujuan rekreasi maupun penyembuhan. Udaranya bersih, suhunya sejuk dan pemandangan alamnya indah. 4. Kota sebagai Pusat Kebudayaan Memiliki potensi budaya tinggi. Umumnya bekas pusat kerajaan. 5. Kota sebagai Pusat Pemerintahan Kota ini berkembang pesat, karena juga berfungsi sebagai pusat pelayanan, pusat industri, perdagangan, politik, dan sosial budaya. b. Berdasarkan Jumlah Penduduknya Kota berdasarkan jumlah penduduknya dibagi sebagai berikut: No Jenis Kota Perkiraan Jumlah Penduduk 1 Kota Kecamatan 3.000 20.000 2 Kota Kecil 20.000 200.000 3 Kota Sedang 200.000 500.000 4 Kota Besar 500.000 1.000.000 5 Kota Metropolitan > 1.000.000 (Sumber: www.p4.go.id) F. TAHAP PERKEMBANGAN KOTA a. Berdasarkan Bentuk Perkembangan Kota 1. Perkembangan Horizontal Cara perkembangan ini mengarah ke luar. Artinya daerah bertambah, sedangkan ketinggian dan kuantitas lahan yang terbangun tetap. Perkembangan dengan cara 3

ini terjadi di pinggir kota, karena harga lahan masih lebih murah dan dekat jalan raya yang mengarah ke kota. 2. Perkembangan Vertikal Cara perkembangan ini mengarah ke atas. Artinya, daerah pembangunan dan kuantitas lahan yang terbangun tetap, sedangkan ketinggian bangunan bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat kota dan di pusat-pusat perdagangan yang memiliki nilai ekonomi. Hal itu dikarenakan harga lahan di daerah tersebut mahal. 3. Perkembangan Interstisital Cara perkembangan ini ke dalam. Artinya, daerah dan ketinggian bangunan rata-rata tetap sama, sedangkan kuantitas lahan yang terbangun bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat kota serta antara pusat dan pinggir kota yang kawasannya sudah dibatasi dan hanya dapat dipadatkan. b. Berdasarkan Pendapat Lewis Munford 1. Tahap Eopolis Perkembangan desa yang teratur menuju arah kehidupan kota. 2. Tahap Polis Perkembangan kota yang sebagian penduduknya masih berorientasi pada sektor agraris. 3. Tahap Metropolis Perkembangan kota yang telah mengarah pada kegiatan industri. 4. Tahap Megapolis Wilayah perkotaan yang terdiri atas gabungan beberapa kota metropolis. 5. Tahap Tyranopolis Perkembangan kota yang ditandai dengan kekacauan, kemacetan lalu lintas, dan tingkat kriminalitas tinggi. 6. Tahap Nekropolis Suatu kota yang mulai ditinggalkan penduduknya dan menjadi kota mati. c. Berdasarkan Pendapat Griffith Taylor 1. Stadium Infantile Pada stadium ini batas antardaerah tidak tampak jelas. Sebagai contoh batas antara daerah permukiman dan daerah perdagangan. Ciri yang tampak adalah masih menyatunya antara pertokoan dan perumahan pemilik toko. 4

2. Stadium Juvenile Pada stadium ini tampak adanya desakan terhadap perumahan-perumahan lama oleh perumahan-perumahan yang baru. Pada stadium ini pertokoan dan perumahan pemilik toko sudah mulai terpisah. 3. Stadium Mature Ciri stadium ini adalah banyaknya daerah baru yang muncul mengikuti rencana tata ruang, misalnya kawasan industri dan perumahan. 4. Stadium Senile Pada stadium ini setiap kawasan kurang mendapat pemeliharaan sehingga mengalami kemunduran sehingga disebut juga stadium kemunduran kota. d. Berdasarkan Pendapat J. M. Houston 1. Stadium Pembentukan Inti Kota Stadium pembentukan inti kota (nuclear phase) adalah tahap pembentukan kawasan pusat bisnis yang dikenal dengan Central Business Distric (CBD). Tahap ini merupakan tahap pembangunan gedung-gedung penggerak kegiatan. 2. Stadium Formatif Stadium formatif (formative phase) adalah tahap perkembangan kota seiring dengan perkembangan industri dan teknologi. Perkembangan industri berpengaruh terhadap perluasan wilayah, khususnya untuk kawasan industri dan perumahan. 3. Stadium Modern Stadium modern (modern phase) adalah tahap penggabungan antarpusat kegiatan. Pada stadium ini kenampakan kota jauh lebih kompleks daripada stadium pembentukan inti kota dan stadium formatif. a. b. c. jalur kenampakan kenampakan transportasi fisik kota inti kota fisik kota pemekaran kota tahap I jalur transportasi inti kota pemekaran kota tahap II Gambar Tahap perkembangan kota menurut J. M. Houston: (a) nuclear phase, (b) formative phase, dan (c) modern phase. (Sumber: Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya, 1989) 5

G. KARAKTERISTIK KOTA 1. Hubungan sosial bersifat gesselschaft 2. Patembayan 3. Individualistis dan materialistis 4. Mata pencarian nonagraris 5. Status sosial ekonomi heterogen 6. Pandangan hidup rasional dan berpikiran maju. 7. Toleransi lemah 8. Struktur penduduk dominan berumur produktif. 9. Sex ratio rendah 10. Kepadatan penduduk tinggi 11. Mobilitas penduduk tinggi 12. Cepat berganti pekerjaan 13. Man Land Ratio kecil 14. Terdapat segregasi keruangan 15. Penggunaan tanah dominan untuk industri dan jasa. 16. Terdapat kesenjangan sosial 17. Norma agama tidak begitu ketat H. TIPE MASYARAKAT KOTA 1. Netral 2. Orientasi diri 3. Prestasi 4. Heterogenitas 5. Universalisme 6